Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143930 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agatha Helena Nurmariati
"Studi ini bertolak dari ajaran gereja yang menyatakan bahwa perkawinan Katolik secara normatif tidak terceraikan selama hidup. Namun kenyataan menunjukkan bahwa ajaran normatif Gereja itu tidak selamanya sejalan dengan fakta dalam kehidupan seharihari.
Studi ini bertujuan mengidentifikasi tradisi perkawinan Katolik dalam acuan normative dan menguak bagaimanakah dalam praktek sehari-hari perempuan Katolik menjalani perkawinannya. Dari studi ini terungkap resistansi perempuan Katolik ketika di hadapkan pada kenyataan. yaitu pengalaman kekerasan dalam rumah tangga. Dalam memahami persoalan ini dipergunakan pendekatan kualitatif berperspektif feminis, khususnya teori teologi feminis.
Hasil studi menunjukkan bahwa berdasarkan resistansinya perempuan Katolik yang mengalami KDRT dalam perkawinannya ada dua macam kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang melakukan resistansi dengan bertahan dalam perkawinannya. Kelompok kedua adalah mereka yang melakukan pemutusan perkawinan. Secara normatif, masyarakat (khususnya komunitas Katolik) memandang bahwa mereka yang memutuskan perkawinan adalah melakukan pelanggaran ajaran Gereja. Namun. situasi perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, telah memaksa dirinya untuk mengambil keputusan secara berbeda untuk menentukan kehidupannya sendiri.
Sementara itu, mereka yang mempertahankan perkawinan dipandang sebagai penganut Gereja yang taat dan terpuji, meskipun dengan konsekuensi mengorbankan dirinya sendiri untuk kepentingan keutuhan keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman ajaran Gereja secara harfiah tidak memampukan perempuan Katolik untuk menjadi dirinya sendiri.

Catholic Women against Domestic Violence: Case Study at X Parish, East JakartaThis study is based on the Church's teaching that normatively marriage in Catholic is a life-time holly communion between two people. But in reality this teaching evidently cannot always be followed.
This study is aimed to shed light on marriage traditions in Catholic on normative ground and investigate how Catholic women live their marriage. The study employing qualitative approach with feminist perspective reveals that Catholic women do have some resistance in dealing with domestic violence. Their resistance can be either by means of resuming their marriage or divorce. Bose who maintain their marriage are regarded as good church followers even they have to sacrifice their own interest for the sake of their family. On the other hand, some women who experience domestic violence have been forced to file a divorce even though society (particularly Catholic community) regards them as violating the Church's teaching. The study concludes that factually the Church's teaching have yet to empower women."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liria Tjahaja
"Studi/pembahasan mengenai kasus perkawinan antar agama bukanlah merupakan hal yang baru karena sudah sering kita jumpai melalui beberapa artikel/tulisan maupun pertemuan/seminar-seminar yang pernah diadakan. Asmin (1986) membahas status perkawinan antar agama yang ditinjau dari UU Perkawinan no.1/1974. Menurut Asmin, Undang-Undang (UU Perkawinan Nasional tsb belum mengatur soal perkawinan antar agama sehingga untuk kasus tsb kepastian hukumnya belum jelas. Berkenaan dengan hal itu, Asmin mengusulkan agar UU Perkawinan no.1/1974 tsb disempurnakan (khususnya untuk rumusan ps.57). Berbeda dengan Asmin, studi yang kemudian dilakukan oleh Wiludjeng (1991) maupun Noryamin (1995), tidak semata-mata mempelajari kasus perkawinan antar agama dari sudut hokum/perundang-undangan.
Studi/penelitian yang dilakukan Wiludjeng maupun Noryamin dimulai dengan terlebih dulu menemukan dan mengungkapkan persoalan-persoalan yang bisa muncul sebagai akibat dari kasus perkawinan antar agama yang terjadi. Menurut Wiludjeng, untuk bisa memahami latar belakang terjadinya kasus-kasus perkawinan antar agama yang terjadi di Gereja Katolik, diperlukan pula pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan janji perkawinan campur yang terjadi di Keuskupan Agung Jakarta. Dengan memahami faktor-faktor tsb, diharapkan bahwa langkah-langkah penanganan terhadap kasus-kasus perkawinan antar agama di Gereja Katolik dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan bijaksana. Sementara itu Noryamin dalam penelitiannya mencoba menganalisa kasus perkawinan antar agama yang terjadi di daerah Jogyakarta dari sudut pandangan sosiologis. Dalam studi yang dilakukannya, Noryamin mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mewarnai kasus-kasus perkawinan antar agama yang terjadi di Jogyakarta. Ia melihat pentingnya memahami gejala-gejala tsb dalam keseluruhan konteks kehidupan sosial masyarakat di Jogyakarta, sehingga pada akhirnya penanganan terhadap kasus perkawinan antar agama dapat memperhitungkan segala kondisi masyarakat yang ada.
Fakta menunjukkan bahwa kasus perkawinan antar agama banyak dibahas setelah dikeluarkannya UU Perkawinan no.1/1974, yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama/kepercayaannya (ps.2, ay. 1), dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (ps.2,ay.2). Rumusan dalam UU Perkawinan Nasional tsb telah memunculkan adanya tanggapan pro dan kontra yang terjadi di tengah masyarakat. Tanggapan-tanggapan tsb juga didukung oleh situasi masyarakat yang dalam kenyataannya memang tidak bisa menghindar dari terjadinya kasus-kasus perkawinan antar agama. Dalam prakteknya, pelaksanaan pasal 2 UU Perkawinan no.1/1974 tsb memang tidak sepenuhnya bisa terlaksana.
Setelah dikeluarkannya surat edaran Mendagri tg1.17 April 1989 yang menegaskan kembali mengenai pelaksanaan UU Perkawinan no.1/1974 tsb, kasus perkawinan antar agama kembali hangat dibahas, khususnya pada tahun 1992. Pendapat/tanggapan mengenai kasus tsb-pun banyak bermunculan di media-media cetak. Contohnya: pendapat dari Bismar Siregar (Kompas,18 Januari 1992) ; Sjechul Hadi Permono (Kompas, 15 Januari 1992) ; Zakiah Daradjat (Kompas, 16 Januari 1992) ; Ali Said (Kompas, 21 Januari 1992); V.Kartosiswoyo (Kompas, 20 Januari, 1992); Rudini (Kompas, 30 Januari 1992). Semua tanggapan yang diberikan umumnya didasarkan pada pemikiran hukum tertentu yang oleh para ahli dianggap sebagai hukum yang paling benar. Dalam hal ini, sebagian besar para ahli mencoba mempertanggungjawabkan pendapatnya lewat hukum yang tertulis seperti halnya aturan-aturan negara dan agama.
Kenyataan konkrit saat ini menunjukkan bahwa kasus perkawinan antar agama tsb tetap terjadi tanpa bisa dibendung. Bahkan di kelompok umat Cina Katolik paroki Mangga Besar Jakarta, kasus perkawinan antar agama tersebut memiliki jumlah yang cukup tinggi. Perkawinan antar agama yang banyak terjadi di Gereja Katolik Mangga Besar adalah perkawinan di kalangan sesama etnis Cina. Jadi, walaupun secara hukum hal tsb dipersoalkan, dalam kenyataannya kasus-kasus perkawinan antar agama di paroki Mangga Besar dapat tetap dilangsungkan lewat macam-macam jalur lain.
Fakta sehari-hari telah menunjukkan bahwa persoalan perkawinan antar agama tidak hanya diselesaikan lewat jalur hukum tertentu saja. Maka keberadaan pluralisme hukum dalam kasus-kasus perkawinan antar agama sangatlah relevan untuk dikaji. Pluralisme hukum adalah kenyataan dimana beberapa sistem hukum/sistem normatif berperanan dan berinteraksi dalam arena sosial, sehingga dalam tindakan sosial tertentu sistem-sistem tsb bisa saling mempengaruhi sesuai dengan kondisi sosial yang sedang berlangsung. Dalam konteks pluralisme hukum, konsep "hukum" tidak semata-mata dimengerti sebagai aturan yang bersifat yuridik saja. Benda-Beckmann (1990) melihat bahwa berbagai bentuk kekompleksan normatif yang ada dalam masyarakat juga bisa dilihat sebagai hukum yang berfungsi mengatur kehidupan masyarakat tsb. Sally F.Moore (1983) berpendapat bahwa yang disebut hukum adalah segala sistem normatif yang dihayati oleh seseorang/kelompok sebagai sesuatu yang mengikat serta memiliki kekuatan yang bisa memaksanya berperilaku tertentu. Jadi. berbicara tentang pluralisme hukum berarti mau terbuka terhadap segala sistem normatif yang dapat ditemukan dalam berbagai bentuk pranata hukum.
Kasus-kasus perkawinan antar agama yang terjadi di paroki Mangga Besar telah memperlihatkan bahwa dalam mengatasi kasus perkawinan antar agama yang dihadapinya, masing-masing pasangan perkawinan campuran ybs tidak semata-mata berperilaku atas dasar hukum tertentu saja (misalnya: hukum negara atau hukum agama). Hasil penelitian menunjukkan bahwa arena interaksi sosial yang paling banyak mempengaruhi kehidupan pasangan perkawinan antar agama di paroki Mangga Besar adalah lingkungan hidupnya sebagai orang-orang yang berkebudayaan Cina serta kondisi masyarakat sekitar yang mendesak pasangan yang bersangkutan untuk akhirnya memilih kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan dunia sosial sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan hidup pribadinya. Dalam hal ini jenis sistem normatif yang dipilih pasangan perkawinan campuran di paroki Mangga Besar memang banyak dipengaruhi oleh arena/lapangan interaksi sosial tsb di atas.
Akhirnya hasil penelitian juga menunjukkan bahwa banyaknya kasus perkawinan antar agama yang terjadi di paroki Mangga Besar terutama sangat didukung oleh pola perkawinan yang dianut oleh umat Cina di Mangga Besar, yaitu perkawinan dengan sesama etnis Cina sendiri. Dengan pola perkawinan seperti ini kasus perkawinan antar agama ternyata tidak banyak membawa konflik. Dalam hal ini pasangan-pasangan perkawinan campuran yang ada tampaknya menyadari betul bahwa walaupun berasal dari agama yang berbeda, mereka masih memiliki nilai-nilai kebudayaan yang sama sebagai orang Cina."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Milla M.
"Gereja Katolik sebagai tempat beribadah umat Katolik memiliki suatu karakter atau ciri khas yang terkandung di dalam ajaran-ajarannya. Ciri khas tersebut adalah adanya empat sifat gereja yang terdiri dari satu, kudus, katolik, dan apostolik yang melandasi Gereja Katolik.
Arsitektur sebagai seni dan ilmu merancang bangunan, timbul karena dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan untuk mewadahi kegiatan-kegiatan tertentu, untuk menampakkan status, kekuasaan atau privasi, untuk menyiratkan sistem nilai, dsb.
Apakah nilai-nilai yang terkandung dalam Gereja Katolik seperti empat sifat gereja yang menjadi ciri khas Gereja Katolik diterapkan / dicerminkan ke dalam arsitekturnya? Seperti apa bentuk atau cara penerapan tersebut?
Setiap arsitek memiliki ide dan cara-cara tersendiri dalam merancang, tetapi nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan harus tercermin pada arsitekturnya sehingga setiap orang dapat membedakan fungsi bangunan yang satu dengan bangunan lainnya. Nilai-nilai atau esensi yang terkandung dalam suatu bangunan tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai cara. Perkembangan jaman yang melahirkan suatu trend atau gaya-gaya tertentu pada suatu masa dapat mendukung penerapan nilai-nilai tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
S48487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Yudistiro S.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51599
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paat, Ivonne
"Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan: bentuk-bentuk kekerasan, alasan spiritual yang digunakan, baik oleh suami (pelaku) maupun istri (korban), mengapa perempuan bertahan dalam lingkungan kekerasan dan mengapa mengambil keputusan bercerai. Secara khusus, peneliti ingin mengungkapkan bagaimana perempuan Kristen dan Gereja (diwakili oleh Pendeta) menyikapi kekerasan tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dengan metode kualitatif yang berperspektif gender.
Hasil studi menunjukkan: Pertama, perlakuan kekerasan secara fisik, psikologi, ekonomi dan seksual masing-masing kasus memiliki kekhasan tersendiri. Tindak kekerasan untuk semua kasus sama intensitasnya, namun, pengambilan keputusan berbeda, tergantung dari sifat dan perangai masing-masing korban. Kedua, perempuan-perempuan yang mengalami tindak kekerasan memiliki sikap yang sama untuk menolak kekerasan itu, namun demikian, tidak dalam hal tindakan yang diambil; ada yang bercerai, ada yang bertahan, dan ada yang berpisah tetapi tidak bercerai. Ketiga, perhatian Gereja terhadap perempuan-perempuan korban tindak kekerasan tersebut belum memadai dan optimal. Gereja belum terlalu memperdulikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga Kristen. Sebagian besar perhatiannya masih tertuju pada konseling pra nikah. Keempat, kesetaraannya dengan laki-laki bukan menjadi jaminan perempuan Minahasa tidak mengalami tindak kekerasan; harus diakui, perempuan Minahasa masih tetap berada di posisi subordinat.

The objective of the research is to identify and reveal: forms of violence, spiritual reason that is used, either by the husband (the suspect) or the wife (the victim), why women hold on in violence environment and why take the decision to have a divorce. Specifically, revealing how Christian Women and Church (represented by the Priest) deal with these violence actions. The approach of this research is a case study with qualitative method with gender perspective.
Study results showed that: First, violence treatment have their own uniqueness physically, psychologically, economically, and sexually. Violence actions in all cases have the same intensity, but there were different decision that has been made, depend on the character and the attitude of each victim. Second, women who experience it have the same idea to oppose it, but not in the action that has been taken; some have divorced, some hold on, and some separate from each other but not having a divorce. Third, Church's attention for the women who were the victims of that violence action has not been properly made and optimized. Church didn't really have the concern about Christian domestic violence cases. Most of the Church's attention still directed to pre-marital counseling. Fourth, their same level with men is not a guarantee for Minahasan women not to experience violence actions; it has to be admit, Minahasan women still in subordinate position.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Kartika Yazid Putri
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8264
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumaha, Aloma
"Penelitian ini membahas tentang pemahaman kaum muda tentang gereja di Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta Barat. Pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah (sebuah) akumulasi pengetahuan, penghayatan, dan interpretasi kaum muda tentang gereja. Pemahaman itulah yang akan menjadi alat untuk memperlakukan gereja. Kaum muda yang dimaksud dalam studi ini adalah sejumlah orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang umurnya antara 15 s.d. 35 tahun dan belum menikah, yang selalu datang dan aktif di gereja.
Pendekatan yang dipergunakan untuk mendeskripsi pemahaman tersebut adalah pendekatan kualitatif, dengan tekanan pada pemahaman informan. Maksudnya dengan pendekatan ini, peneliti berusaha memahami orang-orang secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkapkan pandangannya tentang gereja. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut, saya melakukan field work dan kajian pustaka. Field work untuk mendapatkan data primer dan kajian pustaka untuk data-data sekunder. Data-data primer diperoleh dengan menggunakan teknik pengamatan, wawancara, diskusi terfokus. Informan penelitian ini adalah anak-anak muda, umat, tokoh umat, pimpinan Paroki. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan teori.
Dari penelitian ini, ditemukan bahwa pemahaman kaum muda tentang gereja cenderung tidak dilihat (semata-mata) sebagai tempat sakral, berdoa; tetapi sebagai sebuah arena sosial, tempat berkumpul dan berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Gereja dipandang sebagai arena sosial, dalam mana potensi-potensi yang dimiliki dapat diakomodir dan dikembangkan. Dengan hasil studi ini, peneliti menduga bahwa apa yang dilakukan oleh informan atau kaum muda yang tercakup dalam pemahaman tersebut, dapat direfleksi bahwa di dalam kaum muda ada kebudayaan yang berkembang sesuai dengan pemahamannya.
Gereja bermakna sebagai sebuah arena untuk menjawab kebutuhan sosial kaum muda. Misalnya, ketika tidak mempunyai pekerjaan, mengalami masalah dalam keluarga, maka solusinya adalah kembali ke gereja, dimana ia dapat bertemu dengan orang-orang yang dapat menolongnya (yang awalnya berupa informasi bagaimana seseorang dihubungkan dengan sumber informasi). Ketika mau belajar untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki, maka gereja dipandang sebagai tempat yang aman untuk berlatih, karena diberi peluang untuk mengembangkan potensi yang dimiliki; hal ini operasional dalam munculnya kelompok kegiatan kaum muda di gereja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mochtar Naim
Jakarta: Hasanah, 2006
326.8 MOC t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Felicia Putri
"Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yng membahas mengenai pemanfaatan perpustakaan oleh siswa dengan menggunakan metode studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan analisis data. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pemanfaatan koleksi, layanan dan fasilitas Perpustakaan Rumah Ibadah oleh pengguna di Perpustakaan Santo Ignasius. Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan yang didapat adalah pemanfaatan perpustakaan Santo Ignasius Gereja Katolik Santo Stefanus masih rendah, maka dari itu perpustakaan harus meningkatkan keterbaruan koleksi, latar belakang pendidikan SDM petugas perpustakaan, fasilitas penunjang, serta kegiatan promosi perpustakaan.

This research is a qualitative research that discusses the library use by students with using case study as its method. The data is collected by observation, interview and data analysis. This study aims to explain how the users use the collection, service and facilities in the House of Worships Library at the St. Ignatius Library. Based on the results of the research, the conclusion is that the use of St. Ignatius Library of St. Stephens Catholic Church is still low. Therefore, the library should improve the novelty of their collections, educational background of library personnel, supporting facilities, and library promotion activities."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>