Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80960 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratnaningsih
"Dalam era otonomi daerah, disadari adanya perubahan-perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama berkenaan dengan pengelolaan sumber ekonomi daerah yang harus dikelola secara mandiri dan bertanggungjawab, dalam arti hasil-hasilnya harus lebih diorientasikan pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah.
Salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi adalah kebutuhan dasar masyarakat antara lain pembangunan kesehatan. Paradigma yang dijadikan dasar untuk mengatur mengatur dan mengendalikan kesehatan adalah health for all , atau kesehatan untuk semua, artinya adalah pelayanan kesehatan sebagai jasa publik harus bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan kesehatan pada akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan bahwa pelayanan kesehatan telah menjadi barang mewah bagi lapisan bawah masyarakat. Untuk itu penulis melakukan Analisis Kebijakan Pengembangan Puskesmas Swadana Menuju Desentralisasi Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus Puskesmas Kramatjati).
Desentralisasi pelayanan kesehatan kepada puskesmas yang diikuti dengan adanya pergeseran sumberdaya aparatur dan pembiayaan diharapkan memberikan peningkatan pelayanan masyarakat. Desentralisasi dalam bidang kesehatan mempunyai berbagai potensi yang menguntungkan antara lain memusatkan perhatian kepada masyarakat, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, dapat meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan, dapat memperbaiki motivasi staf daerah dan dapat meningkatkan kerjasama intersektoral.
Berdasarkan hasil penelitian penulis untuk penguatan puskesmas diperlukan partisipasi Pemerintah Daerah dalam penambahan sarana dan prasarana, subsidi obat yang sangat diperlukan dan menyentuh masyarakat dimana pemberiannya dengan mempertimbangkan jumlah penduduk miskin, jumlah pasien, kondisi ekonomi dan sosial wilayah setempat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katibi
"Ditetapkannya PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang merupakan kebijakan pelaksanaan dari UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya pasal 68 dan 69 dari UU tersebut, di satu sisi menjadi landasan hukum bagi rumah sakit-rumah sakit pemerintah (RSP) untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum (PPK-BLU), di sisi lain mcmbcri harapan kcpada rumah sakit pemerintah untuk lebih otonorn di bidang pengeiolaan keuangan, sehinga peningkatan kinelja pclayanan dan keuangan rumah sakit dapat terjadi dan manfaat rumah sakit bagi masyarakat mcnjadai lebih baik. PP No. 23 lahun 2005 tcrsebut sudah ditctapkan sejak tanggal I3 juni tahun 2005, letapi sampai bulan juli 2007 ini RSUD Gunung Jali Kota Circbon beium menerapkan pola pengeiolaan keuangan badan layanan umum (PPK-BLU).
Penclitian ini ditujukan untuk mengctahui tingkat persiapan RSUD Gunung Jati Kota Circbon dalam mengimplcmentasi PP 23 tahun 2005. Dcngan penelitian ini diharapkan dapat merckomendasikan kebijakan kepada yang berwcnang untuk segera mengambil aksi kebijakan yang diperlukan dalam proses uansfomnasi pola pcngelolaan keuangan RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dari pola pcngelolaan Unit Swadana ke pola pengeloiaan badan layanan umum (PPK-BLU). Metode pcneiitian yang digunakan adalah metoda kualitatif di bidang kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan komunikasi kebijakan pengelolaan keuangan badan layanan umum belum bcrjalan efcktif, penyiapan sumber daya untuk implerncntasi kebijakan tersebut belum terencana dan tcrprogram secara sistematis. Secara substanlif dan teknis RSUD Gunung Jati Kota Circbon telah memenuhi syarat untuk menerapkan pola pengclolaan keuangan badan layanan umum (PPK-BLU).
Tetapi, persyaratan administratif yang dipcrlukan untuk penerapan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum di RSUD Gunung Jati, belum selesai disiapkan. Lebih lanjut, dari hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kebijakan-kebijakan teknis, selain yang menjadi persyaratan administratif di atas, yang diperlukan dalam pengclolaan kcuangan badan layanan umum sepcrti tarif layanan yang berdasarkau pcrhitungan biaya satuan per unit pelayanan atau per investasi dana; pengelolaan keuangan yang khas pola pengelolaan keuangan badan layanan umum; kelembagaan, pejabat pengelola, dan kepegawaian BLU; pembinaan dan pengawasan BLU; dan remunerasi beium selesai disiapkan.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa bclum sdesainya kebijakan-kebijakan teknis yang diperlukan dalarn pengelolaan keuangan badan layanan umum disebabkan karena belum ditetapkarmya pctunjuk pelaksanaan dan tcknis dalam penerapan pola pengclolaan keuangan badan layanan umum daerah. Sebagai kesimpulan dari penelitian ini adalah cmpat masalah kebijakan yang meliputi : komunikasi kebijakan; penyiapan sumbcr daya ; penyiapan persyaralan administralif 1 dan penyiapan kebijakan-kebijakan teknis yang diperlukan untuk implemcnlasi pengclolaan keuangan badan layanan umum di RSUD Gunung Jati belum optimal dan belum selesai disiapkan oleh RSUD Gunung Jati.
Untuk itu sebagai saran dari penelilian ini adalah sambil menunggu dikeluarkannya pedoman pelaksanaan dan tcknis tcntang pengelolaan keuangan BLUD, agar RSUD Gunung Jati membuat pcrencanaan kegiatan (POA : plan of acriory atas cmpat kegiatan yang rneliputi komunikasi kebijakan, penyiapan sumber daya untuk implemcntasi kebijakan, penyiapan pcrsyaratan administratii dan pcnyiapan kcbijakan-kebijakan teknis yang diperlukan dalam penclolaan kcuangan BLU secara sislematis, efektitl dan efisien.

To settled the govemment's rules (PP) No. 23 year 2005 concerning Pattem of Finance Mangement of 'Badan Layanan Umum' which is policy of execution from UU No I year 2004 concerning Exchequer Of State, specially section of 68 and 69 of UU, in one side become basis law for government's hospitals to apply the pattem of financƩ management of 'badan layanan Umum', and the other's gives hope to government's hospitals to be more otonom in management of iinance. So that increasing of service and financial performance of government's hospital can be occurred, and increasing of hospital`s benefit to public. PP No. 23 year 2005 the have been specitied commencing from the date of 13 j uny year 2005, but until month of July 2007 this RSUD Gunung Jati Kota Cirebon not yet apply pattern of finance management of "Badan Layanan Umum".
This research addressed to know level of preparation of RSUD Gunung Jati Cirebon in implementation PP 23 year 2005. With this research expected can recommend policy to in charge to soon take policy action which required in process of p transformation of pattern of finance management of RSUD Gunung Jati Cirebon from pattern of finance management 'Unit Swaclana' to pattem of finance management of Badan Layanan Umum' (PPK-BLU). Research method which applied is qualitative method in policy area.
Research result indicate that policy communication about patem of of finance finance management of 'Badan layanan umum' is unef`f`ective activity , resources preparation to implement the policy isn't plant and program systematically. Beside substantively and technically clauses, RSUD Gunung Jati Cirebon have been is up to standard to apply pattern of finance management of 'Badan Layanan Umum" (PPK-BLU). But, from clauses is administrative is unfinished RSUD Gunung Jati.
Further, from this research result also lay open that technical policys, besides becoming administrative clauses above, what is required in finance management of 'Badan Layanan Umum" like service tariff which based on calculation expense of identity per service unit or per fund invesment; management of finance which typical pattem of finance management of 'Badan Layanan Umum'; institute, organizer functionary, and officer BLU; construction and observation of BLU; and remuneration prepared is unfinished.
This research explain that the inchoate of technical policys which required in finance management of 'Badan Layanan Umum' by not yet specify him (it executions guides and technical in applying of pattems ofiinance management of BLUD).
As conclusion of This research are four's policy problem : policy communications; preparation of resource ; and preparation of technical policy, preparation of clauses administrative which needed by is implementation of finance management of 'Badan Layanan Umum' in RSUD Gttnung Jati not yet is optimal and untinissed. As suggestion from this research is at the same time await the spent / specified of execution guide and technical in applying of pattern of finance management of 'Badan Layanan Umum Daerah' RSUD Gunung Jati have to make planning of action (POA) to solute the four's policy problem.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2009 lahirlah kebijakan pelayanan kesehatan gratis di kota Padang. Pelayanan kesehatan gratis ini merupakan dukungan pemerintahan kota kepada warganya untuk menyadari bahwa kesehatan merupakan kebutuhan dasar dan kebijakan ini mendapat dukungan dari Bazda (Badan Zakat Daerah). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis model pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan gratis di kota Padang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang. Sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui wawancara dan focus group disscussion (FGD). Enam pimpinan puskesmas dan tenaga kesehatan merupakan informan yang diwawancarai untuk mengidentifikasi variabel yang diselidiki. Pimpinan pemerintahan yang terkait dengan kebijakan ini juga dilibatkan untuk memperoleh data yang dibutuhkan, sedangkan kepuasan pasien tentang pelayanan kesehatan gratis ini diperoleh melalui FGD. Analisis terhadap semua data yang diperoleh dari informan dalam penelitian ini dilakukan secara multicase analisis. Penelitian ini menemukan bahwa pengembangan model kebijakan pelayanan kesehatan gratis yang ditawarkan adalah model pelayanan yang dapat memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak yang terlibat termasuk pasien, puskesmas dan tenaga kesehatan.

According to Peraturan Daerah Nomor 05 tahun 2009 toward the free health service in Padang city implied that the free service of health care was driven by the consideration of the city government as basic public needs and financially suported by Bazda (Badan Zakat Daerah). The objective of the study is to analyze the development of free health care policy model in Padang. The study was conducted by using quatitative and qualitative data. The quantitative data was obtained from the health agency office in Padang. Hence the qualitative data was obtained through interview and focus group discusion (FGD). The six puskesmas managers and health workers as the research informant were interviewd to identify the investigated variable. The related goverment leaders also were involved to make data collection comprehensivelly. In the meantime, satisfaction patients related to service delivery were investigated using FGD. All informant obtained were transcriped as picture for this research in the multicase analysis. This study found that the model development of free service policy offered is a model of service that can provide the maximum benefits for all aspects involved including patients, health centers, and health professionals."
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Padang, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yusril
"Berdasarkan SK Bupati Tanah Datar No. 12/BTD-2004 maka dimulai pelaksanaan Puskesmas Unit Swadana di Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat pada bulan Maret 2004, dimana kebijakan ini memberikan kewenangan dalam mengolah pendapatan fungsional secara mandiri untuk membiayai kegiatan operasional dan pemeliharaan serta upaya peningkatan mutu pelayanannya.
Penelitian bersifat Cross Sectional, unit analisis adalah Puskesmas Unit Swadana di Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat yaitu Puskesmas Lima Kaum I, Sungayang dan Tanjung Emas.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa dengan kebijakan menjadi unit swadana pendapatan Puskesmas Unit Swadana meningkat cukup tinggi dimana Puskesmas Lima Kaum I tertinggi peningkatan pendapatannya dari Puskesmas Tanjung Emas dan Sungayang.
Pendapatan yang diperoleh sudah dapat menutupi seluruh biaya operasional dan pemeliharaan puskesmas dan bahkan berlebih yang berarti ada cadangan dana yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengernbangkan puskesmas unit swadana lebih baik. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai Cost Recovery didapatkan Puskesmas Lima Kaum I = 126,38 %, Puskesmas Tanjung Emas 122,01 % dan Puskesmas Sungayang 118,56 %. Namun nilai Cost Recovery ini barulah tahap recovery biaya operasional dan pemeliharaan sedangkan kondisi sebenarnya dengan memperhitungĀ¬kan biaya investasi, gaji dan subsidi lainnya belum diketahui. Sistem pembayaran terbesar secara tunai dan askes/gakin, namun masih ditemukan adanya pembayaran gratis terbanyak di Puskesmas Tanjung Emas.
Penerimaan sebelum swadana terbesar berasal dari retribusi karcis namun setelah menjadi unit swadana sudah hampir berimbang antara pendapatan dari karcis dan pelayanan kesehatan lainnya bahkan di Puskesmas Lima Kaum I penghasilan dari karcis lebih kecil dari penghasilan dari tindakan pelayanan kesehatan lainnya.
Utilisasi pengguna jasa dari retribusi di Puskesmas unit Lima Kaum I berasal dari tindakan medik dasar, konsultasi kesehatan, pengujian kesehatan dan i emakaian ambulance, di Puskesmas Sungayang potensinya dari pemeriksaan dokter gigi dan pertolongan persalinan dan di Puskesmas Tanjung Emas dari pemeriksaan dokter spesialis dan tindakan laboratorium.
Upaya penerimaan Puskesmas dari retribusi bayar setelah pembentukan unit swadana di Puskesmas Lima Kaum I sudah baik tetapi di Puskesmas Sungayang dan Tanjung Emas masih belum maksimal, padahal sebelum swadana puskesmas Lima Kaum I masih belum maksimal upaya penerimaannya.
Kebijakan tarif hanya bersifat makro, tarif secara mikro belum diperbo!ehklan untuk dilaksanakan oleh Puskesmas. Namun dari pentarifan yang ada sudah cukup mendukung pelaksanaan kebijakan swadana yang dilaksanakan.
Persepsi waktu tunggu yang lama masih ditemukan terbanyak pada unit pendaftaran dan obat. Persepsi terhadap biaya pelayanan kesehatan yang dianggap maha! tidak begitu banyak, persepsi mahal terbanyak ditemukan pada pemeriksaan penunjang di Puskesmas Tanjung Emas.
Persepsi terhadap pelayanan petugas sudah balk namun masih ditemukan adanya persepsi kurang baik pada pelayanan petugas terbanyak dibagian pendaftaran di Puskesmas Lima Kaum dan Sungayang.
Persepsi terhadap sikap petugas cukup baik namun masih ditemukan masih ada persepsi pengguna jasa yang tidak puas terhadap sikap petugas terutama di bagian pendaftaran dan obat di Puskesmas Tanjung Emas dan Sungayang.
Kondisi kebersihan dan kenyamanan puskesmas baik, walaupun masih ditemukan tidak nyaman terhadap toilet yang tersedia.
Sebagai suatu kebijakan, pelaksanaan puskesmas unit swadana membawa banyak manfaat bagi pengguna jasa dimana adanya peningkatan mutu pemeriksaan dan pelayanan kesehatan serta mutu obat. Bagi petugas adanya kemendirian dalam perencanaan keuangan dan kemantapan sumber daya manusia. Dalam pelaksanaannya konsep swadana yang dilaksanakan bukanlah murni swadana melainkan lebih pada upaya pembentukan Puskesmas yang dapat memberikan pelayanan prima kepada pengguna jasanya. Perlu dikembangkan lebih lanjut karena diharapkan dimana yang akan datang puskesmas swadana merupakan prototipe puskesmas ideal yang dapat memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang bermutu bagi masyarakat sehingga memiliki dampak positif yang cukup besar, baik bagi puskesmas maupun bagi masyarakat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azrul Azwar
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0145
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Yustisianto
"Tesis ini membahas pelayanan publik di bidang kesehatan yang dilakukan oleh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Gambir Jakarta Pusat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan dasar masyarakat yang sifatnya mutlak yaitu kesehatan. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti apakah negara/pemerintah telah menyediakan pelayanan di bidang kesehatan secara baik, apalagi konstitusi telah menjamin bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Puskesmas Kecamatan Gambir Jakarta Pusat merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan yang diberikan Pemerintah Daerah kepada masyarakatnya, sehingga baik atau tidaknya pelayanan yang diberikan menjadi gambaran apakah pemerintah telah memperhatikan hak-hak warga negaranya untuk memperoleh layanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan model penelitian Service quality yang menekankan pengkajian terhadap lima dimensi penelitian dari Parasuraman, yaitu fisik, keandalan, jaminan kepastian, dan empati. Pokok masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana tingkat kualitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Gambir Jakarta Pusat ditinjau dari tingkat kesenjangan antara harapan pengguna layanan dan persepsi manajemen serta tingkat kesenjangan antara persepsi yang dirasakan pengguna layanan dan harapan pengguna layanan. Apabila persepsi manajemen melebihi harapan masyarakat, maka diharapkan pelayanan yang diberikan baik dilihat dari sisi keberhasilan manajemen menerjemahkan apa yang diharapkan masyarakat, begitu juga sebaliknya. Sedangkan apabila pelayanan yang diberikan melebihi dari yang diharapkan masyarakat, maka kualitas pelayanan disebut baik, dan apabila kurang dari yang diharapkan dari masyarakat, maka penelitian disebut tidak baik. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang mengacu pada konsep service quality, rata-rata tingkat pencapaian kepuasan pelayanan terhadap kualitas pelayanan Puskesmas Kecamatan Gambir mencapai di atas tujuh puluh lima persen atau sudah baik. Ini menunjukkan keberhasilan dari pihak manajemen dalam menerjemahkan apa yang menjadi harapan dari pengguna layanan terhadap kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas Kecamatan Gambir. Sedangkan rata-rata tingkat kepuasan pelayanan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan mencapai di atas lima puluh persen atau cukup baik. Jika dibandingkan, kualitas pelayanan dari kelima dimensi pelayanan baik dilihat ditinjau dari kesenjangan antara harapan pengguna layanan dan persepsi manajemen maupun ditinjau dari kesenjangan antara layanan yang dipersepsikan pengguna layanan dan layanan yang diharapkan pengguna layanan menunjukkan bahwa keberhasilan pihak manajemen dalam menerjemahkan apa kemauan atau harapan dari pihak penerima layanan belum berarti bahwa praktek pemberian pelayanan kepada pengguna layanan juga dinilai berhasil atau sama baiknya. Berdasarkan perhitungan statistik dan diagram kartesius, beberapa hal yang dianggap baik dan perlu dipertahankan adalah kinerja dokter dalam menjalankan tugasnya dalam menangani pasien meliputi ketepatan diagnosa dan pemberian resep kepada pasien. Penerima layanan merasa puas terhadap kebersihan gedung serta kerapian petugas, apotek yang memiliki jumlah obat yang lengkap, pemenuhan layanan sesuai yang dijanjikan oleh pihak puskesmas, dan pemberian informasi pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Selain hal tersebut, terdapat dua hal yang menurut penerima layanan perlu harus ditingkatkan, dimana yang satu merupakan bagian dari atribut reliability/kehandalan yaitu pemberian pelayanan yang tidak berbelit-belit dan yang satunya merupakan atribut responsiveness/daya tanggap yaitu pemberitahuan dari petugas puskesmas apabila ada keterlambatan pemeriksaan pasien.

The thesis discusses public health care at the Public Health Center in Gambir, Central Jakarta. The background of the research is on one of people?s most basic need, i.e. being healthy. Subsequently, the researcher is interested to find out whether the government has provided good health care guaranteed by the constitution which stipulates that constitution has guaranteed that everyone has the right to obtain health service. Public Health Center of Gambir, Central Jakarta, has become the foremost role of health care of the local government, i.e. DKI Jakarta. Therefore, the quality describes how the local government has put the best interest in providing heath care. The research applies quantitative method with service quality model emphasizing on the study of five research dimensions of Parasuraman?s, namely tangibles, reliability, responsiveness, assurance, and empathy. The main issue being studied is to explain the degree of quality of health care given by Public Health Center of Gambir, Central Jakarta viewed from gap level between people/users? expectation and management perception, and the one between perceived service and expected service. When the management?s perception outweighs the people?s, the care provided has included people?s expectation; and the vice versa. A service is said to be a good quality when it is given more than what is expected to be and on the other way around. Based on the study and analysis referring to quality service concept, the level of satisfaction to the quality of health care given by the institution is above 75%. The number shows the successfulness of the management in interpreting people?s expectation into services. Meanwhile the satisfaction levels of the service quality has reached more than 50%, categorized as good enough. The research shows the success of management in interpreting people?s expectation does not mean the one of quality of the service. Based on the Cartesian diagram and statistical approach, some points are to be said well and worth-kept, such as doctors performance in running duties, i.e. taking care of patients by providing correct diagnose and prescriptions. Users/patients are satisfied with the cleanliness of the building, tidiness of the nurses, complete drug pharmacy, fulfilled promises, and access to information. Furthermore, there are two fields that require improvements: reliability, i.e. being straight to the points, and responsiveness, i.e. informing the patients pertaining any delays."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26404
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Prabayanti
"The effective enforcement ofthe district autonomy regulations will influence all
sectors included health sector. Public health center as the point of spear that directly
provides health scmices to public, will be _inliuenced by that effect. Since the effective
enforcement of district autonomy, health financing depend on the district?s income and
the concem of the district government. Besides the health financing problems, health
sector is also faced with public demand of good services.
One way out altemative is application of self-financed public health center
concept which public health centers are given authority to manage their functional
revenue for filling their operational needs directly and to mobilize the potency of public
financing in order to increase their quality of services. Tebet public health center as one
ofthe self-financed public health centers in Jakarta is also faced with financing problem.
Being self-financed public health center, one of the efforts is price adjustment because
the prevailing prices have accorded to the reject pricing regulation which the prices of
the seitltinanced public health center are similar with the prices of the public health center that not a self-financed one. Price adjustment effort must consider unit cost and
ability to pay (ATP).
There are no reliable estimate of unit cost and rationale price at Tebet public
health center. So, the general objective of this study is to obtain the unit cost and the
rationale price of the basic health services at Tebct public health center.
The method used for cost analysis is the ?double distribution method" and the
results were used for price simulation in which ATP'is used to obtain rationale price.
The data was taken at 5 basic health services production units (BP, BPG, KB, KIA.,
Immunisation) in Tebet public health center fiom April until September 2000.
The results indicated that from the 5 production units analizecl, the normative
unit cost of BP is Rp.5.343, Dental Health Consultation is Rp.S_720, simple measures at
BPG is Rp.l0_364, complex measures at BPG is Rp.2l.l34, Family Planning is
Rp. 18.866, Mother and Children Care is R.p.7_018 and Immunization is Rp.4.628.
The rationale prices for _each production units when the ATP is considerated, are
as follow: BP production unit is Rp_7.000, Dental Health Consultation is Rp.7.000,
simple measures at BPG is Rp. R.p. 18.000, complex measures at BPG is Rp. Rp.25.000,
Family Planning is Rp.28.000, Mother and Children Care is Rp.8. 000, and
Immunization is only Rp.900, because immunization is one ofthe public goods.
With those results, it is Suggested for the public health center to ask about the
extent of the rationale price to decision maker and to carry out operational cost
eiiiciency. While the decision maker is suggested to adjust the price of self-finance
public health centers.

Abstract
Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah, maka akan
berdampak pada berbagai sektor termasuk sektor kesehatan. Puskesmas sebagai ujung
tombak yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga akan
merasakan dampak dari pelaksanaan otonomi daerah. Dengan pemberlakuan otonomi
daerah, pembiayaan kesehatan tergantung pada Pendapatan Asli Daerah dan ?concern?
Pemerintah Daerah terhadap sektor kesehatan. Disamping pemxasalahan-pembiayaan,
sektor kesehatan juga menghadapi tuntutan masyarakat akan pelayanan yang bermutu.
Salah satu alternatif jalan keluarnya adalah dengan menerapkan konsep
Puskesmas Swadanzg yaitug puskesmas diberi kewenangan untuk mengelola selumh
pendapatan fungsionalnya untuk keperluan opcrasional dan mengoptimalkan mobilisasi
potensi pembiayaan masyarakat dalam rangka mcningkatkan mulu pelayanan.
Puskesmas Kecamatan Tebet, sebagai salah satu Puskesmas Swadana di DKI Jakarta
juga menghadapi masalah pembiayaan Dalam upaya menjadi puskesmas yang mandiri,
maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penyesuaian tarif mengingat bahwa
tarif yang benlaku di Puskesmas Tcbet masih nmcnggunakan pola tadf lama yang sama
dengan puskesmas-puskesmas lain yang belum swadana. Upaya penyesuaian tarif hams
dilakukan dengan mempcrtimbangkzm biaya satuan dan kemampuan membayar
masyarakat (ATP) Permasalahan yang dihadapi adalah belum diketahuinya biaya satuan dan tarif
rasional di Puskcsmas Tebet. Dcngan dcmikian tujuan umum dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan gambaran mcngenai besarnya biaya saluan dan tarif rasional
pelayanan dasar di Puskesmas Tcbet.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskdptif analitik dengan
rancangan cross sectional. Metoda analisis biaya yang digunakan adalah double
distribution dan aplikasi ATP melalui simulasi tarif. Data diambil dari bulan April
sampai dengan September 2000 pada unit pelayanan dasar (BP, BPG, KB, KIA dan
lmunisasi) di Puskesrnas Tebct, data ATP dari SUSENAS tahun 1999.
Hasil pcnelitian menunjukkan bahwa dari 5 unit produksi pelayanan dasar yang
dianalisis biaya saman dan tarifrasionalnya didapatkan biaya satuan normatif di unit BP
sebesar Rp.5.343, pcmcriksaan di BPG sebesar Rp.5.'720, tindakan ringan di BPG
sebesar Rp_10.364, tindakan berat di BPG sebesar Rp.2l.l34, KB sebesar Rp.18_866,
KIA sebcsar Rp_7.018 Serta Imqrlisasi sebesar Rp.4.628.
Kcnaikan tarif dengan mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat
(ATP) yang direkomendasikan untuk BP adalah sebesar Rp.7.000, pcmcxiksaan gigi
Rp.7_O00, tarif tindakan ringan di BPG Rp.18.000, tarif tindakan berat di BPG
Rp.25;000, tarifKB Rp.2s_ooo, tarifKIA Rp.8.000, tariff lmunisasi tetap Rp.9oo karena
Imunisasi merupakan salah salu public goods.
Dengan hasil tersebut disarankml bagi puskesmas untuk mengusulkan kepada
pengambil keputusan tentang besamya tarif rasional di unit pelayanan dasar dan
melakukan efisiensi biaya opemsional_ Sedangkan bagi pengambil keputusan untuk
menetapkan tarif puskesmas terutama Puskesrnas Swadana sesuai dengan biaya satuan
dan kemampuan membayar masyarakan.
"
Universitas Indonesia, 2001
T5499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agung Riyadi
"Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan keburuhan masyarakat khususnya dalam hal pelayanan kesehatan, yang diikuti oleh adanya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang lebih balk, maka institusi pelayanan kesehatan diruntut untuk selalu merespon perubahan yang terjadi.
Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan secara menyeluruh, terpadu, mama_ dan terjangkau. Namun hingga saat ini implementasi kegiatan puskesmas belum menunjukkan hasil yang optimal.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maker penulis akan mengadakan penelitian tentang tingkat kepentingan masyarakat dalam hal pelayanan kesehatan terhadap kinerja atau pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diberikan. Penelitian ini difokuskan kepada persepsi atau tanggapan pengguna jasa terhadap layanan yang diberikan dan harapan pengguna jasa terhadap layanan yang berkualitas.
Untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan kesehatan yang baik atau tingkat kepuasan pelanggan atau pengguna jasa adalah dengan Cara membandingkan antara tingkat kinerja dan harapan atau kepentingan pelanggan dengan menggunakan metode Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja. Sementara untuk rekomendasi tentang faktor atau atribut yang mempengaruhi kualitas pelayanan atau kepuasan pelanggan dipetakan dalam diagram Kartesius.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. dan melibatkan sampeI sebanyak 100 responden yang diambil dari lima kecamatan meliputi kecamatan Purworejo, Purwodadi, Grabag, Kemiri dan Bener. Sampel dilakukan menggunakan teknik cluster sampling (area sampling) dengan mempertimbangkan aspek geografis wilayah.
Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan kesehatan di puskesmas. didasarkan pads dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari : assurance, reliability. empathy, responsiviness, dan tangible.
Berdasarkan hasil penelitian maker dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap tingkat kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas kabupaten Purworejo. sebagaian besar berada di kontinum cukup baik, demikian pula berdasarkan rarer-rata untuk setiap dimensi juga berada pada kontinum cukup baik_ Sementara dari 40 indikaror yang dinilai, maka berdasarkan hasil analisis sebagaimana tergambar dalam diagram kartesius , terlihat bahwa terdapat 5 faktor yang berada di kuadran 1 yang berarti faktor tersebut dinilai sangat penting oleh pengguna/masyarakat, akan tetapi tingkat pelaksanaan belurn memuaskan. Dikuadran II terdapat 15 faktor, hal tersebut menggambarkan bahwa antara tingkat kinerja dan harapan pelanggan sudah sesuai. Sementara di kuadran m terdapat 14 faktor, artinya bahwa faktor-faktor tersebut dianggap kurang penting oleh pelanggan, sementara tingkat kualitas pelaksanaannya dianggap biases Sedangkan di kuadran N terdapat 6 faktor, hal ini menunjukkan bahwa faktor tersebut dianggap tidak terlalu penting oleh pelanggan, sementara pelaksanaan dilakukan dengan ball oleh puskesmas.
HasiI penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi pihak manajemen terkait dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.

The people's knowledge and needs in health service has increased as well as the demand of better health service. Health care institutions are there fore asked to respond to changes.
The Puskesmas (community health center) functions as the spearhead of government's health service which is responsible to provide complete, integrated, evenly distributed and affordable services. Nevertheless, the Puskesmas has not demonstrated optimum performance.
Based on the phenomenon above, the author intends to conduct a research in the people's significance level towards health service by considering its performance and implementation. This research emphasizes in the perception and hope of health service users.
The level of health service quality or customer/user satisfaction can be calculated by comparing performance level to expectation or significance of costumer using analysis of significance and performance level. Recommendations on factors or attributes that influence quality of service or costumer satisfaction are illustrated in the Cartesian diagram.
The method employed is qualitative and quantitative methods and involves 100 respondents surveyed from five districts, i.e. Purworejo, Purwodadi, Grabag, Kemiri and Bener. Sampling is performed by using cluster sampling (area sampling) technique and takes geographical aspect of the region into account.
The customer satisfaction towards health service in Puskesmas is indicated by the dimension of service quality comprising of assurance, reliability, empathy, responsiveness, and tangibility.
It can be concluded that the people's perception towards the quality of health service provided by Puskesmas in Purworejo regency lies on the good continuum as well as the average of every dimension. Out of 40 assessed indicators, five of them are in the first quadrant meaning that the particular factor is considered important by the community as illustrated in the Cartesian diagram. However, the level of implementation is not of the best satisfaction. On the second quadrant, there are 15 factors. It indicates that the level of performance has met the customer satisfaction. On the third quadrant, we have 14 factors signifying that those factors are less considerable according to the customer, while the level of implementation quality is moderate. There are 6 factors on the fourth quadrant which means that those factors are not of the best importance for the customer, while the Puskesmas's service implementation is quite satisfactory.
It is expected that the result of this research would serve as inputs for the management of the related institutions in their effort to improve their quality of health service in the future.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aspan Effendi
"Puskesmas merupakan satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, serta dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk melaksanakan kegialannya, pembiayan puskesmas selama ini sebagian besar bersumber dari pemerintah pusat, sedangkan sebagian lagi dibiayai oleh pemerintah daerah.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu semakin tinggi, sementara alokalasi biaya operasional puskesmas yang diberikan oleh pemerintah semakin menurun. Untuk itu, pihak departemen kesehatan menetapkan konsep swadana sebagai satu jalan keluarnya.
Puskesmas swadana diberikan kewenangan mengelola scluruh dana penerimaan fungsional puskesmas untuk digunakan bagi pembiayaan operasional puskesmas sehari-hari. Selain itu, konsep swadana merupakan penjabaran dari tujuan otonomi daerah dalam meningkatakan mutu pelayanan secara efektif dan efisien.
Pada saat ini,. Puskesmas Putri Ayu memiliki kunjungan pasien yang tinggi, lokasi yang strategis dan sumber daya manusia yang cukup berkualitas. Kondisi yang cukup kondusif ini menjadikannya layak dikembangkan menjadi puskesmas swadana sekaligus menjadi contoh puskesmas swadana di Kota Jambi. Dalam upaya pengembangan ini diperlukan sualu perencanaan strategi yang disesuaikan dengan visi dan misi Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam mencapai Jambi sehat 2008. Untuk dapat menyusun perencanaan strategi dilakukan penelitian operasional dengan analisis kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap sejumlah pihak penentu kebijakan kesehatan. Sejumlah pihak tersebut adalah Walikota, DPRD, Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan unsur pelaksana Puskesmas Putri Ayu.
Consensus Decision Making Group (CDMG) yang beranggotakan para pelaksana inti Puskesmas Putri Ayu menetapkan beberapa strategi terbaik dengan menggunakan SWOT matrik dan QSPM sebagaimana yang ditelili dalam penelitian ini. Hasil penelitian pemilihan alternatif strategi berdasarkan hasil IE memperlihatkan bahwa posisi Puskesmas Putri Ayu berada pada kuadran II. Hal itu menunjukan bahwa posisinya berada dalam grow and build sesuai dengan rategi intensif dan integrative yang dianjurkan. Strategi intensif yang dimaksud adalah market penetration, market development dan product development, sedangkan strategi integratif mencakup backward integration, and forward integration dan horizontal integration.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Puskesmas Putri Ayu memiliki peluang yang besar dengan dukungan internal dan eksternal yang kuat, walaupun masih menghadapi pesaing yang cukup kompetitif. Dengan demikian, berbagai upaya masih diperlukan untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Sebagai saran dan tindak lanjut, strategi yng telah dipilih hendaknya dioperasikan dengan optimal dengan dukungan berbagai pihak.
Daftar bacaan: 40 (1982-2002)
Strategy Planning Of Developing Putri Ayu Public Health Service In Jambi Municipality Into Self Financing Public Health Service In 2002 Public health center (PHC) is functional organizational unit, which conducts health services in comprehensive, integrated and well-distributed way, also both accepted and accessible to the society. So far, it is mostly financed by Central Government to perform its activity. Province Authority pays only little amount.
The society requirement to the qualified health service gets higher and higher, meanwhile PHC operational finance allotment given by the government decreases. Therefore, Health Department establishes self-financing concept as one of solutions.
Self-financing PHC manages its functional revenues to cover its daily operational finance. In addition, the concept is enforced from district authority purpose in order to improve the service quality effectively and efficiently.
Now that Putri Ayu PHC has high patient visit, strategic location and adequate human power, if is worth being developed into self-financing PHC, even self-financing PHC model in Jambi Municipality.
As for its development, it is important to set strategy planning matched the vision and mission of Jamb Municipality Health Office in order to reach Healthy Jamb 2008. In this respect, there should be an operational research by using qualitative analysis through dept interview to the certain health decision-making officers. The officers are Mayor, District parliament, Head of Municipality Health Office, Head of Provincial Health office, operating officers of Putri Ayu PHC.
Consensus Decision Making Group (CDMG) whose membership are chief operating officers of Putri Ayu PHC decides some best strategic based on SWOT matrices and QSPM as revealed in this research. The research result of deciding alternative strategy based on IE result show that Putri Ayu PHC position is at quadrant II. It shows that its position is on growing and building phase fulfilling the recommended intensive and integrative strategies. The intensive strategy covers market penetration, market development and product development, while integrated strategy consists of backward integration, forward integration and horizontal integration.
The research concludes that Putri Ayu PHC has great chance with internal and external support, meanwhile it is facet with competitive rivals. Therefore, it needs developing efforts in order to improve its service quality. As for advice and follow up, officers should implement the chosen strategies with others' supports.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T1653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>