Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184609 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Untad Dharmawan
"Guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan berikut resiko lingkungan yang diakibatkannya, terhitung sejak tahun 1995 Pemerintah Indonesia mulai memasyarakatkan kebijakan pembukaan lahan tanba bakar (zero burning policy). Kemudian kebijakan tersebut dipertegas melalui Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan atau Lahan.
Namun pada kenyataannya kebijakan tersebut sulit diterima oleh masyarakat. Biaya pembukaan lahan dengan cara-cara lain tersebut dirasakan sangat tinggi, sehingga memberatkan ekonomi masyarakat. Selain dari pada itu, pembakaran sudah merupakan bagian dari budaya masyarakat sejak turun temurun, sehingga sulit dipisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari. Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut justru menimbulkan masalah baru berupa benturan dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang ada.
Salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah mencoba menerapkan suatu kebijakan pembakaran terkendali (control burning) melalui tehnik pembakaran dengan sedikit asap (less smoke burning methode). Teknik tersebut pada dasarnya diangkat dari kebiasaan masyarakat penduduk asli (indigenous people) di Kalimantan yang dikombinasikan dengan pengalaman negara Jepang dalam penyiapan lahan menggunakan api (Saharjo, 1999).
Namun teknik tersebut baru pernah diujicobakan pada lahan tanah mineral (belum pernah di lahan gambut). Padahal kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera selama ini sebagian besar berlokasi di kawasan gambut. Ciri khas kebakaran di kawasan gambut adalah kebakaran bawah (ground .fire) dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering .fire) dan merupakan tipe kebakaran yang paling berbahaya (Syaufina, 2002). Sehingga banyak hal yang masih menjadi pertanyaan dan keraguan bagi para peneliti, khususnya menyangkut efektivitas berikut besarnya dampak yang terjadi akibat pembakaran yang dilakukan dengan menerapkan teknik pembakaran dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Methode) pada lahan tersebut.
Tujuan utama penelitian ini adalah: mengetahui data emisi gas rumah kaca (GRK) akibat pembakaran hutan dan lahan gambut yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method). Sedangkan tujuan antaranya adalah: a) mengetahui faktor-faktor di lapangan yang berpengaruh pada emisi gas rumah kaca (GRK) akibat pembakaran hutan dan lahan gambut yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method): dan b) mempelajari dan mengkaji dampak pembakaran hutan dan lahan gambut yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method) pada komposisi dan strukrur vegetasi setelah pembakaran.
Data dan informasi hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan masukan dan wacana dalam upaya penyusunan alternatif kebijakan (policy) di bidang pertanian dan kehutanan, khususnya kebijakan dalam kegiatan pembukaan lahan (land clearing) yang selama ini banyak mengalami hambatan dan benturan kepentingan dalam pelaksanaannya di lapangan.
Penelitian bersifat eksperimen dan dilakukan pada lahan hutan Gambut Sekunder milik masyarakat setempat di Desa Pelalawan - Kecamatan Bunut - Kabupaten Pelalawan - Propinsi Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2001 dan dilanjutkan pada bulan April 2002.
Melalui penelitian ini disimpulkan: pertama, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara beban emisi gas rumah kaca (GRK) hasil pembakaran lahan di areal gambut hemik dengan beban emisi di gambut saprik, baik gas N2O, CH4, CO maupun C02, yang menerapkan Teknik Pembakaran Derngan sedikil Asap (Less Smoke Burning
Method); kedua, variabel karakteristik bahan bakar (bahan bakar tersedia, tebal bahan bakar dan kadar air bahan bakar), kondisi lingkungan (kelembaban udara relatif, kecepatan angin dan suhu udara) serta dalam muka air tanah berpengaruh pada beban emisi gas rumah kaca (GRK) N20, CH4, CO maupun CO2 hasil pembakaran lahan yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method),- dan ketiga, terjadi perubahan struktur dan komposisi vegetasi akibat diterapkannya teknik pembakaran dengan sedikil asap (less smoke burning method) dalam penyiapan lahan gambut.

The Influence of Fire Usage in Land Preparation on Green House Gasses Emission (The Implementation of Less Smoke Burning Method on Peat Land Areas at Pelalawan Regency - Riau Province)Since 1995, The Government of Indonesia began to socialize The Zero Burning Policy. The purposes of this policy are to prevent the forest and land fire as well as environmental risk that follow it. The policy was strengthening with The Government Law No.4 12001 about The Environmental Damage and Pollution Control with Reference to Forest and Land Fire.
The policy is hardly accepted by the community, on the contrary. Land clearing expenses using different methods are too expensive for the local people. Burning method has become a custom of Dayak Tribe. More over, burning is a central of the hole series on farming activity that really important influence the successful of farm yield (Dove, 1988), made it difficult to separate it from their daily life. Instead of its purposes, the policy released by tithe government has caused conflict with the community's culture, social and economy.
One alternative solution that could be tried is applying a Controlled Burning Policy through Less Smoke Burning Method. Basically, the technique come from the custom of indigenous people in Kalimantan combined with Japanese experience in fire usage of land clearing (Saharjo, 1999).
However, the technique were have only been applied on land of mineral soil (haven't been applied on land of peat land). Actually, the forest and land fire happened in Sumatera and Kalimantan mostly located on a peat land. The characteristics of peat land fire are ground fire with smoldering fire and it is the most dangerous type of fire (Syaufina, 2000). That's why many things is still questioned and doubtful for the researcher especially in effectivity and impact size from burning with Less Smoke Burning Method on that kind of land.
The main goal of this research is to achieve green house gasses emission data from burning of forest and land that applied Less Smoke Burning Method. Another aim are: a. To identify influenced factors on the green house gasses from burning of forest and land that applied Less Smoke Burning Method, and b. To study the burning impact of forest and land that applied Less Smoke Burning Method on the structure and composition of vegetation.
The result of the research's information and data will be expected to be made for input and discourse in case to effort to make the alternative policy in agriculture and forestry sectors, especially for the land clearing activities policy that experienced more obstacles and conflict of interest in the practice.
The character of this research was experiment and performed on the land of secondary peat forest owned by local people at Pelalawan Village - Bunut Sub-District - Pelalawan Regency - Riau Province. The implementation of this research carried out on August until October 2001 and continued on April 2002.
Through of this research, the conclusion are: first, there was no significant differences between load of green house gasses emission that resulted by burning on hemic peat land and sapric peat land, neither N20, CH4, CO nor CO2 that applied Less Smoke Burning Method; second, The fuel characteristic's variables (available fuel, fuel bed depth and water content of fuel), environmental condition's variables (relative humidity, speed of wind and ambient temperature) and soil water level influenced on load of green house gasses emission, either N20, CH4, CO or CO2 that applied Less Smoke Burning Method; third, There was structural and composition changes caused by burning applied Less Smoke Burning Method in peat land preparation.
Burning that applied Less Smoke Burning Method caused the changes of vegetation's composition and structure."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Veronica Abrila
"Smoldering atau pembakaran membara merupakan pembakaran yang tidak memiliki lidah api dan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Salah satu contoh pembakaran membara adalah kebakaran pada lapisan bawah lahan hutan atau lahan gambut. Kebakaran lahan hutan dan lahan gambut telah menjadi salah satu isu penting di Indonesia dan hingga saat ini belum ditemukan solusi yang efektif untuk mengatasinya. Material organik yang terdapat dalam struktur tanah dapat menjadi bahan mampu bakar ketika terdapat pemicu kebakaran hutan. Material organik yang sering kita temui dalam kehidupan sehari ? hari dalam bentuk rokok, yaitu tembakau, akan digunakan sebagai sampel pada eksperimen ini. Pada penelitian ini, akan dianalisis pengaruh densitas terhadap distribusi temperatur dan laju penurunan massa dari material tembakau. Selain itu, akan dibahas pula mengenai ketebalan asap yang dihasilkan dari pembakaran dengan variasi densitas yang berbeda. Variasi densitas yang digunakan pada eksperimen yaitu sebesar 0.12 ? 0.2 g/cm3. Hasil dari eksperimen ini adalah densitas sangat berpengaruh dalam proses pembakaran membara, karena kepadatan material menentukan banyaknya aliran udara dan panas yang melewati tumpukan material tersebut. Variasi densitas terendah yaitu 0.12 g/cm3 memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling cepat yaitu 0.069 mm/s dan 0.0072 g/s dan variasi densitas tertinggi yaitu 0.2 g/cm3 memiliki memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling lambat yaitu 0.018 mm/s dan 0.0039 g/s. Semakin padat material semakin lama pula asap naik ke permukaan karena akan lebih sulit untuk melewati tumpukan material tersebut.

Smoldering is a slow, flameless and the most persistent type of combustion. Wildland fire or ground fire is an example of smoldering combustion which has become one of the most important issue in Indonesia and no effective solution has been found to solve this phenomenon yet. The organic materials contained in peatland can potentially become a flammable fuel with the presence of a trigger for wildland fire. Tobacco as one of the organic material which can be found easily in daily life in a form of cigarette, will be used as a sample in this experiment. The relation between material density with temperature distribution and mass loss rate are conducted in the experiment. The optical density of the smoke produced by the smoldering combustion will also be analyzed. Experiments are carried out for the material density ranging from 0.12 ? 0.2 g/cm3. The result showed that smoldering combustion are affected by density, due to the allowance of airflow and heat propagation. The result showed that material bed with the lowest density of 0.12 g/cm3 has the slowest smoldering velocity and mass loss rate while the material bed with the highest density of 0.2 g/cm3 has the fastest smoldering velocity and mass loss rate and. The smoke will took a longer time to reach the bed surface as it will get harder to get through the bed with high density."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Hadianti Putri
"Pembakaran membara (Smoldering Combustion) merupakan fenomena pembakaran yang cukup unik, karena fenomena ini tidak memiliki lidah api. Fenomene smoldering ini dapat menjadi bahaya, karena karakteristik pembakaran yang lambat, temperatur rendah, flameless, dan proses pembakarannya dapat berkelanjutan. Fenomena ini dapat dapat terjadi pada material berpori baik yang bersifat organik maupun non-organik. Pembakaran membara pada material organik dapat menyebabkan kebakaran lahan hutan (wildland fire) baik pada permukaan tanah maupun di bawah tanah. Fenomena smoldering pada material organik ini dapat diteliti dengan material tembakau yang memiliki nilai ignition temperatur antara 380-620 oC. Dengan variasi kecepatan aliran udara serta penyalaan dari atas, sehingga perambatannya turun (downward). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran distribusi temperatur, laju penurunan massa, serta ketebalan asap. Dimana ketika laju udara yang diberikan semakin cepat, maka proses pembakarannya akan semakin cepat juga.

Smoldering combustion is a phenomenon that is quite unique, because this phenomenon has no flame. This smoldering phenomenon can be a hazard, because of it?s characteristics. The characteristic of smoldering combustion is slow, low-temperatur, flameless and sustained. This phenomenon can occur on cellulose material both organic and non-organic. Smoldering combustion in organics material can cause a wildland fires, both in surface and inside the land. This phenomenon in orcanics material can learned with tobacco material that has ignition temperatue 380-620 oC.With air flow variation and from up ignition (downward propagation). In this research, obtained temperature distribution, mass loss rate and smoke opacity. Increase in air flow velocity cause increase in burning time."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65007
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Bagas Wardhana
"Sabut kelapa merupakan salah satu sumber biomassa lignoselulosa yang melimpah di alam dan sering digunakan dalam penelitian pembakaran membara. Biomassa lignoselulosa lainnya yang sering digunakan dalam penelitian termasuk tanah gambut, kertas, tembakau, jerami, dan batu bara. Penelitian sebelumnya di Laboratorium Termodinamika, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, telah mengkaji pembakaran membara pada tanah gambut. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pembakaran membara pada biomassa lignoselulosa lainnya, khususnya sabut kelapa. Eksperimen dilakukan dengan membakar sampel sabut kelapa menggunakan variasi daya 5 watt, 10 watt, 15 watt, 20 watt, 25 watt, dan 30 watt untuk mengetahui daya yang dibutuhkan agar sabut kelapa mulai terbakar. Hasil menunjukkan bahwa sabut kelapa mulai terbakar pada daya lebih dari 25 watt. Untuk variasi tambahan, dilakukan pengujian dengan daya 60 watt dan 80 watt. Hasil percobaan menunjukkan perbedaan signifikan dalam hal jumlah emisi dan waktu pembakaran. Pengujian menunjukkan bahwa laju pengurangan massa sebanding dengan waktu proses pembakaran dan jumlah emisi yang dihasilkan. Pada daya 30 watt, rata-rata laju persebaran kebakaran lebih kecil dibandingkan dengan daya 60 watt dan 80 watt. Emisi partikulat yang dihasilkan pada daya 30 watt juga lebih rendah dibandingkan dengan daya yang lebih tinggi. Grafik karbon monoksida (CO) dan oksigen (O2) menunjukkan bahwa ketika kadar oksigen menurun, kadar karbon monoksida meningkat. Penelitian ini memberikan wawasan tentang karakteristik pembakaran membara sabut kelapa dan pentingnya memahami energi penyulutan serta kandungan emisi yang dihasilkan. Hasil ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah biomassa lignoselulosa.

Coconut fiber is one of the sources of lignocellulosic biomass that is abundant in nature and is often used in smoldering combustion research. Other lignocellulosic biomass frequently used in research include peat, paper, tobacco, straw, and coal. Previous research at the Thermodynamics Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia, has studied smoldering combustion in peat soil. Therefore, this research aims to examine smoldering combustion of other lignocellulosic biomass, especially coconut fiber. Experiments were carried out by burning samples of coconut fiber using variations in power of 5 watts, 10 watts, 15 watts, 20 watts, 25 watts and 30 watts to determine the power needed for the coconut fiber to start burning. The results show that coconut fiber starts to burn at a power of more than 25 watts. For additional variations, tests were carried out with 60 watts and 80 watts of power. The experimental results show significant differences in the amount of emissions and combustion time. Tests show that the rate of mass reduction is proportional to the combustion process time and the amount of emissions produced. At 30 watts of power, the average rate of fire spread is smaller than at 60 watts and 80 watts. Particulate emissions produced at 30 watts of power are also lower compared to higher powers. The carbon monoxide (CO) and oxygen (O2) graph shows that as oxygen levels decrease, carbon monoxide levels increase. This research provides insight into the characteristics of smoldering coconut fiber and the importance of understanding the ignition energy and the resulting emissions content. These results can be used as a reference for further research and development of lignocellulosic biomass waste management technology."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Ayu Utami Pamuji
"Pembakaran sampah merupakan salah satu bentuk kejahatan lingkungan yang sering diabaikan oleh masyarakat. Tidak banyak orang yang tahu bahwa pembakaran sampah di atur dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2008 Pasal 28. Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan perspektif Green Criminology untuk mendefinisikan pembakaran sampah sebagai kejahatan lingkungan. Skripsi bertujuan untuk melihat hubungan antara Tingkat Pengetahuan Resiko Pembakaran Sampah dengan Tingkat Perilaku Pembakaran Sampah di RW 04 Peninggilan Selatan. Dengan menggunakan Teori Sikap, peneliti merumuskan variabel Tingkat Pengetahuan Resiko Pembakaran Sampah sebagai faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan sikap untuk kemudian memutuskan malakukan perilaku pembakaran sampah. Penelitian ini menggunakan metode gabungan antara kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 100 responden yang tinggal di wilayah RW 04 Peninggilan Selatan dan kualitatif dengan wawancara kepada 2 informan. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Tingkat Pengetahuan Resiko Pembakaran Sampah tidak memiliki hubungan terhadap Tingkat Perilaku Pembakaran Sampah di RW 04 Peninggilan Selatan. Berdasarkan hasil yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa hanya dengan menggunakan satu faktor pengetahuan saja tidak cukup kuat untuk menentukan sikap dalam diri seseorang, dimana dibutuhkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi sikap seseorang.

Burning garbage is one of forms of environmental crime that is frequently ignored by community. There are only few people know that burning garbage is regulated in Law No. 18 of 2008 Article 28. In this research, the researcher used a Green Criminology perspective to define burning garbage as an environmental crime. The research aimed to see the relationship between The Level of Risk Knowledge of Burning Garbage and The Level of Burning Garbage Behavior in RW 04, Peninggilan Selatan. By using Attitude Theory, the researcher formulated the variable of The Level of Risk Knowledge of Burning Garbage as a factor that can influence a person in determining attitudes which then decide to engage burning garbage behavior. This research used mixed method which are quantitative method and qualitative by distributing questionnaire to 100 respondents who live in the area of RW 04 Peninggilan Selatan and do an interview with 2 informants. The result found in this study was The Level of Risk Knowledge of Burning Garbage has no relationship to The Level of Burning Garbage Behavior in RW 04 Peninggilan Selatan. Based on the results found, it can be concluded that using only one knowledge factor is not powerful enough to determine a person's attitude, it is needed other factors which can influence a person's attitude."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun Muljo Sukojo
"Penelitian analisis perubahan penggunaan lahan telah dilakukan menggunakan metode penginderaan jauh (inderaja) dan sistem informasi geografis (SIG). Identifikasi peta perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan proses tumpang susun peta penggunaan lahan tahun 1990 (hasil digitasi skala 1:50.000) dan peta penggunaan lahan tahun 1997 hasil interpretasi citra Landsat TM (Thematic Mapper) tahun 1997 dengan koordinat UTM (Universal Transverse Mercator). Perbaikan kontras citra melalui perataan histogram dilakukan dengan teknik klasifikasi terawasi yang terbagi menjadi 7 (tujuh) klas (sawah, perkampungan, tegalan, industri, tambak, lapangan olah raga dan semak). Analisis perubahan penggunaan lahan dan tingkat pencemaran air sungai BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) dan TSS (Total Suspended Solid) dilakukan dalam sistim informasi geografis hingga diperoleh database dengan format link spasial dan tabular. Perubahan penggunaan lahan dianalisis berdasarkan pembagian segmen mengacu arah kontur sepanjang Kali Surabaya. Hasil analisis memperlihatkan perubahan penggunaan lahan pada tahun 1990-1997 yakni sawah berkurang 5,72 %, perkampungan bertambah 15,16 %, tegalan bertambah 0,54 %, tambak berkurang 9,67 %, industri bertambah 36,67 % dan semak berkurang 26,67 %. Hasil analisis tingkat pencemaran air dengan regresi linier berganda menunjukkan BOD (koefisien determinan 56 %) dan TSS (koefisien determinan 65 %) masih dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan, tidak demikian halnya dengan COD (koefisien determinan 24 %).

Application of Remote Sensing and Geographic Information System Methods for Land Using Difference. Land using difference analysis has been done using remote sensing and Geographic Information System (GIS) methods. Identification of land using difference was conducted using map overlaying process of 1990s (digitized scalling 1:50.000) and 1997s land using map (interpreted from Landsat TM (Thematic Mapper) Image 1997) with UTM (Universal Transverse Mercator) coordinate. Image enhancement was done through histogram equalization with supervised classification devided into 7 classes: rice field, settlement, dry field, industry, pond, sport field and bush. Land using difference and river pollution BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) and TSS (Total Suspended Solid) analysis were done through GIS to get database in spasial link and tabular format. Land using difference was done based on division segment of Kali Surabaya contour as reference. The result shows that there were changes on land using from 1990 until 1997 that rice field reduced by 5.72 %; settlement increased by 15,16 %; dry field increased by 0.54 %; industry increased by 36.67 % and bush reduced by 26.67 %. Water pollution analysis results which was done using multiple linier regression show both BOD (determinant coefficient 56 %) and TSS (determinant coefficient 65 %) are affected by difference in land using, but COD (determinant coefficient 24 %) is not affected."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Perkembangan permasalahan di masyarakat telah membawa pengaruh pada konflik pertanahan yaitu sekedar bverdimensi hukum menjadi juga berdimensi ekonomi, politik, sosial dan pertahana keamanan. Pertanyaan yang diajukan penulis artikel ini adalah masalah relevankah UUPA? Menurut penulis, UUPA secara substansi masih tetap relevan. Namun demikian pemerintah perlu mengadakan peraturan pelaksanaan dari pasal-pasal UUPA yang menghendakinya agar dapat memnuhi kebutuhan praktik hukum pertanahan."
Hukum dan Pembangunan, XXVIII (4) Juli Agustus 1998: 262-280, 1998
HUPE-XXVIII-4-JulAgus1998-262
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Berat isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT) , coefficient of linier extensibility (COLE) dan kadar air tanah...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Safik
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T23030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Susilawati Jose
"Melaksanakan pembangunan berarti membuat perubahan-perubahan dalam suatu Iingkungan. Hal ini dapat memutuskan mata rantai berbagal siklus yang hidup dalam ekosistem, sehingga mangganggu keselarasan hubungan manusia dengan Iingkungan.
Pelaksanaan pembangunan selalu bersifat dilematis. Di satu pihak dapat memberi manfaat dan resiko di lain pihak. Salah satu di antaranya adalah bermunculannya masalah-masalah pertanahan, khususnya berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan mencerminkan perubahan pemanfaatan sumberdaya alam.
Pemeliharaan kelestarian alam menjadi lehih mendesak apabila pertambahan penduduk meningkat. Akan tetapi sebaliknya, pertambahan penduduk yang meningkat ini justru menimbulkan "lapar-tanah", sehingga menggundulkan bukit, merusak hutan, den menguras sumberdaya alam (Salim, 1995).
Ada beberapa kasus, hamparan tanah pertanian yang subur dapat tergusur demi kepentingan pembangunan. Akibatnya lahan-lahan hijau semakin menciut jumlahnya. Dengan makin berkurangnya lahan hijau, mau tidak mau akan mempengaruhi kondisi iklim di wilayah itu. Gaya adaptasi manusia pada perubahan iklim relatif terbatas.
Di kota Jakarta setiap tahunnya terjadi peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan, baik untuk perumahan, fasilitas umum, prasarana maupun kebutuhan Iainnya dengan angka rata-rata gross sebesar 600 Ha (Pemda OKI Jaya, 1984).
Cuaca dan iklim adalah salah satu ekosistem alam. Oleh karena itu, kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Meskipun kini teknologi telah demikian maju, namun manusia masih belum dapat melepaskan diri dari pengaruh serta peranan cuaca dan iklim.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bahwa dewasa ini semakin banyak lahan yang berubah penggunaannya akibat tuntutan pembangunan tanpa mempertimbangkan kondisi lingkungan. Hal ini tentunya berdampak pada lingkungan, khususnya berkaitan dengan iklim.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh perubahan penggunaan lahan (berdasarkan masing-masing jenis tutupan lahannya, yakni: tutupan vegetasi, tutupan bangunan/beton dan tutupan tanah kosong) pada unsur-unsur iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara). Selain itu, adakah kaitan antara kenaikan jumlah penduduk dengan perubahan penggunaan lahan, dan seberapa besar intensitas perubahan penggunaan lahan tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil keputusan dan masyarakat Iuas dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan, terutama berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, serta dalam upaya untuk memperbaiki kondisi iklim mikro di suatu wilayah.
Dasmann (1972) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menimbulkan masalah lingkungan hidup adalah tidak adanya kontrol penggunaan tanah (ruang), selain faktor penduduk dan teknologi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: Suku Dinas Tata Kota, Suku Dinas Pertanahan, Biro Pusat Statistik (BPS) di wilayah Jakarta Timur; Kantor Kecamatan ' Duren Sawit, Kramat Jati, dan Makasar, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta, serta Stasiun BMG Halim Perdana Kusuma. Data yang digunakan adalah data luas penggunaan lahan, data jumlah penduduk, dan data unsur-unsur iklim.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Jakarta Timur dengan mengambil sampel 3 kecamatan, yaitu: Duren Sawit, Kramat Jati, dan Makasar. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Pada pengolahan data dilakukan uji statistik dengan program SPSS versi 4.0.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat dijelaskan bahwa :
(i) perubahan penggunaan lahan berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk yang terus-menerus meningkat dari tahun ke tahun;
(ii) perubahan penggunaan Iahan menyebabkan jumlah Iuas lahan tutupan bangunan/beton meningkat, sedangkan jumlah luas lahan tutupan vegetasi dan tutupan tanah kosong berkurang;
(iii) besar intensitas perubahan penggunaan lahan (berdasarkan jenis tutupan dan Iokasinya) bervariasi dari yang terkecil 0,63 % sampai yang tertinggi 33,22 %;
(iv) berdasarkan hasil uji statistik, terbukti bahwa ada korelasi antara tutupan vegetasi, tutupan bangunan/beton dan tutupan tanah kosong dengan suhu udara dan kelembaban udara.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara indikatif terdapat pengaruh perubahan penggunaan lahan pada unsur-unsur iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara). Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, terjadi pula perubahan penggunaan lahan. Semakin besar jumlah lahan yang berubah, maka akan semakin besar intensitas perubahannya.
Daftar Kepustakaan 36 (1951 - 1997)

Development is making changes in an environment. This can break the many live cycles in ecosystem, so it can disturb the beauty of human relationship in the environment.
The development is always dilemmatic. In one side it gives benefit but risk in another side. One of them is agrarian problem, especially that connected with land use changes. Land use changes shows changes in using nature resources.
The maintenance of the nature eternity will be come more urgent if people's growth increase. However, in the other side, the increasing of people growth make °hunger land", that makes hills become bold, damaged the forests, and quire nature resources (Salim, 1995).
There are some cases, spread good land of agriculture can be drag away for development importance. The affection from it, is the green land become decrease. The decreasing of green land influence the climate condition of that area. Human adapted capability from climate changes is relativity limited.
In Jakarta, annually happen increasing of land use for developing, such as for house estate, general facility, accommodation and also other needed with approximate gross score about 600 Ha (Pemda DKI Jaya, 1984).
The weather and climate is one of the nature ecosystem. Therefore, human lives is very influence by them. Although technology has already developed, people still can't get away from the influence and the function of weather and climate.
Problem in this observation is there are many more land that changed its useful because of development importance without concerning the environment condition. This situation impact to the environment, especially climate.
The purpose of this observation is to know whether there's an influence from changing the using of land (according to each type of closing land, that are : vegetation closing, cementlbuilding closing, and empty land closing) in micro climate elements (temperature and humidity). In spite of those, is there any connection between the increasing of people's growth with the land use changes, and how much intensity of changing the using of land.
This observation is hoped can give an extra information for the decision maker and general people in planning and doing developing, especially that connected with changing the using of land, from repairing micro climate condition in one area.
Dasmann (1972) says that one of the factors which caused the live environment, there's no control in using ground (space), besides of factor of people and technology.
The date that is used in this observation get from many sources, there are : from City Order department, Agrarian department, Statistic Central Boreau (BPS) East Jakarta, Duren Sawit, Kramat Jati, and Makasar Kecamatan office, Meteorology and Geophysics Department (BMG) Jakarta, and Halim Perdana Kusuma Station of BMG. The date that is used were wide date of the using of land, date of people amount and climate elements date.
This observation was observed in East Jakarta with taking three samples of Kecamatan : Duren Sawit, Kramat Jail, and Makasar. This observation was using descriptive analysis method. In preparing date was used statistic evaluation with SPSS program 4.0 version.
According to the analysis and discussion that was done, we can get the explanation :
(i) there's an increasing in people's growth continuing from year to year, this there's connection with changing the using of land.
(ii) There's a change using land, wide amount of building/cement closing land increase, nevertheless wide land amount' vegetation closing and empty land closing decrease.
(iii) The intensity of changing using land variated from 0,63 ''/o to 33,22 %.
(iv) From the statistic evaluation, it's true that there is a correlation from vegetation closing, building/cement closing and empty land closing with temperature and humidity.
The conclusion of this observation is there is indicative influence to the land use changes to micro climate elements. The increasing of people growth influence the land use changes: The extend of the land use changes has a relationship with the intensity of its changes.
Number of References : 36 (1951 - 1997)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T 14622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>