Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Francisca A. Tjakradidjaja
"Tujuan : Mengetahui keadaan metabolisme penderita obesitas setelah menjalani diet rendah kalori seimbang selama 14 hari, dengan mengukur resting energy expenditure (REE) dan kadar T3 serum
Tempat : Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat
Metodologi: Dilakukan penelitian pada 37 orang perempuan obes yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan serta bersedia mengikuti penelitian ini. Penelitian ini merupakan studi quasi eksperimental pra dan pasca perlakuan. Setiap subjek menjalani diet rendah kalori seimbang 1000 kkal selama 14 hari. Pemeriksaan antropometri, REE dan kadar T3 serum dilakukan pada awal, hari ke 7 dan akhir perlakuan. REE diukur dengan kalorimetri tak langsung (REE ukur) dan dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict (REE hitung).
Hasil: Pada akhir perlakuan terjadi penurunan yang bermakna (p <0,05) pada berat badan, massa lemak, massa bebas lemak, REE ukur dan REE hitung masing-masing dari 71,22±8,63 kg menjadi 69,15±8,37 kg (penurunan 2,9%), dari 35,32J2,58% menjadi 33,94,58% (penurunan 1,38%), dari 45,96±4,89 kg menjadi 45,544,82 kg (penurunan 0,92%), dari 1815,0822,37 kkal menjadi 1718,97±269,50 kkal (penurunan 5,29%) dan dari 1428,07+84,02 kkal menjadi 1408,25 1,52 kkal (penurunan 1,39%). Penurunan kadar T3 serum yang bermakna terjadi pada hari ke 7 (p = 0,001), dari 0,9005±0,1530 ng/mL menjadi 0,836210,1611 mg/mL (penurunan 7,1%). Pada akhir penelitian, dibandingkan dengan hari ke 7, terjadi pertingkatan T3 yang tidak beramakna. Pada hari ke 7 terdapat korelasi positif bermakna (r = 0,349; p = 0,034) antara perubahan REE ukur dengan perubahan T3. Pada hari ke 15 terdapat korelasi positif bermakna (r = 0,401; p = 0,014) antara perubahan REE ukur dengan perubahan massa bebas lemak. Perubahan T3 pada hari ke 7 mempunyai korelasi positif bermakna (r = 0,385; p = 0,019) dengan perubahan berat badan pada minggu pertama dan dengan perubahan massa bebas lemak pada minggu pertama (r = 0,345; p = 0,036). Pads penurunan berat badan sebesar 2,9% terdapat penurunan REE ukur dan REE hitung masing-masing 5,29% dan 1,39%. Rata-rata REE ukur lebih besar 27% daripada REE hitung.
Kesimpulan : Setelah terjadi penurunan berat badan dengan diet rendah kalori seimbang, penderita obesitas berada dalam kondisi hipometabolisme yang ditandai dengan penurunan RFE ukur, REE hitung dan kadar T3 serum.

Objective: to determine the metabolic state of obese females after treatment with balanced low-calorie diet for 14 days by measuring resting energy expenditure (REE) and serum T3 level as indicators.
Location : Sumber Waras hospital , West Jakarta
Methods : The study was carried out on 37 obese females who have been recruited based on inclusion and exclusion criteria. This study is a quasi experimental study with a pre and posttest treatment design. Every subject received a balanced low-calorie diet (LCD) of 1000 kcal/day for 14 days. Antropometric measwrements, REE and serum T3 levels were examined at the beginning, at day 7 and at the end of study. REE were measured and calculated by indirect calorimetry (measured-REE) and using Harris-Benedict equation (calculated-REE) respectively.
Result : Balanced LCD given for 14 days significantly (p <0.05) decreased body weight (BW) , fat mass, fat free mass, measured-REE and calculated-REE from 71.22±8.63 kg to 69.15±8.37 kg (decreased 2,9%), from 35.32.58% to 33.94±2.58% (1,38%), from 45.96±4.89 kg to 45.54±4.82 kg (0,92%), from 1815.0822.37 kcal to 1718.97±269.50 kcal (5,29%), and from 1428,.7±84.02 kcal to 1408.25±81.52 kcal (1,39%) respectively. There was a significant decrease (p = 0.001) in serum T3 leveI at day 7 from 0.9005±0.1530 ng/mL to 0.836210.1611 nglmL (decrease 7,1%). At the end of the study, serum T3 levels increased not significantly compared to day 7. At day 7, there was a significant positive correlation (r = 0.349; p = 0.034) between the change in measured-REE and the change in serum T3 levels. At day 15, a significant positive correlation (r = 0.401; p = 0.014) was found between the change in measured-REE and the change in fat free mass. The changed of serum T3 levels at day 7 had significant positive correlation (r = 0,385; p = 0,019) with the changed of BW in the first week. The changed of serum T3 levels at day 7 had significant positive correlation (r = 0,345; p = 0,036) with the changed of fat free mass in the first week. After reduction of BW by 2.9%, there was a decrease of measured-REE and calculated-REE, 5.29% and 1.39%, respectively. The measured-REE was 27% higher than calculated-REE.
Conclusion : Weight-reduced obese subjects with balanced LCD were in hypometabolic state indicated by a reduction in measured and calculated-REE, and serum T3 levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Asiah
"Tujuan : Mengetahui pengaruh diet rendah kalori seimbang terhadap resting energy expenditure (REE), respiratory quotient (RQ) dan profil lipid serum untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita obesitas.
Tempat : Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta
Bahan dan cara : Penelitian merupakan suatu eksperimental pra dan pasca pemberian diet rendah kalori seimbang 1000 Kkal dengan komposisi 55 % karbohidrat, 20 % protein dan 25 % lemak selama 14 hari terhadap 38 subjek perempuan obes (19-55 tahun) yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik sosial demografi, data asupan energi dan makronutrien, antropometri, REE, RQ, kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol HDL serum.
Hasil : Setelah pemberian diet 1000 kkal selama 14 hari pada perempuan obes terjadi penurunan bermakna dari berat badan sebesar 2,64% (p= 0,001), penurunan IMT 2,77% (p= 0,001), penurunan persentase massa lemak tubuh 1,44% (p= 0,001), peningkatan persentase massa bebas lemak 1,36% (p= 0,001), penurunan rasio Lpi-Lpa 2,5% (p= 0,001), penurunan tidak bermakna dari REE 4,41% (p= 0,071), penurunan bermakna dari RQ 4,78% (p= 0,036), penurunan kolesterol total 6,67% (p= 0,001), penurunan trigliserida 22,92% (p= 0,001), penurunan kolesterol LDL 4,22% (p 0,027) dan penurunan kolesterol HDL serum 5,54% (p= 0,004).
Simpulan : Pemberian diet rendah kalori seimbang sebesar 1000 Kkal/hari selama 14 hari terbukti dapat menurunkan secara bermakna berat badan, IMT, persentase massa lemak, meningkatkan persentase massa bebas lemak, menurunkan rasio Lpi-Lpa, RQ, kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol HDL serum, tetapi tidak menurunkan secara bermakna REE pada perempuan obes.

Objective : To identify the effect of balanced low calorie diet on REE, RQ and serum lipid profile of obese women in reducing morbidity and modality of obese people.
Place : Sumber Waras Hospital, Jakarta.
Materials and Methods : The study was an experimental, pre and post balanced low calorie diet (1000 Kcals/day, 55% carbohydrate, 20% protein and 25% fat) for 14 days. Thirty eight obese women, 19.-55 years old had been selected as subjects according to inclusion and exclusion criteria The data that had been collected were social and demographic characteristics, the energy and macronutrient intake, anthropometric, REE, RQ, level of total serum cholesterol, triglyceride, LDL cholesterol and HDL cholesterol.
Results : After 14 days balanced low calorie diet , there were significant reduction of body weight 2,64% (p= 0,001), body mass index 2,77% (p= 0,001), percentage of fat mass 1,44% (p= 0,001), increarnent percentage of fat free mass 1,36% (p= 0,001), reduction of waist to hip ratio 2,5% (p= 0,001), insignificant reduction of REE 4,41% (p= 0,071), significant reduction of RQ 4,78% (p= 0,036), level of total serum cholesterol 6,67% (p= 0,001), triglyceride 22,92% (p= 0,001), LDL cholesterol 4,22% (p= 0,027) and HDL cholesterol 5,54% (p= 0,004).
Conclusion : Balanced low calorie diet was had been shown to reduce body weight, body mass index, percentage of fat mass, to increase percentage of fat free mass, to reduce waist to hip ratio, RQ, level of total serum cholesterol, triglyceride, LDL cholesterol and HDL cholesterol of obese women significantly, but didn't reduce REE significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11311
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Win Johanes
"Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian diet rendah kalori seimbang selama 14 hari terhadap berat badan (BB), indeks massa tubuh (IMT), tebal lipatan kulit total. (TLK), massa lemak tubuh (ML), massa tubuh bebas lemak (MBL), rasio lingkar pinggang-lingkar panggul (R Lpi-Lpa) , dan kadar leptin serum.
Tempat : Rumah Sakit Sumba Waras, Grogol
Bahan dan cara: Penelitian ini merupakan studi eksperimentai pra dan pasca pemberian diet rendah kalori seimbang 915,23 kkal dengan komposisi 55,81% karbohidrat, 19,46% protein dan 24,73% lemak selama 14 hari terhadap 39 subyek perempuan obes (19-55 tahun) yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Data yang dikumpulkan meliputi data karateristik demografi, data asupan energi dan makronutrien, antropornetri, komposisi tubuh, dan kadar leptin serum.
Hasil : Terjadi penurunan berat badan secara bermakna (p<0,05) dari 70,99 ± 8,62 menjadi 68,81 ± 8,36 kg (3,07%); penurunan IMT secara bermakna (p<0,05) dari 30,20 ± 3,11 kg/m2 menjadi 29,36 ± 2,94 kg/m2 ( 3,04%); penurunan TLK secara bermakna (p<0,05) dari 99,32 ± 12,07 mm menjadi 91,29 f 10,85 mm (8,08%); penurunan ML secara bermakna (p<0,05) dari 35,41 ± 2,75 % menjadi 33,65 ± 2,73% (1,76 %) peningkatan persentase MBL secara bermakna. (p<0,O5) dari 64,59 2,74 menjadi 66,35 2,73% (2,72%);penurunan Lpi secara bermakna (p<0,O5) dari 85,87 7,31 menjadi 83,35 ± 7,09 cm (2,93%); penurunan Lpa secara bermakna (p<0,05) Bari 107,59 ± 6,67 menjadi 106,49 f 6,37 cm (1,02%); penurunan R Lpi-Lpa secara bermakna (p(O,O5) dari 0,80 ± 0,05 menjadi 0,78 ± 0,04 (2,24 %); penurunan kadar leptin serum secara bermalma (p<0,05) dari 23,31 (12,06-71,22) menjadi 18,18 (7,90-65,11) pg/mL (22,01 %); ditemukan korelasi positif antara kadar leptin serum dengan ML secara bermakna (p<0,05) sebelum perlakuan 0=0,47 ; p t,003) dan sesudah perlakuan (r3,57 ; p=0,001).
Simpulan : Pemberian diet rendah kalori seimbang sebesar 915,23 kkal/h selama 14 hari dapat dengan efektif menurunkan berat badan, IMT, tebal lemak bawah kulit, persentase lemak, meningkatkan persentase massa bebas lemak, menurunkan rasio lingkar pinggang lingkar panggul dan kadar leptin serum, serta ditemukan korelasi positif bermakna antara massa lemak tubuh dan leptin serum baik sebelum maupun sesudah perlakuan.

Objective : To identify the effect of balanced low-calorie diet for 14 days on body weight (BW), body mass index (BMI), total skin fold thickness (SFT), fat mass (FM), fat-free mass (FFM), waist to hip ratio (WHR) and serum leptin level.
Place : Sumber Waras Hospital, Grogol
Material and Method : This study is a pre- and post-experimental balanced low-calorie diet 915.23 kcallday with the composition of 55.81 % carbohydrate, 19.46 % protein and 24.73 % fat for 14 days on 39 obese-women subjects (19-55 years old) who have met the inclusion and exclusion criteria. The collected data include demographic characteristic, macronutrient and energy intake, as well as of anthropometry, FM, FFM, and serum leptin level.
Results : Body weight reduction occurs significantly (p<0.05) from 70.99 ± 8.62 to 68.81 ± 8.36 kg (3,07%), BMI reduction is significant (p<0.45) from 30,20 + 3,11kglm2 to 29,36 ± 2,94 kghn' (3,04%); significantly reduced SFT (p<0.05) from 99,32 ± 12,07 mm to 91,29 ± 10,85 mm (8,08%); significantly reduced FM (p<0,05) from 35.41 ± 2.75% to 33.65 ± 2.73% (1.76%); significantly increased FFM percentage (P<0.05) from 64.59 ± 2.74 to 66.35 ± 2.73 (2.72%); significantly reduced WC (waist circumference) (p<0.05) from 85.87 ± 7.31 to 83.35 ± 7.09 (2.93%); significantly reduced HC (hip circumference) (p<0.05) from 107.59 ± 6.67 to 106.49 ± 6.37 (1.02%); significantly reduced WHR (p<0.05) from 0.80 ± 0.05 to 0.78 ± 0.04 (2.24%); significantly reduced serum leptin level (p<0.05) from 23.31 (12.06 - 71.22) to 18.18 (7.90 - 65.11) (22.01%); positive correlation is observed between serum leptin level and FM significantly (p<0,05) before treatment (r= 0.47; p = 0.003) and after treatment (r=0,57;
Conclusions : Balanced low-calorie diet may effectively reduce body weight, BMI, skin fold thickness, percentage of fat mass, to increase percentage of fat free mass, to reduce waist to hip ratio and serum leptin level. There is a statistically significant positive correlation between serum leptin and body fat mass both before and after treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irnawaty Rasyid
"Prevalensi obesitas cenderung meningkat di berbagai belahan dunia sehingga dapat meningkatkan risiko kardiometabolik pada berbagai penyakit. Salah satu tata laksana obesitas yang paling efektif adalah modifikasi gaya hidup, yaitu pengaturan diet. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan dengan desain uji klinis acak tersamar ganda, paralel, dua kelompok, bertujuan mengetahui pengaruh suplementasi serat larut dan diet rendah kalori seimbang (DRKS) selama 4 minggu berturut-turut terhadap berat badan (BB), kadar kolesterol highdensity lipoprotein (HDL) dan trigliserida (TG) serum pada subyek obes I usia 30-50 tahun. Berdasarkan kriteria inklusi, didapatkan 31 subyek yang dibagi menjadi dua kelompok, 15 orang kelompok perlakuan (KP) mendapat DRKS 1200 kkal/hari dan psyllium husk (PH) 8,4 g/hari, dan 16 orang kelompok kontrol (KK) mendapat DRKS 1200 kkal/hari dan plasebo. Sebanyak 28 subyek menyelesaikan penelitian ini. Suplementasi PH ditoleransi dengan baik dan tidak ada efek samping yang serius. Jumlah asupan energi total subyek KP 1130,9 ± 221,9 kkal/hari lebih tinggi signifikan (p = 0,02) daripada KK 1024,3 ± 269,9 kkal/hari. Asupan serat subyek rendah; KP 17,2 ± 2,8 dan KK 8,6 (5,2−15,2) g/hari, walaupun dengan suplementasi PH. Penurunan BB dan peningkatan kadar kolesterol HDL serum sedikit lebih banyak tidak signifikan pada KP (-1,8 ± 0,8 kg dan 0,0 ± 4,3 mg/dL) dibandingkan KK (-1,6 ± 0,9 kg dan -0,4 ± 5,9 mg/dL). Penurunan kadar TG serum KP -1,5 (-416−77) mg/dL lebih rendah tidak signifikan dibandingkan dengan KK -10,0 ± 31,3 mg/dL. Pada penelitian ini belum dapat dibuktikan suplementasi PH 8,4 g/hari dan DRKS 1200 kkal/hari dibandingkan DRKS 1200 kkal/hari saja selama 4 minggu berturut-turut lebih baik dalam menurunkan BB dan mempengaruhi kadar kolesterol HDL dan TG serum pada subyek obes I.

The prevalence of obesity has been increasing globally, thus it likewise made an escalation the risk of cardio metabolic diseases. One method to encounter obesity is lifestyle modification such as the diet. This research was a preliminary study with double blinded randomized clinical trial, parallel, two groups, aims to understand the effects of soluble fiber suplementation and low calorie balanced diet (LCBD) on weight, high-density lipoprotein (HDL) cholesterol and triglycerides serum for obese I subjects age 30-50 years, for four weeks successively. Base on inclusion criteria, 31 subjects are divided into two groups, 15 subjects for treatment (T) receive 1200 kcal/day of LCBD and 8,4 g/day of psyllium husk (PH) and 16 subjects for control (C) receive 1200 kcal/day of LCBD and placebo. 28 subjects accomplish this research. PH suplement were being tolerate decently, and no serious side effect developed. Total energy intake from all T subjects were 1130,9 ± 221,9 kcal, significantly higher (p = 0,02) than C subjects 1024,3 ± 269,9 kcal/day. Subjects intake of fibers were low, even adding PH supplementation; 17,2 ± 2,8 for T subjects and 8,6 (5,2-15,2) g/day for C subjects. Weight loss and HDL cholesterol serum level enhancement were insignificantly higher on T subjects (-1,8 ± 0,8 kg and 0,0 ± 4,3 mg/dL) compared to C subjects (-1,6 ± 0,9 kg and -0,4 ± 5,9 mg/dL). TG serum level derivation on T subjects are -1,5 (-416−77) mg/dL insignificantly lower than C subjects -10,0 ± 31,3 mg/dL. This research has still yet able to prove that suplementation of PG 8,4 g/day and LCBD 1200 kcal/day in compare to only 1200 kcal/day of LCBD and placebo in 4 weeks consecutively are better in weight loss and affect the level of HDL cholesterol and TG serum on obese I subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Nadiyan
"Latar Belakang: Diet kalori rendah protein tinggi dianggap dapat membantu seseorang dalam menjaga fungsi tubuhnya dibanding diet protein seimbang, khususnya pada orang dengan riwayat weight cycling. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak diet kalori rendah protein tinggi terhadap aktivitas katalase.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain eksperimental dengan sampel tersimpan. 15 Sampel Plasma kelompok protein seimbang dan 14 sampel kelompok protein tinggi diperiksa aktivitas katalasenya kemudian dilakukan uji bivariat uji t tidak berpasangan.
Hasil: Dari hasil perhitungan absorbsi, diketahui bahwa kualitas Plasma tersimpan kurang baik dari banyaknya hasil uji yang menunjukkan aktivitas katalase 0. Dari hasil uji t tes tidak berpasangan didapatkan tidak ada perbedaan pada aktivitas katalase Plasma subjek diet kalori rendah protein tinggi dengan diet kalori rendah protein seimbang, dengan nilai uji p=0,2275.
Kesimpulan: Tidak terdapat peningkatan yang signifikan pada diet kalori rendah protein tinggi dibandingkan kontrol. Penelitian sebelumnya memiliki hasil yang berkebalikan.

Background: Low calories high protein is believed to help body keep its function compared to balanced protein.
Objective: The study aimed to know the impact of low calories high protein diet on catalase activity compared to low calories balanced protein on subject with weight cycling obesity.
Methods: The study was conducted by using experimental method on stored sample of previous research. The sample consist of 15 subject of balanced protein group and 14 subjects of high protein group. Catalase activity data were gathered from the sample and from the data, two-samples t-test was conducted to see the difference on catalase activity.
Results: The quality of sample is compromised as there are some sample with 0 catalase activity. From the rest of the sample, two sample t test results in p=0.2275, indicating there is no difference on catalase activity between high protein diet and balanced protein diet.
Conclusion: Our research Conclude there is no significant improvement over Plasma catalase in subject on low calories high protein diet compared to control . Previous researches also give conflicting results. Thus, we need further research in this area.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaufi Zahrah
"Prevalensi obesitas di Indonesia menunjukkan peningkatan yang bermakna dari tahun ke tahun, termasuk di dalamnya prevalensi obesitas sentral yang dapat diukur melalui lingkar pinggang. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan energi total, asupan lemak, dan lingkar pinggang dengan kadar HbA1c pada obesitas. Penelitian dilakukan di kantor Balai Kota DKI Jakarta dari akhir bulan November sampai Desember 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling, didapatkan 47 subyek yang memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik subyek yang diambil adalah usia, jenis kelamin dan indeks massa tubuh (IMT). Variabel data yang diteliti adalah asupan energi total, asupan lemak, lingkar pinggang, dan kadar HbA1c.
Hasil penelitian didapatkan subyek terbanyak berusia antara 36-50 tahun (93,6%), sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 27 subyek (57,4%), dan sebanyak 35 subyek (74,5%) termasuk kategori obes I, karena sebagian besar subyek berada pada rentang usia 36 sampai 50 tahun, maka selanjutnya analisis data dan pembahasan dilakukan pada 44 subyek dengan rentang usia tersebut. Asupan energi total 32 subyek (72,7%) dibawah AKG (˂ 70% AKG). Median (min-maks) asupan energi total adalah sebesar 1225,8(766,0-4680) kkal. Sebagian besar subyek penelitian mengonsumsi lemak lebih dari persentase KET yang dianjurkan yaitu sebanyak 42 orang subyek (95,5%). Seluruh subyek laki-laki dan sebagian besar subyek perempuan (84%) memiliki LP lebih. Rerata kadar HbA1c pada subyek laki-laki adalah 6,3±0,2% dan perempuan 6,3±0,3%, dan hampir sebagian besar (68,2%) memiliki kadar HbA1c berisiko tinggi. Terdapat korelasi negatif tidak bermakna antara asupan energi total dengan kadar HbA1c pada subyek laki-laki (r=-0,15, p=0,536) dan korelasi positif tidak bermakna pada subyek perempuan (r=0,28, p=0,898). Korelasi negatif tidak bermakna dijumpai antara asupan lemak dengan kadar HbA1c pada seluruh subyek (r=-0,06, p=0,687). Korelasi positif tidak bermakna antara lingkar pinggang dengan kadar HbA1c terdapat pada seluruh subyek (r=0,18, p=0,236).

The prevalence of obesity in Indonesia is increasing and also the prevalence of central obesity which can be measured by waist circumference. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between total energy intake, fat intake, and waist circumference with HbA1c levels in obes subject. Data collection was conducted during November to December 2013 in the institution of Balaikota DKI Jakarta. The subjects was obtained by consecutive sampling, and 47 subjects who meet study criteria were enrolled in this study. The data collection were characteristics of the subjects including age, gender and body mass index (BMI), as well as total energy intake, fat intake, waist circumference, and HbA1c levels.
The results showed the highest age between 36-50 years (93.6%), majority of the subjects were female (57.4%), and catagorized as obese I (74.5%). Because most of the subjects were in the range of age 36 to 50 years, the data analysis and discussion conducted on 44 subjects. Most of the subject had total energy intake under RDI requirements, i.e., 13 people (68.4 %) of male and 19 subjects (76%) of female subjects. Most of the subjects (42 subjects, 95.5%) had fat intake over recommended percentage of total energy requirement. All of the male and most of female subjects (84%) have waist circumference greater than the normal criteria. Mean of HbA1c levels were 6.3±0.2%, for male subjects and almost the same levels for female subjects, while 68.2% of the subjects were categorized as high risk. The were no significant negative correlation between total energy intake and HbA1c levels in male subjects (r =-0.15, p=0,536) and no significant in female subjects (r=0.28, p=0.898). There were no significant negative correlation between fat intake and HbA1c levels in all subjects (r=-0.06, p=0.687), while non significant positive correlation between waist circumference and HbA1c levels were found in all subjects (r=0.18, p=0.236).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Primacakti
"Latar Belakang: Obesitas saat ini sudah menjadi masalah epidemik global. Angka kejadian obesitas yang meningkat dikaitkan dengan meningkatnya sedentary behaviour dan rendahnya aktivitas fisis. Penelitian mengenai perbedaan aktivitas fisis pada remaja obes dan non-obes memiliki hasil yang bervariasi. Penelitian mengenai hal ini sangat jarang di Indonesia. Tujuan: Mengetahui pola aktivitas fisis remaja usia 10-15 tahun dan mengetahui perbedaan rerata keluaran energi, intensitas aktivitas fisis, dan durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, serta screen time remaja obes dan non-obes serta mengetahui kesesuaian aktivitas fisis remaja dengan rekomendasi. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan terhadap siswa/i kelas VII dan VIII SMPN 216 Jakarta Pusat usia 10-15 tahun. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama untuk melihat pola aktivitas fisis remaja usia 10-15 tahun sedangkan tahap kedua untuk melihat perbedaan rerata keluaran energi, intensitas aktivitas fisis, durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, dan screen time remaja obes dan non-obes. Aktivitas fisis dinilai menggunakan buku harian Bouchard yang diisi selama 2 hari sekolah dan 1 hari libur. Hasil: Pekerjaan sekolah, menonton TV, jalan, renang, dan sepak bola merupakan aktivitas fisis yang sering dilakukan oleh remaja. Tidak terdapat perbedaan keluaran energi antara remaja obes dan non-obes (median 4752,9 (2950-8065,8) vs 4435,4 (2753,4-8134,7) kkal/hari, p 0,160). Intensitas aktivitas fisis remaja obes lebih rendah dibandingkan non-obes (median 1,5 (0,8-1,8) vs 2 (1,6-2,8) MET, p <0,001). Durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat remaja obes lebih pendek dibandingkan remaja non-obes ( 19.3 ± 6.9 vs 26.4 ± 3.4 menit, p 0,000). Screen time remaja obes lebih lama dibandingkan remaja non-obes (median 2,8 (1-6,6) vs 1,8 (0,3-6,1) jam, p 0,000). Tidak ada remaja yang memenuhi rekomendasi berdasarkan kriteria intensitas dan durasi aktivitas fisis, 15,5% remaja obes dan 79,8% remaja non-obes memenuhi rekomendasi berdasarkan screen time (p,0,001) . Simpulan: Aktivitas fisis bervariasi pada remaja usia 10-15 tahun. Tidak terdapat perbedaan keluaran energi antara remaja obes dan non-obes. Terdapat perbedaan intensitas aktivitas fisis, durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, dan screen time antara remaja obes dan non-obes. Aktivitas fisis sebagian besar remaja tidak sesuai rekomendasi.
Background: Obesity is now a global epidemic problem. Increased prevalence of obesity is associated with increased sedentary behaviour and low physical activity. Research on differences in physical activity pattern in obese and nonobese adolescents have varying results. Research on this is very rare in Indonesia. Purpose: Knowing the physical activity patterns of adolescents aged 10-15 years old and know the difference between the mean energy output, physical activity intensity and duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time obese and non-obese adolescents and determine the suitability of adolescents physical activity with recommendation. Method: Cross sectional study conducted on 6th and 7th grade students aged 10- 15 years old in 216 Junior High Schools. The study consisted of 2 phases. The first stage to see the physical activity patterns of adolescents aged 10-15 years, while the second stage to see the difference in mean energy output, intensity of physical activity, duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time obese and non-obese adolescents. Physical activity was assessed using Bouchard diary for 2 days school and 1 day off. Results: School working, watching TV, walking, swimming, and football is a physical activity that is often done by adolescents. There was no difference in energy output between obese and non-obese adolescents (median 4752.9 (2950 to 8065.8) vs. 4435.4 (2753.4 to 8134.7) kcal / day, p 0.160). The intensity of physical activity of obese adolescents is lower than non-obese adolescents (median 1.5 (0.8 to 1.8) vs 2 (1.6 to 2.8) METs, p <0.001). Duration of physical activity of moderate-vigorous intensity obese adolescents shorter than non-obese adolescents (19.3 ± 6.9 vs 26.4 ± 3.4 minutes, p 0.000). Screen time obese adolescents longer than non-obese adolescents (median 2.8 (1 to 6.6) vs 1.8 (0.3 to 6.1) hours, p 0.000). There were no adolescents who meet recommendation based on the intensity and duration of physical activity criteria, 15.5% obese adolescent and 79.8% non-obese adolescents meet recommendations based on screen time (p, 0.001). Conclusion: Physical activity varies among adolescents age 10-15 years old. There are no difference in mean energy output but there are differences in intensity of physical activity, duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time between obese and non-obese adolecents. Most of adolescents physical activity are not appropriate with recommendation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Amaliya
"Latar belakang : Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya sindroma metabolik. Skipping breakfast adalah salah satu kebiasaan makan yang berhubungan dengan obesitas dan sindroma metabolik. Penelitian pada populasi obes yang melihat hubungan antara kadar trigliserida dan lingkar pinggang dengan skipping breakfast belum ditemukan.
Tujuan : Diketahuinya hubungan antara kadar trigliserida dan lingkar pinggang penyandang obes dengan kebiasaan skipping breakfast.
Metode : Desain potong lintang pada laki-laki dan perempuan usia 20?50 tahun, IMT ≥ 25 kg/m2. Pengambilan subyek dengan consecutive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara, pemberian catatan kebiasaan makan selama 1 minggu, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil : Rerata usia subyek 36,76 ± 7,68 tahun, 38% memiliki kebiasaan skipping breakfast, dan 59% subyek adalah perempuan. Asupan energi total harian, karbohidrat, lipid dan protein kelompok skipping breakfast dan sarapan tidak berbeda bermakna. Median kadar trigliserida 104 (37?383)mg/dL dan rerata lingkar pinggang (100,16±7,74cm) pada skipping breakfast lebih rendah dibandingkan sarapan (115,50 (50?764)mg/dL dan 102,72±8,87cm), namun tidak signifikan secara stastistik. Tidak terdapat hubungan bermakna antara skipping breakfast dengan kadar trigliserida dan lingkar pinggang.
Kesimpulan : Kebiasaan skipping breakfast tidak berhubungan dengan kadar trigliserida dan lingkar pinggang pada penyandang obes.

Background: Obesity is a risk factor for metabolic syndrome. Skipping breakfast is one of eating pattern that related to obesity and metabolic syndrome. The study in obese to determine the association between tryglyceride and waist circumferance with skipping breakfast has not been found.
Objective: To determine the relationship between tryglyceride and waist circumference in obese with skipping breakfast.
Methods: A cross-sectional design in men and women aged 20-50 years, BMI ≥ 25 kg/m2. Consecutive sampling, data collecting with interview, 1 week dietary record, anthropometry and laboratory.
Results: The mean age of subjects 36.76 ± 7.68 years, 38% had skipping breakfast, and 59% of the subjects were women. Daily intake of energy, carbohydrate, lipid and protein between breakfast and breakfast skipping group did not differ significantly. The median of triglyceride in skipping breakfast group were 104 (37-383) mg / dL and mean waist circumference 100.16 ± 7.74 cm, lower than breakfast group (115.50 (50-764) mg / dL and 102.72 ± 8.87 cm), but not significant. There was no significant association between skipping breakfast with triglyceride and waist circumference.
Conclusion: Skipping breakfast is not associated with triglyceride and waist circumference in obese subject.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Afifa Aghnat
"Akumulasi lemak berlebih merupakan masalah kesehatan global yang disebut obesitas. Peningkatan lemak ini meningkatkan produksi ROS (Reactive Oxygen Species) sehingga terjadinya stress oksidatif. Protein karbonil merupakan produk ROS yang menjadi marker oksidasi seluruh protein. Peningkatan kadar protein karbonil berhubungan dengan berbagai penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup. Salah satu metode menurunkan stress oksidatif adalah dengan melakukan puasa intermiten Uji klinis dengan kelompok kontrol merupakan metode yang digunakan. Sampel penelitian tersimpan dari penelitian sebelumnya dengan subjek yaitu karyawan pria obesitas (IMT ≥ 25 kg/m2 ) berusia 19-59 tahun yang kemudian melalui randomisasi sederhana dibagi menjadi kelompok puasa dan kontrol. Puasa dilakukan selama 8 minggu setiap Senin dan Kamis. Kadar protein karbonil dihitung sebelum dan sesudah puasa dengan spektrofetrometer dan dianalisis dengan SPSS versi 24.0 dengan batas kemaknaan 5% untuk mengetahui pengaruh puasa intermiten 5:2 terhadap kadar protein karbonil plasma. Kadar protein karbonil menurun signifikan (p=0,004) pada kelompok puasa, sedangkan meningkat signifikan pada kelompok tidak puasa (p=0,007). Perbedaan bermakna (p = 0,011) ditemukan pada penurunan kadar protein karbonil antara kelompok puasa dan kontrol. Kelompok puasa memiliki kadar protein karbonil yang lebih rendah secara signifikan (p = 0,000) dibandingkan kelompok kontrol. Puasa intermiten 5:2 yang dilakukan selama 8 minggu menurunkan kadar karbonil plasma pada karyawan pria obesitas secara signifikan

Excessive fat accumulation is a global health problem called obesity. Fat accumulation makes the production of Reactive Oxygen Species (ROS) rise and stimulates oxidative stress. Protein carbonyl is a product of ROS and a marker for whole protein oxidation. Increased levels of protein carbonyl are related to various diseases that influence the quality of life. Intermittent fasting is one method to lower oxidative stress. A randomized controlled clinical trial was used in this study. The sample stored from previous studies with the subject is an obese male employee (IMT ≥ 25 kg/m2) aged 19-59 years old then divided into fasting and control groups through simple randomization. Fasting every Monday and Thursday for 8 weeks. Carbonyl protein levels were measured before and after fasting with spectrophotometry and analyzed by SPSS version 24.0 with a significance limit of 5% to determine how intermittent fasting 5:2 effect protein carbonyl levels in plasma. Protein carbonyl levels in the fasting group decreased significantly (p=0.004), while the control group increased significantly (p=0,007) after fasting. Meaningful difference (p = 0.011) was found in decreased protein carbonyl levels between the fasting and control groups after the intervention. Protein carbonyl levels were significantly lower (p=0.000) in the fasting group compared to the control group after intervention. Intermittent fasting 5:2 significantly reduces plasma protein carbonyl levels in male employees with obesity. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calvin Kurnia Mulyadi
"Asupan makanan berlebih dan rendahnya aktivitas fisik adalah dua faktor risiko obesitas pada remaja. Kurangnya pemahaman akan hubungan antarfaktor risiko ini membuat obesitas remaja sulit ditangani dan cenderung berlanjut ke usia dewasa. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat aktivitas fisik (physical activity level/PAL) dengan asupan energi dan makronutrien. Penelitian dilakukan di salah satu fakultas kedokteran di Jakarta dalam periode Juni 2011-Juni 2013, dengan metode total sampling pada populasi mahasiswa berusia 15-18 tahun. Data asupan energi dan makronutrien dari sampel yang terdiri atas laki-laki (n=30) dan perempuan (n=43), dinilai menggunakan Food-Frequency Questionnaire semikuantitatif, sedangkan PAL dengan Bouchard three-days physical activity record. Dengan uji one-way anova, terdapat hubungan antara PAL dengan asupan energi dan lemak (p=0,025 dan 0,019), sedangkan asupan karbohidrat dan protein sebaliknya. Dengan analisis post-hoc LSD, perbedaan bermakna terdapat pada PAL sedang dan tinggi (asupan energi p=0,007; lemak p=0,005), sedangkan rata-rata asupan energi dan makronutrien tetap tinggi pada PAL rendah. Disimpulkan bahwa peningkatan keluaran energi total akan meningkatkan asupan energi, sedangkan PAL rendah tidak akan mengubah kebutuhan energi individual.

Excessive nutrient intake and low physical activity are two obesity risk factors in adolescent. Lack of understanding in relationship amongst these risk factors has made adolescent obesity become health problems and tends to progress into adulthood. This study aimed to investigate the relationship between physical activity level (PAL) with energy and macronutrient intake. Study was held in one of medical school in Jakarta from June 2011-June 2013, with total sampling on medical students aged 15-18. Energy and macronutrient intake from boys (n=30) and girls (n=43) were assessed using semiquantitative Food-Frequency Questionnaire, while PALs were assessed using Bouchard-three days physical activity record. One-way anova analysis showed significant relationship of PAL toward energy and fat intake (p=0,025 and 0,019), and none of carbohydrate and protein intake. The post-hoc LSD analysis revealed the significant mean difference were found in subjects classified as high and moderate PAL (for energy intake p=0,007; fat intake p=0,005). Meanwhile, energy and all macronutrients intake were found to be persistently high in subject with low PAL. In conclusion, increase in total energy expenditure will subsequently induce increase in energy intake, but low PAL did not change the individual energy requirement."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>