Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42141 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Santoso
"Bakteri Acetobacter.xylinum merupakan bakteri Gram negatif yang mampu menghasilkan senyawa selulosa. Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut memiliki derajat kemurnian yang tinggi dan layak untuk dikembangkan sebagai sumber alternatif penyediaan selulosa bagi berbagai bidang industri yang membutuhkannya.
Selulosa bakteri diperoleh dengan cara memfermentasikan substrat cair yang mengandung gula dengan menggunakan bakteri A. xylinum. Di negara asalnya, Filipina, fermentasi tersebut menggunakan limbah cair air kelapa dan dikenal sebagai produk nata de coco. Produk inipun dikenal di Indonesia dengan nama dagang sari kelapa.
Selain dikenal sebagai produk makanan seperti tersebut di atas, nata yang sebenarnya merupakan bacterial cellulose telah dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Pemanfaatan selulosa bakteri tersebut antara lain dalam bidang industri pembuatan kertas, membran akustik, obat-obatan, kosmetik dan produk makanan (Steinkraus 1983; Sudirjo 1985; Sanchez & Yoshida 1998).
Di Indonesia, produk makanan sari kelapa sudah cukup dikenal, terutama di kota-kota besar. Pembuatan produk tersebut, sebagian besar dilakukan secara industri skala rumah tangga, walaupun beberapa pabrik skala besar juga memproduksi sari kelapa. Pada umumnya, para pembuat sari kelapa kurang atau tidak melakukan proses produksi secara steril. Kendala yang muncul adalah, sering kualitas produk yang dihasilkan menurun atau bahkan kegagalan pada produksi. Hal tersebut dikarenakan tingginya tingkat kontaminasi dari bibit yang digunakan. Oleh karenanya, isolasi dan pemurnian bakteri A. xylinum yang digunakan dalam industri lokal tersebut merupakan hal yang utama.
Pemanfaatan bakterial selulosa bagi berbagai bidang industri membutuhkan kualitas produk yang stabil. Salah satu kendala yang juga akan dihadapi dalam pemanfaatan limbah bagi substrat fermentasi adalah kualitas substrat yang dapat sangat bervariasi. Untuk itu, dalam penelitian ini digunakan media fermentasi buatan yang komposisi dapat diatur dengan pasti."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Auliya Husni
"Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan serat rayon terikat silang
yang memiliki ketahanan terhadap kondisi asam dan basa dengan gugus
fungsional Akrilamida (AAm) dan Glisidil Metakrilat-Asam Iminodiasetat
(GMA-IDA). Percobaan ini menggunakan teknik ozonasi dalam udara untuk menghasilkan gugus peroksida dan hidroperoksida yang dapat menginisiasi reaksi kopolimerisasi cangkok. Serat rayon terozonasi dicangkok dengan agen pengikat silang N,N?-Metilendiakrilamida (NBA) dalam media gas N2 dengan berbagai variasi laju alir ozon, lama ozonasi, konsentrasi monomer, dan suhu reaksi untuk mengetahui kondisi optimal pencangkokkan NBA pada serat selulosa. Serat yang telah terikat silang melalui pencangkokkan NBA kemudian diuji ketahanannya dalam asam dan basa. Ozonasi selanjutnya pada serat yang telah terikat silang digunakan untuk mencangkokkan monomer. Pada pencangkokkan monomer AAm, didapatkan bahwa lama ozonasi pada pencangkokkan NBA untuk menghasilkan serat terikat silang,
berpengaruh pada kadar pencangkokkan AAm. Makin lama ozonasi untuk NBA, maka kadar pencangkokkan AAm menjadi berkurang. Pada
pencangkokkan GMA, didapatkan bahwa konsentrasi optimum GMA yang bisa tercangkok pada serat terikat silang adalah sebesar 30% GMA dengan suhu 60°C. Selanjutnya GMA yang sudah tercangkok pada serat terikat silang direaksikan dengan IDA menghasilkan R-co-NBA-g-(GMA-IDA). Spektrum FT-IR menunjukkan telah tercangkoknya monomer-monomer pada serat melalui pengamatan gugus fungsi yang ada.
"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S30492
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Habibi
"Pregelatinisasi pati singkong (PPS) mempunyai kemampuan mengembang yang baik akan tetapi daya ikatnya rendah,sehingga menyebabkan tablet menjadi rapuh, khususnya pada tablet cepat hancur. Untuk mengatasi kekurangan tersebut diantaranya adalah melalui modifikasi PPS dengan metode koproses. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat koprosesdari (PPS) dengan hidroksi propil metil selulosa(HPMC) yang selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur.
Pada penelitian ini eksipien koproses dibuat dengan menggabungkan suspensi PPS dalam air dengan suspensi HPMC dalam air pada perbandingan 6:1, selanjutnya dikeringkan dengan drum dryer. Terhadap eksipien yang dihasilkan dilakukan evaluasi, selanjutnya digunakan dalam formulasi tablet cepat hancur. Proses pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah. Tablet cepat hancur dibuat 4 formula (formula ABCD), tablet yang dihasilkan dievaluasi sifat fisiknya yang meliputi kekerasan, keregasan, waktu pembasahan, waktu hancur sesuai dengan persyaratantablet cepat hancur yang baik.
Hasil evaluasi tablet yang dihasilkan menunjukkan hanya formula D yang dapat hancur sesuai dengan ketentuan Farmakope Eropa yaitu kurang dari 3 menit (88,16 ±10,61 detik), serta memiliki karakteristik sebagai berikut; kekerasan 1,73 kp ± 0,32, keregasan 0,69 ± 003,waktu pembasahan 142,66 ± 8,02 detik. Dapat disimpulkan bahwa hanya formula D memenuhi persyaratan tablet cepat hancur,baik sifat fisik maupun waktu hancur tablet.

Pragelatinized cassava starch (PCS) has a good ability to swelled but low binding capacity in tablet formulation, that causing the tablet to become brittle, especially in fast disintegrating tablets. To overcome the lack of them is through the modification of the PCS with the coprocess method. The purpose of this research was to create coprocess excipient from PCS with hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC), then it was used in fast disintegrating tablets formulations by wet granulation method.
In this study an excipient coprocess was made by combining of PPS suspension in water with of HPMC suspension in water at a ratio of 6: 1, then dried with drum dryer. The excipient product was characterized of physical properties. After that, it used in fast disintegrating tablets formulations. The process of making the tablets was by wet granulation method in 4 formula (ABCD formula). The fast disintegrating tablets product was evaluated physical properties which include hardness, friability, wetting time, disintegrating time, in accordance with the requirements of a good fast disintegrating tablets.
The results of the evaluation of the resulting tablets indicate only formula D that can be disintegrated in accordance with the European Pharmacopoeia, which is less than 3 minutes (88,16 ± 10,61second), beside that another properties were; hardness 1.73 ± 0.32 kp, friability ± 0.69 003, wetting time 142,66 ± 8.02 seconds. The conclusion is formula D eligible as fast disintegrating tablets, not only physical properties but also disintegrating time.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melanie Hapsari
"Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan salah satu tanaman yang dianggap sebagai gulma yang dapat merusak ekosistem. Untuk mengurangi efek negatif dan meningkatkan nilai tambah dari eceng gondok, tanaman ini digunakan sebagai salah satu sumber alternatif dalam pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Proses pembuatan CMC meliputi beberapa tahapan yang dilakukan secara berurutan, yaitu alkalisasi, karboksimetilasi, netralisasi, purifikasi dan pengeringan. Dua tahap pertama dilakukan dengan mereaksikan serat selulosa eceng gondok yang telah diisolasi sebelumnya dengan NaOH dan ClCH2COOH dalam suatu media reaksi.
Pada penelitian ini digunakan campuran pelarut isobutil-isopropil alkohol. Kemudian, proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan asam asetat, purifikasi dengan ethanol 96%, dan pengeringan dilakukan dengan memanaskan dalam oven pada suhu 60°C. Variasi variabel yang dilakukan pada penelitian ini, diantaranya konsentrasi NaOH sebesar 5%, 10%, 20%, 30% dan 35%, serta perbandingan komposisi media reaksi isobutil-isopropil alkohol sebesar 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, dan 80 ml:20 ml.
Suhu reaksi karboksimetilasi yang ditetapkan ialah sebesar 55°C. CMC yang dihasilkan dikarakterisasi dengan pengukuran nilai Derajat Subtitusi (DS), kemurnian serta analisis gugus fungsional dengan menggunakan FTIR. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan CMC dengan nilai DS tertinggi sebesar 2,33 ada pada kondisi komposisi campuran isobutil-isopropil alkohol 20 ml:80 ml dan konsentrasi NaOH 10% serta rendemen 138,37%, dan kemurnian 94,02%.

Water hyacinth (Eichhornia crassipes) is a plant that is considered as a weed that can damage ecosystems. In order to reduce the negative effects and to increase the added value of water hyacinth, this plant is used as one of the alternative sources in producing carboxymethyl cellulose (CMC) as it has fairly high cellulose content. CMC producing process includes several stages that are performed sequentially, i.e. alkalization, carboxymethylation, neutralization, purification and drying. The first two stages performed by reacting cellulose fibers that has been previously isolated by NaOH and sodium monochloroacetate (ClCH2COONa) in a solvent medium.
This research uses a mixture of isobutyl-isopropyl alcohol as solvent. Then, the neutralization process is done by using acetic acid, purified with 96% ethanol, and drying stage is done by heating in an oven at a temperature of 60°C. Variations variables in this research, including NaOH concentration of 5%, 10%, 20%, 30% and 35%, and the ratio of composition-isobutyl isopropyl alcohol solvent at 20 ml:80 ml, 50 ml:50 ml, and 80 ml:20 ml.
Carboxymethylation reaction temperature is set at 55°C. CMC produced are characterized by measuring the value of (Degree of Substituion) DS, purity and functional group analysis using FTIR. Based on the results, the CMC with the highest DS value of 2.33 is at the condition of mixed composition isobutylisopropyl alcohol 20 ml: 80 ml and the concentration of NaOH 10%, yield of 138.37%, and purity of 94,02%.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wuryanti
"Salah satu penerapan selulosa adalah untuk isolator kalor. Sudah banyak orang melakukan penelitian selulosa untuk isolator, karena merupakan issu populer penghematan energi dengan biaya penanganannya cukup murah. Untuk itu, peneliti membuat selulosa dari alang-alang jenis imperata cylindrica dengan proses ekstraksi. Hasil ekstraksi berupa serat selulosa. Serat selulosa dibuat lembaran dengan menambahkan Na-CMC (Sodium Carboksil Metyl Cellulose) sebesar 3,5%. Pembuatan lembaran dengan cara, serat diblender selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit kemudian masing-masing dimasukkan kedalam oven pada suhu 40oC selama 36 jam. Selanjutnya, pembuatan komposit menggunakan cold-press. Pengujian dilakukan terhadap tujuh parameter yakni massa jenis, kapasitas panas, konduktivitas panas, morphologi, TGA, FTIR dan sifat-sifat mekanik yang diuji menggunakan piknometer, DSC Jade Perkin Elmer, Joulemetter, SEM, TGA Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR Alpha Bruker, dan UTM Model UCT-5T. Hasil pengujian diperoleh massa jenis minimal 109 kg/m3 dan maksimal 455,5 kg/m3; kapasitas panas minimal 0,304 kJ/kg K dan maksimal 0.945 kJ/kg K; konduktivitas panas minimal 0,074 W/m K dan maksimal 0,153 W/m K; morfologi diperoleh hasil material yang hampir homogen; ketahanan panas minimal 195oC dan maksimal 246oC, hasil dari spektrofotometer terjadi ikatan; kekuatan tarik rata-rata minimal 9,1 MPa dan maksimal 14,2 Mpa; kekuatan tarik spesifik minimal 0,002 MPa/(kg/m3) dan maksimal 0,013 MPa/(kg/m3).

One application of cellulose is for isolator of heat. Many researche on cellulose for isolator have been conducted due to a popular issue of energy saving with its fairly cheap treatment cost. Cellulose is produced from imperata cylindrica reed by an extraction process. The results of extraction were in a form of cellulose fibers. The cellulose fibers were made to form of sheets by adding 3.5 % Na-CMC (Sodium Carboxyl Methyl Cellulose). The sheets are produced by blending fibers for 30, 45, and 60 minutes and then put it into the oven with temperature of 40oC for 36 hours. Tests were conducted for seven parameters, namely, density, heat capacity, thermal conductivity, morphology, TGA, FTIR and Mechanical properties were evaluated by picnometer, DSC, Joulemetter, SEM, TGA from Linseis STA Patinum Series 1600, FTIR from Alpha Bruker, UCT-5T Model UTM. The test showed : minimal and maximal of densities were 109 kg/m3 and 455.5 kg/m3, respectively; minimal and maximal of heat capacity were 0,304 kJ/kg K and 0.945 kJ/kg K; minimal and maximal of thermal conductivity were 0,074 W/m K and 0,153 W/m K; morphology produce material nearly homogeneous, minimal and maximal of degradation temperature were 195oC and 246oC; result from spectrophotometer was occur a bond; minimal and maximal tensile strength were 9.1 MPa dan 14.2 MPa, respectively; and minimal and maximal specific tensile strength were 0.002 MPa/(kg/m3) and 0.013 MPa/(kg/m3).
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
D1866
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Kusmayati
"ABSTRAK
Propelan merupakan isian pendorong peluru yang berbahan baku antara
lain nitroselulosa. Pemenuhan kebutuhan propelan di Indonesia saat ini masih
dipenuhi dari pengadaan luar negeri. Dilain pihak sumberdaya alam belum
diberdayakan semaksimal mungkin untuk membuat nitroselulosa. Penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi potensi selulosa rami (Boehmeria nivea) menjadi
nitroselulosa serta mencari kondisi kristalinitas selulosa rami yang optimal agar
substitusi gugus -OH oleh ion nitronium maksimal.
Untuk memperoleh Nitroselulosa rami, dilaksanakan proses esterifikasi
selulosa dengan campuran asam nitrat dan asam sulfat dengan formula H2SO4 :
HNO3 : H2O = 67,75 % : 23,13 % : 9,12 % dengan waktu nitrasi yang optimal
selama 4 jam. Proses nitrasi sempurna, apabila semua gugus -OH dari selulosa
bereaksi sempurna dengan asam nitrat, maka akan dicapai derajat esterifikasi
maksimal dengan kandungan nitrogen 14,5 %. Kandungan nitrogen nitroselulosa
rami yang diperoleh dari hasil penelitian antara 11,94 - 13,31, besaran ini belum
sepenuhnya memenuhi spesifikasi sebagai bahan baku propelan. Kristalinitas
selulosa dari pulp rami merupakan salah satu parameter yang dapat dioptimalkan
untuk maksimalisasi kandungan nitrogen nitroselulosa rami.
Peningkatan fraksi amorf akan meningkatkan aksesibilitas ion nitronium
untuk mensubstitusi gugus -OH bebas selama proses nitrasi. Perlakuan
ballmilling terhadap selulosa dari pulp rami dilakukan untuk memutus ikatan
hidrogen dan membuka struktur kristal alfa selulosa rami dan meningkatkan fraksi
amorf, sehingga ikatan β-1,4 glukosidik memiliki kemampuan siap untuk
disubstitusi oleh ion nitronium. Ballmilling dengan waktu 4 (empat) hari
merupakan waktu yg optimal untuk mengkondisikan optimalisasi proses nitrasi.
Melalui pengukuran SEM, serat rami menjadi lebih pendek dengan permukaan
yang lebih terbuka dan bundel fibril terurai menjadi serat individu. Dengan
ballmilling dapat menurunkan derajat kristalinitas selulosa rami dari 58,1 %
menjadi 50,0 % dan meningkatkan kandungan nitrogen dari 13,31 % menjadi
13,59 % dengan panas pembakaran 2340 kkal/kg, sehingga nitroselulosa rami dapat digunakan sebagai bahan baku propela

ABSTRACT
Nitrocellulose is a main component of the propellant on the system of
munition. In the recent time, the fulfilling of the propellant need is still provided
by the foreign manufactur. On the other hand domestic natural resources has never
been maximally empowered on nitrocellulose production. This study is aim to
explore the potential of rami cellulose optimally and search for the best condition
of the cristalinity of rami cellulose in order to provide the suitable substitution of
free hydroksil group by the nytronium ion.
In order to have a nitrocellulose, the cellulose esterification was conducted
by mixture acids of nitric acid and sulfat acid with the formula of H2SO4 : HNO3 :
H2O = 67,75 % : 23,13 % : 9,12 % for 4 hours. The nitration process will be done
completely, if the free hydroksil group substituted totally by nytronium ion, and
the esterification degree done completely with nytrogen content 14,5 %. In this
study, the nytrogen content of rami nitrocellulose in the range of 11,94 - 13,31.
This figure is not yet meet the specification for the propellant material. The
crystalinity of rami cellulose is one of the main parameters which could be
optimize in order to enhance the nitrogen content of rami Nytrocellulose.
The improvement of amorf fraction will enhance the accessibility of free
hydroksil group to be substituted by nytronium ion in the nitration process.
Ballmilling method which imply on rami cellulose was done to cut the hydrogen
bonding and opened the criystal structure of rami cellulose. Ballmilling enhanced
the amorf fraction, widening the interplanar and decreasing the degree of
crystalinity. 4 days ballmillling is the optimal condition. By SEM, rami fiber
shortened and opened the surface and loosened the bundle of fiber to be the
individual fiber. Ballmilling could decrease the crystalinity degree from 58,1 % to
55 % and enhancing the nytrogent content from 13,31 to 13,59 % and resulted the
combustion energy 2340 kkal/kg. In this condition, nitrocellulose rami could be
used as a propellant material."
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
D2359
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Nabilah
"Hidrogel superabsorben telah berhasil disintesis dengan karboksimetil selulosa (CMC) sebagai kerangka utama, akrilamida (AAm) sebagai monomer, N,N’- metilena-bis-akrilamida (MBA) sebagai pengikat silang, dan amonium persulfat (APS) sebagai inisiator. Karakterisasi dilakukan dengan spektroskopi FTIR untuk analisis gugus fungsi dan SEM untuk melihat morfologi permukaan hidrogel. Spektrum IR memperlihatkan adanya serapan baru dan kuat pada bilangan gelombang sekitar 1660 cm-1 karena adanya vibrasi regangan dari gugus karbonil pada amida. Hasil foto SEM memperlihatkan perbedaan CMC sebelum tercangkok yang berupa fibril-fibril terpisah menjadi menyatu setelah dilakukan pencangkokan terhadap poliakrilamida.
Kapasitas pengembangan hidrogel terbesar didapat sebesar 27,62 g/g pada konsentrasi AAm sebesar 30%, MBA 1,5%, APS 1% (%w/v), dan CMC 0,7 g dengan suhu reaksi 80ºC. Modifikasi menjadi hidrogel berpori dengan penambahan CaCO3 dapat meningkatkan kapasitas pengembangan sebesar 98,27 g/g. Hidrolisis pada sebagian gugus amida pada hidrogel dapat meningkatkan kapasitas pengembangan hingga 204,72 g/g. Hidrogel hasil hidrolisis memiliki kinetika penyerapan urea mengikuti model kinetika orde satu, sedangkan kinetika pelepasannya mengikuti model kinetika orde nol dan Higuchi yang berarti laju pelepasannya tidak dipengaruhi konsentrasi urea dalam hidrogel.

The superabsorbent hydrogel based on carboxymethyl cellulose (CMC) grafted polyacrylamide (PAM) was successfully synthesized with N,N’-methylene-bis- acrylamide (MBA) as a crosslinker and ammonium persulfate (APS) as an initiator. The hydrogel was characterized using FTIR spectroscopy and SEM. FTIR spectrum showed new and strong peak on 1660 cm-1 because of stretching vibration from carbonyl group (-C=O) of amide. Pictures of SEM characterization showed that CMC before grafting was seen as separated fibryl while CMC grafted polyacrylamide was seen as united fibryl.
The highest swelling capacity of superabsorbent hydrogel in water was 27,26 g/ g at 80°C with 30% AAm, 1,5% MBA, 1%APS (w/v), and 0,7g/10mL CMC. Synthesis of porous hydrogel with adding 3g of CaCO3 was increasing swelling capacity to 98,27 g/g. Furthermore, swelling capacity of hydrogel after partial hydrolisis reaction was increased to 204,72 g/g. Swelling kinetics of hydrolized-hydrogel in urea solution showed a first order kinetics and releasing kinetic of urea in water showed zero order kinetic and Higuchi model which means the concentration of urea in hydrogel didn’t effect releasing rate.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia L. Radiman
"Dalam penelitian ini telah dibuat membran selulosa asetat dengan teknik inversi fasa yang menggunakan 10 % (b/b) selulosa asetat, 10 % (b/b) formamida dan 80 % (b/b) aseton. Larutan cetak dikoagulasi dalam air atau 2-propanol pada berbagai temperatur antara 5 dan 25 oC. Membran yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menentukan fluks air dan rejeksi terhadap larutan dekstran dengan berbagai massa molekul, sedangkan morfologi membran diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa membran yang dikoagulasi oleh 2-propanol lebih rapat dibandingkan dengan membran yang dikoagulasi dalam air, sehingga rejeksi terhadap dekstran meningkat dan fluks air menurun. Koagulasi pada temperatur yang lebih rendah menurunkan kecepatan difusi antara pelarut dan non-pelarut yang mengakibatkan terbentuknya struktur membran yang lebih rapat.

Effects of type and temperature of coagulant on the morphology and characteristics of cellulose acetate membranes. Cellulose acetate membranes have been made in this work by phase inversion method using 10 wt. % of cellulose acetate, 10 wt. % of formamide and 80 wt. % of acetone. The dope was coagulated in water or 2-propanol at varied temperature ranging between 5 and 25 oC. The characteristics of the obtained membranes were measured by their water flux and rejection towards dextrans with varied molecular mass, while membrane morphology was observed by Scanning Electron Microscope (SEM).
The results showed that membranes coagulated in 2-propanol was denser than the ones coagulated in water resulting in higher rejection of dextrans and lower water permeability. Coagulation in lower temperatures decreased the diffusion rate between solvent and non-solvent and the membrane structure was less porous."
Lengkap +
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Bandoro Siswayudha
"ABSTRAK
Pemanfaatan bentonit di Indonesia sebagai nanofiller masih belum optimal. Sintesis nanokomposit selulosa asetat (SA)/selulosa asetat butirat (SAB) dengan penguat organoclay bertujuan untuk mendapatkan plastik yang mudah terurai dengan sifat mekanik dan sifat fisis dari masing-masing komposit. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu preparasi bentonit, purifikasi karbonat, sintesis Na-Bentonit, sintesis organoclay-ODTMABr (OCT-C18) dan sintesis nanokomposit SA serta SA/SAB OCT-C18. Pengaruh terinterkalasi terlihat dari pergeseran puncak (001) difaktogram dengan kenaikan nilai basal spacing dari Na-Bentonit ke OCT yaitu 15,19 Å ke 21,69 Å. Kuat tarik tertinggi terjadi pada membran SA/5wt%SAB yaitu 24,34 MPa. Setelah dilakukan dekomposisi UV selama 24 jam, SA/1wt%OCT-C18 dan SA/5wt%SAB/ 7wt% OCT-C18 terdegradasi dengan kuat tarik masing-masing 22,03 MPa dan 9,87 MPa.

ABSTRACT
The utilization of bentonite as nanofiller in Indonesia is not optimum. Nanocomposite synthesis of cellulose acetate (CA) / cellulose acetate butyrate (CAB) with organoclay aims to get biodegradable plastics with mechanical and physical properties of each composite. This research was carried out in several stages, namely bentonite preparation, carbonate purification, Na-Bentonite synthesis, synthesis of organoclay-ODTMABr (OCT-C18), the synthesis of CA as well as CA / CAB OCT-C18 nanocomposites. Diffractogram showed that peak (001) shifted related to the increase of basal spacing from Na-Bentonite to the OCT is 15.19 Å to 21.69 Å. The highest tensile strength from the membrane CA/5wt%CAB which was 24,34 MPa. After 24 hours UV exposure, the CA/1wt%OCT-C18 and CA/5wt%CAB 7wt% OCT-C18 were degraded with each tensile strength of 22,03 MPa and 9,87 Mpa respectively.
"
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2014
S57833
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>