Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157614 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bernadus Guru
"Keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah memerlukan keikutsertaan mayarakat, keterbukaan dan pertanggung jawaban kepada masyarakat yang diupayakan dengan menerapkan azas desentralisasi, dekonsetrasi dan azas tugas pembantuan.
Dalam rangka menerapkan azas desentralisasi yang diwujudkan melalui pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan dapat memberikan peluang bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna; maka dibutuhkan pengaturan perimbangan keeuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pengaturan mina berdasarkan atas hubungan fungsi yaitu berupa sistim keuangan daerah yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan.
Realisasi pelaksanaan otonomi daerah (desentralisasi) sebagai penjabaran dari Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, dimana otonomi daerah dititik beratkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; setidaknya dilakukan karena dalam kenyataan adanya kesenjangan antar daerah. Selain itu karena daerah kurang memiliki dana dalam membiayai kegiatan pelayanan publik di daerah, juga disebabkan oleh pengaturan pusat yang terlalu sentralistis; sehingga seperti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II; telah dilakukan uji coba otonomi daerah pada daerah percontohan.
Namun kondisi otonomi daerah selama ini terutama di daerah Kabupaten/Kota, masih semu karena kemandirian yang diciptakan berbalik menjadi ketergantungan pada Pemerintah Pusat dan atau Daerah Propinsi. Otonomi daerah yang dititik beratkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, hakekatnya adalah juga untuk memberdayakan Pemerintah Daerah dalam usaha melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang selama ini masih dirasakan adanya masalah dalam melakukan tugas pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat. Karena dalam negara yang menganut sistim negara kesatuan, persoalan otonomi daerah merupakan hal sangat panting yaitu tentaug pembagian kewenangan politik atau .kewenangan pengambilan keputusan dan kewenangan pengelolaan keuangan.
Untuk mengukur kemampuan atau kemandiriau suatu Daerah Kabupaten dan Daerah Kota minimal dapat dipergunakan dua ( 2) variabel pokok yaitu oleb rendahnya mutu sumber daya manusia dan kemampuan keuangan. Rendahnya mutu sumber daya manusia dapat diketahui dari rendahnya bidang pendidikan, rendahnya kemampuan aparatur, rendahnya kemampuan partisipasi masyarakat dan kemampuan organisasi soma administrasi. Khusus untuk mengatasi kemampuan keuangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, salah satu cara adalah dengan ditetapkannya Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang merupakan pedoman dalam pengelolaan penerimaan keuangan daerah.
Walaupun demikiari seharusnya dalam negara yang berbentuk kesatuan, biaya bagi penyelenggaraan otonomi daerah tidak harus hanya dan sumber pendapatan asli daerah saja; tetapi juga dana dan pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dana yang bersumber dari APBN yang diterimakan kepada daerah berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 adalah dana perimbangan.
Dalam tesis ini Kabupaten Ende sebagai salah satu Kabupaten dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur, akan dilihat kemandiriannya berdasarkan ukuran kemampuan keuangan daerah dan seberapa besar nilai ketergantungan pada dana eksternal yang berasal dari Pemerintah Pusat berupa dana perimbangan,, berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tabun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kemampuan keuangan daerah dianalisis dari struktur penerimaan daerah yang merupakan total pendapatan daerah dan ini tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ende. Demikian pula dengan dana perimbangan akan dilihat seberapa besar jumlah komulatif yang diterima bagi daerah Kabupaten Ende jika Undang-Undang ini dilaksanakan dalam menunjang keuangan daerah guna dapat digunakan bagi kelancaran dalam komponen belanja rutin dan belanja pembangunan.
Demikian juga dilihat kebutuhan dan kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten Ende agar dapat melaksanakan pelayanan publik minimal sesuai standar sebagai sebuah daerah otonom dengan besarnya jumlah dana perimbangan sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999.
Judah komulatif dana perimbangan dihitung sebagai berikut:
a. PBB dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1985.
b, BPHTB dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Talnm 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1997.
c. Bagian daerah dari penerimaan hasil sumber daya alam, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus dihitung berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buchari Iman Santoso
"Kehadiran UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah tidak serta merta membuahkan hasil sesuai dengan tuntutan stakeholders di daerah. Kenaikan pendapatan daerah dari Dana Perimbangan setelah diterapkannya UU No.25/1999 hanya cukup untuk membayar gaji pegawai limpahan Kanwil-Kanwil yang telah diintegrasikan menjadi perangkat dinas-dinas daerah. Sehubungan dengan itu, pokok masalahnya adalah langkah kebijakan apa yang harus ditempuh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta agar lebih mampu meningkatkan pendapatan daerah guna memenuhi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Langkah kebijakan dimaksud utamanya adalah eksplorasi sumber-sumber pendapatan daerah. Pendekatan yang ditempuh bersifat multi dimensional. Salah satu pendekatan tersebut adalah pendekatan melalui penelitian.
Temuan hasil penelitian, yaitu: Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD sekitar 50 persen lebih; Sumber pendapatan dari PAD yang potensial adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah, sementara sumber pendapatan dari laba BUMD kontribusinya relatif kecil; sumber pendapatan dari Dana Perimbangan kenaikannya cukup besar, tetapi proporsinya lebih kecil dibandingkan dengan PAD, kontribusinya terhadap APBD kurang dari 50 persen. Sumber pendapatan dari Dana Perimbangan yang potensial adalah Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); Sumber pendapatan dari Sumber Daya Alam (SDA) relatif kecil.
Berdasarkan temuan hasil penelitian seperti diuraikan diatas rekomendasi langkah kebijakan yang perlu dilakukan adalah intensifikasi pengelolaan sumber PAD yang telah ada (Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan BUMD); intensifikasi pengelolaan PBB dan BPHTB, melakukan pendekatan dengan pemerintah pusat untuk menjajagi memperoleh bagian dari sumber-sumber lain dengan cara bekerja sama yang bersifat saling menguntungkan."
2002
T7428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Adi Wijono
"Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2001 Indonesia telah memasuki era otonomi Daerah. Sebagian pengamat mencemaskan otonomi sebab dianggap memiliki potensi yang kuat dalam memperkuat egoisme daerah, sehingga tidak tertutup kemungkinan dapat menimbulkan disintegrasi nasional. Ditinjau dari aspek manajemen pemerintahan, terlihat pula bahwa kebanyakan Daerah belum siap dan mampu dalam menyelenggarakan otonomi. Ketidaksiapan Daerah tersebut terjadi akibat sempitnya waktu dalam mempersiapkan penyelenggaraan otonomi.
Wacana mengenai hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat (Pusat) dan Pemerintah Daerah (Daerah) merupakan salah satu topik penting dalam rangka otonomi. Pengalaman sampai sejauh memperlihatkan bahwa belum dapat dirumuskan hubungan keuangan Pusat-Daerah yang serasi, selaras dan harmonis. Hal ini tidak terlepas dari belum jelasnya pembagian tugas antara Pusat-Daerah. Tugas yang semestinya diurus Daerah (dalam rangka desentralisasi) ternyata masih diurus Pusat yang tertuang dalam Daftar Isian Proyek (DIP). Sebaliknya masih terdapat tugas dekonsentrasi (penugasan Pusat kepada Daerah) yang semestinya dibiayai Pusat, justru dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kondisi seperti ini akan memperlemah kinerja pembangunan di Daerah.
Sebagaimana umumnya di negara-negara dunia ketiga, hubungan Pusat-Daerah cenderung sentralistik. Sebaliknya, di negara-negara maju kecenderungannya adalah desentralistik. Hubungan Pusat-Daerah yang sentralistik erat kaitannya dengan penguasaan sumberdaya dalam hal ini keuangan.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan hubungan keuangan Pusat-Daerah sebelum dan setelah diberlakukannya otonomi. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan efektivitas dana bantuan-pusat di Kampar dan Klaten sebelum diberlakukannya otonomi.
2. Mendeskripsikan akurasi pemanfaatan dana bantuan-pusat di Kampar dan Klaten sebelum diberlakukannya otonomi.
3. Mendeskripsikan implementasi hubungan keuangan Pusat-Daerah di Kampar dan Klaten pada era otonomi.
4. Menganalisis implikasi hubungan keuangan Pusat-Daerah terhadap ketahanan nasional di Kampar dan Klaten."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ahmad Yani
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008
336.01 AHM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yani
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
336.01 AHM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Asmini
"Pembangunan nasional yang terus dilaksanakan dewasa ini dimaksudkan untuk mencapai lujuan nasiona! seperti diamanaikan dalam alcnea ke-empat Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan : Pembangunan merupakan bagian dari penyelenggaraan negara dalam sega!a aspek kehidupan bangsa, dan hal ini bertujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan selunih tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan keteniban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial". Agar pembangunan yang dilaksanakan itu terarah dalam mencapai sasarannya sesuai dengan yang diinginkan, maka lemhaga terlinggi iiL'^ara yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyal (MPR) menetapkan Garis-garis Besar Haluan Ncgara (GBHN) scbagai pernyataan kehendak rakyainya dalam suatu pola umum Pembangunan Nasional yang menyeluruh. lerpadu yang berlangsung secara terus-menerus.
GBHN 1999 - 2004 sebagai kerangka acuan Pembangunan Nasiona! sepeni yang termuat dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1999, juga memhenkan arahan yang cukup jelas bahwa : "Pembangunan nasional dilaksanakan mengacu jtada kepnbadian bangsa dan nilai luluii yang universal unluk inewujudkan keliidupan banusa yang bcidaulal, mandiri. berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekualan moral dan elika". (MPT : 1999).
Dalam perjalanan perjuangan bangsa, konsep Pernbangunan Nasional tersebut sangal disayangkan hampir tidak terimplementasikan. Betapa lidak, pembangunan yang terpusat dan tidak merata yang dilaksanakan selama im ternyata hanya mengulamakan perturnbuhan ekonomi serta tidak diimbangi kebidupan sosial, polilik, ekonomi yang demokraiis, dan keadilan. Fundamental pembangunan ekonomi yang rapuh, penyelenggaraan negara yang sangat birokratis dan cenderung korup, serta tidak demokratis telah menyebabkan krisis moneter dan ekonomi, yang praktis berlanjut pada krisis moral yang sangat memprihatinkan. Hal tersebut kemudian menjadi penyebab timbulnya krisis nasionai yang' berkepanjangan, bisa memungkinkan membahayakan persatuan dan kesatuan, mengancam kelangsungan kehidupan bangsa dan negara. Karena itu reformasi di segala. bidang dilakukan untuk bangkit kembali dan memperteguh kepercayaan diri atas kemampuan yang dimiliki dan melakukan langkab-langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan, dan pengembangan pernbangunan dengan paradigma baru Indonesia masa depan.
Salah satu perubahan yang sangat rnenonjol dalam UU Nornor 5 Tahun 1974 adalah ditinggalkannya prinsip otonomi yang seluas-luasnya yang diganli dengan prinsip yang telah dmariskan MPR No.4/M.PR/1974 tenlang GBHN, yakin prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Punsip Otonomi yang seluas-luasnva bnaru mcmperluas oionomi dan suatu daunt h yang mcmpakan tujuan dan menjadi kewajiban pemermtah untuk selalu munambah ulausan vang harus diserahkan kepada daerali otonom. Kouskuensi lain adalah sejauh nmngkin harus dibenkan oionomi kepada setiap bagian dari wilayali negara Padahal prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab tcrnyaia tidak sentralisasi, otonomi bams selalu dipuvluas. ballkan dapal dipersempit atau cliliapuskan sania sekali.
Perimbangan Keuatigan Pusat dan Daerah yang berdasarkan UU No.5 tahun 1974 meniinbulkan ketidakadilan antara Pusat dan Daerah, di mana Propinsi Papua memperoleh RP. 25 Trilyun sesudah diterapkannya UU No 25 tahun 1009 ada dalan; rr.isa awal rcformasi Secara benahap Propinsi Papua memperoleh penmgkatan pembagian keuangan daerali sebanyak Rp 4 19.970,0 Trilyun.
Pada era reformasi sekarang ini dengan adanya tuntutan reformasi total dalam segala bidang keliidupan berbangsa dan bernegara di antaranya, adalah pada perubahan arah Pembangunan National atau yang dikenal dengan istilah Trilogi Pembangunan. Salah satu tuntulannya adalah supaya lebih diprioritaskan lagi pada pemeraiaan pembangunan dan hasil-hasilnya ke setiap tlaerah di Negara Kesatuan Repubhk Indonesia secara adil dan proporsional Tuntutan terhadap paradigma batu pembangunan yang berorientasi pada pemerataan dan keadilan social tersebut telah terakomodasi dalam Sidang Majelis."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: Direktorat Publikasi, Ditjen Pembinaan Pers dan Grafika, Departemen Penerangan RI, 1999
R 332 IND u
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Haryanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas kenaikan dan perluasan sumber-sumber retribusi, menghitung besar potensi retribusi terminal, mengidentifikasi faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi penerimaan retribusi terminal, memprediksi jumlah variabel-variabel yang mempengaruhi penerimaan retribusi dan akhirnya menentukan strategi yang tepat dalam rangka peningkatan penerimaan retribusi.
Pendekatan penelitian ini pada dasarnya adalah pendekatan kuantitatf dengan data-data sekunder sehingga dapat ditentukan model potensi pada masing-masing pos yang termasuk di dalam retribusi dan analisis kinerja. Dari analisis tersebut akhirnya dapat diketahui daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efektifitas) retribusi terminal. Selanjutnya pendekatan ekonometrik ditujukan untuk mengidentifikasi varibel-variabel makro ekonomi yang mempengaruhi penerimaan retribusi terminal. Dengan menggunakan model tersebut akan dilakukan peramalan (forecast) terhadap penerimaan retribusi di tahun-tahun mendatang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun penelitian (1995/1996-1999/2000) kontribusi retribusi daerah terhadap PAD rata-rata 28,40%. Angka ini hampir lama dengan kontribusi retribusi terminal terhadap retribusi daerah yaitu sebesar 28,12%. Sehubungan dengan target yang ditetapkan terhadap pungutan retribusi terminal selama tahun tersebut secara keseluruhan terealisasi.
Hasil guna (efektifitas) penerimaan retribusi terminal mencapai tingkat optimum pada tahun anggaran 1997/98 yakni sebesar 94,76% sedangkan daya guna (efisiensi) tercapai tingkat paling efisien pada tahun anggaran 1999/00 yakni sebesar 3,02%.
Dari penelitian ini ditemukan model bahwa penerimaan retribusi terminal dipengaruhi oleh variabel PDRB dan jumlah kendaraan yang beroperasi serta krisis ekonami sebagai variabel dummy. Setelah terlebih dahulu dilakukan tahapan-tahapan uji statistik dan ekonometrik, model tersebut memenuhi syarat sebagai model linier dan variabel di dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan retribusi. Dengan model tersebut penelitian ini meramalkan bahwa penerimaan retribusi dan jumlah kendaraan berkecenderungan meningkat, sedangkan jumlah kendaraan diprediksi berkecenderungan menurun sampai tahun 2004."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>