Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14542 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lucky Hartati Moehario
"ABSTRAK
Salmonella typhi (S typhi) adalah kuman penyebab demam tifoid. Penyakit ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Angka kesakitan pertahun mencapai 157/100.000 populasi pada daerah semi rural dan 810/100.000 populasi di daerah urban di Indonesia, dan dilaporkan adanya kecenderungan untuk meningkat setiap tahun.
Dari studi epidemiologi molekuler ditemukan divesitas genetik yang bermakna diantara strain-strain S. typhi. Strain S. typhi yang menyebabkan demam tifoid di Indonesia diduga memiliki keunikan dibandingkan dengan strain-strain yang ditemukan di negara-negara Asia Tenggara Hal ini dihubungkan dengan manifestasi klinis demam tifoid di Indonesia yang pada umumnya lebih berat, seperti antara lain terjadinya komplikasi hepatitis tifoid, pankreatitis tifoid, dan gangguan neuropsikiatrik. Penelitian ini adalah studi awal epiderniologi molekuler menggunakan Pulsed-Field Gel Electrophoresis (PFGE) atau elektroforesis medan listrik berpulsasi, suatu metode typing yang mempunyai kemampuan diskriminasi yang tinggi, untuk melihat diversitas genetik isolat lokal S. typhi dan menilai spesifisitas tipe PFGE tertentu isolat S. typhi dengan gejala klinik demam tifoid yang ditimbulkannya.
Penelitian ini dimulai dengan melakukan persiapan bahan-bahan yang diperlukan, baik pemesanan, pembuatan regensia dan koleksi isolat S. typhi beserta data klinis pasien. Optimasi teknik isolasi DNA genom, digesti menggunakan ensim restriksi dan teknik elektroforasis medan listrik berpulsasi.
Pada saat ini telah diperoleh hasil PFGE dari 25 isolat S. typhi yang di digesti dengan ensim restriksi XbaI. Hasil analisis menggunakan NTSYS-pc versi 1.80 menunjukan hubungan kekerabatan diantara 25 isolat S. typhi yang relatif tinggi, namun demikian, tampaknya tidak ditemukan korelasi antara tipe PFGE tertentu isolat S. typhi dengan manifestasi klinik pasien, dalam hal ini perubahan biokimiawi fungsi hati. Penelitian ini masih berjalan, digesti DNA genom S. typhi dengan ensim restriksi kedua yaitu AvrII sedang dalam proses pelaksanaan. Diharapkan hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk konfirmasi hasil analisis saat ini. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Oktania Sandra Puspita
"Demam tifoid adalah penyakit infeksi umum akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit yang tersebar hampir di seluruh dunia ini merupakan penyakit tropik sistemik, bersifat endemis dan masih merupakan problem kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Uji Widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Uji serologi Widal memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah serta sering memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu. Oleh karena itu dilakukan deteksi molekuler real time PCR terhadap gen penyandi secretion system ATPase type III ssaN Salmonella enterica subsp.enterica dari spesimen darah pasien demam tifoid.
Uji spesifisitas teknik real time PCR didapatkan bahwa primer dan probe yang digunakan tidak bereaksi silang terhadap mikroorganisme lain yang diuji pada penelitian ini. Pada uji sensitivitas teknik didapatkan kemampuan deteksi minimal adalah 10 cfu/ml pada spesimen darah. Pada penerapan uji terhadap spesimen darah, didapatkan real time PCR dapat mendeteksi 19 38 sampel positif Salmonella enterica subsp.enterica dari 50 spesimen darah pasien yang diduga terinfeksi demam tifoid. Sebelas sampel dengan serologi Widal negatif memberikan hasil positif pada real time PCR. Dengan demikian, uji real time PCR terhadap target gen ssaN yang digunakan dalam penelitian ini dapat meningkatkan tingkat pengujian positif sebesar 22 dibandingkan uji Widal.

Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi. Diseases spread almost all over the world is a tropical disease systemic, endemic and remains a public health problem in the world, especially in developing countries, including Indonesia. In areas where typhoid fever occur, the clinical diagnosis of typhoid fever is inadequate, because the symptoms are not specific and overlapping with other febrile illnesses. Diagnosis of typhoid fever is often enforced only based on clinical symptoms and serological tests alone. Widal test is a serological test which is still widely used, particularly in developing countries, including Indonesia. Widal serological test has a very low sensitivity and specificity and often give false positives or false negatives result. Therefore, were performed detection of gene encoding secretion system ATPase type III ssaN in Salmonella enterica subsp.enterica from blood specimen of typhoid fever patients.
Specificity test of real time PCR technique showed that the primers and probes used are not cross react against other microorganisms tested in this study. On the sensitivity test techniques obtained minimal detection is at least 10 cfu ml of blood specimen. On the application of test in blood clinical specimens, real time PCR could detect 19 38 Salmonella enterica subsp.enterica positive samples of 50 blood specimen from suspected typhoid fever patients. Eleven samples with negative Widal serology gives positive results in real time PCR. Thus, real time PCR test with the ssaN gene target used in this study could increase rate of positive testing about 22 compared with Widal test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunung Iswatun Chasanah
"Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat endemik tinggi terhadap demam tifoid, maka diperlukan vaksin tifoid yang paling aman, efektif dan efisien. Vaksin dari protein rekombinan lebih potensial dibandingkan dengan vaksin konvensional. Tujuan dari penelitian adalah untuk melakukan uji standar mutu protein rekombinan native Fim-C Salmonella typhi meliputi, uji stabilitas fisik, kimia dan uji aktivitas serta uji keamanan protein pada hewan uji Mus musculus DDY. Analisis stabilitas fisik protein rekombinan native FIM-C S. typhi stabil pada semua parameter pengukuran tanpa mengalami perubahan yang berarti. Uji stabilitas warna menunjukan bahwa variasi suhu penyimpanan memiliki pengaruh dibandingkan lama penyimpanan p < 0,05. Uji stabilitas kimia menunjukkan protein rekombinan native Fim-C S. typhi mengalami degradasi terkecil pada suhu 4°C sebesar 6,7. Analisis Western Immunobloting bahwa protein rekombinan masih aktif setelah penyimpanan ditunjukkan dengan adanya interaksi antara protein dan antibodi primer anti Fim-C S. typhi. Hasil penelitian untuk uji keamanan menunjukkan bahwa parameter berat badan, hematologi, biokimia, setelah uji statistik menggunakan annova tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol P>0.05. Uji organ secara makroskopis berdasarkan berat organ hati, ginjal dan limpa dan morfologinya tidak ada kelainan, maka protein rekombinan native Fim-C S. typhi aman sebagai kandidat vaksin tipus.

Indonesia is a country with high endemic level of typhoid fever, for curative purposes needed the typhoid vaccine that most safety, effective and efficien. Vaccine produced from protein recombinant is more potential compare to the convensional one. Stability analysis of the recombinant protein was kept in room temperature 25-28°C, refrigerator 4°C and freezer 20°C, the parameter was monitored on the stability of the homogenicity, color, odor, pH for 10 days incubations showed that the recombinant native protein was stabil under assays condition without any changes as a native protein. Western Immunobloting also confirmed that the protein recombinant as a candidate vaccine indicated the interaction protein and primer antibody anti Fim C S. typhi. The results of safety test revealed that the parameters body weight, hematology, biochemistry, after statistical tests using Annova was not significantly different between the treatment group and control group P 0.05. Abnormality organs test based on the weight and morphology of organs liver, kidneys and spleen was normal. So that the native recombinant protein Fim C S. typhi is safe as typhoid vaccine candidate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Studi penentuan genotip (pulsotip) terhadap isolat-isolat Salmonella typhi (S. typhi) telah dilakukan menggunakan elektroforesis medan listrik berpulsasi (PFGE = Pulse-Field Gel Electrophoresis). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari diversitas genetik dan hubungan antara karakter genetik dengan manifestasi kliniknya. Sebanyak 66 isolat S. typhi yang berasal dari kasus demam tifoid yang dirawat di rumah sakit telah dianalisis. Empat isolat ditemukan identik dan hasil konstruksi dendogram menunjukkan terdapatnya 33 pulsotip dimana 13 di antaranya dapat dipisahkan dalam 30 subtip. Keragaman genetik di antara mereka relatif tinggi yang ditunjukkan dengan koefisien Dice 0,486-1,000. Pada derajat similaritas 65%, analisis sidik gerombol menunjukkan adanya 2 sidik gerombol utama, sehingga timbul dugaan bahwa S. typhi yang beredar bukan berasal dari klon tunggal. Pada derajat similaritas 90%, dari 9 sidik gerombol yang beranggotakan > 3 isolat, didapatkan manifestasi klinik yang sangat bervariasi dari ringan sampai berat tersebar diantara 9 sidik gerombol tersebut. Walaupun data rekam medis yang didapat kurang lengkap, 2 dari 4 pasien demam tifoid dengan S. typhi yang berasal dari sidik gerombol 1 memperlihatkan kenaikan total bilirubin yang tidak ditemukan pada 19 pasien yang berasal dari 8 sidik gerombol yang lain. Dengan adanya temuan ini, diduga adanya kemungkinan suatu trofisme pada system hepatobilier dari kuman S. typhi pulsotip I1dan I2 yang berasal dari sidik gerombol 1. (Med J Indones 2003; 12: 13-20)

A study of genotyping (pulsotyping) of Salmonella typhi (S. typhi) isolates using pulse-field gel electrophoresis (PFGE) methods was performed to examine their genetic diversity, and relationship between genetic characteristics and clinical outcomes. Sixty-six S. typhi isolates obtained from sporadic hospitalized typhoid fever cases were used in this study. Four isolates were found identical and the dendogram constructed showed 33 pulsotypes in which 13 of them can be divided into 30 subtypes. Diversity among them were high as shown by the Dice coefficients that ranged from 0.486 to 1.000. Cluster analysis showed 2 main clusters with 65% degree of similarity, suggested that they were not originated from one clone. Further, at 90% degree of similarity, 9 clusters containing at least 3 isolates were determined to explore any possible existence of relationship between genetic profile and particular clinical outcomes. Clinical manifestations ranged from mild to severe were in fact distributed diversely among these clusters. Although the clinical data obtained were incomplete, 2 out of 4 patients infected by the S. typhi belonged to cluster 1 showed an elevation of total bilirubin, whereas it was not found in 19 other patients distributed in other 8 clusters. Even though specific clinical manifestations were apparently not found to relate with particular clusters of genotypes, S. typhi isolates grouped in cluster 1 seemed to show trophism to hepatobiliary system. (Med J Indones 2003; 12: 13-20)"
Medical Journal of Indonesia, 12 (1) January March 2003: 13-20, 2003
MJIN-12-1-JanMar2003-13
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Dwi Suhandri
"Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia. Salah satu penyakit menular adalah demam tifoid akibat infeksi Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pengobatan demam tifoid menggunakan siprofloksasin sebagai lini pertama. Sudah banyak antibiotik yang mengalami resistensi seperti, kloramfenikol, ampisilin, dan amoksisilin. Ekstrak Delonix regia sudah diketahui memiliki efek antibakteri terhadap Salmonella typhi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan ekstrak kulit batang Delonix regia. Ekstraksinya menggunakan pelarut etanol. Peneliti membuat empat konsentrasi yang berbeda yaitu 8 mg/mL, 16 mg/mL, 32 mg/mL, dan 64 mg/mL. Kemudian setiap konsentrasi dilakukan uji in vitro dengan metode difusi cakram dengan seftriakson sebagai kontrol positif dan akuades sebagai kontrol negatif. Zona hambat yang terbentuk kemudian diukur menggunkan jangka sorong.
Hasil penelitian ini menujukan ke empat dosis ekstrak kulit batang Delonix regia tidak terdapat zona hambat terhadap bakteri Salmonella typhi, sedangkan seftriakson mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan mean diameter zona hambat sebesar 30,6 mm 1,2 mm. Faktor yang mungkin dapat memengaruhi ialah, metode penelitian yang dipilih yaitu difusi cakram, konsentrasi ekstrak, dan etanol sebagai pelarut ekstrak. Selain itu kemungkinan lain adalah pada proses mengekstrak Delonix regia dan pemilihan tumbuhan Delonix regia.

Infectious disease remains a serious health problem in Indonesia. One infectious disease is typhoid fever due to infection with Salmonella typhi or Salmonella paratyphi. First-line of treatment typhoid fever is ciprofloxacin. Already a lot of antibiotic resistant inflicted, such as chloramphenicol, ampicillin and amoxicillin. Delonix regia extract has been known to have antibacterial effects against Salmonella typhi.
This study was experimental research study using bark extract Delonix regia conducted phytochemical screening test. Delonix regia bark extract with ethanol solvent. Four concentrations has been made: 8 mg / mL, 16 mg / mL, 32 mg / mL, and 64 mg / mL. Then, each concentration extract was tested in vitro by disc diffusion method and compared to ceftriaxone as a positive control and distilled water as a negative control. Inhibition zone measured using the calliper.
The results showed a fourth dose of the extract of the bark of Delonix regia there is no zoned of inhibition against the bacteria Salmonella typhi, while ceftriaxone as a positive control to inhibit the growth of bacteria with an mean diameter of 30.6 mm 1.2 mm inhibition zone. Factors that might affect is the research method chosen as a disc diffusion, the concentration of the extract, and ethanol as a solvent extract. Additionally another possibility is the process of extracting Delonix regia and selected plant Delonix regia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatnita Parama Tjita
"Ruang lingkup dan Cara Penelitian : Adanya penyebaran, perpindahan galur S. typhi terutama galur S. typhi yang resisten terhadap satu atau beberapa antibiotika lini pertama dan plastisitas genom S. typhi, maka ingin diketahui bagaimana keragaman genetik S. typhi di Indonesia. Untuk itu dilakukan analisis genom S. typhi resisten antibiotika lini pertama menggunakan teknik PFGE. S.typhi resisten diperoleh melalui uji sensitivitas menggunakan metode difusi cakram Kirby Bauer. PFGE merupakan salah satu metode karakterisasi genotipe yang mempunyai kemampuan diskriminasi yang tinggi untuk memisahkan galur dalam satu spesies bakteri. Tahapan PFGE yang dilakukan adalah preparasi plug DNA, pemotongan DNA dengan enzim restriksi secara in situ, elektroforesis dan visualisasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program NTSYS (Numerical Taxonomy System) versi 1,6.
Hasil dan Kesimpulan : Dari 100 isolat S. typhi, ditemukan 16(16%) isolat yang resisten terhadap antibiotika lini pertama. Monoresisten yaitu terhadap ampisilin sebanyak 1(1%) isolat, terhadap kloramfenikol sebanyak 1(1%) isolat dan terhadap tetrasiklin sebanyak 8(8%) isolat. Multiresisten terhadap ampisilin-tetrasiklin sebanyak 2 (2%) isolat, terhadap kloramfenikol-tetrasiklin sebanyak 1(1%) isolat, terhadap ampisilin-kloramfenikol-tetrasiklin sebanyak 2(2%) isolat dan terhadap kloramfenikol-trimetoprim sulfametoksazol-tetrasiklin sebanyak 1(1%) isolat. Dari 16 isolat S. typhi resisten tersebut ditemukan 13 pola PFGE yang berbeda dan diversitas genom yang besar antar isolat ditunjukkan dengan nilai F yaitu antara 0,080-1,000. Kelompok tetrasiklin resisten memiliki nilai F 0,085-1,000, kelompok kloramfenikol resisten memiliki nilai F 0,238-1,000 dan kelompok ampisilin resisten memiliki nilai F 0,128-0,873."
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Objective: There are many factors that govern growth and resistant of Salmonella typhi. A study had reported that the use of sodium benzoate caused antibiotic resistant. However, no study has directly evaluated the effect of sodium benzoate exposure on S. typhi sensitivity to chloramphenicol. The aim of this study was to evaluate the resistance or sensitivity of S. typhi to chloramphenicol after sodium benzoate exposure. Methods: The study was conducted in seven groups: three treatment groups (sodium benzoate insensitive S. typhi+8 μg/mL, 16 μg/mL, and 32 μg/mL of chloramphenicol), three positive control groups (sodium benzoate sensitive S. typhi+8 μg/mL, 16 μg/mL, and 32 μg/mL of chloramphenicol), and one negative control groups (sodium benzoate sensitive S. typhi+0 μg/mL of chloramphenicol). The effect of sodium benzoate exposure to S. typhi sensitivity to chloramphenicol was measured after 24 hours. Spearman test was used to analyzed this association. Results: In this study, we found that the average S. typhi growth in the treatment groups (A, B, C) was 445 CFU/mL, 385 CFU/mL, and 171 CFU/mL, respectively. While in the positive control group (D, E, F) was not obtained any S. typhi growth. Average S. typhi growth in the negative control group was 430 CFU/mL. We found that sodium benzoate exposure inhibited S. typhi growth and affected S. typhi sensitivity to chloramphenicol (p<0.05). In addition, we found that 32 μg/mL chloramphenicol had the highest mean difference value, so this showed that the dose 32 μg/mL of chloramphenicol had the best effectiveness of various treatment groups (p<0.05). Conclusions: Sodium benzoate exposure can inhibit S. typhi growth and cause S. typhi resistant to chloramphenicol.;"
Faculty of Medicine University of Syiah Kuala, 2016
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahdi Dewin Marzaini
"Salmonella typhi merupakan etiologi dari demam tifoid dan Shigella flexneri merupakan etiologi dari shigellosis. Kedua bakteri ini menginfeksi manusia melalui jalur fekal-oral dan menginvasi sistem gastrointestinal. Penyebab tersering dari terjadinya infeksi ini adalah konsumsi makanan yang tidak higienis. Infeksi bakteri ini umumnya terjadi di negara berkembang. Bakteri ini sudah mengalami peningkatan resistensi antibiotik, karena itu penemuan antibiotik baru sangat diperlukan. Salah satu substansi yang berpotensi sebagai antibiotik baru adalah senyawa X. Dalam penelitian ini, senyawa X diujikan kepada kedua bakteri tersebut dengan menggunakan metode disk diffusion testing. Bakteri dibagi menjadi 9 kelompok sesuai dengan jenis intervensinya, yaitu akuades, alkohol 98% sebagai kontrol, dan 7 jenis senyawa X berkonsentrasi 2 - 128 mg/l. Masing-masing kelompok berjumlah 3 sampel.
Hasil penelitian berupa diameter hambatan pertumbuhan bakteri tersebut. Uji Post-Hoc pada Salmonella typhi menunjukkan bahwa senyawa X mampu menghambat pertumbuhan (p = 0,000 - 0,002) namun tidak terdapat perbedaan antara intervensi senyawa X dengan berbagai konsentrasinya (p = 0,191 - 0,982). Uji Kruskal-Wallis pada Shigella flexneri antara seluruh jenis intervensi menunjukkan bahwa senyawa X tidak mampu menghambat pertumbuhan dan tidak terdapat perbedaan antara intervensi senyawa X yang berlainan konsentrasi (p = 0,185).

Salmonella typhi and Shigella flexneri are the etiology of typhoid fever and shigellosis respectively. Both infect humans via the fecal-oral route, invade the gastrointestinal system, and are common in developing countries. Antibiotic resistance of these bacteria has been increased. One substance that is potential as a new antibiotic is substance X. In this study, substance X is tested on both bacteria using the disk diffusion testing. Bacteria are divided into 9 groups according to the type of intervention, namely distilled water, 98% alcohol as a control, and 7 types substance X (2-128 mg/l). Each group consists of 3 samples.
The results are the diameters of bacterial growth inhibition. Post-Hoc test on Salmonella typhi shows that substance X is able to inhibit growth (p = 0.000 to 0.002) but there were no differences between the interventions of substance X with various concentrations (p = 0.191 to 0.982). Kruskal-Wallis test in Shigella flexneri between all types of interventions shows that substance X is not able to inhibit the growth and there are no differences between the intervention of substance X with various concentrations (p = 0.185).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ucca Ratulangi Widitha
"

Latar Belakang: Peningkatan jumlah bakteri Salmonella Typhi dengan resistensi terhadap antibiotik lini pertama menjadi beban ganda bagi negara berkembang di Asia termasuk Indonesia sehingga diperlukan antibiotik alternatif untuk menghadapinya. Daun Carica papaya memiliki komponen-komponen antibiotik sehingga berpotensi menjadi antibiotik alternatif.

Metode: Pada penelitian ini dilakukan uji eksperimental dengan ekstraksi daun C.papaya dengan pengenceran menjadi 4 konsentrasi; 100 mg/ml, 75 mg/ml, 50 mg/ml, dan 25 mg/ml. Tiap konsentrasi diuji aktivitas antibakteri terhadap Salmonella Typhi dengan metode difusi cakram dan uji konfirmasi dengan metode broth dilution. Diameter zona inhibisi pertumbuhan bakteri dengan metode difusi cakram diukur kemudian dianalisis

Hasil: Hasil dari penelitian difusi cakram tidak membuktikan adanya aktivitas antibiotik dari ekstrak daun C.papaya terhadap Salmonella Typhi sementara uji konfirmasi dengan metode broth dilution membuktikan adanya aktivitas antibakteri oleh keempat konsentrasi ekstrak terhadap Salmonella Typhi.

Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun C.papaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella Typhi


Background: Increasing incidence of resistant Salmonella Typhi strain towards first-line antibiotics has become a high burden in Asia’s developing countries including Indonesia impacting the need of an alternate antibiotic. Carica papaya leaves extract contain antibiotic components making it a potential alternative antibiotic.

Methods: This experimental research uses extraction of the C.papaya leaves with dilution into 4 concentrations; 100 mg/ml, 75 mg/ml, 50 mg/ml, and 25 mg/ml. Each concentration undergo antimicrobial susceptibility testing towards Salmonella Typhi with disc diffusion method and confirmatory test with broth dilution method. Diameter of inhibition zone of Salmonella Typhi bacterial growth in disc diffusion method will be measured and analyzed.

Results: Results show that the disc diffusion method was not able to prove the antibacterial activity of C.papaya leaves extract against Salmonella Typhi while the confirmatory test with broth dilution method has successfully proven antibacterial activity of the four extract concentrations towards Salmonella Typhi.

Conclusion: This research concluded that Carica papaya leaves extract has antibacterial activity towards Salmonella Typhi.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarso Brotosoetarno
"ABSTRAK
Demam tifoid dan paratifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman golongan Salmonella. Penyakit ini disebut pula demam enterik, tifus, dan paratifus abdomen. Paratifoid biasanya lebih ringan perjalanannya dan menunjukkan gambaran klinis yang sama seperti tifoid atau menyebabkan enteritis akut. Kedua jenis penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting, terutama di negara-negara yang sedang berkembang baik ditinjau dart segi epidemiologi, segi diagnosis laboratoriumnya serta kelengkapan dart laboratorium kliniknya. Hal ini berhubungan erat pula dengan keadaan sanitasi dan kebiasaan higiene yang kurang memuaskan.
Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis dan ditopang oleh diagnosis laboratorium. Pemeriksaan jumlah leukosit pada penderita demam tifoid kurang dapat menyokong diagnosis kliniknya. Walaupun menurut literatur pada demam tifoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif, tetapi kenyataannya leukopenia tidak sering dijumpai. Pada sebagian besar kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada darah tepi masih dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit kurang dapat menyokong diagnosis klinis demam tifoid.
Sejak ditemukannya uji serologi Widal lebih kurang 80 tahun yang lalu, uji ini mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dan masih luas dipergunakan di negara-negara yang sedang berkembang. Uji serologi ini didasarkan atas pemeriksaan adanya antibody dalam serum penderita akibat infeksi oleh kuman Salmonella. Tetapi akhir-akhir ini kegunaan uji serologi Widal masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji Widal, antara lain : keadaan gizi penderita, nengobatan dengan antibiotika, pernah mendapat vaksinasi Typhus Paratyphus A-Paratyphus B ( TAB ) atau infeksi sebelumnya, saat pengambilan darah, dan sebagainya.
Dalam upaya untuk meningkatken perawatan penderita tersangka demam tifoid diperlukan suatu hasil pemeriksaan laboratorium sedini mungkin, untuk menyokong penegakkan diagno sis klinisnya. Adapun jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat lebih menyokong diagnosis klinis demam tifoid adalah menemukan kuman Salmonella dengan cara mengisolasikannya dari darah, urin, tinja atau cairan badan lainnya. Frekuensi dapat ditemukannya kuman dari darah, urin, tinja ataupun cairan badan lainnya berhubungan dengan patogenesis penyakit. Pada permulaan penyakit lebih mudah ditemukan kuman dalam darah, baru pada stadium selanjutnya dalam tinja, kemudian dalam urin?
"
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>