Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172463 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutapea, Anton
"Sebelum tanggal 1 Januari 2001 (Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996) atas imbalan jasa usaha konstruksi dikenakan PPh final dengan dasar pasal 4 ayat (2) UU PPh. Narnun, muiai 1 Januari 2001 pengenaan PPh atas jasa usaha konstruksi dikembalikan kepada dasar pengenaannya yakni dikenakan PPh berdasarkan ketentuan UU PPh. Walau usaha tersebut tidak sepenuhnya dapat terlaksana karena untuk keadaan tertentu masih dikenakan PPh final. Ketentuan yang mengatur dan mulai berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 tersebut adalah Peraturan Pemerintah Nomor I40 Tahun 2000.
Permasalahan yang diteliti adalah apakah ada perbedaan yang signifikan antara penerimaan pajak penghasilan jasa usaha konstruksi dengan menggunakan tarif final dan tarif tidak final (PP No. 140 tahun 2000).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara penerimaan pajak penghasilan dari usaha jasa konstruksi dengan menggunakan tarif final dan dengan menggunakan tarif tidak final (PP No. I40 tahun 2000).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dimana setiap data yang diperoleh (data penerimaan pajak) akan dianalisis. Penulis juga menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan fakta atau kondisi populasi tertentu secara faktual dan cermat serta sistematis mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Penulis dalam tesis ini menggunakan beberapa tinjauan pustaka yang menjadi dasar penulisan tesis. Tinjauan pustaka tersebut adalah: definisi dan fungsi pajak, kebijakan perpajakan, hukum pajak, administrasi perpajakan, tarif pajak, PPh final dan tidak final, asas-asas perpajakan, konsep penghasilan, pengurang penghasilan, penghasilan yang tidak boleh dikurangkan. Dalam tesis ini juga penulis menyajikan tinjauan pustaka mengenai jasa usaha konstruksi yang terdiri dari pengertian jasa konstruksi, proyek konstruksi, jenis-jenis proyek konstruksi, tahap pekerjaan serta manfaatnya, ketentuan perpajakan untuk jasa konstruksi sejak tax reform sampai saat ini, PPh atas jasa usaha konstruksi.
Hasil dari analisis adalah berdasarkan data yang diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan penerimaan PPh dari jasa usaha konstruksi dengan menggunakan tarif final dan tidak final pada tahun 2001. Pada tahun 2001 total penerimaan PPh Final pasal 4 ayat (2) jasa konstruksi sebesar Rp. 401,78 (dalam milyar) sedangkan PPh jasa konstruksi sebesar Rp. 48,51 (dalam milyar). Total persentase PPh final pasal 4 ayat (2) jasa konstruksi terhadap penerimaan PPh sebesar 0.44% sedangkan persentase PPh jasa konstruksi terhadap penerimaan PPh sebesar 0.05%. Perbedaan yang cukup signifikan ini disebabkan karena tidak adanya kepastian hukum pada PP No. 140 tahun 2000 sehingga pelaksanaan administrasi dan kewajiban perpajakan menjadi sulit.
Berdasarkan hasil analisis. penulis tnengambil kesimpulan PPh untuk jasa usaha konstruksi dikenakan tarif final. PPh final memang tidak mencerminkan asas keadilan tapi yang paling penting adalah bagaimana usaha pemerintah sebagai pembuat kebijakan menciptakan kepastian karena kepastian dapat menjamin tercapainya keadilan pajak. Penerapan PPh final sangat mudah, administrasinya sangat sederhana, memberikan kepastian hukum, serta dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak pengusaha konstruksi.
Banyak sekali penelitian mengenai tingkat kepatuhan yang berkesimpulan bahwa kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih sangat rendah. Penerapan PPh final untuk jasa usaha konstruksi juga bisa menghilangkan praktek penggelapan uang pajak baik yang dilakukan oleh wajib pajak maupun aparat pajak.
PPh final untuk jasa usaha konstruksi memang tidak sesuai dengan accrealion theory. Apabila teori ini dipaksakan untuk diimplementasikan, penerimaan PPh dari jasa usaha konstruksi akan mengalami penurunan yang sangat signifikan karena pengetahuan akuntansi dari pengusaha jasa konstruksi masih sangat rendah dan banyak biaya-biaya "siluman" yang terjadi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siagian, Dolok
"Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah pungutan pajak penghasilan yang bersifat final dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan secara keseluruhan ? dan apakah telah memenuhi prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang berlaku umum ? Untuk membahas pokok permasalahan dan tujuan penelitian, penulis menggunakan metode deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait.
Pembahasan dan analisis masalah, diketahui bahwa pungutan pajak penghasilan final yang berlaku, hanya didasarkan pada aspek kemudahan pungutan pajaknya. Sedangkan aspek keadilan dan kepastian hukum dalam pemungutan pajak kurang mendapat perhatian.
Dilihat dari sudut pandang penerimaan, pelaksanaan pungutan pajak penghasilan final cukup berhasil dalam meningkatkan pajak penghasilan dari jasa konstruksi. Hal ini dibuktikan dari jumlah penerimaan yang meningkat setiap tahunnya yaitu dari Rp 293,14 milliar tahun 1996/1997 menjadi Rp 415,01 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 41,57 % dan Rp 560,39 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 91,16 % bila dibanding dengan tahun 1998/1997.
Akan tetapi bila dilihat dari kontribusi nya terhadap pajak penghasilan secara keseluruhan untuk masing-masing tahun yang bersangkutan, maka pungutan pajak penghasilan final tidak memberikan peningkatan yang cukup signifikan. Bila pada tahun 1996/1997 kontribusi pajak penghasilan jasa konstruksi adalah 1,08 % maka pada tahun 1997/1998 meningkat menjadi 1,21 % dan tahun 1998/1999 menurun menjadi 1,01 %. Keadaan ini terutama disebabkan penigkatan penerimaan pajak penghasilan yang setiap tahun cukup besar.
Untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan pajak, hendaknya peraturan yang berlaku, tidak membedakan sesama wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha yang sama, sebagaimana ditemukan pada peraturan bidang usaha jasa konstruksi yang membebaskan peredaran usaha di atas Rp. 1 (satu ) milliar dari pungutan pajak penghasilan final.
Atas pembahasan dan beberapa kesimpulan yang diperoieh, akhirnya penulis menyarankan agar pungutan pajak penghasilan final sebaiknya tidak diberlakukan bagi pengusaha jasa konstruksi, mengingat ketentuan tersebut tidak sesuai dengan kriteria keadilan dalam pemungutan pajak, baik ditinjau dari sudut keadilan horizontal maupun vertikal serta kurangnya kepastian hukum wajib pajak akibat peraturan atau ketentuan yang sering mengalami perubahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avni Prasetia Putri
"Produktivitas sektor konstruksi selalu mengalami peningkatan, namun tidak diiringi dengan penerimaan Pajak penghasilan PPh final dari usaha jasa konstruksi. Selain itu jika dibandingkan dengan target penerimaan PPh final konstruksi, realisasi penerimaan PPh jasa konstruksi semakin mengalami penurunan sehingga tax gap menjadi lebih besar. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi penerimaan pajak yang terkait dengan asas revenue productivity, yang belum tergali dari penghasilan atas jasa konstruksi. Pemenuhan asas revenue productivity secara memadai akan menjamin terlaksananya fungsi pajak sebagai instrumen untuk membiayai kebutuhan belanja pemerintah fungsi budgetair. Oleh karena itu, evaluasi asas revenue productivity atas pajak penghasilan final dari usaha jasa konstruksi perlu diteliti. Penelitian ini menggunakan metode post-positivist dengan teknik analisis data kualitatif.
Hasil penelitian ini adalah dari asas revenue productivity yaitu pencapaian kecukupan target penerimaan PPh final usaha jasa konstruksi belum memenuhi bahkan cenderung menurun, artinya kemampun PPh final jasa konstruksi dalam memproduksi penerimaan juga semakin menurun, dan efisiensi biaya pemungutan cenderung mengalami penurunan. Faktor tantangan pemungutan PPh final dari jasa konstruksi, antara lain yaitu dasar hukum pengenaan pajak penghasilan atas jasa konstruksi yang diatur dalam dua pasal, rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan, dan perbedaan waktu pembayaran atas penghasilan jasa konstruksi berupa penundaan, sehingga pemungutan PPh final juga tertunda. Kebijakan alternatif yang diusulkan untuk meningkatkan revenue productivity adalah menaikan tarif PPh final atau mengganti sistem pemungutan skeduler final menjadi global.

The productivity of the construction sector is constantly increasing, but it is not accompanied by the revenue of final income tax from the construction services business. In addition, compared to the target and realization of the final income tax revenues from construction services has decreased so that the tax gap becomes larger. This indicates that there is unexplored potential of income on construction services for tax revenues associated with the principle of revenue productivity. The fulfillment of the principle of revenue productivity will ensure the implementation of the tax function as an instrument to finance the government 39 s expenditure needs budgetair function. Therefore, the evaluation of revenue productivity principle of the final income tax from construction service business needs to be researched. This research uses post positivist method with qualitative data analysis technique.
The results of this study is from the principle of revenue productivity that is the achievement of revenue targets The final income tax on construction services has not been adequate and even tends to decrease, meaning that the final income tax of construction services in producing revenue also decreases, and the efficiency of collection tax tend to decrease. The challenge factors in the final income tax collection of construction services are the legal basis for the imposition of income tax on construction services stipulated in two articles, the low compliance of the Taxpayer in submitting the Annual Tax Return, and the difference in the payment of the income of construction services in the form of delay, also delayed tax revenues. The proposed alternative policy to increase revenue productivity is to raise the final income tax rate or change the final collection system to the globa system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fahma Nurbaiti
"Tesis ini membahas mengenai evaluasi kebijakan pajak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Tinjauan atas PP No. 46 Tahun 2013. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah penetapan batasan peredaran bruto tertentu sebesar Rp 4.800.000.000,00 tidak berdasarkan kajian akademik baru, namun menggunakan kajian lama. Penetapan tarif sebesar 1% secara final dari peredaran bruto usaha, hanya berasal dari sudut pandang peredaran usaha yang dijalankan oleh wajib pajak, namun tidak melihat beban ataupun biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak. Implikasi perpajakan yang timbul bagi UMKM sehubungan dengan penetapan PP No. 46 Tahun 2013, di antaranya perbedaan penghitungan antara PP No. 46 Tahun 2013 dengan ketentuan sebelumnya pasal 31E. Pengenaan secara final jika dibandingkan dengan ketentuan perhitungan normal, maka dalam kondisi mengalami kerugian ataupun keuntungan wajib pajak badan tetap harus membayarkan pajak penghasilan yang terhutang yang berasal dari jumlah peredaran bruto dikalikan tarif sebesar 1%. Kedua, implikasi kewajiban pajak penghasilan untuk wajib pajak badan yakni, adanya penghitungan pajak penghasilan yang terkadang mengikuti PP No. 46 Tahun 2013 dan mengikuti Pasal 31E. Perubahan penghitungan pajak yang terhutang bagi wajib pajak badan tersebut, menyebabkan perhitungan yang tidak konsisten. Hal tersebut dapat mengakibatkan adanya potensi penghitungan kerugian yang hilang akibat digunakannya kedua penghitungan yang berbeda. Ketiga, penggunaan Surat Keterangan Bebas (SKB) sulit untuk dipenuhi. Wajib Pajak mengalami kesulitan dengan tata cara SKB secara administrasi. Selain itu, dari sisi cash flow, wajib pajak diharuskan untuk membayar terlebih dahulu pajak yang terhutang untuk mendapatkan SKB tersebut.

The focus of this study describes the evaluation of tax policy Micro, Small and Medium Enterprises ( SMEs ) Review of PP No. 46 of 2013. The approach used in this study is a qualitative approach. The results of this study are the determination of gross income specified limit of Rp 4,800,000,000.00 not based on a new academic study, but using the old study. Determination of rate of 1 % in the final of the gross turnover of business, only from the standpoint of the circulation of the business carried on by the taxpayer, but did not see the burden or expense incurred by the taxpayer. There are some implication for taxation arising for SMEs in connection with the establishment of PP No. 46 of 2013, including the calculation of the difference between PP No. 46 of 2013 and the preceding provisions of Article 31E. The final taxation when compared with the normal provisions of the calculation, in the state of loss or profit, corporate tax payers still have to pay income tax payable from the amount of the gross income multiplied by a rate of 1%. Second, the implications of income tax liability for corporate taxpayers is to calculate corporate income tax, that sometimes using PP No. 46 of 2013 regulation or Article 31E. That differences to calculate the corporate income tax, causing the inconsistency of the calculation. This is a potential loss due to the use of the two different calculation. Third, the use of Exemption Certificate is difficult to be applied. Taxpayers is having trouble with the administrative procedures of the Exemption Certificate. Moreover, in terms of cash flow, a taxpayer is required to pay the tax due in advance to get the Exemption Certificate."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Aryanid
"Skripsi ini membahas mengenai perubahan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas Pegawai Negeri Sipil golongan III yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan dasar pertimbangan pemerintah dalam menerapkan kebijakan perbedaan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas honorarium dan imbalan lain yang diterima Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV, menganalisis bagaimana implementasinya, dan menjelaskan dampak kebijakan perbedaan tarif Pajak Penghasilan final tersebut terhadap take home pay Pegawai Negeri Sipil. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dasar pertimbangan pemerintah dalam menerapkan kebijakan perbedaan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas honorarium dan imbalan lain yang diterima Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV adalah untuk menciptakan rasa keadilan bagi masing-masing golongan. Implementasi dari kebijakan perubahan tarif Pajak Penghasilan 21 final atas honorarium dan imbalan lain yang diterima Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV yaitu atas golongan III dikenakan tarif 5% dan golongan IV dikenakan tarif 15%.
Dampak yang ditimbulkan dengan adanya perbedaan tarif tersebut yaitu terjadi ketimpangan take home pay antara Pegawai Negeri Sipil golongan III dan IV karena perbedaan tarif dibedakan berdasarkan golongan, bukan berdasarkan jumlah honorarium dan imbalan lain yang diterima. Hendaknya pemerintah dalam membuat kebijakan diikuti dengan pengetahuan mengenai besaran honorarium dan imbalan yang diterima Pegawai Negeri Sipil sehingga tidak terjadi ketimpangan take home pay.

This paper will discuss withholding tax income art. 21 final of tariff alteration on 3rd rank of Public Servants that had been regulated in a Government Regulation number 80, year of 2010 which has been applied since 1 January 2011. The purpose of this research is to explain a government's base consideration in implementing of withholding tax income art. 21 final of tariff differentiation policy over honorarium and other rewards where the 3rd and 4th rank of Public servants received, and to analyze on how to implement it and elaborates the impact of this withholding tax income final of tariff differentiation against their take home pay. This research is using a qualitative method by descriptive research type.
Research output has concluded that government's basic consideration during implementing withholding tax income art. 21 final of tariff differentiation policy over other rewards and honorarium that shall be received by 3rd and 4th rank public servants were to build an equal justice to the grade respectively. Withholding tax income art. 21 final of tariff alteration policy implementation over other rewards and honorarium which had been received by 3rd and 4th rank of public servants state that 3rd rank will be taxed on 5% rate and 15% for 4th rank.
A consequences had incurred of tariff differentiation shows that there is a take home pay imbalances among 3rd and 4th rank of public servants since tariff differentiation is differed based on grade not by other rewards and honorarium. Supposedly for the government in making of policy shall be followed by knowledge of rewards and honorarium measurement for Public Servants in order to prevent a take home pay imbalances.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Ruston
"Untuk menggali penerimaan pajak dari sektor usaha jasa konstruksi maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari. Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan. Mengacu pada sasaran pembaharuan sistem perpajakan nasional, maka setiap ketentuan perpajakan harus memperhatikan aspek keadilan serta jaminan atas kepastian hukum dalam pemungutan pajak.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis apakah ketentuan tersebut telah tepat ditinjau dad azas-azas perpajakan yang baik terutama aspek keadilan dalam pembebanan pajak, kepastian hukum, kesederhanaan pemungutan, serta kekuatan dan keabsahan dasar hukum pemungutan pajak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode .deskriptif analitis mencakup analisis teoritis melalui studi kepustakaan dan pendapat beberapa pakar perpajakan serta analisis empiris atas kasus-kasus di lapangan.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Peraturan Pemerintah yang mengenakan PPh Final atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi kurang mencerminkan azas keadilan, baik keadilan horizontal yang menekankan bahwa semua orang yang mempunyai penghasilan sama harus membayar pajak dalam jumlah sama maupun keadilan vertikal yang mewajibkan pajak yang semakin besar selaras dengan semakin besarnya kemampuan yang bersangkutan untuk membayar pajak.
Selain itu terdapat beberapa hal yang menyangkut ketidakpastian termasuk pengertian jasa konstruksi sehingga menimbulkan perbedaan interpretasi dalam pelaksanaannya. Di sisi lain, Peraturan Pemerintah tersebut telah mempunyai landasan hukum yang sah yaitu Undangundang (UU). Yang menjadi permasalahan adalah terlalu luasnya wewenang yang diberikan oleh UU sehingga dengan Peraturan Pemerintah dapat diatur tarif pajak tersendiri atas segala jenis penghasilan yang berbeda dari ketentuan UU itu sendiri. Hal ini menyimpang dari Undang-undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa segala pajak harus berdasarkan UU.
Menerapkan kembali tarif umum yang progresif dan tidak final lebih mencerminkan keadilan. Akuntansi Keuangan sangat memudahkan penetapan penghasilan neto usaha jasa konstruksi sehingga secara teknis pembukuan tidak terdapat masalah. Selanjutnya perlu ditinjau kembali ketentuan dalam UU yang memberi wewenang terlalu besar kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur tersendiri perlakuan PPh atas jenis-jenis penghasilan tertentu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Tursilo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi
"Obyek Pajak yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan bersifat "Global Taxation" yaitu sistem pengenaan pajak atas penghasilan dengan cara menjumlahkan semua jenis tambahan kemampuan ekonomis dimanapun didapat, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kemudian atas jumlah seluruh penghasilan tersebut diterapkan suatu struktur tarif progresif yang berlaku atas semua Wajib Pajak.
Penghasilan yang diperoleh dari bunga yang berasal dari deposito/ tabungan, merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang merupakan obyek pajak. Namun dalam pelaksanaannya, atas penghasilan itu dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan tarif flat dan bersifat final, kecuali yang diperoleh oleh Wajib Pajak Bank. Dengan demikian menimbulkan permasalahan yaitu apakah pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga deposito dan tabungan yang diperoleh Wajib Pajak selain Bank sudah sesuai dengan azas keadilan, dan bagaimana akibatnya terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak yang bersangkutan.
Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis apakah ketentuan tersebut telah tepat ditinjau dari azas keadilan, dan apakah akibatnya terhadap penghasilan kena pajak serta pajak penghasilan yang seharusnya terutang apabila tidak diberlakukan ketentuan tersebut. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analitis, dengan tehnik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan pihak terkait.
Dari hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan tidak memenuhi azas keadilan, baik keadilan horisontal maupun vertikal. Selain itu ketentuan final mempunyai akibat terhadap penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan yang seharusnya terhutang. Menerapkan kembali tarif umum yang progresif dan tidak final lebih mencerminkan keadilan. Selanjutnya perlu ditinjau kembali ketentuan dalam Undang-undang yang memberi wewenang terlalu besar kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur sendiri perlakuan PPh atas jenis-jenis penghasilan tertentu."
2001
T1792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Dalam melakukan penjualan tanah dan/atau bangunan, developer properti awalnya membeli sebidang tanah dengan bukti kepemilikan berupa sertifikat induk atas nama developer. Sertifikat induk tersebut nantinya harus dipecah menjadi sertifikat pecahan sesuai dengan rencana pengembangan sebagai salah satu syarat pembuatan Akta Jual Beli (AJB) sebagai Akta Pengalihan Hak yang sah secara hukum. Proses pemecahan sertifikat tersebut membutuhkan waktu kurang lebih 1-2 tahun untuk rumah dan sampai dengan 5 tahun untuk apartemen. Sebelum pembuatan AJB dilakukan proses validasi terhadap pajak-pajak yang berkaitan dengan transaksi jual-beli tanah dan/atau bangunan tersebut. Namun karena adanya jeda yang cukup lama antara transaksi sampai pembuatan AJB maka terjadi perbedaan pendapat dalam menggunakan dasar pengenaan pajak antara fiskus dan Wajib Pajak. Untuk mengkaji masalah tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan memperoleh data dari wawancara mendalam kepada narasumber terkait dan studi kepustakaan. Hal tersebut menyebabkan adanya selisih berupa kekurangan pembayaran pajak oleh developer. Permasalahan tersebut menyebabkan terganggunya proses bisnis karena tidak bisa dibuatnya AJB sampai kekurangan pajak yang ditagihkan dilunasi oleh developer. Developer harus menanggung kerugian jika developer memutuskan untuk melunasi kekurangan tersebut karena biaya tersebut tidak bisa dibebankan. Penentuan saat terutang pada peraturan yang berlaku belum sesuai dengan konsep yang ada karena terdapat ketidakjelasan kalimat yang menimbulkan 2 (dua) saat terutang dalam satu transaksi, padahal pajak yang bersifat final hanya dikenakan 1 (satu) kali.;At the beginning, property developers bought a broad area of land which will be developed according to the developing plan. That area was registered on one land deed on behalf of developer. The land deed has to be divided as one of the main requirements to make Acquisition Rights of Land and Building Deed. The process of dividing the deed takes 1-2 years for houses and up to 5 years for apartments. Another requirement of making Acquisition Rights of Land and Building Deed is to validate all taxes that have been paid. But because there is a pause between transaction until the making of Acquisition Rights of Land and Building Deed, a dispute arise between tax authority and developers about tax base. To analyze this problem, researcher use qualitative descriptive research method and collect the data through deep interview and library study. The dispute causes underpayment of final income tax which belongs to developers and that will interrupt the business. The settlement of tax due is the main reason why there?s a dispute. It doesn?t mention clearly when the time of tax due is., At the beginning, property developers bought a broad area of land which will be developed according to the developing plan. That area was registered on one land deed on behalf of developer. The land deed has to be divided as one of the main requirements to make Acquisition Rights of Land and Building Deed. The process of dividing the deed takes 1-2 years for houses and up to 5 years for apartments. Another requirement of making Acquisition Rights of Land and Building Deed is to validate all taxes that have been paid. But because there is a pause between transaction until the making of Acquisition Rights of Land and Building Deed, a dispute arise between tax authority and developers about tax base. To analyze this problem, researcher use qualitative descriptive research method and collect the data through deep interview and library study. The dispute causes underpayment of final income tax which belongs to developers and that will interrupt the business. The settlement of tax due is the main reason why there’s a dispute. It doesn’t mention clearly when the time of tax due is.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S61639
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>