Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82561 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rawina Winita
"Pf 155/RESA adalah salah satu antigen yang dikembangkan untuk suatu vaksin terhadap stadium aseksual dalam darah. Zat anti yang dibentuk oleh antigen pf 155 ini dapat menimbulkan kekebalan protektif terhadap Plasmodium falciparum dan zat anti ini dapat dideteksi dengan suatu tehnik yang disebut Cell-ELISA. Pada penelitian ini tehnik Cell-ELISA digunakan untuk mengukur adanya zat anti terhadap Pf 155/RESA pada 282 serum penduduk daerah hipoendemi malaria di Wonosobo Jawa tengah. Hasil yang didapat menunjukan 34 serum {12%) memberikan hasil Cell-ELISA positif.
Dengan tes kemaknaan diketahui terdapat perbedaan yang bermakna (p > 0,002) antara kelompok pengandung parasit dengan kelompok tanpa parasit dalam hal pembentukan zat anti Pf 155/RESA, demikian juga diketahui terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok umur <15 tahun dengan kelompok umur >15 tahun dalam hal pembentukan zat anti pf 155 serta terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal pembentukan zat anti pf 155 antara kelompok aplenomegali positif dengan kelompok tanpa aplenomegali. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Cell-ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi adanya zat anti pf 155/RESA dan diketahui zat anti yang dibentuk ini berhubungan dengan parameter kekebalan klinik (umur, ukuran limpa dan parasitemia)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP 1993 27
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Sutanto
"Angka parasit dan angka limpa yang biasanya digunakan untuk menentukan keadaan penyakit malaria di suatu daerah mempunyai beberapa kendala. terutama bila diaplikasi di daerah hiper atau holoendemi dimana faktor kekebalan turut memegang peranan penting. Karena itu diparlukan cara lain untuk menutupi kekurangan tsb, misalnya dengan melakukan pemeriksaan seroepidemiologi. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan seroepidemiologi. 616 serum penduduk berbagai daerah endemi (meso-hiper-holo) diberbagai desa, kecamatan Mimika Timur, Fak-Fak, Irian Jaya, dengan menggunakan antigen stadium skizon P.falciparum yang dikultur secara in vitro sesuai dengan metode Trager & Jansen.
Hasilnya menunjukkan 84.1% (5187616) penduduk yang diperiksa mengandung zat anti skizon P.falciparum. Hubungan antara zat anti ini dengan malariometri: yaitu parasitemia menunjukkan bahwa titer positif rata-rata pada kelompok tampa parasitemia lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan parasitemia (Mann-WhitneY, P=0.0419), sebaliknya titer positif rata-rata pada kelompok dengan splenomegali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa splenomegali (Mann--Whitney, P=0.0126). Sadangkan berdasarkan tingkat endemisitas, ditemukan perbedaan bermakna baik angka seropositi.f maupun titer positif rata-rata antara desa meso dengan hiperendemik (chi-square, p=0.00000 ; Kruskal-Wallis, p=0.0000) dan antara: meso dengan holoendemik (chi-square, p=0.0000 ; Kruskal--Wallie, p=0.0000)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Kemoprofilaksis masal telah dilakukan selama 2 tahun berturut-turut (1985-1986) di desa Berakit, Riau Kepulauan. Lima tahun kemudian dilakukan pemeriksaan malariometri dan zat anti skizon-merozoit P.falciparum dengan ELISA pada penduduk desa tersebut dibandingkan dengan penduduk di sekitarnya yang tidak diberi kemoprofilaksis. Hasil pemeriksaan serologi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada angka seropositif penduduk yang diberi kemoprofilaksis dibandingkan dengan penduduk tidak diberi kemoprofilaksis. "
MPARIN 7 (1-2) 1999
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Metode "QBC" (Quantitative Buffy Coat) malaria adalah suatu metode untuk mendeteksi adanya parasit malaria berdasarkan stratifikasi Plasmodium oleh gaya sentrifugal. Dasar sistim ini adalah pewarnaan DNA dan RNA parasit dengan zat warna jingga akridin (Acridine Orange) yang dengan cahaya ultraviolet (UV Light) inti parasit malaria tampak berfluoresensi hijau dengan sitoplasma berwarna merah.
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan diagnosis malaria dengan membandingkan metode baru "QBC" (Quantitative Buffy Coat) dengan metode konvensional (pulasan Giemsa) pada penduduk daerah endemi malaria di desa Berakit, Kecamatan Bintan Utara, Riau Kepulauan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas metode "QBC".
Dari 495 sampel darah yang diperiksa, sebanyak 430 (66,86%) sampel memberikan hasil: 104 {21,03%) sampel positif malaria dan 326 (65,86%) sampel negatif baik pada "QBC" maupun pada sediaan darah tebal, sedangkan sisanya 65 (13,13%) menunjukkan hasil yang tidak sama : 56 (11,31%) sampel positif pada "QBC" tetapi negatif pada sediaan darah tebal dan 9 (1,82%) sampel negatif pada "QBC" tetapi positif pada sediaan darah tebal. Angka sensitivitas pada metode "QBC" menunjukkan 92,03% dan angka spesifisitasnya 85,34%. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa metode "QBC" hasilnya cukup sensitif dan spesifik untuk diagnosis malaria."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hilman Fathurohman
"Plasmodium falciparum menggunakan protein EBA140 sebagai salah satu protein yang berperan pada proses invasi ke dalam sel darah merah. Polimorfisme domain F1 gen EBA-140 diketahui memengaruhi spesifisitas perlekatan protein EBA-140 pada reseptor di permukaan sel darah merah. Variasi tipe alel Gerbich pada gen GYPC yang merupakan reseptor bagi EBA-140 juga dapat memengaruhi kemampuan protein ligan EBA-140 dalam berikatan dengan reseptor GYPC di permukaan sel darah merah.
Penelitian mengenai keragaman sekuens asam amino domain F1 gen EBA-140 dan variasi alel Gerbich gen GYPC telah dilakukan terhadap 18 isolat klinis P. falciparum yang berasal dari kabupaten Bangka Barat (n = 5), kabupaten Bangka Tengah (n = 4), dan kabupaten Mimika (n = 9). Amplifikasi gen EBA-140 dari isolat parasit malaria dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Selanjutnya fragmen DNA parasit diperbanyak dengan metode kloning ke dalam sel bakteri Escherichia coli.
Analisis hasil sekuens asam amino domain F1 menunjukkan adanya 7 haplotipe gen EBA-140 dari ketiga daerah tersebut. Tiga haplotipe yaitu ISTK, DSTK, dan ISRE merupakan haplotipe baru yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Analisis variasi alel Gerbich pada gen GYPC menunjukkan tidak ada delesi ekson 3 pada gen GYPC pada ketiga daerah tersebut. Informasi mengenai keragaman haplotipe gen EBA-140 dan gen GYPC dapat dijadikan sebagai acuan dalam mendesain vaksin berbasis gen EBA-140 yang efektif memberantas P. falciparum di Indonesia.

Plasmodium falciparum utilizies the EBA140 as one of its proteins to invade the red cells. Polymorphisms at the domain F1 of EBA-140 gene have been known to affect the ligand recognition to its corresponding protein receptors glycophorin C (GYPC) or Gerbich antigen. Deletion on the GYPC gene, known as Gerbich blood-type, is known to prevent the parasite invasion using this pathway. Polymorphisms on the GYPC gene could alter the ability of EBA-140 ligand to bind to GYPC receptor on the surface of erythrocyte. Plasmodium falciparum clinical isolates from West Bangka (n = 5), Central Bangka (n = 4), and Mimika regencies (n = 9) were studied for their EBA-140 and GYPC gene polymorphisms. Parasite DNA was amplified using Polymerase Chain Reaction (PCR) and subsequently cloned into Escherichia coli.
Amino acid sequence analysis of the F1 domain showed that there were seven haplotypes of EBA-140 gene from all locations. Three haplotypes of EBA-140 (ISTK, DSTK, ISRE) detected in this study were new haplotypes that had not been reported previously. Analysis on the Gerbich allele detected no exon 3 deletion on the GYPC gene from all location. These findings provide useful information if the vaccine involving the EBA-140 component would be developed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leily Trianty
"Proses invasi Plasmodium falciparum ke dalam sel darah merah merupakan tahapan penting pada infeksi malaria. Proses ini sangat kompleks melibatkan interaksi antara protein ligan pada permukaan merozoit parasit dengan reseptor permukaan pada sel darah merah inang. Reseptor sel darah merah yang digunakan pada saat invasi parasit P. falciparum diidentifikasi berdasarkan sensitivitasnya terhadap enzim neuraminidase (N), tripsin (T) dan kimotripsin (K). Penelitian ini dilakukan pada 69 darah pasien yang terinfeksi P. falciparum yang dikultur secara ex vivo secara langsung di laboratorium di Timika. Sel darah donor yang digunakan untuk uji invasi sebelumnya diberi perlakuan dengan 50 mU/ml neuraminidase, 1 mg/ml tripsin, atau 1 mg/ml kimotripsin. Kami mengidentifikasi 8 pola invasi parasit malaria dengan tipe terbanyak yang ditemukan adalah tipe A yang resistan terhadap ketiga perlakuan enzim (NrTrKr; 28,99%) dan tipe B (NsTsKr; 21,74%). Selain itu dilakukan pula analisis untuk mengetahui ekspresi relatif protein kelompok Duffy Binding Ligand (DBL) dan Reticulocytes Homolog (Rh) yang berperan pada proses invasi dengan mendeteksi ekspresi protein tersebut dari RNA yang disintesis menjadi cDNA yang diisolasi pada stadium schizon dari masing-masing isolat klinis. Protein kelompok DBL yang dianalisis adalah EBA-140, 175, 181 sedangkan dari kelompok Rh adalah Rh-1, 2a, dan 2b. Hasil analisis kuantitatif dengan real time reverse transcription PCR menunjukkan bahwa protein EBA-140, Rh-1 dan EBA-175 merupakan tiga protein ligan P. falciparum yang paling umum ditemukan pada isolat klinis parasit malaria di Timika, Papua. Variasi genetik sel darah merah seperti Southeast Asian Ovalocytosis (SAO), Gerbich negatif, dan varian hemoglobin (HbE) tidak ditemukan pengaruhnya pada proses invasi pada penelitian ini. Informasi yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan untuk pengembangan vaksin malaria berbasis hambatan invasi parasit ke dalam sel darah merah.

Plasmodium falciparum invasion is a complex process involving several parasite ligands and their receptors expressed on the red blood cell surface. We reported various receptors used by the parasite ligands during their invasion based on their sensitivity to neuraminidase (N), trypsin (T) or chymotrypsin (C). Most field isolates in Timika invaded red blood cells through type A receptor that was resistant to all enzyme treatments (NrTrCr; 28,99%) and type B that was sensitive to neuraminidase and trypsin (NsTsCr; 21,74%). The expression of two invasion ligands; Plasmodium falciparum Duffy binding ligand (PfDBL) and P. falciparum reticulocyte homolog (PfRh) were quantified from the schizonts stage of each isolate. We employed quantitative real-time reverse-transcription polymerase chain reaction (QRT-RT-PCR) to detect the expression of PfDBL family including EBA-140, EBA-175 and EBL-181 and PfRh genes such as Rh-1, Rh-2a, Rh-2b. We demonstrated thatEBA-140, Rh-1 and EBA-175 werethe major invasion ligands expressed in P. falciparum of Timikan isolates. The presence of red cell polymorphisms including the Southeast Asian Ovalocytosis (SAO), Gerbich negativity, and variant hemoglobin (HbE) as detected by PCR was not found to affect parasite invasion. The present study strengthens the support to include malaria invasion proteins into the development of malaria vaccine platform."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Meizi Fachrizal Achmad
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian : Resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin diltubungkan dengan mutasi titik gen Pfcrt sehingga diduga menyebabkan meningkatnya efflux klorokuin dari vakuola makanan. Penelitian pada beberapa riegara secant in vivo memo rikan hasil yang berbeda pada daerah yang berbeda. Indonesia adalah salah satu negara endemik malaria dimana penggunaan klorokuin sejak lama telah memacu timbulnya resistensi dan saat ini bampir 50 % P. falcipaaum telah resisten terhadap klorokuin. Untuk menentukan apakah klorokuin masih dapat dipakai sebagai first line therapy, diperlukan analisa mutasi Plot yang berguna untuk memberikan masikan dalam kebijakan pengobatan di suatu daerah. Sampel penelitian ini adalah P. falciparurn yang didapat dari pasien yang datang berobat ke Puskesmas Kenarilang (Alor) kemudan diberi klorokuin 25 mglkgbb selama 3 hari dan dilakukan pengamatan selama 28 hari. Dan spot darah pasien, DNA P. falciparum diekstrak dengan menggunakan metode Meier dan selanjutnya dilakukan amplifikasi DNA dengan primer yang menyandi gen Pfcrt. Hasil amplifikasi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi untuk melihaQ. adanya mutasi.
Hasil dan Kesimpulan : Angka endemisitas malaria di Alor sebesar 65,9 % (1921292) dengan prevalensi malaria falsiparum sebesar 28,9 % (871292) sebagai infeksi tunggal dan 4,4 % (131292) sebagai infeksi campur. Sedangkan aagka kegagalan pengobatan sebesar 65 % (26140) dan diantaranya disebabkan oleh resistensi parasit terhadap klorokuin sebesar 56,3 % (18132). Mutasi pada kodon 76 Pfcrt memperlihatkan hubungan yang sangat bermakna dengan kegagalan pengobatan (p r 0,05). Selma penderits yang gagal dalam pengobatan (resisten) ternyata mengandung parasit yang mengalami mutasi pada gen Pfcrt sebesar 100 % (18/18). berdasarkan kriteria WHO, Alor dimasukkan ke dalam kategori "change period'.
Dengan demikian penggunaan klorokuin sebagai obat pilihan pertama pada pengobatan malaria falsiparum di Alor sudah selayakrtya dievaluasi kernbali. Walaupun belum ideal, namun penggunaan terapi kornbinasi artemisin dengan amodiakuin dapat dijadikan sebagai pilihan pertama pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sorontou, Yohanna
"Protein EBA-175 (Erythrocyte binding antigen-175) plasmodium falciparum merupakan ligan yang memperantarai perlekatan merozoit pada residu asam sialat glikoforin A pada eritrosit manusia dan oleh karena itu memegang peranan yang sangat penting pada invasi sel. Gen penyandi protein ini, eba-175 telah dibuktikan memiliki alel dimorfik, FCR (F) dan CAMP (C) yang dilaporkan berkaitan dengan manifestasi klinis malaria. Alel ini ditandai oleh adanya insersi nuleotida sebesar 423 pb pada alel F dan 342 pb pada alel C.
Suatu penelitian epidemiologi molekul yang bertujuan untuk menentukan frekuensi distribusi kedua alel tersebut serta kaitannya dengan manifestasi klinis malaria telah dilaksanakan pada isolat-isolat P. falciparum yang dikumpulkan dari pasien-pasien malaria asimptomatik dan simptomatik di Kabupaten Jayapura. Provinsi Papua melalui survei malariometrik dan pengumpulan sampel di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Analisis dengan teknik penggadaan DNA (Polymerase chain reaction) 110 isolat dari pasien asimptomatik dan 100 isolat dari pasien simptomatik menunjukkan bahwa alel C merupakan alel yang dominan pada kedua kelompok tersebut, dengan frekuensi distribusi pada malaria asimp-tomatik; alel C: 62.7%, alel C/F: 8%. Uji statistik dengan Chi-square menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara alel-alel tersebut di atas dengan manifestasi klinis malaria.
Pengobatan kasus malaria dengan obat antimalaria sulfadoksin-pirimetamin (SP) menunjukkan adanya perubahan yang bermakna pada distribusi kedua alel tersebut dan dimana alel C ditemukan berkaitan dengan kegagalan pengobatan SP. Hasil-hasil yang diperoleh berbeda secara bermakna dengan frekuensi distribusi alel gen eba-175 yang dilaporkan di beberapa negara endemis malaria dimana alel F merupakan alel dominan. Dominasi alel C di Papua kemungkinan sebagian dapat dikaitkan dengan resistensi relatif alel tersebut terhadap obat SP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D624
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Menemukan parasit malaria dalam darah tepi smapai saat ini masih merupakan cara diagnostik malaria yang paling diandalkan. Walaupun demikian, di daerah dengan endemisitas tinggi, hal ini merupakan suatu kendala, sebab di daerah tersebut biasanya parasit sulit ditemukan di dlaam darah, karena densitas parasitnya rendah. Keadaan ini disebabkan oleh adanya kekebalan yang meninggi pada penderita. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pemeriksaan parasit malaria dengan metode QBC (quantitative buffy coat) dan dengan metode konvensional (pulasan Giemsa) pada penduduk daerah mesoendemi di Kepulauan Riau. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa walaupun ada kelemahannya, metode QBC cukup sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis malaria, sehingga metode QBC dapat menggantikan metode konvensional. "
MPARIN 8 (1-2) 1995
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>