Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133875 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Prihastuti
"Kajian demografi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu uniregional dan multiregional. Demografi uniregional hanya menganalisis penduduk di satu wilayah tertentu. Sedangkan demografi multiregional lebih bersifat simultan, artinya antar daerah yang satu dengan lainnya-yang dihubungkan oleh arus migrasi-dianggap sebagai satu sistem yang saling berinteraksi.
Untuk keperluan perencanaan dan analisis yang berkaitan dengan demografi atau kependudukan salah satunya dapat dipenuhi melalui proyeksi penduduk yang dalam perhitungannya dapat dilakukan dengan dua pendekatan tersebut. Output yang diperoleh merupakan input dasar bagi perencanaan sosial dan ekonomi, maka konsentrasi proyeksi bisa berbeda sesuai kebutuhan seperti proyeksi pendidikan, angkatan kerja, pasar kerja, penduduk lansia, dan kesehatan.
Dalam proyeksi penduduk lansia, komponen demografi yang diperhitungkan hanya komponen mortalitas dan migrasi. Dalam penelitian Mi kelangsungan hidup penduduk yaitu jumlah penduduk yang berhasil hidup dari satu periode ke periode berikutnya dihitung dengan menggunakan fungsi pertumbuhan Continuous Growth Function. Data yang digunakan adalah jumlah pen.duduk absolut dari Sensus Penduduk 1990 dan Supas 1995. Dengan mengasumsikan tidak ada migrasi maka untuk kohor umur yang sama pada periode berikutnya akan menghasilkan jumlah penduduk yang berkurang karena kematian, sehingga jumlah penduduk tahun 1995 lebih sedikit dibandingkan tahun 1990. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan fungsi pertumbuhan Continuous Growth Function untuk perkiraan kelangsungan hidup penduduk, lebih terasa manfaatnya terutama untuk kelompok umur tua atau penduduk lanjut usia dengan asumsi tidak ada migrasi selama periode pengamatan.
Kecenderungan migrasi ditentukan dengan menggunakan skedul model migrasi yang diperkenalkan oleh Rogers. Skedul model migrasi menurut umur tertentu (age-specific migration schedule) tersebut dapat dibagai menjadi tiga bagian yaitu (1) kurva "usia pra-angkatan kerja" (a single negative exponential curve); (2) kurva "usia angkatan kerja" (a left-skewed unimodal curve); (3) kurva "usia pasta angkatan kerja" (an almost hell-shaped curve).
Perpaduan antara model pertumbtihan Continuous Growth Function dan Skedul Model Migrasi membentuk suatu model pertumbuhan penduduk bagi penduduk lanjut usia (lansia). Aplikasi model pertumbuhan penduduk lansia melalui pendekatan multiregional yang diterapkan untuk dua wilayah pengamatan merupakan penjumlahan dari penduduk selama periode tahun t sampai t+5, yang tetap hidup dan tidak pindah di suatu wilayah asal 1, ditambah dengan penduduk yang tetap hidup dan bermigrasi keluar dari wilayah 2 dan masuk ke wilayah 1 selama periode tahun t sampai t-5.
Perhitungan kelangsungan hidup penduduk dari umur tepat x sampai umur x+5 dalam perhitungan proyeksi penduduk yang dilakukan dengan menggunakan Life Table Coale-Deineny dan tanpa menggunakan Life Table Coale-Derneny menunjukkan bahwa perhitungan kelangsungan hidup yang dihitung dengan menggunakan model Life Table Coale-Demeny menghasilkan perkiraan penduduk lansia di masa depan, yang jumlahnya lebih tinggi dibandingkan hasil proyeksi penduduk lansia yang dihitung tanpa menggunakan model Life Table Coale-Dement'. Hal ini disebabkan proporsi kematian yang diambil dari ASDR (mx) dalam Life Table Coale-Demeny mengasumsikan bahwa umur maksimum penduduk adalah 100 tahun. Sehingga kelangsungan hidup penduduk diperkirakan menjadi lebih panjang dari kenyataannya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putera, Rufiansyah
"Untuk keperiuan perencanaan dan analisis yang berhubungan dengan kependudukan salah satunya dapat dipenuhi melalui proyeksi penduduk yang merupakan suatu perhitungan ilmiah dengan asumsi-asumsi tertentu mengenai kecenderungan dari tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk dimasa yang akan datang. Proyeksi penduduk yang dibuat saat ini adalah proyeksi dengan pendekatan demografi uniregional. Demografi uniregional adalah demografi yang membahas perubahan komposisi penduduk di suatu daerah tanpa mengkaitkan perubahan komposisi yang terjadi di daerah lain. Dengan pendekatan ini, maka proyeksi wilayah setingkat dibawah nasional dilakukan secara sendiri-sendiri. Akibatnya jika dilakukan perhitungan proyeksi penduduk pada tingkat nasional, maka jumlah penduduk yang dihasilkan tidak konsisten dengan jumlah penduduk dari proyeksi seluruh wilayah tersebut. Untuk menyajikan proyeksi penduduk nasional menurut wilayah setingkat di bawahnya, maka perlu dilakukan iterasi. Upaya seperti ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Selain melalui iterasi, terdapat pendekatan lain dimana proyeksi penduduk nasional akan konsisten dengan jumlah proyeksi penduduk pada wilayah setingkat dibawahnya. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan demografi multiregional. Salah satu perbedaan yang mendasar antara demografi uniregional dan demografi multiregional adalah pada penduduk yang diamati serta definisi dari tingkat flow. Pada pendekatan uniregional, pengamatan setiap baglan penduduk regional dilakukan pada suatu waktu. Sedang melalui pendekatan multiregional, penduduk tingkat nasional dipandang sebagai suatu sistem yang merupakan interaksi pada tingkat regional.
Pendekatan ini sebenarnya telah lama berkembang di beberapa negara Eropa. Metode multiregional untuk proyeksi penduduk telah dikembangkan oleh Willekens dan Rogers (1978) dan oleh Rogers (1985). Dl negara-negara berkembang metode ini belum digunakan mengingat tidak tersedianya data migrasi yang memadai serta rumitnya perhitungan. Metode ini memerlukan estimasi angka migrasi khusus menurut umur di setiap wilayah dengan wilayah lainnya.
Prinsip proyeksi penduduk dengan pendekatan multiregional adalah penduduk pada periode berikutnya adalah jumlah penduduk pada periode sebelumnya yang mampu bertahan hidup sampai mencapai awal dari periode tersebut ditambah dengan penduduk yang masuk ke wilayah tersebut pada periode sebelumnya yang bertahan hidup pada periode tersebut serta ditambah dengan jumlah bayi yang lahir dan bertahan hidup yang dilahirkan oleh perempuan dari wilayah tersebut atau oleh perempuan dari wilayah lain yang masuk ke wilayah tersebut dan mampu bertahan hidup sampai periode tersebut.
Sedang proyeksi penduduk dengan pendekatan uniregional pada prinsipnya adalah jumlah penduduk pada periode berikutnya berasal dari penduduk pada periode sebelumnya yang mampu bertahan hidup dan mencapai periode berikutnya ditambah dengan jumlah bayi yang lahir dan bertahan hidup pada periode tersebut sampal mencapai akhir periode itu.
Dalam peneiitian ini, penduduk nasional diasumsikan hanya terbagi dalam dua wilayah saja, yaitu Sumatera Utara dan Luar Sumatera Utara. Hal Ini dilakukan karena data migrasi yang tersedia merupakan data sampel sehingga Jika dilakukan estimasi angka migrasi khusus menurut umur di setiap wilayah dengan wilayah lain maka banyak ditemukan sel kosong yang menunjukkan tidak adanya migran yang keluar pada kelompok umur yang diamati dari wilayah satu ke wilayah lain.
Dari hasil yang diperoleh, proyeksi penduduk dengan pendekatan uniregional dibandingkan dengan proyeksi penduduk pendekatan multiregional, maka jumlah penduduk hasil proyeksi dengan pendekatan multiregional relatif lebih rendah Jika dibandingkan dengan Jumlah penduduk hasil proyeksi dengan pendekatan uniregional. Tetapi selisih jumlah penduduk antara hasil proyeksi dengan pendekatan uniregional dengan pendekatan multiregional semakin kecil dengan semakin tinggi periode proyeksi. Dari sisi hasil, selisih yang relatif kecil ini tentu tidak terlalu banyak pengaruhnya dalam perencanaan. Namun pada sisi lain yang merupakan kelebihan dan pendekatan multi regional adalah dihasilkannya terlebih dahulu proyeksi penduduk untuk tingkat wilayah di bawah nasional (propinsi). Sedang proyeksi penduduk nasional merupakan rekapitulasi dari proyeksi penduduk propinsi. Kelebihan ini memberikan dampak positif bagi pengembangan sumber daya manusia dibidang kependudukan di daerah. Untuk mendapatkan proyeksi nasional, maka pembahasan mengenai skenario proyeksi harus dimulai dari bawah (propinsi). Untuk ini dituntut sumber daya manusia dibidang kependudukan yang ahli mengenai wilayahnya.
Disamping itu melalui pendekatan demografi multiregional dimungkinkan untuk melakukan dekomposisi tiga indikator sintetis, yaitu angka harapan hidup sejak lahir (eo), angka reproduksi neto (Net Reproduction Rate/NRR) dan angka migra-produksi neto (Net Migra-production Rate/NMR). Hal ini didapat dilakukan karena penduduk stasioner pada tabel kehidupan multiregional dapat didekomposisi menurut ternpat tinggal sekarang. Ketiga indikator ini dapat memberikan gambaran mengenai kontribusi penduduk dari satu wilayah pada wilayah dimana penduduk tersebut bertempat tinggal. Gambaran ini akan sangat membantu para pembuat kebijakan di daerah (pembangunan regional).
Mengingat sangat pentingnya peran data migrasi dalam pendekatan demografi multiregional, maka disarankan agar data tersebut dikumpulkan didalam sensus penduduk pada pertanyaan kor (inti), sehingga kesalahan sampling dapat diatasi dan proyeksi penduduk dapat dilakukan secara utuh sesuai dengan banyaknya wilayah."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saadah
"Tujuan penelitian ini adalah mencoba memanfaatkan analisis demografi multiregional dengan data sensus penduduk tahun 1990. Adapun tujuan khususnya yaitu membuat dan memberikan arti serta penjelasan dari tiga bahasan pokok berikut:
(1) Tabel kematian multiregional Indonesia tahun 1985 - 1990
(2) Indikator Fertilitas yaitu NRR (Net Reproduction Rate tahun 1985-1990 dan Indikator migrasi yaitu NMR (Net Migraproduction Rate tahun 1985 - 1990.
(3) Hasil proyeksi penduduk Indonesia tahun 1995.
Data yang dipakai adalah data sekunder yaitu data dari sensus penduduk Indonesia tahun 1990.
Dalam penelitian ini digunakan dua skenario, skenario pertama adalah angka migrasi keluar menurut kelompok umur berasal dan "model skedule ", sedangkan skenario 2 angka migrasi keluar menurut kelompok umur, berasal dari data sensus penduduk Indonesia tahun 1990.
Untuk penyederhanaan Indonesia dikelompokkan dalam enam wilayah yaitu Sumatera (Sum), Jawa dan Bali (Jabal), Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur (Nustim), Kalimantan (Kal), Sulawesi dan Maluku (Sulmal) dan Irian Jaya (Irja). "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wastuti
"Transisi demografi di Indonesia mengubah struktur umur penduduk yang menua. Meningkatnya jumlah penduduk lansia di Indonesia berpotensi besar terhadap permasalahan kesehatan mental, salah satunya Penyakit Demensia. Demensia merupakan stadium akhir dari kemunduran fungsi kognitif, yang sebelumnya diawali dari mudah lupa dan gangguan kognitif ringan MCI . Penelitian sebelumnya di negara lain menunjukkan bahwa salah satu faktor risiko penurunan fungsi kognitif yang dapat dimodifikasi adalah keterlibatan sosial. Namun, penelitian mengenai pengaruh keterlibatan sosial pada konteks negara berkembang khususnya di Indonesia masih terbatas.
Penelitian ini mengukur pengaruh keterlibatan sosial terhadap fungsi kognitif dari 228.216 orang lansia di Indonesia berdasarkan data SUPAS 2015. Keterlibatan sosial lansia diukur melalui kegiatan sosial kemasyarakatan, mengasuh cucu, dan pasangan hidup. Penelitian ini menggunakan metode regresi multinomial logit. Umur, jenis kelamin, pendidikan, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, aktivitas fisik, dan aktivitas kognitif digunakan sebagai variabel kontrol. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keterlibatan sosial lansia berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia di Indonesia. Partisipasi lansia dalam aktivitas sosial kemasyarakatan, mengasuh cucu dan keberadaan pasangan hidup dapat mengurangi risiko gangguan fungsi kognitif MCI dan Demensia pada lansia di Indonesia.

Demographic transition in Indonesia changes the age structure of ageing population. Increasing number of elderly population in Indonesia has big potential to mental health problem, one of them is Dementia Disease. Dementia is the final stage of cognitive decline, preceded by forgetfulness and mild cognitive impairment MCI . Evidence from previous studies in other countries suggests that one potential modifiable risk factor for cognitive decline may be social engagement. However, research that identifies the modifiable risk factors in the context of developing countries, especially in Indonesia is still scarce.
This study analyses the influence of social engagement on cognitive function of 228.216 elderly people in Indonesia from SUPAS 2015. Social engagement is measured through social activities, looking after grandchildren, and the presence of a spouse. This study uses the multinomial logistic regression method. Age, sex, education, visual impairment, hearing loss, physical and cognitive activity are used as covariates. The results suggest that social engagement influences cognitive function of elderly in Indonesia. Participation in social activities, looking after grandchildren and the presence of spouses can reduce the risk of cognitive decline, both MCI and dementia, in the elderly in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T48859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Tunggal Basuki Joko Purwanto
"Penelitian yang dilakukan dalam rangka menyusun tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai " Karakteristik sosio-demografi dan aktivitas penduduk lanjut usia di Jawa Tengah serta isnplikasi sosial-ekonominya.
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data SUPAS 1985. Analisis data dilakukan baik dengan statistik deskriptif maupun dengan statistik inferensial. Analisis statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan tabulasi silang berdimensi dua atau tiga, terutama digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif variabel dan hubungan antar variabel yang karena variabel tak bebas yang dipelajari bersifat dipelajari dalam penelitian ini. Analisis statistik inferensial digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik sosio demografi yang terdiri dari variabel jenis kelamin, tempat tinggal, status perkawinan, hubungan dengan kepala rumah tangga dan pendidikan penduduk lanjut usia sebagai variabel bebas dengan aktivitas bekerja atau tidak bekerja yang dilakukan penduduk lanjut usia, sebagai variabel tak bebas, dikotomous atau binary, dan variabel bebasnya lebih dari satu variabel, maka teknik analisis yang dipertimbangkan paling sesuai adalah teknik analisis regresi logistik linier berganda.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik penduduk lanjut usia di Jawa Tengah dengan batasan usia di atas atau sama dengan 65 tahun, terutama dicirikan dengan proporsi penduduk lanjut usia yang relatif lebih banyak yang tingggal di daerah pedesaan, relatif lebih banyak penduduk lanjut usia perempuan, relatif lebih banyak yang berstatus cerai mati, relatif kurang berpendidikan dan relatif masih banyak yang berstatus sebagai kepala rumah tangga.
Dari sejumlah 2.745 orang responden penduduk lanjut usia di Jawa Tengah dalam penelitian ini, sebanyak 1.037 orang responden atau 37,78 persen menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas. Sedangkan lainnya, dari sebanyak 1.706 orang responden atau 62,22 persen yang mampu melakukan aktivitas, 61,24 persen diantaranya atau 38,21 persen dari seluruh responden masih aktif melakukan aktivitas bekerja. Responden yang mampu melakukan aktivitas, tetapi tidak melakukan aktivitas bekerja sebanyak 659 orang atau sebanyak 24,01 persen dari seluruh responden. Mereka yang tidak bekerja ini, sebanyak 352 orang atau 2,82 persen dari seluruh penduduk lanjut usia atau sebanyak 33,41 persen dari mereka yang mampu melakukan aktivitas, aktivitas yang mereka lakukan adalah mengurus rumah tangga.
Sedangkan sisanya, sebanyak 307 orang atau 11,18 persen dari seluruh penduduk lanjut usia atau sebanyak 46,59 persen dari yang mampu melakukan aktivitas, mereka melakukan aktivitas lainnya. Peluang penduduk lanjut usia di Jawa Tengah ini untuk melakukan aktivitas bekerja, bila dilihat perbedaannya untuk masing-masing variabel bebas menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin mempunyai hubungan positip nyata, sedangkan untuk variabel tempat tinggal dan pendidikan mempunyai hubungan negatip yang nyata. Untuk variabel status perkawinan dan hubungan dengan kepala rumah tangga menunjukkan hubungan yang positip tidak nyata terhadap peluang penduduk lanjut usia di Jawa Tengah untuk melakukan aktivitas bekerja. Hal ini dapat dijelaskan bahwa peluang penduduk lanjut usia laki-laki untuk melakukan aktivitas bekerja lebih besar bila dibandingkan dengan penduduk lanjut usia perempuan.
Penduduk lanjut usia yang tinggal di daerah pedesaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk melakukan aktivitas bekerja bila dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Semakin berpendidikan, peluang untuk melakukan aktivitas bekerja di masa lanjut usia semakin kecil. Sedangkan untuk status perkawinan dan hubungan dengan kepala rumah tangga, meskipun tidak mempunyai hubungan yang nyata, tetapi di antara keempat status perkawinan yang mempunyai peluang terbesar untuk melakukan aktivitas bekerja adalah penduduk lanjut usia yang berstatus kawin. Untuk variabel hubungan dengan kepala rumah tangga, di antara 5 kategori hubungan dengan kepala rumah tangga, mereka yang berstatus sebagai kepala rumah tangga mempunyai peluang yang terbesar untuk melakukan aktivitas bekerja."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Nurhardjo
"Kelompok penduduk usia 65 tahun keatas (lanjut usia) di Indonesia jumlahnya relatif masih rendah dibanding kelompok penduduk usia lainnya. Meskipun demikian jumlahnya cenderung meningkat, baik secara absolut maupun proporsinya terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan. Berdasar data Biro Pusat Statistik (BPS), penduduk lanjut usia di Indonesia berjumlah 2,41 juta atau 2,51 % dari seluruh penduduk pada tahun 1971, meningkat menjadi 4,77 juta (3,25 7) tahun 1980 dan di tahun 1990 menjadi 8,92 juta atau sebesar 3,77 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Dengan kata lain penduduk Indonesia sedang bergerak kearah struktur usia penduduk yang semakin menua (ageing population).
Peningkatan jumlah maupun proporsi penduduk lanjut usia tersebut merupakan implikasi dari keberhasilan pembangunan di segala bidang, khususnya di bidang kesehatan masyarakat yang semakin membaik di samping menurunnya angka kelahiran. Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan masyarakat tampak adanya suatu peningkatan.
Disamping hal tersebut diatas, pemerintah berhasil dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB). Hal tersebut di atas memberikan indikasi bahwa semakin membaik derajat kesehatan masyarakat dengan penurunan angka kematian dan peningkatan angka harapan hidup serta penurunan angka kelahiran menjadikan salah satu faktor meningkatnya penduduk lanjut usia dimasa mendatang.
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia dimasa mendatang akan menyebabkan pola penduduk Indonesia akan berubah dari struktur usia penduduk muda (median umur dibawah 20) menjadi penduduk dewasa (intermidiate, yaitu dengan umur rata-rata 20 s/d 30 tahun), dan akhirnya akan menjadi struktur penduduk tua (median umur 30 tahun atau lebih). Proses perubahan dari penduduk muda kearah penduduk tua bersamaan dengan jumlah absolut serta prosentase penduduk lanjut usia (Agung, 1992)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Ananta
Jakarta: LD FE UI, 1990
312.1 ARI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogaswara Permana
"ABSTRAK
Penduduk adalah subyek sekaligus obyek pembangunan, dinamikanya akan berpengaruh pula terhadap aspek kehidupan dan pelaksanaan pembangunan. Pertambahan penduduk di satu sisi merupakan potensi pembangunan, di pihak lain merupakan beban pembangunan. Pembangunan nasional dan ketahanan nasional (Tannas) terdapat hubungan yang timbal balik (GBHN). Masalah penelitian yang diajukan adalah (1) faktor-faktor manakah dari kependudukan yang berpengaruh terhadap Tannas apakah kelahiran, kematian, atau migrasi masuk dan migrasi keluar ? (2) pertambahan penduduk yang begitu pesat apakah menggangu ketertiban umum pada khususnya Tannas pada umumnya ? Hasil penelitian yang diperoleh atas dasar data sekunder 1980-1990 pertambahan penduduk di dominasi oleh migrasi, pertambahan penduduk. meningkatkan PDRS, menambah jumlah perumahan, fasilitas kesehatan, tenaga kerja pada sektor informal, frekuensi kejahatan meningkat, jumlah wanita tuna susila tidak mengganggu keamanan. Pertambahan penduduk DKI Jakarta pada tahun 1980-1990 tidak mengganggu ketertiban umum pada khususnya, Tannas pada umumnya. Untuk melihat pengaruh pertambahan penduduk dengan Ketahanan nasional di tempat lain perlu penelitian lebih lanjut.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toha Muhaimin
Jakarta : Lembaga Demogragi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia , 1986
304.8 TOH m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tusy Augustine Samallo Adibroto
"ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk yang pesat - khususnya di DKI Jakarta - mengakibatkan tekanan yang berat terhadap kota, sehingga untuk mengatasinya dikeluarkan Instruksi Presiden nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah JABOTABEK yang menghasilkan strategi pembangunan arah timur - barat di kota-kota sekitarnya. Maka dilaksanakan pembangunan kota baru mandiri (self-contained) Bumi Serpong Damai seluas 7.000 ha. Diharapkan kota baru tersebut tidak lagi bergantung pada kota induk karena akan dilengkapi dengan ketersediaan lapangan kerja yang cukup serta fasilitas perkotaan lain bagi penduduknya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tujuan membangun suatu kota baru mandiri dapat tercapai, apalagi jika mengingat 'jarak' yang relatif dekat dengan Kota induk dan aksesibilitas yang baik. Hal ini mengingat kenyataan terjadinya gerak ulang alik yang diambil sebagai indikator kemandirian suatu kota baru yang cukup besar ke Jakarta mencapai 310.085 jiwa/hari pada tahun 1986. Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel secara stratified random sampling terhadap 219 KK dengan pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara berstruktur dan mendalam. Lokasi penelitian dilakukan selain di kota baru, juga diambil kota pembanding Bekasi yang dianggap dapat mewakili kondisi kota baru pada tahap yang sudah lebih berkembang. Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan persentase maupun dengan uji statistik Kruskall Wallis dan tes U-Mann Whitney (X2). Penelitian menghasilkan temuan bahwa untuk kegiatan bekerja, di kota baru perlu adanya sumber penggerak kerja (employment generator) dan kesempatan antara (intervening opportunity) yang dalam hal adalah kota Tangerang, keberadaan PUSPIPTEK, ITI dan pabrik-pabrik sepanjang jalan Serpong-Tangerang. Selain itu, perlu dipikirkan pembangunan fasilitas perkantoran baik pemerintah maupun swasta karena adanya kecenderungan kota baru diisi oleh orang-orang yang berstatus kerja mantap sehingga sulit untuk pindah kerja. Untuk fasilitas perkotaan lainnya perlu dilengkapi dengan berbagai jenis fasilitas yang memadai tidak hanya secara kuantitas tetapi juga kualitas. Khusus untuk fasilitas pendidikan perlu prioritas pembangunan lebih banyak SD karena tingginya angka keluarga-keluarga muda."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>