Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71403 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Myrna Laksman-Huntley
"Situasi kebahasaan bahasa Belanda dan bahasa Indonesia sangat berbeda. Perbedaan ini juga tampak pada sejarah kebangsaan masing-masing. Terlihat bahwa bangsa Indonesia yang sudah kaya akan kebudayaan juga mengenal kebudayaan lain yang sebagian kemudian diserap. Kenyataan ini dapat mempengaruhi komunikasi antar dua kelompok bahasa tersebut. Setiap bahasa memiliki sistem bunyi yang unik yang, biasanya tidak dimiliki oleh bahasa lain atau kalaupun ada, letak atau cara pengucapannya agak berbeda. Hal ini dapat menyebabkan seorang pembelajar bahasa menghadapi kesulilam mengucapkan bunyi-bunyi yang tidak ada dalam sistem bunyi bahasa ibunya dan sebagai akibat, si pembelajar akan mengucapkan bunyi-bunyi tersebut dengan bunyi-bunyi lain yang serupa dan dimiliki sistem bunyi bahasanya. Hal yang sama juga dapat terjadi dalam tataran prosodi.
Perbedaan realisasi sistem prosodi suatu bahasa tidak hanya dapat menimbulkan interferensi dalam proses pembelajaran, tetapi juga salah pengertian, Dengan mengucapkan kalimat-kalimat bahasa Indonesia dengan suatu pola intonasi Indonesia tertentu seorang penutur Indonesia akan disalahmengertikan oleh pendengar bahasa asing yang belum fasih berbahasa Indonesia karena sistem pola intonasi bahasa ibunya yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pola intonasi dua bahasa yang berbeda dapat menimbulkan persepsi yang berbeda terutama apabila timbul emosi pada diri si pembicara. Kenyataan ini mendorong saya untuk mempelajari perbedaan sistem prosodik antara bahasa Indonesia dan Belanda; parameter yang menandai sistem tekanan dan intonasi kedua bahasa; ketepatan persepsi emosi serta letak tekanan bahasa Indonesia oleh pcnutur bahasa Belanda serta parameter yang mempengaruhi persepsi tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitlatif: Untuk itu, korpus angket kuantitatif adalah korpus yang digunakan penelitian terdahulu (Laksman et.al, 1994).
Perlu dijelaskan kembali bahwa dalam penelitian tersebut dilakukan perekaman sebuah kata bahasa Indonesia yang diucapkan secara terisolasi dan dirangkai dalam kelompok nomina dalam empat macam emosi. Setelah diukur, hasil rekaman tersebut diperdengarkan kepada 80 orang penutur bahasa Belanda yang diminta menebak emosi yang terdengar dan kepada 10 orang ahli fonelik bahasa Belanda yang diminta menentukan letak tekanan.
Dengan tinjauan kepustakaan yang ternyata tidak seimbang peneliti tidak berhasil membuat sualu bandingan yang seimbang. Dengan demikian, peneliti tidak dapat memperoleh jawaban mengenai pengaruh sistem intonasi beremosi bahasa Belanda dalam persepsi bahasa Indonesia. Penelilian terjawab untuk pengaruh parameter yang menandai tekanan bahasa Belanda dalam persepsi letak tekanan serta parameter penanda tekanan kata bahasa Indonesia.
Secara menyeluruh dari emosi yang dipelajari hanya sedih dan marah yang didengar secara tepat oleh pendengar; sedangkan emosi kaget seringkali dirancukan dengan emosi senang atau sedih dan emosi senang dengan emosi kaget atau marah.
Kata Kasa dalam segala posisi didengar bertekanan pada suku kata penultima. Hal ini disebabkan oleh nilai frekuensi dasar tertinggi terletak pada suku kata tersebut dapat dinyalakan bahwa parameter inilah yang mempengaruhi persepsi penutur bahasa Belanda terhadap bahasa Indonesia. Dengan kata lain, penelitian ini ternyata mendukung penelitian Terken yang menyimpulkan bahwa tekanan lebih banyak diperankan oleh frekuensi dasar dalam bahasa Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jumanto
"Judul penelitian disertasi ini adalah Komunikasi Fatis di Kalangan Penutur Jati Bahasa Inggris. Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menjelaskan komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris, sementara tujuan khususnya adalah untuk menjelaskan fungsi dan bentuk komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris serta kaitan keduanya dengan faktor kuasa dan solidaritas di dalam diri petutur, faktor situasi, dan kesantunan berbahasa. Empat tipe petutur yang dilibatkan di dalam penelitian ini adalah superior akrab, superior tidak akrab, subordinat akrab, dan subordinat tidak akrab.
Penelitian disertasi ini bersifat kualitatif, empiris, dan sinkronis, yang bertujuan untuk mencari makna, yaitu untuk melihat komunikasi fatis dari sudut pandang penutur jati bahasa Inggris. Dan tiga ragam bahasa Inggris terbesar di dunia, yaitu bahasa Inggris ragam Amerika, bahasa Inggris ragam Britania, dan bahasa Inggris ragam Australia, diambil sembilan penutur jati yang dilibatkan sebagai informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan berdasarkan dialek yang berbeda untuk bahasa Inggris ragam Amerika dan bahasa Inggris ragam Britania, dan berdasarkan teritori yang berbeda untuk bahasa Inggris ragam Australia.
Penelitian disertasi ini menggunakan tiga metode penelitian kualitatif, yaitu wawancara, transkripsi, dan analisis tekstual (Silverman, 2000). Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) kepada informan dan teknik eksplorasi. Panduan wawancara atau kuesioner berbentuk formal dan semiterstruktur, yang berisi duabelas fungsi komunikasi fatis. Masing-masing fungsi di dalam kuesioner divariasikan dengan menggunakan prompts, yaitu pertanyaan pendek yang lebih spesifik dan mengarahkan yang digunakan untuk membangun keduabelas fungsi komunikasi fatis tersebut. Persiapan wawancara dilakukan sebelumnya, dan wawancara direkam. Sementara itu, materi dan data dari sumber-sumber tertulis lain basil eksplorasi nantinya dilibatkan di dalam proses triangulasi. Dengan demikian, validitas atau nilai sebenmmya dan reliabilitas atau otentisitas penelitian dapat dijaga.
Analisis tekstual di dalam penelitian disertasi ini dilakukan dengan teknik pengodean, yang terbagi menjadi tiga langkah yaitu pengodean terbuka, pengodean aksial, dan pengodean selektif (Strauss dan Corbin, 1990; Holloway, 1997). Pengodean terbuka digunakan untuk menganalisis basil wawancara dengan masing-masing informan secara terpisah, dan pengodean aksial untuk menyatukan ide-ide dari masing-masing informan untuk membangun kategori besar. Sementara itu, pengodean selektif digunakan untuk menemukan fenomena utama atau kategori inti penelitian, yang berfungsi memadukan dan menghasilkan alur cerita, yaitu duabelas fungsi komunikasi fatis. Setelah proses pengodean selesai, data dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi dengan perangkat pengujian asumsi kritis teoretis dan asumsi logis empiris. Literatur atau kepustakaan yang terkait digunakan sebagai konfinnasi atau refutasi. Semua elemen dari teori yang muncul dan ide-ide yang signifikan dari informan dipadukan di dalam sebuah sintesis. Sintesis tersebut berupa deskripsi yang rinci basil penelitian sehingga peneliti lain dapat memeroleh pengetahuan yang cukup untuk melakukan penilaian.
Hasil penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris digunakan untuk menyatakan duabelas fungsi, yaitu (1) untuk memecahkan kesenyapan, (2) untuk memulai percakapan, (3) untuk melakukan basa-basi, (4) untuk melakukan gosip, (5) untuk menjaga agar percakapan tetap berlangsung, (6) untuk mengungkapkan solidaritas, (7) untuk menciptakan harmoni, (8) untuk menciptakan perasaan nyaman, (9) untuk mengungkapkan empati, (10) untuk mengungkapkan persahabatan, (11) untuk mengungkapkan penghormatan, dan (12) untuk mengungkapkan kesantunan. Fungsi dan bentuk komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris dipengaruhi oleh faktor kuasa dan solidaritas yang ada pads petutur yang berbeda dan faktor situasi informal dan formal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris digunakan untuk mengungkapkan kesantunan (memertahankan jarak sosial), untuk mengungkapkan kesantunan dan persahabatan (memerpendek jarak sosial), dan untuk mengungkapkan persahabatan (menghilangkan jarak sosial) kepada petutur yang berbeda-beda dalam hal kuasa dan solidaritas. Komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris adalah kesantunan yang bersifat strategis volisional, yaitu merupakan pilihan aktif dari kemauan penutur dan merupakan sistem komunikasi terbuka yang dinamis dengan pertimbangan kepada petutur yang berbeda-beda dalam hal kuasa dan solidaritas.
Temuan penelitian disertasi ini juga menunjukkan bahwa komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris sesuai dengan teori komuni fatis dari Malinowski (1923), teori fungsi bahasa ekspresif dan apelatif dari Biihler (1918), teori fungsi bahasa fatis dari Jakobson (1960), dan teori fungsi bahasa interpersonal dari Halliday (1978), Komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris juga sejalan dengan teori Jendela Johari (Johari Window) dalam konteks komunikasi dua orang. Komunikasi fatis juga merupakan realitas sosiokultural di dalam masyarakat penutur jati bahasa Inggris yang relatif berbeda dari masyarakat bahasa lainnya dan merupakan bagian dari kompetensi komunikatif yang ada di dalam diri penutur jati bahasa Inggris. Komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris adalah sebuah wacana yang terdiri dari teks dan konteks. Teks komunikasi fatis tersebut adalah berbagai ungkapan yang digunakan penutur jati bahasa Inggris untuk memelihara hubungan sosial di kalangan mereka, sementara konteks komunikasi tersebut di antaranya adalah fungsi komunikatif yang berbeda, petutur yang berbeda dalam hal kuasa dan solidaritas, dan situasi yang berbeda. Teks komunikasi fatis di kalangan penutur jati bahasa Inggris diikat oleh konteks dari komunikasi fatis tersebut.

This dissertation research is entitled Phatic Communication among English Native Speakers. In general, this research is aimed at describing phatic communication among English native speakers, while, in particular, it is aimed at describing the functions and forms of phatic communication among English native speakers, and the relation of the functions and forms with the power and solidarity factor in the hearer, situation factor, and linguistic politeness. Four types of hearer are involved in this research, i.e. close superior, not close superior, close subordinate, and not close subordinate.
This dissertation research is qualitative, empirical, and synchronic in nature, the aim of which is to try to seek meaning, i.e. to see phatic communication from the viewpoint of English native speakers. From the three biggest varieties of English in the world, i.e. American English, British English, and Australian English, nine native speakers have been involved as the research informants. The selection of informants is based on the existing different dialects for American English and British English and on different territories for Australian English.
This dissertation research employs three qualitative methods, i.e. interview, transcription, and textual analysis (Silverman, 2000). The data collection for this research is done by an in-depth interview) to the informants and an exploration technique. The questionnaire or interview guide is of the formal and semi-structured type. Each function in the questionnaire is varied by using prompts, Le. shorter, more specific and directing questions to build the proposed twelve functions of phatic communication. The preparation for the interview is done before, and the interview is recorded. Meanwhile, other material and data from other written sources by the exploration technique are later involved in a triangulation process. Thus, the validity or the truth value and the reliability or the authenticity of the research can be maintained.
The textual analysis in this research is done through a coding technique, which is divided into three steps, i.e. open coding, axial coding, and selective coding (Strauss and Corbin, 1990; Holloway, 1997). The open coding is used to analyze the interview transcript of each informant separately, and the axial coding to combine the ideas from each informant to build bigger categories. Meanwhile, the selective coding is to find out the main phenomena or the core categories of the research. These core categories function to unite and create a story line, i.e. the proposed twelve functions of phatic communication. After the coding process, the data are analyzed by using the method of interpretation with the two testing devices, the theoretical, critical assumptions and the empirical, logical assumptions. Related literature is used to confirm or to refute. All emerging elements of the theories and significant ideas from the informants are combined into a synthesis. The synthesis is a thick description on the research findings so that other researchers are equipped with enough knowledge to give judgments.
The results of this dissertation research show that phatic communication among English native speakers is used for twelve functions, i.e. (1) to break the silence, (2) to start a conversation, (3) to make small talk, (4) to make gossip, (5) to keep talking, (6) to express solidarity, (7) to create harmony, (8) to create comfort, (9) to express empathy, (11) to express friendship, and (12) to express politeness. The functions and forms of phatic communication among English native speakers are influenced by the factor of power and solidarity in the four different types of hearer and the factor of informal and formal situations. The research findings also show that phatic communication among English native speakers is used to express politeness only (to maintain social distance), to express politeness and friendship at the same time (to shorten social distance), and to express friendship only (to eliminate social distance) to the four types of hearer different in power and solidarity. Phatic communication among English native speakers is a volitional, strategic politeness, i.e. an active choice from the hearer's will and an open, dynamic communication system with the considerations to the types of hearer different in power and solidarity.
The findings of the research also show that phatic communication among English native speakers is in line with the theory of phatic communion from Malinowski (1923), the theory of expressive and appeal functions from Buhler (1918), the theory of phatic function from Jakobson (1960), and the theory of interpersonal function from Halliday (1978). Phatic communication among English native speakers is also in line with the theory of Johari Window in the context of person-to-person communication. Phatic communication is also a sociocultural reality in the community of English native speakers, which is relatively different from those in other language communities, and a part of communicative competence in English native speakers. Phatic communication among English native speakers is a discourse consisting of text and context. The text of phatic communication comprises various expressions used by English native speakers to maintain social relationship among them, while the context of the communication is among others different communicative functions, types of hearer different in power and solidarity, and different situations. The text of phatic communication among English native speakers is bound to the context of the phatic communication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
D611
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartman, Charles O., 1949-
"To read a poem with complete pleasure we must understand how it works rhythmically and how its rhythms are related to those of other poems. Verse is a seminal introduction to prosody - the rhythmic organization of poetic language - for any student learning to read or write poetry. Written in a clear and engaging style by a poet and teacher with more than thirty years of experience teaching the subject, this book explains the fundamental components and technical details necessary to fully understand the meaning of poems.
Along with important historical and theoretical background material, the author discusses basic definitions, methods of scansion, and broader techniques of reading. The chapters cover iambic pentameter and other kinds of metrical verse, rhythm and rhyme, free verse, song, and advanced topics such as poetic meter, linguistic approaches to verse, and the computer scansion of metrical poetry. The book is also supplemented by a user-friendly website featuring student exercises and additional resources. Addressing fundamental topics that so often go untaught in today's poetry courses, this is an essential text for anyone wishing to fully understand the meaning of poetry"
Chichester: Wiley Blackwell, 2015
808.1 HAR v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wieringa, Edwin P
"The Serat Tiyang Gegriya or “Book for people on running their homes and households” is a Javanese versification of the famous seventeenth-century Chinese treatise Zhuzi Zhijia geyan (‘Master Zhu’s Household Rules‘), better known in the Anglophone world as “Maxims for managing the home” or “Family regulations”. Propagating the basic principles of Confucian ethics, this small treatise instructed generations of Chinese readers, presumedly adult males, lessons in proper behaviour. Today, Master Zhu’s little compendium is among the most reprinted works of classical Chinese popular literature. The Serat Tiyang Gegriya exists in the form of a manuscript, written in Surabaya in 1878, and was subsequently published ten years later in the same city. The appearance of this popular Confucian tract in Javanese seems to have been born of a perceived sense of crisis and alarm at the decline of “Chineseness” among the Chinese minority in a foreign land, the upshot of the seemingly inexorable process of acculturation taking place in the Sino-Javanese community at the end of the nineteenth century. Paradoxically, however, the Serat Tiyang Gegriya itself is a fine product of acculturation, transmitting Chinese moral teachings in the form of the Javanese piwulang genre, or lessons on how to live a good life, composed in the mother tongue of the mothers of the intended readers as this group was unable t"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
909 UI-WACANA 21:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Prost, Louise
Iowa: University of Iowa City, 1933
821 PRO a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sprott, Samuel Ernest, 1919-
Oxford: Blackwell, 1953
928.42 SPR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jerome, Judson
Cincinnati: Writer`s Digest Books, 1980
808.1 JER p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wilmink, Willem Andries, 1936-2003
Meppel : Holkema & Warendorf , 1985
BLD 839.316 Wil w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Attridge, Derek
London: Longman, 1982
821.009 ATT r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rao, K. Sreenivasa
"Predicting prosody from text for text-to-speech synthesis covers the specific aspects of prosody, mainly focusing on how to predict the prosodic information from linguistic text, and then how to exploit the predicted prosodic knowledge for various speech applications. Author K. Sreenivasa Rao discusses proposed methods along with state-of-the-art techniques for the acquisition and incorporation of prosodic knowledge for developing speech systems."
New York: Springer, 2012
e20418380
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>