Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kuntjoro
"ABSTRAK
Dalam usaha untuk meningkatkan ketajaman diagnosis potong beku jaringan tiroid diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan, antara lain dengan sitologi imprint. Pembuatan sediaan sitologi imprint ini cukup mudah dan cepat. Dengan sitologi imprint, sel ganas pada umumnya lebih mudah dikenali daripada sediaan potong beku, kecuali pada kelainan tertentu terutama Iasi folikuler. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan nilai ketepatan keganasan dengan metode sitologi imprint pada jaringan tiroid terhadap diagnosis sediaan parafin dari kasus yang sama.
Penelitian ini dilakukan dua tahap.Pertama meneliti semua sediaan imprint yang telah dipersiapkan selama dua tahun. Kedua meneliti sediaan parafin kasus yang sama. Semua sediaan imprint diteliti baik mengenai sel maupun latar belakangnya. Dibuat kriteria tertentu untuk tiap jenis kelainan tiroid.
Untuk menilai ketepatan diagnosis sitologi imprint diperlukan analisa uji kemampuan yaitu menggunakan angka acak binomial dengan menirukan tabel 2 x 2 dan sediaan paraffin sebagai baku emas. Dari uji dengan sediaan paraffin sebagai baku emas menghasilkan: sensitifitas 75%, spesifisitas 100%, nilai ramalan positif 100%, nilai ramalan negatif 76% dan ketepatan 93,88%.
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa sitologi imprint mempunyai ketepatan tinggi dalam hal membedakan antara kelainan tiroid jinak dan ganas. Sitologi imprint berguna sebagai pemeriksaan tambahan pada potong beku jaringan tiroid.

ABSTRACT
To increase the ability diagnosis of frozen section of thyroid lesion we need some additional examinations, for example, imprint cytology. In making cytology preparation is not difficult. With imprint cytology, the detail of cell are better preserved than that in frozen section. Usually the malignant cell is rather well differentiated, except for follicular lesions.
The aim of research is to get a value of accuracy of imprint cytology diagnosis of thyroid malignancy, compared with paraffin section diagnosis from the same cases.
There are two investigations for this research. First we evaluated all imprint slides prepared in two years. All the imprint slides where examined of their cells and backgrounds. We made some criteria for each thyroid lesions. The second evaluation was about paraffin slides.
To evaluate the imprint cytology diagnosis accuracy, analysis of capability was necessary, using binomial random numbers, imitating table 2 x 2 and paraffin slide as gold standard.
From the analysis we found that sensitivity was 75%, spesificity was 100%, positive predictive value was 100%, negative predictive value was 76% and accuracy was 93,88%.
From this examination we conclude that imprint cytology has high accuracy in distinguishing malignancy lesions from benign ones. The imprint is valuable as an addition to the frozen section.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Elia Aditya Bani Kuncoro
"Pendahuluan : Radioterapi pada regio thorakal dan abdominal semakin menimbulkan peminatan seiring dengan berkembangnya teknik pencitraan, perencanaan penyinaran, dan imobilisasi. Pergerakan tumor karena pernafasan menjadi tantangan yang harus diatasi dalam penyampaian dosis radiasi. Diperlukan mekanisme radioterapi adaptif untuk dapat melakukan penyelarasan terhadap pergerakan nafas.
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional yang mengambil data pengukuran gerakan dinding dada menggunakan sensor ultrasonik secara real-time dan dibandingkan dengan pengukuran sesungguhnya yang diperoleh dari MotionView™. Setiap pengukuran dilakukan setiap 0,22 detik. Dilakukan pengukuran nilai korelasi antar dua set data pengukuran serta dihitung selisih kedua pengukuran untuk mendapatkan nilai estimasi dan simpangan deviasi dari nilai yang diperoleh.
Hasil : Sembilan orang sampel berhasil direkrut dalam penelitian ini, pada masing-masing sampel, data diambil sebanyak 3 kali. Diperoleh median selisih pengurukuran dari kedua instrumen adalah 1,1 mm dengan simpangan deviasi 2,0 mm. Pada uji korelasi antar hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai yang diperoleh dari instrumen berbasiskan ultrasonik memiliki korelasi 0,97 (positif sangat kuat; p=0,000).
Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen berbasiskan ultrasonik memiliki kemampuan untuk mengukur pergerakan dinding thorakoabdominal dengan kekuatan korelasi sangat kuat, dengan ketepatan resolusi sebesar 1,1 mm dengan simpangan deviasi ± 2,0 mm.

Introduction : The interest of radiotherapy in thoracic and abdominal malignancy is increasing in accordance with the advance of imaging, treatment planning, and immobilization technique. Tumor motion as a consequences of respiration is a challanging issue in the dose delivery. Adaptive radiotherapy is demanded to be able to synchronize radiation delivery with the respiratory motion.
Methods : This research compares the measurements of thoracic wall movement acquired from two different device: ultrasound based instrument vs MotionView™ as a reference standard. Each measurement data is collected every 0,22 second, and after the data are completed, the two datasets are then analyzed to obtain the correlation coeficient and the absolut difference between the two datasets to calculate the point of estimate and the deviation standard between instruments.
Results : Nine samples were recruited and completed the data collection for three sequential fractions. Median of difference between instruments were 1,1 mm with standard deviation of 2,0 mm. Correlation test between measurements shows positive correlation with the coeficient of 0,97 (very strong; p=0,00).
Conclusion : This study shows the ability of ultrasound based instrument to measure the chest wall movement with a very strong correlation compared to the reference standard. Individual point measurements show a difference of 1,1 mm with standard deviation of 2,0 mm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian observasional potong lintang sitologi cairan peritoneal di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSUPNCM
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Purwono
"Latar Belakang: Efusi pleura ganas menunjukkan prognosis yang buruk sehingga sitologi cairan pleura berperan penting dalam mempersingkat waktu diagnosis. Teknik barbotage diketahui bermanfaat dalam meningkatkan nilai diagnostik sitologi pada karsinoma urotelial, namun belum diketahui perannya pada keganasan rongga toraks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan deteksi sel ganas dan hitung jumlah sel tumor antara pungsi pleura konvensional dan dengan teknik barbotage pada keganasan rongga toraks.
Metode: Penelitian ini merupakan uji kesesuaian dengan desain potong lintang yang dilakukan di IGD, poli intervensi paru dan ruang rawat inap RSUP Persahabatan pada bulan November 2022 – Juni 2023. Subjek penelitian adalah pasien keganasan rongga toraks dengan EPG yang dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Sitologi cairan pleura diperiksa menggunakan pewarnaan Papanicolaou dan Giemsa dari sampel pungsi pleura konvensional dan barbotage pada subjek yang sama. Data karakteristik klinis, radiologis, laboratorium dan histopatologis diambil dari rekam medis.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 34 dari 84 subjek EPG menunjukkan sitologi positif pada keseluruhan teknik (40,5%). Teknik konvensional dan barbotage menunjukkan hasil serupa yaitu 39,3%. Deteksi sel ganas dengan teknik konvensional dan barbotage menunjukkan kesesuaian sangat baik yang bermakna (ĸ=0,950; p<0,001). Deteksi sel ganas dengan pewarnaan Papanicolaou dan Giemsa juga menunjukkan kesesuaian sangat baik (ĸ=0,899 dan 0,924; p<0,01). Hitung jumlah sel tumor antara kedua teknik dengan masing-masing pewarnaan menunjukkan kesesuaian cukup (ĸ=0,556 dan 0,520; p<0,01). Analisis multivariat menunjukkan bahwa lokasi lesi primer di paru (OR 4,61; IK 95% 1,33 – 16,03) dan cairan pleura yang keruh (OR 3,41; IK 95% 1,19 – 9,83) memengaruhi hasil sitologi positif cairan pleura.
Kesimpulan: Studi ini merupakan studi pertama yang meneliti mengenai penggunaan teknik barbotage pada tindakan pungsi pleura. Pungsi pleura dengan teknik barbotage merupakan alternatif diagnostik yang secara umum aman dan setara dengan teknik konvensional.

Background: Malignant pleural effusion is a predictor of poor prognosis, therefore pleural fluid cytology is an important tool to shorten the time of diagnosis. Barbotage technique is known to increase diagnostic value in urothelial malignancy, but its role in thoracic malignancies is still unknown. This study aims to compare pleural fluid cytology positivity and tumour cell count between thoracentesis with conventional and barbotage technique in thoracic malignancies.
Methods: This study is a measurement of reliability using a cross-sectional design which was carried out in emergency department, pulmonary intervention clinic and ward of National Respiratory Center Persahabatan Hospital in November 2022 – June 2023. The subjects of this study were thoracic malignancy patients with MPE who met the inclusion and exclusion criterias. Pleural fluid cytology was examined using Papanicolaou and Giemsa stains from conventional and barbotage thoracentesis samples taken on the same subject. Clinical, radiological, laboratory and histopathology data were collected from medical records.
Results: Pleural fluid cytology using both techniques was diagnostic in 34 of 84 (40,5%) MPE patients and 39,3% in each conventional and barbotage technique. Thoracentesis with both techniques showed significantly almost perfect agreement in malignant cell detection (ĸ=0.950; p<0,001). Papanicolaou and Giemsa stains also showed significantly almost perfect agreement in malignant cell detection (ĸ=0.899 and 0.924; p<0.001). Tumour cell count between both techniques using each stain showed significantly moderate agreement (ĸ=0.556 and 0.520; p<0.01). Multivariate analysis showed that primary lesion in the lung (OR 4.61; 95% CI 1.33 – 16.03) and cloudy pleural fluid (OR 3.41; 95% CI 1.19 – 9.83) increased the odds of positive pleural cytology.
Conclusion: To the best of our knowledge, this is the first study to evaluate thoracentesis with barbotage technique. Thoracentesis with barbotage technique is a generally safe alternative procedure and equivalent to conventional technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Maulina
"Latar belakang: Metastasis leptomeningeal (ML) merupakan penyebaran sel tumor ke leptomening dan ruang subarakhnoid, dengan insidens yang semakin meningkat dan prognosis yang buruk. Analisis cairan serebrospinal (CSS) merupakan pemeriksaan penting dengan sitologi sebagai standar baku emas untuk deteksi sel tumor di CSS.
Metode penelitian: Studi potong lintang retrospektif multisenter untuk mengetahui gambaran analisis rutin dan sitologi CSS pada keganasan dengan kecurigaan ML yang dilakukan pungsi lumbal pada Januari 2018-Desember 2021. Dilakukan pencatatan data klinis, radiologis, jenis tumor, analisis rutin serta frekuensi pungsi lumbal, dan dianalisis hubungannya dengan sitologi CSS.
Hasil: Terdapat 153 subjek dengan abnormalitas analisis rutin CSS(75,2%) berupa peningkatan jumlah sel >5/uL(47,1%) dengan median 5(1-3504)/uL; peningkatan protein CSS >45 mg/dl (52,9%) dengan median 50 (5-820)mg/dl serta penurunan glukosa CSS <50 mg(15%) dengan median 68 (3-269)mg/dl. Proporsi sitologi CSS positif sel ganas 20,3%. Proporsi flow cytometry immunophenotyping CSS positif pada keganasan hematologi dengan kecurigaan ML 25,6%. Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan sel, jenis keganasan hematologi, dan gambaran MRI dengan sitologi CSS (p<0,001;p=0,03;p=0,03). Tidak terdapat hubungan bermakna antara manifestasi klinis dan frekuensi pungsi lumbal dengan sitologi CSS.
Kesimpulan: Abnormalitas analisis rutin CSS didapatkan pada sebagian besar subjek keganasan dengan kecurigaan ML, dengan positivitas sitologi yang rendah. Gejala klinis yang bervariasi dan pengulangan pungsi lumbal tidak signifikan menaikkan kemungkinan sitologi CSS positif.

Background: Leptomeningeal metastases (LM) is a condition where malignant cells spread to leptomeninges and subarachnoid space, with increasing incidence and poor prognosis. Cerebrospinal fluid (CSF) analysis is an important examination with cytology as the gold standard for malignant cells detection in CSF.
Methods: A multicenter cross-sectional retrospective study to describe CSF routine analysis and cytology in suspected LM on January 2018-December 2021. Clinical manifestations, radiological data, tumor type, CSF routine analysis, and lumbal puncture frequency were recorded, and their correlation with CSF cytology was analyzed.
Results: There were 153 subjects with abnormalities on CSF routine analysis(75,2%), consist of CSF cell count >5/uL(47,1%) with median 5(1-3504)/uL, CSF protein >45 mg/dL(52,9%) with median 50(5-820) mg/dL, and CSF glucose <50 mg/dL(15%) with median 68(3-629)mg/dL. Positive CSF cytology result was 20,3%. Positive CSF flow cytometry immunophenotyping in hematological malignancy with suspected LM was 25,6%. There was significant correlation between the increase in CSF cell count, hematological malignancy, and MRI results with CSF cytology (p<0,001;p=0,03;p=0,03). There was no significant correlation between clinical manifestations and lumbal puncture frequency with CSF cytology.
Conclusion: Abnormalities of CSF routine analysis were found in majority subjects with suspected LM but CSF cytology positivity rate was considered low. The presence of varied clinical symptoms and repeated lumbal punctures didn’t increase the likelihood of positive CSF cytology.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wagini A. Muljanto
"ABSTRAK
Pemeriksaan sitologi aspirasi (jarum halus) merupakan sarana diagnostik yang efisien, dan mempermudah deteksi dini kanker payudara. Salah satu sitoteknologi maju yang merupakan penunjang diagnosis ialah imunositokimia. Pemeriksaan imunositokimia dapat memeriksa kandungan zat di dalam sel, misalnya onkoprotein CerbB-2 yang merupakan produk neu onkogen, sebagai perwujudan mutasi genetic. Zat lain ialah PCNA (proliferating cell nuclear antigen) yang digunakan untuk mengukur kecepatan proliferasi atau pertumbuhan tumor. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui korelasi analisis struktural dengan evaluasi fungsional sel. Analisis multivariabel diharapkan meningkatkan ketepatan diagnostik dan penilaian prognostik.
Desain umum penelitian ialah pengamatan cross-sectional. Subyek penelitian ialah 24 pengidap tumor payudara, terdiri atas 12 kasus kanker dan 12 lesi jinak. Sediaan sitologi aspirasi dianalisis di Laboratorium Sitologi Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sejak Desember 1993 sampai dengan Mei 1994). Pewarnaan imunositokimia dilakukan dengan teknik imunoenzin (peroksidase -antiperoksidase). Antibodi primer anti- onkoprotein C-erbB-2 ialah antibodi nonoklonal dari clone CB11; sedangkan antibodi anti- PCNA ialah antibodi monoklonal dari clone 19A2 (Biogenex). Analisis sitomorfologik dilakukan dengan pewarnaan rutin Papanicolaou dan Giemsa.
Hasil penelitian menunjukkan positivitas onkoprotein C-erbB-2 pada 60Z kasus kanker payudara, berupa pola butir pewarnaan di membran sel/plasmalemma. Lesi jinak pada pasien berusia muda tidak menunjukkan ekspresi onkoprotein, sedangkan pada yang berusia > 40 tahun terdapat 2 kasus yang menunjukkan positivitas fokal. Positivitas PCNA pada, kanker payudara bervariasi, menunjukkan variabilitas kecepatan pertumbuhan tumor. Lesi jinak berusia muda juga menunjukkan proporsi positivitas PCNA yang tinggi.
Kesimpulan yang ditarik ialah : terdapat petunjuk peningkatan mutasi genetik sesuai dengan peningkatan usia, agaknya merupakan efek akumulatif. Perbedaan kecepatan pembelahan sel tidak dapat digunakan untuk membedakan keganasan tumor payudara, namun dapat digunakan sebagai variabel prognostik di antara kasus kanker.

ABSTRACT
(Fine-needle) Aspiration cytology examination is an efficient diagnostic tool, which will facilitate early detection of breast cancer. One of the advanced cytotechnology as diagnostic adjunct is immunocytochemistry. Inmunocytochenistry can detect cellular chemical contain, i.e_ C-erbB-2 oncoprotein, which is produced by neu oncogene as manifestation of genetic mutation. Another substance is PCNA (proliferating cell nuclear antigen), which can measure proliferation or growth of the tumor. This study aim is to evaluate correlation of structural and functional analysis of the cell. Multivariate analysis can enhance diagnostic accuracy and prognostic measure.
General design of the study is cross-sectional observation. Research subject are 24 patient with breast tumor, 12 were cancer, other were benign lesion. Cytology specimen was examined in Cytology Laboratorium, Department of Anatomic Pathology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, during December 1993 until Hei 1994. Imnunostaining was done with immunoenzyme (peroxidase - antiperoxidase) technique. The primary antibody anti- C-erbB-2 oncoprotein is monoclonal antibody from clone CB11; source of primary antibody anti- PCNA is monoclonal antibody from clone 19A2 (Biogenex). Cytonorphologic analysis was done with Papanicolaou staining slide and Giemsa staining.
The result of this study is positivity oncoprotein c-erbB-2 in 60% of breast cancer cases, with membranous staining granule in the plasmalemma. Benign lesions do not overexpression oncoprotein, except 2 cases of the old patient with focal staining. PCNA positivity of breast cancer were variable amount, which are consistent with variability of the tumor growth. But the benign lesions were also expression PCNA, especially the young patient.
Conclusion of this study is the overexpression of oncoprotein indicate of increase mutagenesis consistent with the age, as accumulative effect. Proliferation rate can not distinguish malignant or benign neoplasm of the breast, but this contribution is to prognostic factor among the cancer cases."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Erlang Setiawan
"LATAR BELAKANG
Kelenjar getah bening merupakan salah satu organ yang termasuk sistem retikuloendotelial dan mempunyai peranan penting dalam pertahanan tubuh. Disamping itu kelenjar getah bening merupakan juga organ yang sering terkena penyakit, baik hanya berupa reaksi hiperplasia maupun infeksi, tumor primer, tumor sekunder dan penyakit sistemik (1,2,3).
Biopsi terbuka merupakan tindakan yang amat penting baik dalam fungsinya sebagai diagnostik maupun digunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit (4,5). Di samping kegunaannya yang penting tersebut, biopsi terbuka mempunyai resiko yang harus diperhatikan, misalnya dapat mempermudah penyebaran tumor ganas, menimbulkan bekas operasi, biaya mahal dan dapat memberikan kesan pada penderita bahwa penyakitnya telah diobati dengan tindakan ini (5,6,7).
Biopsi aspirasi kelenjar getah bening pertamakali dilaporkan oleh Grieg dan Gray (8) pada tahun 1904 terhadap penderita Tripanosomiasis. Kemudian pada tahun 1930, Martin dan Ellis (9) lebih lanjut mejelaskan tentang teknik biopsi aspirasi jarum halus. Perkembangan tindakan ini makin cepat dan luas, bahkan saat ini tindakan biopsi aspirasi jarum halus telah menjadi tindakan rutin di negara maju, serta telah dilakukan terhadap berbagai organ, baik yang letaknya superfisial maupun yang letaknya dalam rongga dada / perut (10,11,12).
Mengingat tindakan biopsi aspirasi jarum halus merupakan tindakan yang aman., murah dan mempunyai ketepatan diagnosis yang tinggi (13,14,15,16,17), maka sewajarnyalah tindakan ini diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang, terutama negara dengan keadaan sosial ekonomi yang masih kurang/rendah.
Di Indonesia laporan tentang biopsi. aspirasi jarum halus belum banyak dipublikasikan, walaupun mungkin telah banyak dilakukan di beberapa pusat pendidikan. Sedangkan akhir-akhir ini Zajdela dkk (18), telah memperkenalkan tindakan biopsi jarum halus tanpa aspirasi pada tumor payudara, menghasilkata sediaan yang cukup dan ketepatan diagnosis tidak berbeda dengan biopsi aspirasi jarum halus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya ketepatan diagnosis biopsi jarum halus pada limfadenopati supersial penderita dewasa serta mempergunakan cara Zajdela dkk pada awal tindakan biopsi jarum halus. Sebagai tolok ukur adalah diagnosis histologik sediaan blok parafin.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrahwati Sudarmo
"ABSTRAK
Pneumocystis jirovecii adalah penyebab infeksi oportunistik di saluran pernapasan
bawah pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, terutama pada
pasien HIV. Pemeriksaan infeksi P.jirovecii di Indonesia masih berdasarkan
pemeriksaan klinis dan mikroskopis, yang memerlukan waktu yang cukup lama,
kurang sensitif dan spesifik. Karena alasan tersebut dalam penelitian ini
dikembangkan uji molekuler real time PCR (rPCR) yang lebih sensitif dan
spesifik. Uji rPCR telah berhasil dioptimasi dengan kemampuan deteksi minimum
DNA 6,55 copy/μl dan tidak bereaksi silang dengan mikroorganisme yang diuji
pada penelitian ini. Dibandingkan dengan uji mikroskopis, uji rPCR memberikan
hasil positif 20% lebih tinggi daripada uji mikroskopis. Uji rPCR dapat
mendeteksi P.jirovecii pada sampel klinis sputum dan sputum induksi dari pasien
HIV dengan pneumonia dengan jumlah sel CD4+ > 200 maupun ≤ 200. Oleh
karena itu, uji rPCR yang telah dioptimasi dalam studi ini dapat mendeteksi
P.jirovecii pada sampel klinis sputum dan sputum induksi dari pasien HIV dengan
pneumonia dengan jumlah sel CD4+ > 200 maupun ≤ 200

ABSTRACT
Pneumocystis jirovecii is the cause of opportunistic infections in the lower
respiratory tract in individuals with weakened immune systems, especially in
patients with HIV. Examination P.jirovecii infection in Indonesia was based on
clinical and microscopic examination, requiring considerable time, less sensitive
and specific. Because of these reasons in this study developed a molecular test
real time PCR (rPCR) is more sensitive and specific. rPCR test has been
successfully optimized with minimum DNA detection capabilities 6.55 copy/μL
and do not cross-react with the microorganisms were tested in this study.
Compared with microscopic test, test rPCR gives positive result 20% higher than
the microscopic test. rPCR test can detect P.jirovecii on clinical samples of
sputum and sputum induction of HIV patients with pneumonia with CD4+ cell
counts > 200 or ≤ 200. Therefore, rPCR test which has been optimized in this
study can detect P.jirovecii in clinical sputum samples and sputum induction of
HIV patients with pneumonia with CD4+ cell counts > 200 or ≤ 200"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Prasetio Nugraha
"Trakeostomi adalah salah satu tindakan pilihan pada kasus obstruksi jalan nafas atas. Blok pleksus servikalis superfisialis bilateral merupakan teknik regional anestesi yang populer untuk tatalaksana nyeri selama dan pasca operasi regio leher, namun jarang dipergunakan pada tindakan trakeostomi. Subtansia P adalah neurotransmitter utama nyeri dan mediator poten inflamasi neurogenik yang menyebabkan aktivasi sel-sel inflamatori, vasodilatasi, dan edema setelah manipuasi pada ujung saraf sensori. Kadar substansia P meningkat pada saat nyeri akut, sehingga juga dapat dianggap berperan sebagai mediator nyeri dan digunakan sebagai penanda kejadian nyeri akut. Metode: Kelompok Blok servikalis superfisialis bilateral: Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan Bupivakain 0,25% sebanyak 10-15 ml pada masing-masing sisi. Setelah 20 menit, operasi dapat dilakukan. Kelompok Infiltrasi dilakukan penyuntikan infiltrasi lokal lidokain 2% pada daerah insisi. Pra dan Pasca tindakan trakeostomi, segera dilakukan pengambilan sample darah untuk pemeriksaan kadar Substansia P. Hasil: Jumlah sampel penelitian yang didapatkan adalah 34 sampel, usia 12-80 tahun. Hasil uji satistik variabel skala nyeri insisi menunjukkan nilai p<0,001. Hasil uji Mann-Whitney selisih Substansia P menunjukkan nilai p>0,05 (p=0,692). Simpulan: Blok pleksus servikalis superfisialis bilateral memiliki efektivitas analgesia yang lebih baik dibandingkan dengan infiltrasi lokal lidokain 2% pada tindakan trakeostomi.

Background: Tracheostomy is one of choice for upper airway obstruction management. Bilateral superficial cervical plexus block is a popular technique for pain management during and post neck region surgery, but rarely used in tracheostomy. Subtansia P is a major neurotransmitter of pain and a potential mediator of neurogenic inflammation that causes activation of inflammatory cells, vasodilation, and edema after manipulation of sensory nerve endings. The level of substance P is increased during acute pain, so it can also be considered as a mediator of pain and is used as a marker of acute pain events. Methods: Bilateral superficial cervical block group: Injections were carried out using 10-15 ml Bupivacaine 0.25% on each side. After 20 minutes, surgery can be proced. Infiltration group was injected with 2% lidocaine local infiltration in the incision area. Pre and post tracheostomy, blood samples were taken immediately to check the Substance Level P. Results: The number of research samples obtained was 34 samples, aged 12-80 years. The statistical test results of incision pain scale variable showed p value <0.001. Mann-Whitney test results on the P Substance differences showed a value of p> 0.05 (p = 0.692). Conclusion: Bilateral superficial cervical plexus block has better analgesia effectiveness compared to 2% local lidocaine infiltration in tracheostomy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Supartono
"DISAIN. Biopsi aspirasi jarum dilakukan pada 35 penderita Osteosarkoma antara Januari 1996 sampai dengan Juli 1999. Hasilnya dibandingkan dengan biopsi terbuka (BT) dan kesimpulan Konferensi Patologi Klinik (CPC). OBJEKTIF. Mengetahui ketepatan diagnosis biopsi aspirasi jarum dalam hal adekuasi dan akurasi, serta sensitifitas dan spesifisitasnya pada osteosarkoma. LATAR BELAKANG. Sampai saat lni biopsi terbuka menjadi standar dalam mendiagnosis suatu neoplasma pada umumnya dan Osteosarkoma khususnya. Biopsi terbuka memberikan material yang memadai namun mempunyai keterbatasan, risiko dan komplikasi. Biopsi tertutup dengan aspirasi memberikan beberapa keuntungan dengan hasil yang cukup akurat dan memungkinkan penegakan diagnosis secara dini sehingga meningkatkan kualitas penatalaksanaan.

DESIGN. Needle aspiration biopsies were performed on 35 patients with osteosarcoma between January 1996 and July 1999. The results were compared with open biopsy (BT) and clinical pathology conference (CPC) conclusions. OBJECTIVE. To know the accuracy of the diagnosis of needle aspiration biopsy in terms of adequacy and accuracy, as well as its sensitivity and specificity in osteosarcoma. BACKGROUND. Until now, open biopsies have become the standard in diagnosing a neoplasm in general and osteosarcoma in particular. Open biopsy provides adequate material but has limitations, risks and complications. Aspirational closed biopsy provides several advantages with fairly accurate results and allows for early establishment of diagnosis so as to improve the quality of management."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>