Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145193 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Hidayati
"ABSTRAK
Tidak lama setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, muncullah berbagai pergolakan yang datangnya dari Sekutu. Pergolakan itu disebabkan oleh kedatangan Sekutu yang pada mulanya hanya bertujuan menjaga keamanan, melucuti tentara Jepang dan sekaligus memulangkan kembali ke negaranya. Namun ternyata kedatangan Sekutu disertai orang-orang Belanda (MICA) yang dipersenjatai sehingga rakyat Indonesia merasa curiga bahwa sebenarnya kedatangan Sekutu itu sebenarnya mempunyai maksud untuk menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa ternyata Sekutu sudah tidak mau lagi mengindahkan kedaulatan bangsa Indonesia, Akibatnya meletuslah pergolakan atau pertempuran besar di Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung untuk melawan Sekutu.
Demikian di Yogyakarta saat itu juga terjadi pergolakan melawan Jepang, para pemuda dengan semangat tinggi dan penuh keberanian berhasil mendobrak dan membuka segel percetakan Surat Kabar Sinar Matahari. Selanjutnya para pemuda di bawah pimpinan Sumarmadi berhasil pula mengambil alih radio Jepang Hosokyoku. Suasana menjadi panas setelah para pemuda bersama rakyat dan Polisi Istimewa berhasil menurunkan bendera Jepang Hinomaru di Gedung Agung dan digantikan dengan bendera Merah Putih. Puncaknya adalah massa rakyat dapat menguasai markas Jepang di Kota Baru pada tanggal 7 Oktober 1945.
Pada saat situasi dan kondisi yang tidak terkendali tersebut, tampillah Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melindungi rakyatnya, dengan cara mengeluarkan beberapa maklumat. Adapun maksud beliau adalah untuk menampung para pemuda yang sedang bergelora, di pihak lain pemerintah sudah tidak mampu lagi menjamin keselamatan individu. Maka kemudian didirikanlah badan-badan perjuangan dengan berbagai nama dan semangat revolusi.
Salah satu badan perjuangan yang muncul di Yogyakarta adalah BPRI Mataram yang tidak lain merupakan cikal Bakal terbentuknya TRM. Adapun aktivitas laskar TRM semata-mata berdasar suatu sikap anti penjajahan. Pada prinsipnya keberadaan TRM di Front adalah membantu tentara reguler dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Keberadaan TRM didukung oleh beberapa faktor diantaranya munculnya kelompok-kelompok laskar lain, sehubungan dengan dikeluarkannya plakat amanat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; didapatkannya senjata dari Jepang: dikeluarkannya beberapa maklumat dukungan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; adanya figur pemimpin yaitu Soetardjo sebagai koordinator laskar di garis depan maupun di garis belakang.
Aktivitas TRM meliputi bidang politik (pertahanan) dan social . Dalam bidang politik, TRM baik ketika masih merupakan kelompok laskar maupun setelah menjadi batalyon reguler selalu aktif di berbagai Front. Diantaranya Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Bening, Majalengka, Ciranji, Mangkang dan sepanjang medan Kediri Utara serta Jawa Timur pada waktu Agresi Belanda I. Sedang di bidang sosial, TRM menyelengarakan dapur umum dan Palang Merah, aktivitas ini ditangani oleh anggota TRM-Putri (PRIP) dibawah pimpinan Widayati.
Karena kegigihan, keuletan dan keberaniannya di medan pertempuran, maka para perwira Markas Besar Tentara (MBT) memasukkan laskar TRM ke dalam Divisi ketentaraan resmi. Maka pada tanggal 15 Maret 1945 berubah nama menjadi Batalyon XXII Istimewa di bawah Resimen II Divisi IX dengan pimpinan Batalyon I dengan pimpinan Jenderal Mayor RP. Sudarsono. Namun pada tanggal 10 Juli 1946, Batalyon XXII tersebut dirubah lagi menjadi Mobile Batalyon I dengan komandannya tetap Soetardjo. Adapun alasannya adalah agar ruang lingkup dan aktivitas operasionalnya lebih luas.
Setelah periode Mangkang, pasukan Mobile Batalyon I banyak yang meninggalkan kesatuannya, sehingga pasukan Bung Tardjo tersebut tinggal satu kompi. Meskipun demikian sisa pasukan Bung Tardjo ini tetap meneruskan perjuangannya di bawah koordinasi Divisi III/Diponegoro. Pada tahun 1948 aktivitas TRM telah berakhir, berkaitan dengan rekontruksi dan rasionalisasi ketentaraan di Indonesia, maka Mobile Batalyon I kemudian ada yang meneruskan kariernya dalam militer dengan menjadi tentara, ada yang kembali ke masyarakat dengan menjadi wiraswasta dan sebagian lagi melanjutkan ke bangku sekolah.

ABSTRACT
Not long after the proclamation of the Indonesia Independent on August seventeen one thousand nine hundred forty five (17-8-1945), various developments, originating from the allied forces. Said developments were caused by the arrival of the allied forces which in the beginning only at the objective to maintain security, to'-disarm the Japanese and at the same time to return them to their country. Nevertheless it turns out that the arrival of the allied forces was accompanied by Dutch people (NIKA) who were armed so that the Indonesian people feel distracting that impact the aarival of the allied forces had the intention to replant Dutch authority in Indonesia. This trough that the allied forces did no longer care for the sovereignty of the Indonesian Nation. As the result various development occurred or large ware fare in Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung to fight against the allied forces.
Thus in Yogyakarta at the time also happened events against the Japanese. The young people with high spirit and whole of courage succeeded to open the seal of the printing house of the daily Sinar Matahari. Further young people under the leadership of Sumardi succeeded to take over the Japanese radio Hosokyoku. The situation became very hot after the young people together with the general public and the mobile brigade succeeded to put-down the Japanese flag Hinomaru at Gedung Agung and substituted with the red and white flag. The top development was the great masses could control the Japanese headquotres in Kota Baru on October 7,1945.
At the time when uncontrollable situation and condition were everywhere, appeared Sri Sultan Hamengku Buwono IX to protect this people by issuing a couple announcements. His purpose was to accommodate the young people who were being in great courage, on the other side the government is no longer able to guarantee individual safety. Thus struggle organization were established with various names and the spirit of revolution.
One of the struggle organizations that appeared in Yogyakarta is BPRI--Mataram which was no other organization than that which eventually became the seed of TRM. The activities of the semi military TRM was singly on the basis of an anti colonial attitude. In principle the presence of TRM at the Front was to help the regular units in defending the independence of Indonesia.
The presence of TRM was supported by various factors among others the appearing of other semi military groups, in relation to the issuing of placates on the-massage of Sri Sultan Hamengku Bowono IX, the obtaining of weapon from the Japanese, the issues of various support declarations by Sri Sultan Hamengku Buwono IX;the presence of the leader figure i.e Soetardjo as coordinator of semi military units at the Front line as well as at the back line.
Activities of TRM included the field of politics (defense) and social. In the field of politics, TRM, both when both still forming a group of semi military as well as after becoming a regular battalion was invariably active in various Front lines. Among others at Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Berung, Majalengka, Ciranji, Mangkan, and along the Front line Kedu Utara and East Java during the first Dutch agression. While in the social field TRM organized public kitchen and Red Cross, this activities was handled by lady members of TRM (PRIP) under leadership of Widayati.
Thanks to their courage, their perseverance, and courage on Front line, the officers of the Head quarters (MBT) included laskar TRM into the official army unit. Thus on March 15,1945 its name was changed to become battalion 22 istimewa under regiment II Divisi IX which as leader of battalion I with as. leading Batalyion I, with as commander Jendral Major RP.Sudarsono. Nevertheless on July 10,1946, said Batalyion XXII was changed to become mobile battalion I with as commander always Soetardjo. The reason was in order that the scope and its cooperation avtivities would become proader.
After the period of Mangkang, the mobile Batalyion I unit were many leaving their unit, so that the units of Bung Tardjo remained only one company. Nevertheless this remaining unit of Bung Tardjo continued its struggle under coordination of divisi III/Diponegoro. In ninety forty eight activities of TRM have ended, in relation to reconstruction and rationalization in the army in Indonesia, thus mobile batalyion I eventually there were those to continue their career in the military by becoming regular soldiers, part of them returned to the public community by becoming self employed people and part continued their study.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjen, Tjang Feng
Yogyakarta: Intan Asia, 2002
951.042 TJE t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ad’jdam Riyange Zulfachmi Sugeng
"

Hak memilih dikatakan sebagai ciri atau sifat utama dari demokrasi. Hak memilih penting untuk memilih wakil yang melakukan pembuatan, perubahan, dan penghapusan suatu peraturan perundang-undangan. Tanpa hak memilih maka tidak terdapat suatu bentuk pengalihan kekuasaan atau legitimasi dari rakyat secara masif dan menyeluruh kepada negara dan pemerintahan. Mahkamah Konstitusi mengeluarkan pertimbangan Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003 dan kemudian ditegaskan lagi melalui Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009, bahwa hak memilih merupakan hak konstitusional. Tetapi pada prakteknya, terdapat pembatasan oleh hukum atas Hak Konstitusional berupa hak memilih tersebut, yaitu pembatasan hak memilih kepada anggota aktif dari Tentara Nasional Indonesia dalam pemilihan umum. Walau pembatasan hak memilih tersebut dapat terjadi dengan melihat ketentuan hukum yang berlaku, keberadaan pengaturan untuk membatasi hak memilih ini perlu dilakukan kajian lebih jauh. Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan cara menarik asas hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis, sistematika hukum, taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan baik secara vertikal ataupun horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Pengaturan hak memilih bagi anggota Tentara Nasional Indonesia adalah tidak diberikan hak memilih dengan dasar menjaga netralitas dari para anggota Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara. Sementara terdapat beberapa bentuk pengaturan hak memilih bagi anggota angkatan bersenjata, yaitu dengan memberikan hak memilih secara penuh, memberikan hak memilih secara sebagian, dan tidak memberikan hak memilih, serta melakukan pengaturan melalui dua cara, yaitu dicantumkan pada produk hukum konstitusi atau hanya dicantumkan pada produk hukum bukan konstitusi, yaitu undang-undang.

 


The right to vote is the main characteristic of democracy. The right to vote is important to elect representatives who make, amend, and repeal a law. Without the right to vote, there is no form of transfer of power or legitimacy from people to the state and government massively and comprehensively. The Constitutional Court issued Judgement 011-017/PUU-I/2003 and was later reaffirmed through Judgement 102/PUU-VII/2009, said the right to vote was constitutional right. But in practice, there are restrictions on that right, that is limitation of the right to vote on active members of Indonesian National Armed Forces in general elections. Although the limitation of that right can occur by observing the provisions on the law, the existence of arrangements requires further study. Type of legal research is normative juridical by appealing to written and unwritten legal principles, systematic of law, the degree of synchronization of legislation both vertically and horizontally, comparison of law and legal history. The right to vote for members of Indonesian National Armed Forces is not given on the basis of maintaining the neutrality of the members of Indonesian National Armed Forces as state instrument. While there are several forms of regulation of the right to vote for members of the armed forces, namely by giving full right to vote, giving the right to vote partially, and not giving the right to vote, and making arrangements through two ways, namely listed on constitutional law or listed on law that is not constitutional, like statute.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Wijaya
"Indonesia termasuk negara yang menyumbang personil TNI sebagai pasukan pemeliharaan perdamaian PBB yang dikenal dengan sebutan the blue helmet. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis kualitas tahapan rekrutmen dan seleksi personil Tentara Nasional Indonesia yang bertugas untuk Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Menggunakan pendekatan post positivism dengan metode penelitian mixed method, hasil analisis menunjukkan perlunya upaya peningkatan kualitas tahapan rekrutmen dan seleksi personil TNI yang terdiri dari identifikasi kebutuhan, pencarian kandidat, penyaringan kandidat potensial, dan wawancara seleksi. Untuk meningkatkan kualitas dari proses tahapan rekrutmen dan seleksi, perlunya perhatian khusus pada sejumlah faktor kunci keberhasilan baik dilihat dari perspektif pemberi kerja maupun perspektif kandidat.

Indonesia is a country that contributes TNI personnel as a UN peacekeeping force known as the blue helmet. This study aims to analyze the quality of the stages of recruitment and selection of Indonesian National Army personnel assigned to the Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Using a post positivism approach with a mixed method research method, the results of the analysis show the need to improve the quality of the recruitment and selection stages of TNI personnel, which consists of identifying needs, searching for candidates, screening potential candidates, and selecting interviews. To improve the quality of the recruitment and selection process, it is necessary to pay special attention to a number of key success factors, both from the perspective of the employer and the perspective of the candidate."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gladys Berlyana
"Kehadiran CSCAP dan ARF telah menjadi titik awal munculnya berbagai inisiatif kerja sama keamanan multilateral di Asia-Pasifik pasca Perang Dingin. Pada tataran empiris, kehadiran inisiatif ini turut diikuti dengan perkembangan pembahasannya dalam literatur. Oleh karenanya, tulisan ini bertujuan untuk meninjau perkembangan literatur mengenai inisiatif kerja sama keamanan multilateral di Asia-Pasifik pasca Perang Dingin dengan menganalisis 47 literatur terakreditasi internasional yang membahas topik ini. Berdasarkan pada metode taksonomi, literatur tersebut dibagi ke dalam enam kategori, yaitu: (1) inisiatif dan karakteristik kerja sama keamanan multilateral di Asia-Pasifik pasca Perang Dingin, (2) motif kehadiran aktor non-Asia Tenggara dalam inisiatif (3) persepsi aktor non-Asia Tenggara terhadap kepemimpinan ASEAN dalam mayoritas inisiatif keamanan di AsiaPasifik, (4) motif keterlibatan negara-negara Asia Tenggara dalam inisiatif, (5) persepsi negara-negara Asia Tenggara terhadap inisiatif, dan (6) pandangan akademisi terhadap inisiatif tersebut. Tinjauan pustaka ini berupaya untuk menyingkap konsensus, perdebatan, kesenjangan literatur, dan menunjukkan sejumlah tren, seperti persebaran tema, persebaran asal penulis, serta persebaran perspektif atas topik ini. Tinjauan pustaka ini mengidentifikasi bahwa inisiatif dan karakteristik kerja sama keamanan multilateral di Asia-Pasifik pasca Perang Dingin merupakan tema paling dominan dalam pengkajian topik ini, sementara Realisme merupakan perspektif yang paling dominan digunakan dalam literatur. Tinjauan pustaka ini turut merekomendasikan sejumlah agenda untuk penulisan lanjutan.

The presence of CSCAP and ARF has become the starting point for the formation of postCold War multilateral security cooperation initiatives in Asia-Pacific. At the empirical level, the presence of the initiatives were followed by its development in literatures. Therefore, this paper aims to review this topic by analyzing 47 internationally accredited literatures. Based on taxonomy method, the literatures will be divided into six theme-based categories which consist of: (1) initiatives and characteristics of security cooperation in Asia-Pacific, (2) motives behind the presence of non-Southeast Asian actors, (3) perceptions of non-Southeast Asian actors towards ASEAN leadership in the majority of initiatives, (4) motives behind the involvement of Southeast Asian countries, and (5) their perceptions towards the initiatives, (6) academic views on the initiatives. This literature review seeks to unveil the consensus, debates, and gaps of this topic. Besides, it also seeks to show some trends in the writing of this topic such as the distribution of its themes, authors' origin, and the paradigmatic trend. This literature review identifies that initiatives and characteristics of Post-Cold War Multilateral Security Cooperation in Asia-Pacific is the most dominant theme in the literatures, while Realism is the most dominant perspective used by the literatures. It then recommends some proposed further researches

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Agnis Fithria
"Tulisan ini menganalisis mengapa Sudan Selatan melanggar aturan dalam perjanjian R- ARCSS periode 2018-2022 terkait perekrutan dan penggunaan tentara anak dalam institusi militer pemerintah. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teori non-compliance tuntuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi penyebab pelanggaran Sudan Selatan tidak memenuhi aturan dalam perjanjian R-ARCSS terkait perekrutan dan penggunaan tentara anak dalam institusi militer pemerintah. terdapat tiga variabel yang akan menjawab pertanyaan mengapa Sudan Selatan melanggar, pertama ketidakpatuhan sebagai preferensi (non-compliance as preference), kedua ketidakpatuhan karena kurangnya kapasitas (non-compliance due to incapacity), dan ketidakpatuhan karena kelengahan (non-compliance due to inadvertance). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa alasan-alasan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Sudan Selatan antara lain, tentara anak yang digaji lebih murah dan biaya perawatan murah; adanya peluang perekrutan sukarela; akibat pandemi COVID-19; Persebaran Persenjataan yang Meluas; menumpuknya jumlah pengungsi internal anak; tentara anak sebagai pengganti pasukan militer pemerintah yang telah gugur; sebagai antisipasi perpecahan dan munculnya kelompok bersenjata pemberontak yang baru; kurangnya pendanaan terhadap program demiliterasasi tentara anak dan lemahnya penegakkan hukum di Sudan Selatan.

This study aims why South Sudan violated the rules in the R-ARCSS agreement periode 2018-2022 period regarding the promotion and use of child soldiers in government military institutions. This thesis uses qualitative research methods by applying inductive analysis which is a process of drawing general conclusions by collecting data in the form of facts from specific events. The analytical knife in this paper uses non-compliance theory to analyze the factors that cause South Sudan's violations not to comply with the rules in the R-ARCSS agreement regarding the warning and use of child soldiers in government military institutions. There are three variables that will answer the question why South Sudan is disturbed, firstly non-compliance as a preference, secondly non-compliance due incapacity and non-compliance due to inadvertance. The results of this research show that the reasons related to violations committed by the South Sudanese government include, among other things, child soldiers who are paid less and have cheap treatment costs; the existence of volunteer opportunities; due to the COVID-19 pandemic; Widespread Distribution of Weapons; the increasing number of internally displaced children; child soldiers as replacements for fallen government military troops; in anticipation of division and the emergence of new rebel armed groups; lack of funding for the child soldier demilitarization program and weak law enforcement in South Sudan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S25357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhasim
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>