Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185814 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daru Setyo Rini
"Kali Surabaya adalah sumber air baku PDAM Surabaya yang mengalir sepanjang 41 km melewati wilayah Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Kegiatan manusia di sekitar sungai dan konversi lahan sempadan sungai telah memberikan dampak buruk pada ekosistem sungai. Pemanfaatan lahan sempadan Kali Surabaya telah mengkonversi sebagian besar wilayah sempadan menjadi kawasan terbangun dan menghilangkan fungsinya sebagai penyangga ekosistem Kali Surabaya. Konversi tanah sempadan ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan pemerintah (Gubemur, DPU Pengairan Propinsi Jawa Timur, dan Perum Jasa Tirta) pada penggunaan daerah sempadan Kali Surabaya. Lemahnya pemantauan dan pengawasan pada pembuangan limbah menyebabkan industri terus membuang limbahnya yang tidak diolah ke Kali Surabaya. Selama ini tidak ada tindak lanjut pada hasil pemantauan rutin, sehingga industri yang limbahnya terpantau jauh melampaui ambang batas, tetap melanggar baku mutu limbah cair pada pemantauan bulan berikutnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kualitas air dan keanekaragaman makroinvertebrata bentos Kali Surabaya di sekitar sempadan bagian hulu dengan kegiatan utama pertanian, bagian tengah dengan kegiatan utama industri dan bagian hilir dengan kegiatan utama permukiman. Penelitian ini juga mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan bahan sempadan dan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya oleh Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Timur.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dan pengambilan sampel dilakukan pada dua waktu pemantauan yaitu 25 Mei 2002 yang mewakili akhir musim hujan dan 21 Agustus 2002 yang mewakili akhir musim kemarau. Sampel air dan makroinvertebrata diambil dari 7 stasiun pengambilan sampel yaitu Sumberame dan Sumengko (Kali Surabaya bagian hulu), Driyorejo, Kali Tengah dan Karang Pilang (Kali Surabaya bagian tengah), serta Pereng dan Jambangan (Kali Surabaya bagian hilir).
Nilai Indeks Canberra yang mengindikasikan tingkat kesamaan kualitas air memperlihatkan adanya 3 kelompok kualitas air. Pada 25 Mei 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah dan Jambangan, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Pereng dan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, dan Driyorejo. Pada 21 Agustus 2002 kelompok kualitas air terburuk ditemukan di Kali Tengah, kualitas air menengah ditemukan di Karang Pilang dan Jambangan, sedangkan kualitas air yang masih baik ditemukan di Sumberame, Sumengko, Driyorejo, dan Pereng. Analisis statistika dengan uji Mann-Whitney dengan a 0,05 memberikan kesimpulan bahwa jumlah bahan pencemar organik (nilai BOD dan COD) pada Kali Surabaya bagian hulu berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pada Kali Surabaya bagian tengah dan permukiman, sedangkan jumlah bahan pencemar organik pada Kali Surabaya bagian tengah tidak berbeda nyata dengan jumlah bahan organik pads Kali Surabaya bagian hilir.
Meskipun pengukuran fisika kimia memperlihatkan kualitas air pada Kali Surabaya bagian hulu masih baik, nilai indeks diversitas makroinvertebrata menandakan kualitas air Kali Surabaya bagian hulu telah mengalami tingkat pencemaran ringan. Hal ini berarti bahwa makroinvertebrata memberikan respon yang lebih peka dibandingkan pengukuran parameter fisika kimia, sehingga dapat dijadikan indikator untuk menilai kualitas air.
Pada pemantauan 25 Mei 2002, indeks diversitas makroinvertebrata terendah dijumpai di Jambangan, sedangkan pada pemantauan 21 Agustus 2002, indeks diversitas terendah dijumpai di Kali Tengah. Analisis statistik dengan uji korelasi Spearman Rank memberikan kesimpulan bahwa indeks diversitas memiliki korelasi negatif yang cukup kuat dengan BOD (nilai koefisien korelasi -0,653) dan korelasi negatif lemah dengan COD (nilai koefisien korelasi -0,339).
Komunitas makroinvertebrata pada Kali Surabaya bagian hulu dicirikan oleh tingginya persentase species tidak toleran pada pencemaran organik dari jenis larva serangga, keong (gastropoda) prosobranchia, kerang dan udang air tawar. Pada Kali Surabaya bagian tengah terjadi penurunan persentase species tidak toleran dan kenaikan persentase species toleran yaitu cacing Tubifex lubifex, Lumbriculus variegalus dan Chironomus sp. Pada Kali Surabaya bagian hilir persentase species toleran sangat tinggi dan hampir tidak dijumpai jenis makroinvertebrata tidak toleran. Species toleran yang banyak dijumpai adalah cacing Tubifex lubifex.
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air dan pemantauan makroinvertebrata bentos dapat disimpulkan bahwa tingkat pencemaran air Kali Surabaya berkisar antara tercemar ringan hingga tercemar berat dengan pencemaran terberat dijumpai di Kali Tengah (Kali Surabaya bagian tengah). Kegiatan industri di sempadan sungai dan pembuangan limbah industri ke Kali Surabaya perlu mendapat prioritas dalam pengendalian dan pengawasan pencemaran air di Kali Surabaya, terutama di Kali Tengah yang memberikan beban pencemaran terberat.
Untuk memulihkan ekosistem Kali Surabaya dari kerusakan, pemerintah harus memperketat pengawasan pada industri khususnya di Kali Tengah dan mewajibkan semua industri untuk mengolah limbahnya hingga memenuhi baku mutu limbah cair. Disamping itu perlu dilakukan penertiban bangunan liar di sempadan sungai yang melanggar ketentuan dan mengembalikan peruntukannya sebagai kawasan lindung.
Upaya penertiban harus dilakukan secara manusiawi dan didahului dengan sosialisasi kepada semua masyarakat pengguna lahan sempadan yang akan ditertibkan. Pemerintah perlu memikirkan solusi untuk menyediakan lahan pengganti bagi permukiman penduduk sempadan sungai atau membangun sistem pengolahan limbah terpadu untuk mengolah limbah industri dan domestik sebelum dibuang ke Kali Surabaya.
Pembersihan bangunan liar di sempadan harus disertai dengan rehabilitasi tanah sempadan untuk dilanjutkan dengan kegiatan reboisasi dan membuat hutan kota yang dapat dijadikan wahana ekowisata dan sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian masyarakat agar ikut partisipasi aktif dalam melestarikan fungsi Kali Surabaya sebagai sumber air baku untuk air minum warga Surabaya.

The Impact of Human Activity at Riparian Area on Water Quality and Benthic Macro-invertebrate Diversity of Surabaya RiverSurabaya River is a source of raw water supply for local potable water company (PDAM) in Surabaya. It flows along 41 km from Mojokerto passes through Gresik, Sidoarjo and Surabaya to the Strait of Madura. The utilization of riparian land of Surabaya River seems to be uncontrolled, most part of the riparian land has been converted into a developed area and its function as a buffer of Surabaya River ecosystem have been gradually destroyed. The increase in riparian land conversion was largely caused by lack of control from the provincial government (East Java Governor, Provincial Office of Public Work Department for Water and Irrigation, and Perum Jasa Tirta I).
The present study aims to assess water quality and diversity of benthic macro-invertebrate community of Surabaya River near the riparian area that is being used as agricultural, industrial and residential land. The present study also aims to assess the effectiveness of local government policy on the riparian land management and water quality control. The study was an analytical descriptive research. Water and substrate samples were collected from Surabaya River on 25th May 2002 represented the end of rainy season and 215 August 2002 represented the end of dry season.
Water samples and macro-invertebrates were collected from seven sampling stations along Surabaya River i.e. Sumberame and Sumengko (up-stream section of Surabaya River), Driyorejo, Kali Tengah, and Karang Pilang (middle section), Pereng and Jambangan (down-stream section).
The management of Surabaya River is conducted separately by governments of 4 municipalities along the river. There is lack of coordination and there is no integrated planning in the Surabaya River management. The local government control to the utilization of riparian zone and water pollution control in Surabaya River is still ineffective. Therefore, the improper uses of riparian land were still increasing and the water quality was declining. This condition threatens the sustainability of river function as source of raw water for drinking water company. The houses built on the riparian land were also not safe for the inhabitants, since the land is labil and some houses on the riparian land have collapsed lately.
The monitoring program seems to be only formality without any evaluation and follow-up action to the wastewater and water quality monitoring results. The industrial wastewaters that exceed the wastewater standard will still exceed the standard on the next monitoring results. There is no sufficient control to the wastewater disposal into Surabaya River.
The water assessment results showed that on 25th May 2002, the worst water quality of Surabaya River were found in Kali Tengah (middle section of Surabaya River) and Jambangan (down-stream of Surabaya River). On that day, presumably there were no waste disposal activity in Kali Tengah, hence the water quality in Kali Tengah was quite good and almost the same with water quality in Jambangan. On 2151 August 2002, it was presumed that there were waste disposal activities in Kali Tengah so that the water quality in Kali Tengah was the worst as compared to other stations in Surabaya River. The worst water quality was indicated by high values of BOD, COD, TOC, TSS and DHL in Kali Tengah on 21" August 2002.
The water quality of up-stream section of Surabaya River complied with the water quality standard of Class 1 according to PP No.81/2001 (can be used as raw water for drinking water), while the water quality at middle and down-stream section of Surabaya River exceeded that water quality standard.
The Mann-Whitney Test result with a 0,05 showed that the organic content (measured as BOD and COD) at up-stream section of Surabaya River was significantly different from those at the middle and down-stream section of Surabaya River. In contrast, the organic content at middle section of Surabaya River was not different significantly from that at and down-stream section.
Although the measurement of physical and chemical parameters of water sampled showed that the water quality at up-stream section of Surabaya River was still in good condition and complied the water quality standard of class 1, the biodiversity index of benthic macro-invertebrate community indicated the occurrence of mild water pollution. The result suggests that benthic community monitoring is more sensitive than the physical and chemical measurement. It can be used as bio-indicator of water quality in the habitat.
On 25th May 2002, the lowest diversity index was found at Jambangan while on 21s` August 2002 the lowest diversity index was found at Kali Tengah. The correlation coefficient index of Spearman rank showed a significant relation of diversity index to BOD and COD concentration. The diversity index has a moderately strong negative correlation with BOD content (coefficient correlation - 0,653) and it has a weak negative correlation with COD content (coefficient correlation - 0,339).
Macro-invertebrate community at up-stream section of Surabaya River was characterized by the high percentage of sensitive species such as insect larva, prosobranchia gastropod, mussels and decapods. At middle section of Surabaya River, the percentage of sensitive species decreased and the percentage of tolerant species, such as Tubifex tub fex, Lumbriculus variegatus and Chironamus sp. increased. At down-stream section of Surabaya River, the tolerant species were predominant so high and only few sensitive species were found in this area. The most abundant tolerant species was Tubifex lubifex.
In order to restore the ecosystem of Surabaya River, the government should increase the wastewater disposal control and command all industries to treat their wastewater. The illegal uses of the riparian zone should be terminated and the illegal buildings should be cleared from that protected area. The riparian land then should be rehabilitated and replanted with local vegetation species and a plan to convert the zone into a city riparian forest as a public park should be initiated. The city riparian forest should be supported by Surabaya River information centre as a facility to environmental education program. This centre will act as training facility to increase the understanding and awareness of the people in conserving the Surabaya River Ecosystem as a whole unit that interfered by their activity so that the river function as a source of raw water for drinking water will keep in sustainability."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Yani
"Peningkatan aktivitas industri kayu lapis, dermaga, dokapal, pertanian, permukiman penduduk, transportasi, dan lain-lainnya, selain memberikan dampak positif sebagai tempat pendapatan ekonomi masyarakat,juga memberikan indikasi adanya dampak negative,yaitu seperti berupa limbah cair dan padat (baik organik maupun non organik). Limbah cair seperti minyak hasil pembuangan dari kapal baik yang berlabuh maupun yang melakukan pengedokan kapal, begitu juga limbah cair dan padat yang berasal dari industri kayu lapis, permukiman rumah tangga , dan lain-lainnya.
Di sisi lain, lingkungan wilayah sungai Somber bagian hilir,muara sungai hingga ke pesisir memiliki keanekaragaman hayati seperti ,ekosistem hutan mangrove dan organisme perairan lainnya. Oleh karena itu ,apabila kegiatan penduduk tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber pencemar bagi lingkungan dan dampaknya dapat mengancam kelangsungan hidup ekosistem perairan di sekitarnya.
Perumusan masalah ; mengkaji aspek persepsi masyarakat dengan adanya indikasi pencemaran dan kerusakan lingkungan sebagai adanya penurunan kualitas air di Sungai Somber, mengkaji aspek penurunan kualitas air Sungai Somber melalui parameter fisika, kimia, dan biologi.
Pertanyaan penelitian ; apa saja persepsi masyarakat mengenai penurunan kualitas air Sungai Somber?, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan penurunan kualitas air?, bagaimana pola penurunan kualitas air Sungai Somber sehubungan dengan kegiatan penduduksaat pasang dan surut ?
Tujuan penelitian ; untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang kegiatan penduduk sebagai sumber pencemar yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kualitas air sehubungan dengan adanya jenis-jenis kegiatan penduduk, untuk mengetahui karakteristik mengenai pola penurunan kualitas air Sungai Somber saat pasang dan surut.
Dari hasil pembahasan dapat di simpulkan sebagai berikut;
1. Berdasarkan persepsi masyarakat, penurunan kualitas lingkungan perairan Sungai Somber sudah di tandai adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan.Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan penduduk seperti aktivitas dermaga ,dok kapal, industri kayu lapis, dan lalu lintas kapal pada sungai yang ditandai adanya cemaran minyak dan aktivitas penduduk dari permukiman yang pembuangan sampah dan limbah lainnya langsung ke sungai Somber.
2. Kegiatan penduduk, diwilayah penelitian sudah memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air Sungai Somber bagian hilir,
a) Penurunan konsentrasi oksigen terlarut (DO) saat surut Sungai Somber di lokasi Batu Ampar (I), Muara Rapak (II), Margo Mulyo(III) ini disebabkan oleh kegiatan dari industri kayu lapis, dermaga,pertanian,dll.
b) Kegiatan penduduk telah meningkatkan kandungan BOD (menurunkan kualitas air) seat pasang di Lokasi II (Muara Rapak). Begitu juga Lokasi I dan II saat air surut telah melampaui baku mutu. Hal ini disebabkan karena aktivitas industri kayu lapis, permukiman penduduk, pertanian dan lain-lainnya.
c) Saat air surut, pencemaran Sungai Somber ditandai oleh tingginya kandungan COD. Kondisi ini menerangkan adanya aktivitas dermaga,industri kayu lapis, lalu lintas kapal ini sebagai penyebab penurunan kualitas air berupa cemaran bahan organik yang tidak mudah terurai terutama minyak dan di bekas dan lain-lainnya. Kondisi ini terjadi di semua lokasi penelitian di Sungai Somber.
d) Saat surut , pencemaran Sungai Somber ditandai tingginya kandungan koli tinja(fecal coli),disebabkan oleh aktivitas penduduk, disekitar dermaga/pelabuhan,dok kapal,dan permukiman penduduk ikut memberikan kontribusinya terhadap penurunan kualitas air di wilayah penelitian (I,1I,IIl,IV,V).
3. Pada saat surut, pola purifikasi bahan organik terdegradasi pada daerah Baru Tengah (V) ke hilir (muara) sungai, sedangkan pada saat pasang polanya terjadi pada daerah Batu Ampar(I) dan Muara Rapak (II) ke arah hulu sungai.
Dari hasil pembahasan dapat di sarankan hal-hal sebagai berikut ;
1. Penelitian ini studi awal dengan metode diskriftif analisis dan keterbatasan dana serta waktu,periu dilakukan penelitian lebih lanjutan dengan parameter yang lebih beragam dan dengan uji statistik untuk melihat hubungan atau korelasinya. Hal ini untuk membuktikan pencemaran dari aktivitas dok kapal yang terindikasi sangat sulit terurai dalam air dan melihat hubungan serta dampaknya pada kehidupan biota perairan.
2. Mengingat badan perairan Sungai Somber mempunyai fungsi untuk perairan umum dan pembudidayaan biota sungai dan laut (pesisir), maka segala kegiatan penduduk perlu di evaluasi mengenai pengolahan limbah dan penatagunaan lahannya.
3. Berdasarkan karakteristik limbah yang sulit terurai hal ini terindikasi adanya kegiatan dok kapal, maka disarankan untuk mengkaji lebih mendalam mengenai parameter limbah dari aktivitas dok kapal, terutama dari limbah buangan berupa minyak dan logam berat serta plankton dan benthos yang mengendap pada dasar sediment (substrat).
E. Dattar kepustakaan : 48 (1971- 2002)

The increasing activities of plywood industry, quay, dockside, agriculture, residence, transportation, et cetera, have resulted in some positive impacts to the income obtained by community. On the other hand, it has also resulted in some negative impacts in the form of liquid waste and solid waste (both organic and inorganic). Some liquid wastes such as the disposed fuel from an anchored ship or the docking ship, and also the liquid and solid wastes deriving from some plywood industries, people residence, et cetera.
On the other aspect, the environmental geography of downstream Somber River, river estuary and coastal area, have various biology, such as ecosystem of mangrove forest and other water organisms. Therefore, if the various activities carried out by the people are not managed properly, then various sources of environmental contaminators will arise, the impact of which will be very threatening to the survival of water ecosystem in its environs.
Problem formulation : to analyze the aspect of community's perception on the existing indication of environmental contamination caused by the quality degradation at Somber River, to analyze the aspect of water quality degradation at Somber River by means of parameters of physics, chemistry, and biology.
Questions of study : what are some perceptions of community relating to the water quality degradation of Somber River?, what factors may cause the water quality degradation?, what is the type of water quality degradation of Somber River in relation to various activities carried out by people in the tide period?
Objective of study : to identify the community's perception regarding the activities carried out by people as the sources of contaminator which may cause the water quality degradation, to identify some factors which may cause the water quality degradation relating to the existing types of activities carried out by the people, to identify some characteristics regarding the type of water quality degradation of Somber River in the tide period.
Based on the results of analysis :
1. Based on the community's perception, the quality degradation at the Somber River environment has been indicated by the existence of various activities carried out by people, such as activities at the dock, ship doc, plywood industry, and ship traffic at the rives which are indicated by the contamination of fuel and various activities carried out by people at the residence which directly dispose their wastes to Somber River.
2. Various activities carried out by the people at area of research have indicated some impacts on the water quality degradation of downstream Somber River :
a) Degradation of dissolved oxygen concentration (DO) in the tide period at Somber River located at Batu Ampar (I), Muara Rapak (II), Margo Mulyo (III), caused by the some activities relating to plywood industry, dock, agriculture, etc.
b) Some activities carried out by the people have increased the BOD content (decreasing the water quality) in the tide period at Location Il (Muara Rapak). The subsided water at Location I and II has surpassed the quality standard. This is caused by the existence of activities relating to plywood industry, people's residence, agriculture and others.
c) In the tide period, the contamination at Somber River is indicated by the high BOD content. This condition indicates that the existence of activities at the dock, plywood industry, and ship traffic as the cause of water quality degradation in the form of organic substance contamination, especially used fuel, oil, and others. This condition has occurred at all study location at Somber River.
d) In the tide period, contamination of Somber River which is indicated by the high content of fecal coli, caused by the activities carried out by the people around the dockside/harbor, ship dock, and people residence, has contributed to the water quality degradation at the area of research (I, II, III, IV, V).
3. In the subsided period, the type of purification of organic substance degraded at Baru Tengah (V) downstream the river, while in tide period,' the type can be found at Batu Ampar (I) and Muara Rapak (II) to the upper course of river.
Based on the results of discussion, it can be suggested as follows :
1. This preliminary study is based on the method of descriptive analysis and limited fund and time. It should be carried out an advanced study which is based on various parameters and statistical testing in order to identify the existing correlation. This is aimed at proving the contamination resulting from some activities performed at the ship dock and at identifying the its correlation and impacts one the life of water biota.
2. Considering that the water agency of Somber River has the function of general water and cultivation of river's and sea's biota (coastal area), then all activities carried out by the people should be evaluated relating to the waste handling and land utilization.
3. Characteristics of waste have indicated the existence of activities carried out at the ship dock. It is then suggested to perform a deep analysis on the parameter of waste based on the activities carried out at the ship dock, especially for the wastes in the form of fuel and heavy metal as well as plankton and benthos found at the substrate.
E. Number References : 48 (1971 - 2002)"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Syafrizal
"Makhluk hidup termasuk manusia membutuhkan air sebagai sumber kehidupan. Air digunakan oleh manusia untuk metabolisme tubuh, keperluan rumah tangga dan kegiatan yang mendukung kehidupannya (Enger dan Smith, 2000). Mengingat pentingnya fungsi air bagi manusia, tersedianya air baik secara kualitas maupun kuantitas harus dipelihara untuk menjamin kehidupan sekarang dari masa datang. Selain sebagai sumber kehidupan, air adalah sumberdaya alam terbarukan (Salim, 1993). Tersedianya air di dunia menurut Kodoatic et al. (2002) adalah dalam bentuk air asin, air tawar dan air dalam bentuk lain. Jumlah keseluruhan air di dunia sebesar 1.385.984.610 Km3 yang terdiri atas air laut 1.338.000.000 Km3 (96,53%), air tawar 35.029.210 Km3 (2,53%), dan air dalam bentuk Iain 47.984.610 Km3 (3,47%). Dilihat dari persentase potensi air di dunia, tersedianya air tawar paling sedikit jumlahnya tetapi dibutuhkan oleh mahluk hidup yang paling besar.
Kebutuhan air tawar di dunia untuk air baku air minum di dapat dari air hujan, dan sumber-sumber air seperti mata air, Sungai, rawa, danau, dan lain-lain. Pengambilan air baku Kota Palembang sebagaian besar dari Sungai Musi dan anak sungainya. Pengambilan air tawar dari sumur dalam atau air tanah dalam saat kemarau tidak dapat dilakukan, karena Formasi lapisan tanah di wilayah Palembang berupa lapisan alluvial, sehingga air tanah dalam tidak tersedia. Tersedianya air baku dari Sungai Musi secara kuantitas terpenuhi sepanjang tahun, tetapi secara kualitas menjadi masalah saat terjadi pasang surut. Permasalahan yang harus diteliti mengingat masyarakat tergantung sekali pada air baku Sungai Musi adalah pengaruh pasang surut pada penurunan kualitas air baku yang berimplikasi pada pengolahan air minum. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air baku. Jika terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air baku, diajukan hipotesis lanjutan yaitu terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air minum.
Metode penelitian pengaruh pasang surut pada kualitas air baku dan air minum yang digunakan adalah deskriptif analitik. Pembuktian hipotesis parameter kualitas air menggunakan uji statistik. Uji statistik yang di gunakan adalah T-Test karena data kualitas air yang digunakan bersifat rasio dan jumlah sampel kurang dari 30 (Sugiyono, 1999). Pemilihan sampel dengan metode pertimbangan (purposive) untuk menentukan waktu dan tempat pengambilan sampel (Sudjana, 1996). Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random). Pengolahan data menggunakan alat bantu program microsoft excel dan uji statistik dengan alat bantu program SPSS.
Hasil penelitian memperlihatkan terdapat pengaruh pasang surut pada kualitas air baku yang didasarkan pada baku mutu menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Paramater yang mengalami perubahan sehingga melampaui baku mutu antara lain adalah pH, TSS, BOD, COD, DO, Posfat, NH3-N, H2S, Sulfat dan Total Coliform. Hasil uji statistik membuktikan hanya terdapat satu parameter yang menerima Ho yaitu parameter TDS, sisanya menolak Hipotesis Nol (Ho) dengan tingkat kepentingan antara 0,00 sampai 0,05. Untuk perubahan kualitas air minum akibat pasang surut, parameter yang mengalami perubahan didasarkan pada baku mutu menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 tentang Persyaratan Air Minum antara lain adalah pH, kekeruhan dan khlorida. Hasil uji statistik memperlihatkan hanya parameter khlorida yang menolak 1-10 dengan tingkat kepentingan 0,00. Tingkat kekeliruan (a) yang di gunakan dalam uji hipotesis adalah 0,05 atau terjadi 5 kesalahan dalam 100 sampel.
Perubahan kualitas air baku akibat pasang surut akan mengalami peningkatan oleh beberapa faktor antara lain adalah faktor gejala alam dan Faktor degradasi lingkungan. Faktor gejala alam disebabkan kemarau panjang seperti El-Nino atau tingginya curah hujan seperti La-Nina, sedangkan faktor degradasi lingkungan disebabkan deforestrasi daerah aliran sungai (DAS) dan pencemaran limbah domestik dan industri. Faktor gejala alam tidak dapat dikendalikan tetapi faktor degradasi lingkungan dapat dikelola untuk mengurangi dampak pasang surut yang terjadi.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pasang surut di kualitas air baku dan air minum. Perubahan kualitas air baku selain membahayakan manusia jika memanfaatkan air baku sebagai air minum tanpa proses pengolahan, juga berimplikasi pada proses pengolahan air minum PDAM Tirta Musi. lmplikasi yang terjadi antara lain adalah kerusakan bangunan akibat pH yang rendah, implikasi proses pengolahan air minum dan implikasi pada biaya proses pengolahan.
Untuk mengatasi permasalahan kualitas air baku yang disebabkan pasang Surut, pemerintah disarankan memperbaiki dan menyelaraskan peraturan yang berlaku. Untuk mengurangi degradasi Iingkungan yang mengakibatkan peningkatan perubahan kualitas air baku oleh pasang surut, pemerintah disarankan menerapkan sistem pengelolaan sungai terpadu. Untuk pihak PDAM Tina Musi, perbaikan proses dan penambahan proses pengolahan air minum harus memperhatikan periode dan pengaruh pasang surut. Pertimbangan pemilihan proses pengolahan air minum yang digunakan selain mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis, juga harus mempertimbangkan faktor lingkungan Masyarakat yang mengambil air baku untuk air minum disarankan untuk memperhatikan periode pasang surut dan melakukan proses pengolahan air minum sebelum memanfaatkanya."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muflih Muhadjir
"ABSTRAK
Kurangnya data biologi yang dapat menentukan kriteria kualitas perairan, merupakan salah satu masalah yang terjadi dalam pemantauan perairan sungai.
Invertebrata bentos merupakan salah satu kelompok binatang yang mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang jelek dan tempat penumpukan bahan pencemaran suatu perairan. Oleh karena itu kelompok binatang ini selain merupakan komponen untuk keseimbangan komunitas binatang perairan, juga dapat digunakan sebagai indikator kualitas air suatu perairan.
Dalam rangka pendekatan masalah di atas, telah dilakukan penelitian yang bersifat survai. Penelitian lapangan dilakukan di 10 stasiun pengamatan sepanjang Sungai Cipinang pada Periode I (2 Nopember, 1991) dan pada Periode II (1 Februari, 1992). Pengukuran beberapa parameter kimia dan fisika air sebagian dilakukan di lapangan dan sebagian lagi dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Darat Sempur Bogor. Contoh lumpur untuk pengamatan invertebrata bentos dilakukan di laboratorium Balai Penelitian LSI dan Pengembangan Zoologi Bogor.
Dari analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat diketahui bahwa :
a. Tingkat pencemaran Sungai Cipinang berdasarkan keanekaragaman jenis invertebrata bentos pada bulan Nopember 1991 dan bulan Februari 1992 menunjukkan kriteria tercemar sedang sampai dengan berat.
b. Terjadi proses "recovery" mulai stasiun pengamatan 4 sampai dengan stasiun pengamatan 5 pada bulan Februari 1992.
c. Jenis invertebrata bentos yang dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas air di Sungai Cipinang adalah Chironomus sp. dan Tubifex sp.
d. Adanya korelasi dan pengaruh antara beberapa parameter kimia dan fisika air dengan indek keanekaragaman jenis invertebrata bentos.
e. Berdasarkan pengukuran beberapa parameter kimia dan fisika air pada bulan Nopember 1991 dan bulan Februari 1992, Sungai Cipinang termasuk ke dalam perairan golongan B yaitu peruntukan perikanan.

One of the problems in monitoring the quality of river water is the scarcity of biological data available to be used as criteria. Benthic invertebrates are group of animals, which have the ability to survive in polluted water. Therefore, they can be used as an indicator for water qualities.
A survey was conducted at 10 stations along the Cipinang River on November 2, 1991 and February 1, 1992. Chemical and physical analysis was done in the field and in the laboratory of Research and Development Institute for Freshwater Fisheries, Sempur, Bogor.Analyses of mud samples for benthic invertebrates (investigations) were done in the laboratory of Research And Development Centre for Zoology, Bogor.
The results are:
a. Based on the benthic invertebrate diversity Cipinang River in November 1991 and February 1992, was moderately to heavily polluted in November 1991 and February 1992.
b. Recovery process occurred in February 1992 at station 4 and 5.
c. Benthic invertebrate which can be used as water quality bioindicator in Cipinang River are Chironomus sp. and Tubifex sp.
d. There were correlations between physical and chemical parameters and benthic invertebrate diversity index.
e. Based on the values of some physical and chemical parameters in November 1991 and February 1992, Cipinang River can only be utilized for fishery activities, and categorized into group B.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Sugiyo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air Kali Krukut sehubungan dengan penggunaan tanah daerah sempadannya. Daerah penelitian adalah Kali Krukut di Kota Depok dengan sempadan sungainya sejauh 50 meter di kanan dan kirinya dan dibagi menjadi enam ruas. Penggunaan tanah sempadan diklasifikasikan menjadi penggunaan tanah sempadan berpenyangga dan yang tidak berpenyangga. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan selama lima hari pada waktu pagi dan siang pada masing-masing ruas sungai. Perbedaan nilai parameter kualitas air dipengaruhi oleh penggunaan tanah sempadannya. Pada sempadan yang tidak berfungsi sebagai penyangga, umumnya memiliki kualitas air yang lebih buruk dibandingkan dengan sempadan yang berfungsi sebagai penyangga.

This paper summarizes the results of Kali Krukut water quality related to landuse on its riparian zone. Research area is Kali Krukut at Depok City with its 50 m wide riparian zone and divided into six segments. Landuse on the riparian zone classified as buffered and unbuferred zone. Water quality parameters measured on each part of the river within five days in the morning and noon. The different concentrations of the water quality are influenced by landuse on its riparian zone. Unbuffered zone has a bad water quality than buffered zone."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S34210
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Parlinto
"Air yang mengalir pada saluran Tarum Barat (STB) merupakan suatu sumber daya alam dan air baku instalasi penjernihan air kota Jakarta, yang kualitasnya semakin menurun, sehingga diperlukan suatu konsep baru peningkatan kualitas air di sisi hilir dengan memanfaatkan kandungan energi pada air itu sendiri. Konsep peningkatan kualitas air dilaksanakan melalui permodelan dengan mereduksi secara bertahap parameter fisika, kimia, dan biologi dengan memanfaatkan kandungan energi dalam air tersebut, sesuai prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Metode penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif dengan memanfaatkan data sekunder dan data primer sebagai verifikasi. Permodelan peningkatan kualitas air melalui diversifikasi energi di daerah aliran sungai dapat mereduksi kekeruhan sebesar 66,45% dan meningkatkan nilai indeks kualitas air dari 47,83-51,23 (kategori buruk - rata-rata) menjadi 55,49-59,08 (ketegori rata-rata), serta membangkitkan daya sebesar 885,28 kW dan energi sebesar 546.674,08 kWh/bulan, setara dengan penghematan bahan bakar solar sebesar 119,17 ton/bulan, reduksi CO2 sebesar 311.604,23 kg/bulan, dan menghasilkan Certified Emission Reduction besar 3.116,04 USD/bulan sesuai program mekanisme pembangunan bersih Protokol Kyoto. Secara ekonomi permodelan peningkatan kualitas air ini mempunyai analisis rasio manfaat biaya sebesar 1,23-2,00, analisis laju pengembalian sebesar 20,45% pertahun, dan analisis titik impas pada tahun ke 5.;Air yang mengalir pada saluran Tarum Barat (STB) merupakan suatu sumber daya alam dan air baku instalasi penjernihan air kota Jakarta, yang kualitasnya semakin menurun, sehingga diperlukan suatu konsep baru peningkatan kualitas air di sisi hilir dengan memanfaatkan kandungan energi pada air itu sendiri. Konsep peningkatan kualitas air dilaksanakan melalui permodelan dengan mereduksi secara bertahap parameter fisika, kimia, dan biologi dengan memanfaatkan kandungan energi dalam air tersebut, sesuai prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Metode penelitian yang digunakan bersifat kuantitatif dengan memanfaatkan data sekunder dan data primer sebagai verifikasi. Permodelan peningkatan kualitas air melalui diversifikasi energi di daerah aliran sungai dapat mereduksi kekeruhan sebesar 66,45% dan meningkatkan nilai indeks kualitas air dari 47,83-51,23 (kategori buruk - rata-rata) menjadi 55,49-59,08 (ketegori rata-rata), serta membangkitkan daya sebesar 885,28 kW dan energi sebesar 546.674,08 kWh/bulan, setara dengan penghematan bahan bakar solar sebesar 119,17 ton/bulan, reduksi CO2 sebesar 311.604,23 kg/bulan, dan menghasilkan Certified Emission Reduction besar 3.116,04 USD/bulan sesuai program mekanisme pembangunan bersih Protokol Kyoto. Secara ekonomi permodelan peningkatan kualitas air ini mempunyai analisis rasio manfaat biaya sebesar 1,23-2,00, analisis laju pengembalian sebesar 20,45% pertahun, dan analisis titik impas pada tahun ke 5."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Endarini
"Pemasukan nitrat dan fosfat dapat meningkatkan kadarnya di air melebihi kebutuhan minimal organisme perairan sehingga menyebabkan pertumbuhan secara berlebihan. Pemasukan. nitrat dan fosfat pada kadar tertentu yang melebihi baku mutu dapat menyebabkan pencemaran sehingga menurunkan kualitas air. Keadaan ini dapat mengurangi nilai sumber daya air, nilai estetika, pariwisata, dan perikanan. Secara umum, menurunnya kualitas air danau terutama disebabkan oleh proses alami disamping kegiatan masyarakat. Permasalahan yang diakibatkan oleh kegiatan masyarakat lebih mungkin ditangani dengan melakukan pengelolaan dan pengurangan penyebab pencemaran pada sumbernya. Danau Buyan telah mengalami degradasi kualitas lingkungan yang cukup tinggi di antara keempat danau yang ada di Propinsi Bali. Bagian timur, selatan dan barat daya telah mengalami pendangkalan dan pertumbuhan eceng gondok yang berlebihan. Pendangkalan terjadi terutama karena tingginya tingkat erosi saat musim hujan. Tanah yang berasal dari lahan di daerah tangkapan terbawa air larian. Tanah yang mencapai air danau mengandung sejumlah unsur hara. Keadaan ini makin diperburuk oleh kondisi danau karena tidak terdapat aliran air keluar sehingga pencemar akan mengalami akumulasi.
Penelitian bertujuan untuk:
1. Mengetahui kegiatan masyarakat sebagai sumber yang potensial dalam memberikan pemasukan total Nitrogen (N) dan total Fosfor (P) berdasarkan penggunaan lahan di daerah tangkapan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan, pengendalian dan minimisasi terjadinya pencemaran serta prioritas penanganan permasalahan
2. Mengetahui kualitas air parameter N dan P dan menentukan tipe tingkat trofik Danau Buyan sehingga dapat digunakan untuk menentukan arah pengelolaan sumber daya air.
Hipotesis penelitian adalah kegiatan masyarakat di daerah tangkapan Danau Buyan, menyebabkan kadar N dan P di air danau menjadi tinggi.
Penelitian lapangan dilaksanakan selama Bulan April-Juni 2003 di Danau Buyan Kabupaten Buleleng, Bali. Metode penelitian yang digunakan adaiah survei dan ex post facto. Penentuan lokasi dilakukan secara cluster dan purposive. Penentuan lokasi kegiatan masyarakat berdasarkan penggunaan lahan di daerah tangkapan Danau Buyan. Pengambilan sampel air danau sebanyak 9 lokasi pengukuran. Pengambilan sampel air di saluran masuk sebanyak 11 lokasi sepanjang tanggul pembatas danau.
Variabel penelitian adalah:
1. Pemasukan total N dan P dari penggunaan lahan di daerah tangkapan.
2. Kualitas air Danau Buyan dan air yang masuk, parameter N (nitrat, nitrit, amonia dan total N) dan P (fosfat dan total P).
3. Tipe tingkat trofik danau (kriteria hidrografi, trofik dan higienis).
Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran sampel air sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait.
Analisis penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pemasukan total N dan P dihitung berdasarkan metode yang dikemukakan dalam Jorgensen (1990) dan faktor erosi (Dinas PtJ 2000). Kadar N dan P limbah cair domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan konversi nilai dalam Sugiharto (1987), Soeparman & Suparmin (2002) dan Ryding & Rast (1989). Penentuan status mutu air menggunakan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Baku mutu yang digunakan terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan serta melakukan telaah pustaka. Tipe tingkat trofik danau ditentukan berdasarkan modifikasi Technical Standard (Ryding & Rast 1989).
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa pemasukan total N dari penggunaan lahan pertanian sebesar 22,46 ton/tahun (62,15%), tegalan dan semak 0,08 ton/tahun (0,22%), serta kawasan lindung 13,60 ton/tahun (37,64%). Kadar total N air rata-rata yang daerah sekitamya dimanfaatkan untuk pertanian (0,41 mg/I), lebih tinggi dibandingkan dengan lahan tegalan dan semak (0,31 mg/I), serta kawasan lindung (0,29 mg/I). Pemasukan total P yang berasal dari kegiatan pertanian adalah sebesar 2,44 ton/tahun (78,56%), tegalan dan semak 0,01 ton/tahun (0,35%), serta kawasan lindung 0,65 ton/tahun (21,09%). Kadar total P air rata-rata danau yang daerah tangkapannya dimanfaatkan untuk pertanian lebih tinggi (0,90 mg/I) dibandingkan dengan lahan tegalan dan semak (0,72 mg/I), serta kawasan lindung (0,76 mg/I). Selain itu, sistem pembuangan dari permukiman menggunakan tangki pembusukan dan bidang resapan sehingga limbah yang dihasilkan merembes bercampur dengan air tanah. Setelah melalui proses penguraian di tangki pembusukan dan bidang resapan, jumlah N anorganik dan total N masing-masing sekitar 0,85 ton/tahun. Jumlah P terlarut dan total P masing-masing sekitar 0,30 ton/tahun. Jumlah total N dan P yang mencapai danau masing-masing sebesar kurang dari 0,38-0,68 ton/tahun dan 0,18-0,22 ton/tahun.
Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku mutu kelas III, indeks pencemarannya (IP) sebesar 0,3202-0,5211 sedangkan bila dibandingkan dengan baku mutu kelas II maka tergolong cemar ringan (IP=1,9482-2,7153). Kualitas air danau memperlihatkan kadar nitrat (<0,01 mg/l) dan nitrit (<0,001-0,006 mg/I) rendah tetapi kadar amonia (0,025-0,23 mg/l) telah melebihi kebutuhan minimal pertumbuhan alga. Kadar fosfat (0,44.-0,72 mg/I) dan kadar total P (0,66-1,02 mg/l) telah melebihi kebutuhan minimal pertumbuhan alga. Rasio N (amonia) dan P (fosfat) air adalah 1:6, yang berarti hara N sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Kualitas air yang masuk memenuhi baku mutu kelas III (IP=0,3251-0,8522) sedangkan bila dibandingkan dengan baku mutu kelas II maka tergolong cemar ringan (IP=3,3575-1,9818). Kualitas air yang masuk memperlihatkan bahwa kadar nitrat (<0,01-1,00 mg/I), kadar amonia (0,15-0,73 mg/I) dan total N (0,60-1,31 mg/I) telah melebihi kebutuhan minimal pertumbuhan alga, kecuali kadar nitrit (<0,0025-0,021 mg/I). Kadar fosfat (0,45-1,09 mg/l} dan kadar total P (0,72-2,12 mg/), telah melebihi kebutuhan minimal pertumbuhan alga. Tipe tingkat trofik Danau Buyan termasuk mesotrofik (nilai 2,32).
Kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Kegiatan masyarakat yang memberikan dampak pada pemasukan total N dan P, berturut-turut berasal dari lahan pertanian, kawasan lindung, tegalan dan semak, serta permukiman.
2. Kualitas air Danau Buyan memenuhi baku mutu kelas III, rasio amonia dan fosfat adalah 1:6 yang berarti hara N sebagai faktor pembatas. Tipe tingkat trofik Danau Buyan adalah mesotrofik.
Saran yang dapat diberikan adalah:
1. Pemerintah daerah sebaiknya melakukan sosialisasi untuk mengendalikan penggunaan lahan di daerah yang sudut miring lerengnya mencapai di atas 40% dan jenis tanah regosof serta pemanfaatan daerah bekas rawa untuk kegiatan pertanian.
2. Pemerintah daerah dapat melakukan penyuluhan dan pembinaan untuk mengembangkan budidaya pertanian sesuai dengan kondisi lingkungan.
3. Pemanenan eceng gondok seharusnya dilakukan secara partisipatif dan rutin oleh masyarakat. Pemerintah daerah dapat melakukan penyuluhan, pelatihan dan pembinaan untuk memanfaatkan eceng gondok.
4. Pemerintah daerah sebaiknya melakukan pemantauan kualitas air dan menentukan tipe tingkat trofik secara rutin sesuai dengan musim.
5. Pengembangan wisata tirta sebaiknya memperhatikan kondisi Danau Buyan yang tidak memiliki aliran air keluar.

Input of nitrate and phosphate can potentially increase the concentration in aquatic system greater than the minimum requirement, as it triggers the overgrowth of organisms. Input of nitrate and phosphate in certain level exceed the quality standards can potentially cause pollution and degradation of water quality. Such condition could reduce water resources and esthetical value, tourisms and fishery potencies. In general, the degradation of water quality mainly occurs as a result of natural process as well as community activities. Problems arouse from this community activities are more likely handled by managing and lessening the pollution from its source. Environmental quality degradation in Buyan Lake is higher than the other four lakes in Bali and there has been a silting up process over the east, south and northwest sides of the lake, not to mention the overgrowth of water hyacinth. This process is generally begins by high level of erosion in rainy season. Runoff will sweep away the topsoil of catchments that consist of very rich nutrition to the lake. This condition is worsen by lack of outgoing stream, therefore result in the accumulation of pollution substances.
Research are aiming at:
1. Finding community activity as potential source to input of total amount of Nitrogen (N) and Phosphorus (P) based on land utilization at the catchments area; therefore we can take preventive and control action, minimize the pollution and set up the priority of solving problem.
2. Finding out water quality in term of the amount of N and P and determination of Lake Buyan's type of trophic level, therefore it can be used to determine model of water resources management.
Research hypothesis is community activities within catchment area of Buyan Lake, causes the high content of N and P in water.
Field research has been carried out from April to June 2003 at Buyan Lake, Buleleng Regency, Bali Province using survey and ex post facto method. Location was determined based on cluster and purposive approaches whereas determination of location of community activities was conducted on the basic of land utilization in catchments area. Samples of lake water were taken in 9 stations and of inlet water were taken from 11 stations along the lake bank.
Research variables are:
1. Input of N and P nutrients from land utilization at catchments area.
2. Water qualities of lake and inlet water, parameter used are N (Nitrate, Nitrite, Ammonia and total of N) and P (Phosphate and total of P).
3. Type of Buyan trophic level (criteria: hydrograph, trophic and hygienic).
Primary data were developed by sampling measurement where the secondary data got from related institution.
Data were analyzed descriptively with qualitative and quantitative approach. Input of nutrient N and P were calculated based on method in Jorgensen (1990) and erosion factor (Public Service 2000). Total amount of N and P from domestic waste were calculated by the number of population and value conversion such as know by Sugiharto (1987), Soeparman & Suparmin (2002) and Ryding & Rast (1989). Determination of water quality status used Ministry Decree No 115/2003 re Water Quality Status Manual Determination. Quality standards of water were compared to Government Act No 82/2001 re Water Quality Management and Water Pollution Control and studies such as mentioned in the literature. Type of trophic level was determined by modification of Technical Standard (Ryding and Rast 1989).
Result through calculation showed that input of N nutrient from agricultural utilization is 112.27 tons/year (62,15%), dry land and bushes is 0.39 tons/year (0.22%), and protected area is 68.00 tons/year (37,64%). Total average of N in the water from agricultural land (0.41 mg/I), was higher than dry land and bushes (0.31 mg/I), and protected area (0.29 mg/I). Input of nutrient P from agriculture activities is 8.13 tons/year (78.56%), dry land or bushes 0,04 tons/year (0.35%), and protected area of 2.18 tons/year (21.09%). Total average of P in water which catchments were used for agriculture was higher (0.90 mg/I) compare to dry land and bushes (0.72 mg/I), and protected area (0.76 mg/l). Unfortunately, the sewage system of the residential areas still use septic tanks and catchments wells. A consequence, it could leak out and mix with groundwater. Through septic tank and catchments wells, it was estimated that the amount of N organic and total of N each was 0,85 tons/year while the amount of dissolved P and total of P each was 0,30 tons/year. Total of N and P input from domestic waste are less than 0,38-0,68 tons/year and 0,18-0,22 tons/year.
The water quality of Buyan Lake fulfill quality standard grade III, pollution index (PI) value is 0,3202-0,5211, while if compare with quality standard grade II, pollution index value is 1,9482-2,71.53 .(light pollution). Water quality measurement showed that the levels of nitrate (<0,01 mg/l) and nitrite (<0,001-0,006 mg/I) were low; on the contrary, the level of ammonia (0,025-0,23 mg/I) was greater than the minimum requirement for algae growth. Level of phosphate (0,44-0,72 mg/I) and total amount of P (0,66-1,02 mg/I) exceeds the minimum requirements for algae growth. Ratio of N (ammonia) and P (phosphate) of the water is 1:6, meaning that N as nutrient is a_ limiting factor. The inlet water quality fulfill quality standard grade III (PI=0,3251-0,8522), while if compare with quality standard grade II, pollution index value is 3_,3575-1,9818 (light pollution). The inlet water quality showed that level of nitrate (<0,01-1,00 mg/I), ammonia (0,15-0,73 mg/I), and total of N (0,60-1,31 mg/I) already exceeding the minimum requirement for algae growth, except nitrite level (<0,0025-0,021 mg/I). Level of phosphate (0,45-1,09 mg/1) and total amount of P (0,72-2,12 mg/), were exceeding minimum requirement for algae growth. Type of trophic level is mesotrophic (with value of2 32).
Research conclusions are:
1. Community activities that potentially contribute to input of total amount of N and P, came from, respectively are agricultural, dry land and bushes, protected area, and residential.
2. Water quality of Buyan Lake for parameter N and P are still conform with the quality standard grade III, ratio of N and P of the water is 1:6, meaning that N as nutrient is a limiting factor. Type of trophic level of Buyan Lake is mesotrophic.
Research recommendations are:
1. Local government had best to carry out socialization to control of land utilization on land with 40% slope and regosol type and swamp area for agricultural.
2. Local government had best to carry out explanation and assisting to development of land cultivation must respect environmental condition.
3. Harvesting of water hyacinth need to undertake in participatory and regular system by local community. Local government can carry out explanation, training and assisting to make use of water hyacinth.
4. Local government had best to carry out regular monitoring of water quality and type of trophic level from the lake at certain season.
5. Water ecotourism development had best to attention Buyan Lake condition lack of outgoing stream.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Yohannes
"Pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang pesat adalah salah satu permasalahan yang kompleks bagi penyediaan air bersih terutama karena limbah domestik yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat. Sungai sebagai badan air penerima limbah domestik menjadi salah satu sumber daya alam yang rentan terhadap pencemaran. Sungai Krukut adalah salah satu sungai yang digunakan sebagai air baku air bersih PDAM dan saat ini telah tercemar akibat kegiatan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan menganalisis mutu air dan menentukan upaya pengendalian pencemaran air Sungai Krukut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Metode SWOT (Strength, weakness, opportunity, and Threat) digunakan untuk menentukan upaya pengendalian pencemaran air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status mutu air pada 5 titik pemantauan dengan metode Indeks Pencemar yaitu (8,18), (8,02), (7,39), (7,09) dan (9,58), sehingga mutu air tergolong dalam kategori tercemar sedang. Upaya pengendalian pencemaran air yang dapat diterapkan di Sungai Krukut adalah (1) Melakukan penertiban masyarakat yang tinggal dan usaha di daerah sempadan sungai (2) Mengadakan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat dan UMKM tentang pentingnya pengelolaan limbah (3) Bantuan pemerintah dalam membuat sistem dan menerapkan IPAL terpadu untuk kegiatan UMKM dan permukiman kumuh (4) Implementasi program pengendalian pencemaran air.

The rapid growth of population is one of the complex cause for the clean water provision in Jakarta, mainly due to the accumulation of domestic waste from community activities. River as the water body that receives domestic waste is one of the natural resources which vulnerable to pollution. Krukut River is one of the rivers used as the raw water for clean water supply which currently polluted due to waste produced by the community activities.
This study aims to analyze water quality and determine efforts to control Krukut River water pollution. The study combines both quantitative and qualitative methods to determine the water quality, while SWOT (Strength, weakness, opportunity, and Threat) is used to determine water pollution control efforts.
The results showed that the water quality status at 5 monitoring points with the Pollutant Index method was classified as moderate contamination with the value (8,18), (8,02), (7,39), (7,09) and (9,58) at each point. Water pollution control efforts that can be applied in the Krukut River are (1) Controlling communities and the business near the river border area (2) Creating a socialization and training for the community and Micro, Small & Medium Enterprise`s (MSME) on the importance of waste management (3) Government assistance in making systems and implementing integrated WWTPs both MSME and slum settlements (4) Implementation of water pollution control programs
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
T54393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Susilowati, translator
"Perubahan penggunaan tanah secara tidak terkendali di kawasan Situ Rawa Besar ditunjukkan dengan semakin meningkatnya tanah yang dimanfaatkan untuk permukiman dan perdagangan. Hal ini membawa dampak terhadap kelestarian situ. Kawasan Situ Rawa Besar pada Tahun 2003 sebagian besar dimanfaatkan untuk permukiman 064%), sisanya untuk perdagangan (12%), kebun yang tidak dibudidayakan (4%), jalan lingkungan (12%), dan fasilitas umum (8%). Salah satu tepi situ telah terbangun penuh oleh rumah-rumah permanen dengan jalan lingkungan beraspal.
Penduduk kawasan Situ Rawa Besar membuang limbah padat dan cair domestik ke perairan dan sempadan situ. Peningkatan jumlah limbah domestik tersebut sama dengan peningkatan jumlah penduduk kawasan. Berdasarkan fakta-fakta di atas dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu "dampak pemanfaatan lahan pada kualitas air situ.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
  1. Penurunan kualitas air situ ditinjau dari parameter Dissolved Oxygen (DO), pH, dan Amoniak.
  2. Perhitungan bahan pencemar dilakukan untuk mengetahui peningkatan jumlah bahan pencemar dalam limpasan air hujan.
Tujuan penelitian ini adalah:
  1. Mengetahui dampak perubahan penggunaan tanah di kawasan situ Rawa Besar pada kualitas air situ.
  2. Mengetahui dampak rencana penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah pada kualitas air situ.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
  1. Perubahan penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar menyebabkan penurunan kualitas air situ dilihat dari parameter DO, pH, dan Amoniak.
  2. Perubahan penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar menyebabkan peningkatan jumlah bahan pencemar dalam limpasan air hujan.
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah:
  1. Penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar.
  2. Kualitas air Situ Rawa Besar. Data penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar yang dipakai adalah data 5 (lima) tahun terakhir dari Tahun 1999 sampai Tahun 2003. Pengumpulan data primer yang diperlukan dilakukan langsung di lapangan, baik dengan wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan. Pengumpufan data sekunder dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Analisis terjadinya penurunan kualitas air situ dilakukan dengan mengetahui hubungan (korelasi) antara perubahan pemanfaatan lahan dan parameter-parameter kualitas air (DO, pH, dan Amoniak). Analisis terjadinya peningkatan jumlah bahan pencemar yang terbawa oleh limpasan air hujan dilakukan dengan mengetahui peningkatan koefisien aliran permukaan (C).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
  1. Perubahan penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar menyebabkan penurunan kualitas air situ, hal tersebut dapat diketahui dengan melihat bahwa:
    • Perubahan penggunaan tanah untuk permukiman mempunyai hubungan yang kuat dengan parameter DO, pH dan Amoniak. Koefisien korelasi (r) antara variabel permukiman dan parameter DO sebesar 0.8848, antara variabel permukiman dan parameter pH sebesar 0.9245, serta antara variabel permukiman dan parameter Amoniak sebesar 0.8669.
    • Perubahan penggunaan tanah untuk perdagangan mempunyai hubungan yang kuat dengan parameter DO, pH dan Amoniak. Koefisien korelasi (r) antara variabel perdagangan dan parameter DO sebesar 0.8353, antara variabel perrnukiman dan parameter pH sebesar 0.9208, serta antara variabel permukiman dan parameter Amoniak sebesar 0.8615.
    • Parameter oksigen terlarut (DO) mengalami penurunan dari 9.71 mg/I pada Tahun 1999 menjadi 4.5 mg/I pada tahun 2003. Parameter pH mengalami peningkatan dari 7.35 pada Tahun 1999 menjadi 8.63 pada tahun 2003. Parameter amoniak mengalami peningkatan dari 0.022 mg/I pada Tahun 1999 menjadi 0.035 mg/I pada tahun 2003. Parameter-parameter yang melebihi Baku Mutu lingkungan adalah Amoniak, Fenol, Timbal, BOD, COD dan adanya bakteri koli.
    • Perubahan penggunaan tanah menyebabkan peningkatan jumlah bahan pencemar dalam limpasan air hujan sebesar 1.34% per tahun dan peningkatan jumlah Iimbah cair domestik yang dibuang ke perairan situ sebesar 6.604 % per tahun.
  2. Rencana penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dapat menyebabkan penurunan kualitas air situ, hal tersebut dapat diketahui dengan melihat bahwa:
    • Penggunaan tanah di kawasan Situ Rawa Besar dapat menghasilkan limbah cair domestik dengan jumlah besar yaitu 215.082 lt/dt pada jam jam sibuk. Permukiman yang padat (19504 unit) juga berpotensi menyebabkan penurunan kualitas air situ.
    • Tingginya luasan untuk kawasan terbangun (80%) menyebabkan tingginya jumlah bahan tercemar yang terbawa limpasan air hujan, dapat mencapai 90% dari bahan pencemar yang terakumulasi di darat.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslim Aminuddin
"Sungai Pesanggrahan dari karakteristik lebar sungainya merupakan sungai menengah. Kandungan kimia dan biologis air Sungai Pesanggrahan menunjukan bahwa Sungai Pesanggrahan sudah tercemar. Pencemaran air Sungai Pesanggrahan lebih besar ditemukan pada kawasan hilir, hal ini disebabkan menumpuknya senyawa-senyawa kimia yang bersumber dari limbah industri dan domestik. Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan sebagian besar merupakan kawasan permukiman. Pembangunan kota di Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan menjadi pengaruh besar terhadap penurunan kualitas air Sungai Pesanggrahan. Pembangunan tersebut paling besar terjadi pada periode 2004-2010. Lalu, pada periode 2010-2013 pembangunan lebih banyak pada perubahan struktur aliran Sungai Pesanggrahan, yaitu pada pelebaran dan pelurusan sungai. Kawasan pada Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan banyak digunakan sebagai area industri ilegal, sehingga melanggar ketentuan tata ruang yang ada. Peran Pemerintah Kota Jakarta dalam menjaga kualitas air sungai yaitu pada fungsi pembangunan dan pengawasan bangunan-bangunan yang melanggal aturan. Hal ini merujuk pada pemberian izin dan terakhir pada penindakan terhadap pihak-pihak yang melanggar dan berperan dalam penurunan kualitas air Sungai Pesanggrahan.

The Pesanggrahan River from the characteristics its river width is an intermediate river. The chemical and biological content of Pesanggrahan River water shows that the Pesanggrahan River has been polluted. Water pollution in the Pesanggrahan River is greater in the downstream area, this is due to the accumulation of chemical compounds from industrial and domestic waste. Most of the Pesanggrahan Watershed are residential areas. City development in the Pesanggrahan Watershed has a major influence on the decline in the water quality of the Pesanggrahan River. The biggest development occurred in the period 2004-2010. Then, in the 2010-2013 period the development was more on the changes in the structure of the Pesanggrahan River flow, namely on river widening and straightening. The area in the Pesanggrahan Watershed is widely used as an illegal industrial area, thus violating existing spatial provisions. The role of the Jakarta City Government in maintaining river water quality is in the function of building and supervising buildings that violate the rules. This refers to the granting of permits and finally to prosecution of parties who violate and play a role in decreasing the quality of the Pesanggrahan River water."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>