Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223038 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hermayulis
"Penelitian ini bersifat yuridis empiris, yang dilakasanakan pada masyarakat yang bermukin di daerah ,thak Mvi Tigo, Propinsi Sumatera Barat. Masalah yang dikaji tentang: Perkembangan hubungan kekerabatan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat matrilineal Minang dipandang dari pengamaan tanah komunal dalam hal ini adalah hak ulayat sebagai salah satu "media" pengikatnya; Dinamika perubahan penguasaan tanah komunal (tanah ulayat) menjadi tanah milik pribadi (perorangan) dalam masyarakat hukum adat matrilineal Minangkabau; Pengaruh pemilikan pribadi atas tanah terhadap perubahan hubungan kekerabatan; Pengaruh perubahan hubungan kekerabatan terhadap sistem kekerabatan dalam masyarakat hukum adat matrilineal.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa keterikatan masyarakat hukum adat Minangkabau terhadap tanah telah munyebabkan timbulnya pola migrasi yang berorientasi ke kampung, dalam arti selalu memelihara hubungan dengan kampung. Hubumgan rantau - kampung ini terbina dengan pola pewarisan, yang memungkinkan saling mewarisi tanah yang mereka dapat dan dapatkan dari hasil harta pencaharian. Di dalam perkembangannya, hubungan rantau- kampung dalam saling mewarisi mulai memudar, kalaupun masih ditemukan saling mewarisi, maka pola demikian terjadi di lingkungan yang terbatas pada keluarga inti yaitu terdiri dari mamak ibu - anak (kemenakan).
Semakin terpusatnya penguasaan dan pewarisan tanah kepada keluarga inti, dan diterimanya nilai dan norma pemilikan individu di tengah masyarakat, menyebabkan semakin lemahnya ikatan keluarga luas (extended family), yang ditunjukkan oleh semakin intensif dan penguasaan tanah oleh keluarga inti, adanya upaya untuk selalu mempertahankan agar tanah tetap berada pada keluarga inti. Perubahan pola penguasaan tanah ini semakin jelas dengan sertifikasi tanah yang menunjuk meta seseorang dam llama mamak kepala wrzris sebagai wakil dari anggota kerabat matrilinealnya Penguasaan tanah ulayat sebagai tanah milik komunal (bersama) yang sudah terfokus kepada penguasaan keluarga inti, telah melatarbelakangi pendapat para praktisi (khususnya BPN dan Departemen Kehutanan pada masa era Orde Baru) yang menyatakan tanah ulayat sudah tidak ada Pendapat tersebut telah mewarnai berbagai kebijakan yang berkaitan dengan tanah (khususnya tanah ulayat), sehingga kebijakan yang diambil menunjukkan tidak adanya sinkronisasi di dalam pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat yang telah diamanatkan oleh Pasal 3 UUPA.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan tidak adanya sinkronisasi vertikal maxima horizontal. Tidak adanya sinkronisasi vertikal terlihat dan ketentuan tentang pendaftaran tanah yang tidak memungkinkan pengakuan hak masyarakat hukum adat yang diatur dengan Pasal 3 UUPA dengan bentuk-bentuk hak yang diatur di dalam Pasal 16 UUPA, kompersi hak-hak atas tanah, dan penghapusan lembaga gadai sebagai lembaga yang dianggap menyengsarakan rakyat. Tidak adanya sinkronisasi horizontal terlihat dari tidak adanya keterkaitan antara Pasal 3 UUPA dengan ketentuan Pasal 2 UUPK tentang jenis jenis hak atas tanah hutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D99
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985
303.4 DAM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Lamtiur Hasianna
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S7362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfina R. Bachtiar
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifah Halim
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan budaya dan pengasuhan terhadap perkembangan theory of mind (ToM) anak di Sumatera Barat yang memiliki sistem kekerabatan matrilineal atau garis keturunan dari Ibu. Perolehan ToM diukur dengan menggunakan theory of mind scale, budaya orang tua diukur dengan skala pengasuhan individualis-kolektvis, dan pengasuhan orang tua diukur dengan Parenting Attitude Inventory (PAI). Skala ToM diberikan pada 80 anak (35 laki-laki, 45 perempuan) dengan usia 5-6 tahun. Kuesioner budaya dan pengasuhan diberikan kepada orang tua anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan dari budaya dan pengasuhan terhadap ToM. Selain itu pola perkembangan ToM anak di Sumatera Barat mengikuti pola eastern yaitu DD>KA>DB>FB>HE.

ABSTRACT
This study aims to determine whether there is a cultural and nurturing relationship to the development of the theory of mind (ToM) of children in West Sumatra who have a matrilineal kinship system or lineage from their mother. ToM acquisition is measured using the theory of mind scale, parental culture is measured by the individualist-collectivist parenting scale, and parenting is measured by the Parenting Attitude Inventory (PAI). The ToM scale was given to 80 children (35 boys, 45 girls) aged 5-6 years. Culture and parenting questionnaires were administered to the childs parents. The results showed that there was no significant relationship between culture and care for ToM. In addition, the development pattern of childrens ToM in West Sumatra follows the eastern pattern, namely DD>KA>DB>FB>HE. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1986
306.83 DAM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Damsar
"ABSTRAK
Pembangunan yang dilaksanakan pada masa semenjak 1965 telah merubah infrastruktur material dan struktur sosial yang ada sebelumnya. Keadaan ini akan memberi dampak terhadap seluruh aktifitas kehidupan masyarakat, termasuk pola pembagian kerja secara seksual. Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa terjadi perubahan pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sebelumnya a. Perubahan apa yang terjadi pada pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? b. Bagaimana sebab-sebab muncul pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat? c. Perubahan infrastruktur material dan struktur sosial apa yang telah terjadi selama proses pembangunan? Serta reaksi simbolik masyarakat terhadap perubahan infrastruktur material dan struktur sosial tersebut? dan apa dampaknya terhadap pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat?
Penelitian ini dilakukan di Desa Galo Gandang Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Pengumpulan data primer dan sekunder secara intensif dilakukan pada akhir Februari sampai Juni 1992. Fokus waktu yang dilihat adalah masa Orde Baru dan memperbandingkannya dengan masa sebelum Orde Baru, ini dilakukan untuk memahami suatu proses perubahan. Dalam melakukan penelitian, pertama kali dilakukan sensus terhadap seluruh rumahtangga yang ada di Galo Gandang selanjutnya dilakukan wawancara mendalam terhadap sejumlah informan kunci.
Hasil penelitian ini berkesimpulan bahwa pembangunan adalah proses perubahan sosial yang direncanakan untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu. Ini berarti pembangunan, bagi pelaksananya, merupakan hasil interpretasi terhadap kenyataan yang ada. Pembangunan dilakukan karena ada sesuatu hal yang problematis. Hal yang problematis ini diinterpretasikan dan dicari jalan keluarnya. Pencarian jalan keluar, dengan melakukan suatu pembangunan, merupakan suatu usaha untuk mengintegrasikan hal yang problematis ke dalam hal yang non problematis.
Pembangunan yang dilaksanakan di Galo Gandang telah menyebabkan perubahan atau pergeseran pada sebagian infrastruktur material dan struktur sosial yang ada sebelumnya. Faktor-faktor infrastruktur material dan struktur sosial serta perubahan yang terjadi didalanya dan faktor super struktur budaya merupakan faktor yang bermain dalam proses interpretasi para aktor terhadap hal yang problematis dalam pembagian kerja secara seksual.
Proses interpretasi dilakukan lewat interaksi dan konversasi, para aktor mengeksternalisasikan diri dalam bentuk tindakan. Seiring dengan perjalanan waktu, tindakan tersebut mengalami pembiasaan dan berlanjut menjadi institusi bila terjadi tipifikasi dari tindakan pembiasaan yang dilakukan secara bersama, seperti yang terjadi pada pembagian kerja secara seksual dalam pekerjaan membuat genteng dan batu bata pada masa pembentukannya. Namun, tidak semua habitualuisasi berlanjut pada institusi, masuknya pria dalam penyediaan bahan baku berupa pasir pada pekerjaan membuat gerabah misalnya. Institusi berupa pola pembagian kerja secara seksual, seperti pria membuat batu bata wanita membuat genteng, merupakan sesuatu yang bersifat umum, eksternal, dan coersive.
Melalui proses sosialisasi, pembagian kerja secara seksual, seperti pria membuat batu bata wanita membuat genteng, dialami sebagai data subyektif dalam kesadaran aktor yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian, terlihat bahwa pembagian kerja secara seksual dikonstruksi secara sosial.
Ada beberapa perubahan pembagian kerja secara seksual dalam industri kerajinan tanah liat di Galo Gandang. Dalam industri gerabah terjadi dua perubahan yang berhubungan dengan pembagian kerja secara seksual yaitu masuknya pria dalam kegiatan pemasaran dan kegiatan penyediaan bahan baku gerabah, sebelumnya hanya dilakukan wanita. Sementara itu, perubahan yang berhubungan dengan pembagian kerja secara seksual dalam industri batu bata adalah masuknya wanita dalam kegiatan membuat batu bata, semula hanya dilakukan pria.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa tautan hubungan antara patron dan klien dimotivasi oleh klien yaitu sebanyak 3 (75%) dari 4 kasus, sisanya dimotivasi oleh patron. Juga ditemukan bahwa perekrutan pekerja didasarkan atas saling kenal.
Penelitian ini merekomendasikan bahwa perlu dipertimbangkan variabel hubungan anak-bapak angkat dalam pemilihan lokasi penelitian. Temuan penelitian akan lebih kaya dan menarik apabila dilakukan di dua lokasi yang berbeda tetapi masih dalam konteks budaya yang sama. Dan akan lebih menarik, apabila dilakukan kajian lintas budaya. Di samping itu, metode penelitian ini dapat juga dipergunakan dalam penelitian yang lain."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Sontani Halim
"Interaksi yang terjadi antara individu yang paling kenal maupun yang tidak biasanya mengikuti pola tertentu. Pola perilaku antar individu ini ditentukan oleh peraturan sosial yang dimiliki masyarakat tersebut.
Bila seorang individu berinteraksi dengan individu lain, ia harus dapat menyesuaikan perilakunya (termasuk perilaku bahasanya) terhadap keadaan sekitarnya. Perilaku berbahasa ditentukan oleh tingkat keakraban antara dua individu, tempat (setting), jenis kelamin, status, dan lain sebagainya. Seorang individu harus memperhatikan hal-hal ini bila ia ingin berpartisipasi dalam suatu kehidupan sosial dan juga supaya ia dapat diterima oleh anggota masyarakat yang lain (Bailey, 1971).
Pousaaint (1967), orang dewasa dan bergelar doktor, merasa tersinggung ketika ia disapa dengan sapaan boy oleh seorang polisi lalu lintas pada salah satu jalan di Amerika. Hal ini terjadi karena polisi tersebut telah melanggar peraturan sapaan yang berlaku di masyarakat Amerika. Hal ini juga yang menyebabkan Dr. Poussaint merasa terhina. Penggunaan istilah sapaan yang salah dapat menyinggung perasaan kawan bicara dan juga menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini dapat disebabkan oleh perbedaan latar belakang sosial budaya dari kedua interlokutor dalam berinteraksi.
Di Indonesia banyak bahasa dan kelompok masyarakat yang memberikan makna penting untuk etika sapaan. Menurut sensus penduduk 1980 distribusi bahasa yang dipakai sehari-hari di Indonesia adalah sebagai berikut:
Bahasa Minangkabau merupakan bahasa keenam terbanyak penuturnya di Indonesia. Pada tesis ini akan dibahas istilah sapaan dan istilah kekerabatan bahasa Minangkabau ini. Pemilihan jatuh pada bahasa ini karena diasumsikan bahasa Minangkabau akan menarik untuk diteliti mengingat masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat matrilineal, berbeda dengan masyarakat-masyarakat lain di Indonesia yang kebanyakan paterilineal atau bilateral.
1.2. Masalah Penelitian
Tulisan ini memusatkan perhatian pada sebagian aspek kebudayaan masyarakat Minangkabau. Aspek kebudayaan yang akan dibahas di sini terbatas pada peraturan dan pemakaian bentuk istilah sapaan bahasa Minangkabau saja.
Masyarakat Minangkabau merupakan salah satu golongan etnik yang utama di Indonesia. Terdapat lebih kurang 3.698.767 atau sekitar 2.52 persen dari penduduk Indonesia tahun 1980 yang menggunakan bahasa Minangkabau sebagai bahasa yang dipergunakan sehari-hari.
Daerah Minangkabau kira-kira seluas propinsi Sumatera Barat dan terdiri dari daerah darek (darat), pasisie (pesisir) atau rantau (Yunus, 1979). Secara tradisional daerah darek terbagi dalam tiga luhak (kurang lebih sama dengan kabupaten), yaitu, Tanah Datar, Agam, dan Limo Pulueh Kato; kadang-kadang .ditambah dengan Solok?"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7465
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini mengkaji fitur dan dinamika sistem kekerabatan perkawinan dalam realitas sosial budaya kelompok etnis Manggarai (KEM). Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>