Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138798 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Wispriyono
"Penelitian yang berkaitan dengan polusi udara merupakan penelitian yang terus berkembang dan perlu dilakukan mengingat semakin berkembangnya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dari bahan-bahan polutan yang berada di udara. Semakin banyaknya kendaraan umum dengan berbagai bahan bakar serta beragam kondisi kendaraan memberikan sumbangan polusi yang tidak kalah besarnya. Salah satu sumber polusi yang berasal dari buangan emisi kendaraan bermotor adalah sulfur dioksida (SO2). S02 merupakan senyawa kimia yang salah satunya berasal dari hasil proses pembakaran bahan bakar yang berasal dari fosil, seperti bensin, solar, minyak tanah dan lain sebagainya. Karena metode pengukuran S02 juga meliputi pengukuran amoniak sebagai pengotor, maka dalam penelitian ini juga dilakukan pengukuran amoniak di udara.
Sasaran dari penelitian ini sebenarnya adalah upaya untuk memberikan perhatian terhadap masyarakat yang dalam kehidupan sehari-harinya selalu mengalami kontak dengan kendaraan umum. Para awak bis, para karyawan dan pedagang di terminal serta para penumpang bis yang setiap harinya memanfatkan kendaraan umum sebagai alat transportasi ke tempat kerja mempunyai potensi untuk terkena polusi yang cukup besar sebab disamping waktu dan intensitas pemajanan yang cukup tinggi, ditunjang juga oleh kondisi kendaraan umum di Jabotabek yang pada umumnya sudah cukup memprihatinkan.
Penelitian ini disamping mengukur konsentrasi 502 dan NH3 di udara juga menganalisis secara kuantitatif kemungkinan resiko keracunan yang terjadi pada responder dengan konsentrasi 502 dan NH3 yang berada di ambien. Penelitian ini secara garis besar terdiri atas dua bagian, pertama melakukan pengukuran konsentrasi 502 dan NH3 di udara secara kuantitatif dan yang kedua melakukan wawancara serta menggunakan suatu persamaan matematis dengan menggunakan suatu perangkat lunak untuk menghitung resiko keracunan yang timbul. Kegiatan penelitian dilakukan di jalur Depok-Pasar Minggu.
Hasil penting dari penelitian ini adalah bahwa pencemaran S02 di terminal dan di bis jauh lebih tinggi dibanding di halte-halte. Konsentrasi S02 dan NH3 di udara masih di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan. Pada penghitungan analisis resiko didapat bahwa tingkat resiko para awak bis dan petugas di terminal lebih tinggi, yaitu 0,3055. Artinya, angka ini sudah hampir mencapai setengah dari resiko keracunan yang terjadi bila kadar S02 sudah mencapai nilai ambang batas. Para penumpang bis mempunyai resiko yang lebih kecil, yaitu 0,1134."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Kuntoro Adi
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan. Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fahmi Achmadi
"ABSTRAK
Penelitian ini memeriksa potensi dampak pencemaran udara, khususnya CO dan Pb pada kelompok resiko tinggi penduduk Jakarta. Kelompok yang telah diteliti adalah Supir Bajaj, pedagang K-5 dan penduduk perkampungan ditepi padat lalu lintas perkotaan. Desain dari penelitian ini adalah case-control, dengan penduduk sekitar Jakarta diambil sebagai kontrol. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi, pemeriksaan fisik, kadar Hb, kadar Pb dalam darah dan kadar COHb. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa ada perbedaan secara bermakna dalam hal indikator dampak pencemaran udara yaitu kandungan Pb dalam darah, antara kelompok kasus dibanding kontrol. Untuk COHb tidak ada perbedaan secara bermakna. Pada kelompok resiko tinggi yaitu kelompok yang terpapar, cenderung memiliki kadar Pb dalam darah lebih tinggi dibanding kontrol. Kadar Pb pada kelompok resiko tinggi memiliki kadar Pb diatas batas normal. Hal tersebut menunjukkan pencemaran udara di Jakarta telah memberikan dampak pada kelompok yang diteliti. Analisis resiko lebih lanjut menunjukkan bahwa resiko dampak pencemaran pada penduduk kota menunjukkan 12.4 kali dibanding kontrol. Secara rinci didapatkan hasil analisis bahwa resiko penduduk kota untuk mendapat dampak pencemaran 27.4 kali, sopir bajaj 15 kali serta pedagang kaki lima 4 kali; dibanding kontrol penduduk pinggir kota.

ABSTRACT
The Risk Analysis of the Air Pollutants Co and Pb to the Population in Jakarta. This report examined the potential health effect of air pollutans, in particular Carbon Monoxide and Tetra Ethyl Lead, to some high risk groups of population of the Metropolitant City of Jakarta. They are namely, street food vendors, urban dwellers, and public transportation drivers. The study was designed as a case control study. For the base line data, rural people i.e. people live in the surrounding of Jakarta were examined. The examinations at both groups were included; physical examination, the hemoglobin level, the health impact of Carbon Monoxide and Tetra ethyl lead pollutants, in their blood. The study indicated that, there are statistical significance difference of the Pb level on the blood, between high risk group and control group. The high risk group in the study tend to have higher Pb blood level as well as carboxyhemoglobin. In addition, it seems that the average value of the Pb level in the exposed group seems to be above the normal value i.e.0.03 mg/100 ml. There are evidences that the existing air pollutant concentration in Jakarta already gave public health effect to high risk groups in the study. Further analyses indicated that, the risk for having air pollutant impact will increase by a factor of 12.4 x in the exposed group compered to the non-exposed group."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Stia Pusporini
"ABSTRAK
Polusi udara dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan manusia. Ibu hamil merupakan
salah satu kelompok yang rentan terpapar polusi udara. Kurangnya informasi menyebabkan ibu
tidak mengetetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek polusi udara pada
kehamilan, dan adanya ancaman pada kehamilannya menyebabkan ibu mengalami kecemasan.
Ketidaktahuan dan adanya kecemasan yang dialami oleh ibu hamil dapat diintervensi oleh
intervensi keperawatan yang sesuai sehingga pengetahuan ibu meningkat khususnya tentang
upaya perawatan kehamilan terhadap efek polusi udara dan kecemasan ibu menurun. Tujuan
studi ini adalah untuk mengetahui efektivitas paket kasih ibu terhadap tingkat pengetahuan dan
kecemasan tentang efek polusi udara bagi kehamilan pada ibu hamil yang terpapar polusi udara.
Jumlah responden ada 130, yang terdiri dari 65 responden kelompok kontrol dan 65 responden
kelompok intervensi. Penelitian ini menggunakan metoda kuasi eksperimen, pre test and posttest
with control group design. Hasil penelitian menunjukkan paket kasih ibu efektif terhadap tingkat
pengetahuan dan tingkat kecemasan ibu tentang efek polusi udara bagi kehamilan pada ibu hamil
yang terpapar polusi udara di Wilayah Kotamadya Cilegon (p<0,05). Hasil penelitian
direkomendasikan bahwa paket kasih ibu diperlukan sebagai salah satu cara dalam
menyampaikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan menurunkan kecemasan pada
ibu hamil yang terpapar polusi udara sehingga ibu dapat secara mandiri melakukan perawatan
kehamilan selama tinggal di wilayah yang terpapar polusi udara.

ABSTRACT
Air pollution can result healty trouble of human being. Pregnant mother is the one of group which have a risk contaminated air pollution. The impact during a period of pregnancy not only experience of mother but also fetus. Lack of information cause pregnant mother don’t know effort able to be conducted to decrease air pollution effect, and threat of her pregnancy cause anxiety. The nursing intervension intervention increase the knowledge of pregnant women specially about treatment of preganancy and to overcame unknown and anxiety about air pollution effect. The purpose of this study in to know the effectiveness package of mother care to knowledge level and anxiety about air pollution effect to pregnant mother who contaminated. Change of knowledge level and anxiety of intervensiongroup compared to consist of 65 group responden control and 65 intervention group renspondent. This research result use kuasi experiment, pre test and post tes with control group design. The result show there is different meaning of knowledge level and anxiety of mother at group before and after as one of the way in submitting information to increase knowledge and decrease anxiety at pregnant mother about air pollution effect so that mother self supporting do treatment during living in region which contaminated air pollution effect. "
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Wulan Apriliyanti P.
"Penelitian pada skripsi ini merancang, membuat, dan menganalisis sistem tertanam pemantau polusi udara pada area parkir tertutup menggunakan FPGA Xilinx Spartan 3E dan sensor gas CO MQ7. Sistem ini berguna untuk mengatasi secara dini kasus keracunan gas emisi kendaraan bermotor yang terendap pada area parkir tertutup. Metode yang digunakan dalam penelitian mengikuti tahapan Software Development Life Cycle (SDLC). Bahasa yang digunakan untuk mengkonfigurasikan FPGA Xilinx Spartan 3E adalah VHDL melalui Xilinx ISE Design Suite 13.2. Selain itu, diperlukan dua rangkaian tambahan sebagai antarmuka, yaitu rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) dan transduser. FPGA ini akan mendapatkan data pembacaan sensor tiap 19,11 ms. Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel pada sense phase sensor yang diambil tiap 10 detik selama 15 menit. Berdasarkan pengujian, sistem menghasilkan selisih pembacaan sebesar 1,76 ppm (2,45% kesalahan) terhadap data normal.

This thesis discusses the design, manufacture, and analyzes the embedded air pollution monitor system in a enclosed parking area using the FPGA Xilinx Spartan 3E and the CO MQ7 gas sensor. This system is useful as a precautionary measure in cases of motor vehicles gas emission poisoning deposited in enclosed parking area. The method used in this research follows the Software Development Life Cycle (SDLC). The programming language used in configuring the FPGA Xilinx Spartan 3E is VDHL using Xilinx ISE Design Suite 13.2. In addition, two additional circuit is needed to act as an interface, a Pulse Width Modulation (PWM) and a transducer. The FPGA reads the data every 19.11 ms. Data extractions is performed by extracting samples from the sense phase sensor every 10 seconds for 15 minutes. The test resulted in a deviation of 1.76 ppm (2.45% error) form normal data."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42850
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Apranti
"Perkembangan aktivitas penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan mobilisasi yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah kendaraan hingga mencapai suatu tingkat tertentu dimana laju pertumbuhan jalan tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat sehingga terjadilah suatu permasalahan yang disebut sebagai kemacetan. Permasalahan tersebut banyak terjadi di kota-kota besar, khususnya di Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan kemacetan yang terjadi adalah pembangunan jalan tol.
Ruas jalan tol memiliki sistem pembayaran tarif yang dilakukan pada pintu tol. Pada beberapa pintu tol tertentu, pembayaran tarif tol masih dilayani oleh petugas pintu tol, dimana petugas pintu tol ini bekerja secara rutin. Hal ini menyebabkan petugas pintu tol terpapar oleh emisi kendaraan bermotor. Salah satu diantaranya Total Suspended Particulate (TSP) yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia, seperti ISPA, Bronchitis kronis, penurunan fungsi paruparu, serangan jantung minor, dan lain-lain. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengukuran terhadap besarnya konsentrasi TSP di sekitar pintu tol sehingga dapat dilakukan perhitungan tingkat resiko pemajanan TSP, yang dinyatakan dalam nilai Risk Quotient, terhadap kesehatan petugas pintu tol.
Pengendalian terhadap besarnya nilai konsentrasi TSP dapat dilakukan secara efektif dengan mengendalikan sumber yang paling mempengaruhi besarnya nilai yang terukur. Sumber utama penghasil TSP pada daerah sekitar pintu tol merupakan kendaraan bermotor, sehingga perlu dilakukan identifikasi jenis kendaraan bermotor mana yang paling mempengaruhi dan paling berkontribusi terhadap besarnya nilai konsentrasi TSP yang terukur.
Metode yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi TSP adalah metode gravimetri dengan perangkat HVAS, dimana pengukuran dilakukan selama 7 jam, mulai dari pukul 06.00 hingga pukul 13.00. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif, metode regresi linier sederhana dan berganda serta Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Sedangkan, pengukuran konsentrasi timbal dilakukan dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).
Hasil penelitian menunjukkan jenis kendaraan yang paling mempengaruhi besarnya nilai konsentrasi TSP yang terukur di pintu tol Cililitan 2 adalah kendaraan Golongan II yang merupakan Truk dengan dua gandar. Nilai koefisien determinasi R2 antara volume kendaraan total dengan konsentrasi TSP sebesar 0,123, menandakan bahwa 12,3 % besarnya nilai konsentrasi TSP yang terukur dipengaruhi oleh besarnya volume kendaraan total, dan 87,7 % sisanya dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya suhu dan kelembaban.
Nilai RQ hasil perhitungan menunjukkan para petugas pintu tol masih berada dalam tingkat resiko yang cukup aman akibat pemaparan polutan TSP. Namun, resiko pajanan yang diterima oleh petugas pintu tol tidak hanya berasal dari TSP, tetapi juga dari zat pencemar lain yang dihasilkan kendaraan bemotor, seperti NOx, SOx, HC, dan sebagainya, sehingga diperlukan data konsentrasi zat pencemar lain untuk menghitung resiko kesehatan total yang dialami oleh petugas gardu.
Nilai hasil uji kadar konsentrasi Pb menunjukkan hasil sebesar 0,055 g/Nm3. Hasil konversi nilai konsentrasi Pb untuk pengukuran 24 jam adalah 0,032 μg/Nm3. Nilai ini tidak melebihi baku mutu udara ambien sesuai dengan PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Development of people?s activities is bringing on the rise of mobilization that pointed out in an increase number of vehicles up to a certain level where the rate of path growth can not compensate for the increasing number of vehicles, so that there is traffic jam. It usually occurs in many metropolis on the development country, especially in Jakarta. One of effort to solve this problem is highway construction.
Highway payment system is carried out on the highway gate. In many gate, payment is still served by an officer who works in a continous period. This lead the officer to expose by motor vehicle emissions. One of the emission is Total Suspended Particulate (TSP) which is bad for human health, such as respiratory infections, bronchitis, decrease the function of lung, minor heart attack, etc. Therefore, it is important to measure the TSP concentration around the gate so that we can assess TSP exposure risk level, where described in Risk Quotient value, to the officer?s health.
Control of TSP concentration can be done effectively by controlling the source that has the most influence to the magnitude of TSP concentration measured around the gate. The main source of TSP in such area is motor vehicle, therefore it is necessary to identify the type of vehicle which the most influential and most contribute to TSP concentration.
TSP concentration was measured from 06.00 A.M to 01.00 P.M by using Gravimetry method with HVAS Equipment. Lead concentration was measured by Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). The most influential type of vehicle to TSP concentration was determined by descriptive analysis. The relationship between TSP concentration and vehicle traffic volume was assessed by using least square and multiple regression analysis. Whereas TSP exposure risk level in Risk Quotient (RQ) value was assessed using Environmental Health Risk Analysis.
Result of analysis shows the type of vehicle that the most affect the magnitude of TSP concentration measured at Cililitan 2 gate highway is vehicle that belongs to Category II, truck with two axles. Coefficient of determination R2 between total vehicles volume with TSP concentration is 0,123. The value indicates that 12,3 % data of TSP concentration influenced by total vehicles volume, and 87,7% data of TSP concentration influenced by other factors, such as formation of secondary particulate, changes in temperature and humidity, etc.
Result of Risk Quotient (RQ) assessment shows that the officers are still in a safe level from risk due to exposure of TSP. However, the risk of exposure received by the officer not only come from TSP, but also come from the other pollutants, such as NOx, SOx, HC, etc. So, investigating another pollutant concentration data is necessary to calculate the total health risk experienced by the officers.
Measurement of Pb concentration level with AAS method shows the value of 0,055 μg/Nm3. The conversion value for 24 hours measurement is 0,032 μg/Nm3. It is not exceed the ambient air quality standards accordance with government regulation PP No.41/1999 about Air Pollution Control.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1113
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Biata Malau
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jejak karbon mahasiswa komuter yang melakukan perjalanan terhadap mahasiswa yang berasal dari Kota Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat menuju Universitas Indonesia Depok. Jejak karbon merupakan ukuran dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh individu atau kegiatan tertentu. Penelitian ini penting untuk menganalisis jejak karbon yang dihasilkan, hotspot dari jejak karbon, dan memberikan rekomendasi dari aktivitas komuter Mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat. Dalam penelitian ini, metode perhitungan jejak karbon yang digunakan adalah metode fuel-based dari World Resources Institute (WRI), yang mempertimbangkan faktor ekonomi energi dari WRI dan faktor emisi dari UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy (2021). Metode ini dilakukan dengan pengumpulan data tentang pola perjalanan mahasiswa komuter melalui penggunaan survei dan wawancara sebagai instrumen utama, dengan fokus pada mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi signifikan antara faktor jarak tempuh yang ditempuh oleh responden dan jejak karbon yang dihasilkan, dengan nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0,608. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak yang ditempuh, jejak karbon yang dihasilkan cenderung lebih tinggi. Selain itu, berdasarkan perhitungan, rata-rata jejak karbon oleh aktivitas komuter mahasiswa dari Kota Tangerang Selatan sebesar 334,196 kgCO2eq/Tahun-orang, sementara mahasiswa komuter dari Jakarta Pusat menghasilkan jejak karbon rata-rata sebesar 171,931 kgCO2eq/Tahun-orang. Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap jejak karbon yang dihasilkan oleh mahasiswa komuter, serta memberikan rekomendasi terkait aktivitas komuter mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam upaya pengurangan jejak karbon di kalangan mahasiswa komuter Universitas Indonesia serta masyarakat umum. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menjadi dasar bagi universitas dan pemerintah terkait perancangan kebijakan dalam mobilitas mahasiswa.

This study aims to analyze the carbon footprint of commuter students traveling from South Tangerang City and Central Jakarta to the University of Indonesia Depok. Carbon footprint is a measure of greenhouse gas emissions produced by individuals or specific activities. The research is important to analyze the generated carbon footprint, identify carbon footprint hotspots, and provide recommendations for the commuting activities of University of Indonesia students residing in South Tangerang City and Central Jakarta. The research utilizes the fuel-based method from the World Resources Institute (WRI) for carbon footprint calculations, considering energy economics factors from WRI and emission factors from the UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy (2021). The data on commuter student travel patterns are collected through surveys and interviews as the primary instruments, focusing on University of Indonesia students residing in South Tangerang City and Central Jakarta. The results of this study indicate a significant correlation between the distance traveled by respondents and the resulting carbon footprint, with a Pearson correlation coefficient of 0.608. This suggests that the greater the distance traveled, the higher the resulting carbon footprint. Furthermore, the calculations reveal that the average carbon footprint from commuting activities for students from South Tangerang City is 334.196 kgCO2eq/person-year, while students from Central Jakarta generate an average carbon footprint of 171.931 kgCO2eq/person-year. This research provides a better understanding of the contributing factors to the carbon footprint generated by commuter students and offers recommendations regarding the commuting activities of University of Indonesia students residing in South Tangerang City and Central Jakarta. The study has significant implications for reducing the carbon footprint among commuter students at the University of Indonesia and the general public. The recommendations derived from this research can serve as a basis for universities and relevant government agencies in designing policies related to student mobility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
El Khobar Muhaemin Nazech
"Di kota berkembang seperti Depok, pengelolaan kualitas lingkungan hidup seperti kualitas udara merupakan hal yang penting. Manajemen kualitas udara diperlukan untuk mengantisipasi pencemaran yang akan terjadi dan menurunkan tingkat pencemaran udara saat ini. berdasarkan data kualitas udara ambien tiap tahun, dilakukan suatu analisa kuantitatif deskriptif terhadap dua parameter polutan yang melewati ambang batas baku mutu yang telah ditentukan, yaitu parameter debu (> 230 μg/m 3) dan parameter kebisingan (> 70 dB), di dua lokasi Cimanggis dan Terminal Depok. Analisa kemudian dilanjutkan dengan uji validasi terhadap data pengukuran langsung terhadap umber polutan di kedua lokasi pada hari kerja dan non kerja. Pengolahan data selanjutnya dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier untuk melihat korelasi antara beban kendaraan terhadap polutan, apakah jumlah beban kendaraan akan mempengaruhi jumlah polutan. Hasil analisis data menunjukkan adanya hubungan linier pada lokasi pengukuran Cimanggis, sedangkan hubungan berkebalikan terlihat pada lokasi pengukuran Terminal. Berdasarkan identifikasi sumber polutan, langkah pengendalian dan pengelolaan kualitas udara yang dapat disarankan adalah perbaikan manajemen transportasi. Pengurangan sumber polutan debu diarahkan pada kendaraan roda 4/lebih berbahan bakar diesel, sedangkan untuk sumber kebisingan diarahkan pada kendaraan roda 4 berbahan bakar bensin.

In a developing city like Depok, environmental management is import antly needed, air quality management is one of them. Air quality management is needed to prevent further pollution and to decrease the existing air pollution. Based on the annual data of air quality in Depok, a quantitative analysis has been done on two pollutant parameters that above its regulated standard, dust (above 230 μg/m3) and noise (above 70 dB), in two locations Cimanggis and Terminal Depok. The analysis is then continued with validating primer data obtained on pollutant source in both locations on weekday and weekend. Data analysis is done using linear regression equation to observe the correlation between pollutant and pollutant sources, whet her the amount of vehicles will affect the level of pollutant. Data analyisis showed there is linear relationship in Cimanggis and inverse relationship in Terminal. Based on identification of source pollution, it is suggested that air quality monitoring and management can be done by improving the transportation management. Reduction of dust pollution source is focuses on 4 or more wheels diesel vehicles, while for noise pollution source focuses on 4 wheels gasoline vehicles."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nastiti Soertiningsih Wijarso Karliansyah
"ABSTRAK
Salah satu masalah yang dihadapi kota Jakarta sebagai ibukota negara adalah pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor. Pencemaran udara ini disebabkan tidakseimbangnya pertambahan jumlah kendaraan dengan pertambahan panjang jalan, yang menyebabkan terjadinya kemacetan. Data menunjukkan bahwa pertambahan jalan hanya sekitar 3,5% per tahun, sedang pertambahan kendaraan rata-rata 8,25% per tahun (KPPL DKI Jakarta, 1996: 1-2).
Bergantung kadar dan lama pemaparannya, pencemaran udara dapat mengganggu dan membahayakan lingkungan hidup. Gangguan kesehatan pada manusia, kerusakan tumbuhan dan hewan, gangguan kenyamanan dan estetika, serta kerusakan benda-benda, adalah contoh gangguan yang terjadi akibat pencemaran udara (Kusnoputranto, 1996a: 214).
Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Tumbuhan adalah bioindikator yang baik, dan daun adalah bagian tumbuhan yang paling peka pencemar (Kovacs, 1992: 7-9). Klorofil sebagai pigmen hijau daun yang berfungsi dalam kegiatan fotosintesis dan berlangsung dalam jaringan mesofil, akan mengalami penurunan kadarnya sejalan dengan peningkatan pencemaran udara (Mowli et aL, 1989: 54). Jaringan mesofil adalah jaringan pertama yang akan terpengaruh oleh pencemaran udara, di samping perubahan kadar klorofil (Heath dalam Mowli et al., 1989: 53).
Pengaruh pencemaran udara pada daun. dapat dilihat dari kerusakan secara makroskopik seperti klorosis, nekrosis; atau secara mikroskopik (anatomi) seperti struktur sel; atau dari perubahan fisiologi dan biokimia, seperti perubahan klorofil, metabolisme (Mudd & Kozlowski, 1975: 4-5; Darral & Jager, 1984: 334; Steubing dalam Kovacs, 1992: 9-10)..
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, telah dilakukan penelitian pengaruh pencemaran udara terhadap daun tanaman peneduh jalan di wilayah Jakarta Selatan.
Penelitian dilakukan di Jalan K.H. Akhmad Dahlan, Jl. Prof Dr. Supomo, SH, Jl. Jenderal Sudirman-Bunderan Senayan; dan Kebun Pembibitan Dinas Pertamanan DKI Jakarta di Cipedak sebagai kontrol. Penentuan lokasi ini didasarkan daerah yang mempunyai data kualitas udara hasil pemantauan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, dan data tersebut digunakan sebagai data sekunder kualitas udara. Selain itu, kepadatan jalan juga menjadi kriteria pemilihannya dengan menggunakan data hasil pengamatan di lapangan dan data penghitungan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) DKI Jakarta.
Daun yang digunakan sebagai sampel adalah daun angsana dan mahoni yang ditanam sebagai tanaman peneduh di tepi jalan raya. Dengan menggunakan alat spektrofotometer, kadar klorofil daun dianalisis. Kemudian dilakukan uji Kruskal-Wallis atas hasil kadar klorofil ini untuk melihat perubahan yang terjadi pada masing-masing lokasi. Selain itu, dibuat pula preparat anatomi daun dengan potongan melintang dan permukaan daun, untuk melihat perubahan yang terjadi pada sel-sel akibat pencemaran udara. Atas dasar hasil uji dan analisis tadi dievaluasi hubungan antara kadar klorofil dengan kualitas udara.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diperoleh informasi bahwa:
(1) pada daun tanaman angsana terjadi perubahan sebagai berikut:
a. kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif (kenaikan NO, menyebabkan penurunan kadar klorofil),
b. kadar klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif (kenaikan SO2 menyebabkan penurunan kadar klorofil), dan kadar klorofil b dengan SO2 berkorelasi positif (peningkatan SO2 menyebabkan peningkatan kadar klorofil);
(2) pada daun tanaman mahoni terjadi perubahan sebagai berikut:
a. kadar kiorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif (kenaikan NOx menyebabkan penurunan kadar klorofil),
b. kadar klorofil a dan b dengan SO2 berkorelasi positif (peningkatan SO2 menyebabkan peningkatan kadar klorofil);
(3) terjadi kerusakan secara mikroskopik dan makroskopik pada jaringan daun angsana dan jaringan daun mahoni, akibat NO, dan SO2;
(4) uji Kruskal-Wallis membuktikan kadar klorofil a dan b daun angsana dan mahoni pada keempat lokasi penelitian berbeda nyata;
(5) uji Kruskal-Wallis untuk kualitas udara DKI Jakarta bulan Oktober, November, dan Desember 1996 menunjukkan adanya perbedaan nyata dalam NO, dan SO2.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. pencemaran udara pada umumnya mengakibatkan terjadinya perubahan pada daun tanaman, baik secara makroskopik, mikroskopik, maupun kadar klorofil;
2. pada daun angsana, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dengan SO2 berkorelasi negatif, dan klorofil b dengan SO2 berkorelasi positif; pada daun mahoni, hubungan antara kadar klorofil a dan b dengan NO, berkorelasi negatif; hubungan antara kadar klorofil a dan b mahoni dengan SO2 berkorelasi positif;
3. tanaman mahoni mempunyai kemampuan bertahan lebih baik terhadap pencemaran khususnya NOx dan SO2 daripada tanaman angsana;
4. daun tanaman angsana dan mahoni dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran udara, khususnya NO, dan SO2;
5. tanaman angsana dan mahoni yang selama ini telah ditanam di lingkungan perkotaan, memang berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan dan dapat mengurangi pencemaran udara khususnya NO, dan SO2 ;
6. daun tanaman peneduh jalan dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator tahap pertama dalam pemantauan kualitas udara;
7. penelitian bioindikator lainnya masih diperlukan dalam mengidentifikasi pencemaran khususnya pencemaran udara di Indonesia; .
8. tanaman peneduh jalan sangat diperlukan sebagai peneduh jalan, penyejuk dan penyaman, mengurangi pencemaran udara, laboratorium alam, dan estetika.

ABSTRACT
Leaf Damage As Bioindicator Of Air Pollution (A Case Study of Shelter Trees Angsana and Mahoni with Air Pollutants NOx and SO2)One of the problems of Jakarta as the capital of the Republic of Indonesia is air pollution caused by motor vehicles emission. Air pollution is caused by imbalance between vehicles and road growth which cause traffic jams. Data of road growth is about 3.5% per year, and vehicles growth 8.25% per year (KPPL DKI Jakarta, 1996: 1-2).
Air pollution may disturb and create a danger to the environment in accordance with its concentration and time exposure. Human health effect, damage of plants and animals, pleasure and aesthetic effect and damage of property, all of them are examples of the air pollution impacts (Kusnoputranto, 1996a: 214).
Plant as bioindicator is one of the air pollution monitoring methods. Plant is a good bioindicator, and leaf is the most sensitive part of the plant to air pollution (Heck & Brandt, 1977: 161-162; Kovacs, 1992: 7-9). Chlorophyll as green pigment of leaves has a photosynthetic function which takes place primarily within mesophyll cells. The chlorophyll content decreases, in line with the increase of air pollution concentration (Mowli et al., 1989: 54). Mesophyll cells are the first cells which are influenced by air pollutants, in addition to changing chlorophyll contents (Heath in Mowli et al., 1989: 53).
Air pollution effect on leaf can be evaluated through macroscopic symptoms such as chlorosis and necrosis, or through microscopic symptoms such as cell structure changes; or physiological and biochemical changes such as chlorophyll content and metabolism changes (Mudd & Kozlowski, 1975: 4-5; Dural & Jager, 1984: 334; Steubing in Kovacs, 1992: 9-10).
Based on above mentioned phenomenon, a research of air pollution impact on shelter trees leaves was done in Jakarta Selatan District.
Sampling locations of this research were in Jl. K.H. Achmad Dahlan, Jl. Prof.Dr. Supomo, SH., Jl. Jenderal Sudirman - Bunderan Senayan; and at the nursery of Dinas Pertamanan DKI Jakarta as control area. These locations were selected based on air quality monitoring data done by Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta, which was used as secondary data. Traffic counts on these locations were monitored by Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) DKI Jakarta.
Angsana and mahoni leaves were used as samples of which the trees were planted as shelter trees along above mentioned roads. Chlorophyll contents were analysed by spectrophotometer. The results were analysed statistically by the Kruskal-Wallis test for chlorophyll content changes. Microscopic symptoms were also analysed through microscopic anatomic preparations of cross sectional and surface view of leaves for identifying the impacts of air pollution. Regression-correlation analysis was carried out to analyze the correlation between chlorophyll content and air quality.
Based on this research, the following informations were obtained:
(1) chlorophyll of angsana leaves changed as followed:
a. chlorophyll a and b with NOx showed a negative correlation (increased NO, caused decrease of chlorophyll concentration);
b. chlorophyll a with S02 showed a negative correlation (increased SO2 caused decrease of chlorophyll concentration), and chlorophyll b with SO2 showed a positive correlation (increased SO2 caused increase of chlorophyll concentration);
(2) chlorophyll of mahoni leaves changed as followed:
a. chlorophyll a and b with NO, showed a negative correlation (increased NOx caused decrease of chlorophyll concentration),
b. chlorophyll a and b with SO2 showed a positive correlation (increased SO2 caused increase of chlorophyll concentration);
(3) NOx and SO2 air pollutants did cause angsana and mahoni leaf tissue damage which were demonstrated microscopically and macroscopically;
(4) the result of Kruskal-Wallis test for different chlorophyll contents of angsana and mahoni leaves of those locations was significant;
(5) the result of Kruskal-Wallis test for air quality of DKI Jakarta in October, November, and December 1996 showed significant difference in NO, and SO2.
Based on this research, the following conclusions were made:
(1) air pollutants generally cause changes of tree leaves, as showed macroscopically, microscopically, and in chlorophyll contents;
(2) chlorophyll a and b of angsana leaves and NO, show negative correlation; chlorophyll a of angsana leaves and SO2 show negative correlation, but chlorophyll b of angsana leaves and SO2 show positive correlation; chlorophyll a and b of mahoni leaves and NO, show negative correlation; chlorophyll a and b of mahoni leaves and SO2 show positive correlation;
(3) mahoni has a better adaptive ability to environmental air pollution, especially NOx and SO2 than angsana;
(4) angsana and mahoni tree leaves can be used as bioindicator of air pollution, especially NO,, and SO2;
(5) angsana and mahoni trees which are grown in urban environment have demonstrated perfect functions as shelter trees and also as reducer of air pollution, especially NOx and SO2;
(6) advantages of using shelter tree leaves as bioindicator may help preliminary air quality monitoring;
(7) further research is needed to link the use of other bioindicators to identify pollution, especially air pollution in Indonesia;
(8) shelter trees are needed as shelter, air cooler, reducer of air pollution, nature laboratories, and aesthetics.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Dwirani
"PT. Pupuk Kujang (PTPK) merupakan salah satu industri penghasil pupuk atau produsen pupuk urea terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 570.000 ton/tahun dan produk antara ammonia sebesar 330.000 ton/tahun serta produk sampingan yaitu nitrogen dan oksigen. Limbah yang berpotensi besar mencemari lingkungan pada pabrik PTPK adalah ammonia (NH3) karena dalam unit proses pembuatan pupuk urea pada PTPK, Limbah yang dikeluarkan banyak terkandung ammonia dalam bentuk gas. Apabila Limbah ini dibuang langsung ke udara ambien dan langsung dimanfaatkan oleh manusia untuk bernafas maka hal ini akan mempengaruhi kualitas udara ambien dan mengurangi derajat kesehatan manusia, tidak hanya akan memberikan potensi bahaya terhadap para pekerja, melainkan juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik.
Gas ammonia adalah suatu gas yang tidak berwarna, dan menimbulkan bau yang sangat kuat. Dalam udara, ammonia dapat bertahan kurang lebih satu minggu. Gas ammonia terpajan melalui pernapasan dan dapat mengakibatkan iritasi yang kuat terhadap sistem pernapasan. Karena sifatnya yang iritasi, polutan ini dapat merangsang proses peradangan pada saluran pernapasan bagian atas yaitu saluran pemapasan mulai dari hidung hingga tenggorokan.
Terpajan gas ammonia pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan pada fungsi paru-paru dan sensitivitas indera penciuman.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bau ammonia yang ditimbulkan dari kegiatan proses produksi masih sangat terasa pada siang dan malam hari baik itu di lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja yaitu lingkungan permukiman masyarakat sekitar. Gangguan saluran pemapasan lebih banyak dikeluhkan oleh pekerja pabrik (terpajan ammonia risiko tinggi) dibandingkan pekerja non pabrik (terpajan ammonia risiko rendah). Sementara itu, di lingkungan permukiman masyarakat pun, sebagian besar merasa terganggu dengan bau dari gas ammonia tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Adakah hubungan antara konsentrasi ammonia di kedua lingkungan kerja tersebut dengan gangguan kesehatan pekerja (gangguan saluran pernapasan), 2) Apakah terdapat hubungan yang nyata antara segmentasi demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan dengan persepsi masyarakat mengenai kualitas udara yang terkontaminasi ammonia?
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi ammonia di kedua lokasi tersebut di atas dengan gangguan kesehatan pekerja (gangguan saluran pemapasan), bahwa pekerja pads zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko tinggi mempunyai kemungkinan relatip untuk menderita gangguan saluran pernapasan lebih besar daripada pekerja pada zona pemajanan dengan konsentrasi ammonia risiko rendah, 2) Terdapat persepsi yang berbeda secara nyata mengenai kualitas udara ammonia di lingkungan permukiman berdasarkan segementasi demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan.
Variabel penelitian adalah konsentrasi gas ammonia, gangguan saluran pernapasan dan persepsi masyarakat. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pengukuran langsung, kuesioner, wawancara dan observasi iangsung. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan rencana kelola lingkungan yang terdapat di PTPK, dan arch angin dominan. Besar sampel berdasarkan formulasi tertentu dan pemilihan responden berdasarkan purposive sampling untuk masyarakat, dan stratified random sampling untuk pekerja.
Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis yaitu analisis chi square test untuk membuktikan hipotesis pertama, dan analisis chi square test untuk membuktikan hipotesis kedua.
Analisis kualitas udara dilakukan pada dua zona pemajanan, yaitu lingkungan kerja terpajan konsentrasi ammonia risiko tinggi dan lingkungan kerja terpajan konsentrasi ammonia risiko rendah. Hasil analisis memperlihatkan pads zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko tinggi, kualitas udara ammonia pada lingkungan kerja pabrik sebagian besar berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan (25 ppm) yaitu unit kerja urea sebesar 35,51 ppm; unit kerja ammonia sebesar 23,33 ppm; unit kerja utilitas sebesar 34,0 ppm; dan unit kerja bagging sebesar 35,07 ppm. Sedangkan pada zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko rendah, kualitas udara ammonia di lingkungan kerja non pabrik berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan, sebesar 0,102 pprn pada main office, dan sebesar 0,085 ppm pads daerah diktat dan construction office. Sementara itu kualitas udara ammonia untuk lingkungan permukiman masyarakat berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan (2 ppm). Hasil kualitas udara ambien untuk ammonia memperlihatkan pada dusun Poponcol sebesar 0,013 ppm, dan dusun Pejaten sebesar 0,022 ppm.
Analisis perhitungan odds ratio dengan chi square test menunjukkan adanya kebermaknaan hubungan antara konsentrasi ammonia pada kedua zona terpajan ammonia risiko tinggi dan rendah dengan gangguan saluran pernapasan, batuk, asma, dan kesulitan bemapas (p-value <0,05). Sedangkan untuk gangguan saluran penapasan, batuk dengan dahak, tidak memiliki kebermaknaan hubungan (p-value>0,05). Hasil perhitungan memperlihatkan odds ratio batuk sebesar 2,1; odds ratio batuk dengan dahak sebesar 1,3; odds ratio asma sebesar 1,8; odds ratio kesulitan bemapas adalah 1,1.
Berdasarkan hasil analisis chi square test, diperoleh hasil yaitu tidak terdapat hubungan yang beimakna antara demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan terhadap persepsi mengenai kualitas udara yang terkontaminasi ammonia.
Menjawab beberapa rumusan perrnasalahan di atas, beberapa kesimpulan dibuat sebagai berikut:
1. Konsentrasi ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko tinggi, yaitu unit urea, unit utilitas, dan unit bagging, telah melampaui NAB (25 ppm), dan di unit ammonia berada sedikit di bawah NAB. Sementara itu konsentrasi ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko rendah berada di bawah NAB (25 ppm).
2. Pekerja yang berada pada zona yang terpajan konsentrasi ammonia risiko tinggi, mempunyai risiko 2,1 kali lebih besar mengalami gangguan batuk; 1,8 kali lebih besar mengalami gangguan asma; 1,1 kali lebih besar mengalami gangguan kesulitan bemapas, dibandingkan pekerja yang berada pads zona yang terpajan konsentrasi ammonia risiko rendah.
3. Persepsi kualitas udara ammonia sangat menyengat tidak dipengaruhi oleh usia seseorang, lama tinggal dan status pekerjaan (bekerja dan tidak bekerja). Persepsi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan internal seseorang, kebutuhan dan pengalaman.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, saran yang dapat diberikan adalah:
1. Pencemaran udara ruangan pada unit bagging dapat dikurangi dengan membuat ventilasi yang sesuai dan memasang filter untuk menangkap polutan dari sumber dan polutan dari udara luar ruangan.
2. Diinstruksikan keharusan penggunaan APD bagi pekerja yang terpajan gas ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko tinggi khususnya dalam penggunaan masker, baik itu masker with canister ataupun masker with catridges. Hal ini dikarenakan untuk melindungi pernapasan pars pekerja dari berbagai polutan, khususnya gas ammonia yang terhirup di lokasi kerja.

PT. Pupuk Kujang is the biggest one of fertilizers industry with production capacity 570.000 ton urea annually and 330.000 ton ammonia per year. Also PTPK produces side products, which are nitrogen and oxygen. Pollution that has become potential pollution to the environment at PTPK is ammonia, because in unit process of urea fertilizers making, the emission contain ammonia in gas phase. If the emission is directly exhausted to ambient air it continuously inhale by human being, it will effect to ambient air quality and human health, not only potentially effect to factory worker, but also effect to public community which are living near by industrial area.
Ammonia gas is a colorless gas with a strong odor. In the air, ammonia will last about one weeks. Ammonia gas exposed by inhalation and can cause strong irritation to respiratory system. This pollutant can irritate the inflammation process of upper respiratory, to the nose and throat. Exposure ammonia gas in certain level can effect to pulmonary function and odor sensitivity.
Based on field research, odor of ammonia which is caused by production process still strong in the morning and in the night time, both of workplace environment and public housing environment. The effect to respiratory symptoms are more complained by factory worker rather than non factory worker. Besides, most of the public feel annoyed by the strong odor of ammonia.
Research problem identified from the background are 1) Is there any association between ammonia concentration at factory workplace and office workplace to worker health symptoms (which is respiratory symptoms)?, 2) Is there any association between public perception to ammonia polluted air quality with demography segmentation, which are ages, length of stay, and occupational status.
Research hypothesis are following 1) There is association between ammonia concentration at workplace that exposures to high risk and exposures to low risk to health effect of factory worker. Most of the worker in high risk zone have more risk factor to get respiratory symptoms rather than the worker in low risk zone, 2) There are di ferences perception to air quality based on demography segmentation, which are ages, length of stay, and occupational status.
Research variable are a ammonia gas concentration, a respiratory symptoms, and community perception. Collecting data have been done by primary measurement, questionnaire, in deep interview, and field observation. Location were chosen based on environmental and management planning (rencana kelola lingkungan), from the dominant wind rose. Sample size were defined based on certain formulation. Respondent samples of public were chosen based on purposive sampling and respondent samples of worker were chosen based on stratified random sampling.
Data analyzed using chi square test analysis to verify the first hypothesis, and also chi square test analysis to verify the second hypothesis.
Air quality analysis have been done at two exposure zone, which are workplace exposure to high risk, and workplace exposure to low risk. Conclusion of analysis shows, at most of workplace exposure to high risk, ammonia air quality over threshold limit value (25 ppm) which are 35,61 ppm at urea plant unit, 23,33 ppm at ammonia plant unit, 34,0 ppm at utility plant unit, and 35,07 ppm at bagging plant unit. Meanwhile, at the workplace exposure to low risk, ammonia air quality below threshold limit value, which are 0,102 ppm at main office and 0,085 at diktat and construction office. At the public housing environment, ammonia air quality is in below threshold odor concentration (2 ppm). The result of ambient air quality for ammonia gas shows 0,013 ppm at dusun Poponcot and 0,022 ppm at dusun Pejaten.
Odds ratio analysis shows there are significantly association between concentration ammonia at both zone to respiratory symptoms, cough, asthma, and shortness of breath, which are odds ratio for cough 2,1; odds ratio for cough with phlegm 1,3; odds ratio for asthma attack 1,8; and odds ratio for shortness of breath 1,1. It means that worker in high risk zone have more risk factor to get respiratory symptoms rather than the worker in low risk zone.
Chi square test analysis shows there are not significantly association between demography segmentation of ages, length of stay, and occupational status to perception of ammonia contaminated air odor.
To answer the problems, there are several recommendation following:
1. Ammonia concentration at the workplace exposure to high risk such as urea plant, utility plant, and bagging plant are over the TLV, and at ammonia plant, the concentration is below the TLV. Meanwhile, ammonia concentration at the workplace exposure to low risk, which are main office and diktat are below the TLV.
2. The worker in high risk zone have risk probability to get symptoms of cough 2,1 times; asthma attack 1,8 times; and shortness of breath 1,1 times more larger than the worker in low risk zone.
3. The perception of smell a strong ammonia odor does not influenced by ages, length of stay, and occupational status of person. The perception could be influenced by other factor, such as know ledges of the people, needs of people, and experiences.
Based on result and analysis, there are several recommendation following:
1. Indoor air pollution at bagging plant unit cart minimized with make a appropriate ventilation and put in air filter to minimize the pollutant from the source and pollutant from the outside.
2. Good instruction for using personal protective equipment to the worker at workplace that exposure to high risk, such as masker with canister, or masker with cartridge, to prevent the worker respiratory from kind of pollutants especially inhaled ammonia gas at the workplace.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>