Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160465 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Woro Retno Mastuti
"Cerita Sutasoma adalah kisah tentang Sutasoma sebagai titisan Buddha menjelma ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari serangan raksasa. Dalam karya sastra Jawa Kuno, cerita ini digubah dalam bentuk kakawin Sutasoma. Selain berisi tentang kepahlawanan Sutasoma, kakawin ini juga menyuguhkan ide-ide religius yang muncul pada jaman Majapahit. Kakawin Sutasoma sendiri digubah oleh Mpu Tantular antara tahun 1365 sampai 1389. Selain itu, Sutasoma juga dapat ditemukan dalam bentuk parwa (prosa Jawa Kuno). Kisah Sutasoma tersebut dapat kita jumpai dalam naskah Cantakaparwa, yang dianggap sebagai ensiklopedi sastra Jawa Kuno. J. Ensink telah membahasnya dengan menggunakan naskah-naskah koleksi Kirtya, Bali. CP. 21 adalah naskah Cantakaparwa koleksi FSUI yang luput dari pembahasan Ensink_ Di samping itu, naskah-naskah Cantakaparwa koleksi Perpustakaan Nasional RI Jakarta juga belum dibahas oleh Ensink. Penelitian terhadap cerita Sutasoma dalam Cantakaparwa ini menggunakan pendekatan filologi dan analisis sastra ( pendekatan intrinsik).
Naskah Cantakaparwa yang diteliti ada 5 naskah. Dari ke-5 naskah tersebut dapat dibagi 2, yaitu naskah koleksi PNRI merupakan satu kelompok dengan naskah garapan Ensink; sementara naskah CP.21 adalah varian dari naskah kelompok Ensink. Dan sudut sastra, nilai estetika yang terkandung dalam kakawin Sutasoma lebih dapat dirasakan dan dinikmati ketimbang parwa, yang sederhana dan lugas. Nilai keindahan dalam kakawin mempunyai arti sebagai doa sang penyair kepada `dewa keindahan'. Sampai saat ini, cerita Sutasoma masih digemari di Bali. Cerita tersebut ditransformasikan dalam berbagai bentuk, antaral lain seni lukis, wayang. Bahkan Pemda Dati 1 Bali menyebarluaskan cerita Sutasoma ini di kalangan pelajar, dalam bahasa Bali. Hanya saja, tema religius yang sangat kental dalam kakawin Sutasoma, berganti menjadi tema kepahlawanan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Syarahsmanda Sugiartoputri
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11056
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Kusuma Whardhany
"Penyusunan edisi teks dan analisis naskah terhadap Hikayat Abu Nawas Br 429 pada bulan September 2007 sampai Maret 2008, tujuannya ialah untuk menyajikan edisi teks, yaitu transliterasi dan analisis naskah yang dapat dibaca oleh masyarakat umum mengingat bahasa yang digunakan dalam naskah tidak begitu dikenal luas. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memaparkan kritik sosial yang terdapat dalam naskah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S10719
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ryandy Dwian Suchendar
"Skripsi ini membahas Surat Kontrak Kalimantan No.7 yang penulis temukan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Surat Kontrak Kalimantan No.7 merupakan surat perjanjian yang diberikan VOC, sekutu kesultanan Pontianak, kepada kerajaan Mempawah pada abad ke-18. Surat Kontrak Kalimantan No.7 diteliti menggunakan metode edisi teks kritis agar kandungan yang terdapat pada SKK7 dapat dipahami. Setelah dilakukan edisi teks kritis, analisis terhadap format dan struktur Surat Kontrak Kalimantan No.7 dilakukan untuk menambah wawasan pembaca. Selain itu, analisis di bidang kebahasaan dan sejarah juga penulis lakukan untuk dapat mengetahui kebahasaan serta fakta sejarah kerajaan Mempawah di masa lampau.

This mini thesis discusses about Text Edition and Analysis of the History of the Kingdom of Mempawah in a Letter of Borneo Contract No. 7. The author discovered the letters contract at Arsip Nasional Republik Indonesia. The Letter of Borneo Contract No. 7 was given by VOC, Sultanate of empire of Pontianak, to the empire of Mempawah in 18
th century. The Letter of Borneo Contract No. 7 will be researched by critical text edition method so that the content contained on that letter can be understood. After doing a critical text method, the author analyse the format and structure of a Letter of Borneo Contract No. 7 to increase the information about the letter content. In addition, the author also analyse the field of literary and history fact about at Emire of Mempawah in the past.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S54316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lestari
"Skripsi ini menyajikan suntingan teks Sang Tyo Gong In beserta deskripsinya. Naskah Sang Tyo Gong In CT. 23 merupakan naskah koleksi Perpustakaan Univesitas Indonesia. Naskah ini merupakan salah satu karya sastra Tionghoa beraksara dan berbahasa Jawa yang dibingkai dalam bentuk macapat. Teks pada naskah disalin oleh Go Ping An di Srengat, Blitar pada tahun 1896. Metode penelitian filologi yang digunakan adalah metode edisi naskah tunggal. Suntingan teks dilakukan dengan menerapkan metode edisi kritis. Naskah ini menceritakan tentang petualangan dan pemberontakan yang dilalukan oleh tiga satria. Tiga tokoh utama yang sakti bernama Tyo Gong In raja muka merah , Teh In raja muka putih , dan Ja Ing raja muka hitam.
This thesis presents the description and text editing of Naskah Sang Tyo Gong In. The text is of Universitas Indonesia Library Collection, one of Chinese literature written in font Javanese style in Macapat. Naskah Sang Tyo Gong In was type written by a researcher Go Ping An at Srengat, Blitar in 1896. He used philology method and applied single text edition method. He then edited the text using critical edition method. The text tells about the adventure and rebellion. There are three main figures in the story, Tyo Gong In the red type face king , Teh In the white type face king , and Ja Ing the black type face . "
2016
S66225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdullah
"Bachtiar (1974) dalam salah satu artikelnya menuliskan bahwa di antara tujuan pembangunan nasional yang harus diperhatikan pada masa-masa mendatang adalah pentingnya memelihara dan mengembangkan kebudayaan nasional. Pengembangan budaya nasional Indonesia secara historis tidak dapat dipisahkan dari berbagai nilai budaya masa lampau yang banyak tersimpan dalam dokumen-dokumen sejarah. Salah satu wujud dokumen sejarah yang banyak mengandung nilai budaya masa lampau ialah peninggalan yang berupa naskah-naskah klasik Nusantara. Salah satu jenis naskah itu antara lain adalah naskah-naskah Melayu klasik yang cukup banyak jumlahnya.
Naskah-naskah Melayu klasik yang bernilai tinggi itu menurut Hussein (1974: 12) belum ditangani secara saksama dan optimal. Bahkan menurut Chambert Lair dalamArchipel 20 (1980: 45) ada empat ribu naskah Melayu yang belum diteliti orang. Karena itulah banyak di antara naskah-naskah itu yang masih terlantar di berbagai perpustakaan, baik di dalam maupun di luar negeri (Robson, 1978: 2-3). Hal ini sungguh sangat memprihatinkan, mengingat naskah-naskah itu merupakan warisan sastra yang memiliki nilai-nilai spiritual dan intelektual yang sangat berguna untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang (Sutrisno, 1981: 7)"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Dana Pranesthi Wening
"Skripsi ini membahas tentang kesinambungan tindak tutur dan keberhasilan komunikasi pada percakapan antartokoh utama dan tokoh utama dengan tokoh lainnya dalam naskah drama Prima Klima karya Fabian Schiedler. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan kesinambungan antara tindak ilokusi dengan tindak perlokusi dalam percakapan dan faktor yang menentukan keberhasilan komunikasi ditinjau dari aspek pragmatis. Data dianalisis dengan menggunakan teori tindak tutur Austin dan Searle dan teori prinsip kerja sama Grice. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak selalu tercapai kesinambungan antar tindak ilokusi dengan tindak perlokusi pada percakapan tokoh dalam naskah drama Prima Klima. Sementara hasil analisis terhadap keberhasilan komunikasi ditinjau dari prinsip kerja sama Grice menunjukkan banyak terjadi pelanggaran terhadap maksim maksim prinsip kerja sama yang menyebabkan komunikasi tidak berhasil.

This undergraduate thesis is done to discuss the continuity of speech act and the communication success between each main characters and the main character with other characters in Fabian Schiedler plays Prima Klima. The purpose of this undergraduate thesis is to find the continuity between illocutionary act and perlocutionary act in the conversation and to find the factors that determine the success of the communication in terms of pragmatic aspects. The data was analyzed using Austin und Searle Theory of Speech Act and Grice Theory of Principle of Cooperation This undergraduate thesis was conducted using descriptive qualitative method
The result of the analysis showed that the continuity between illocutionary act and perlocutionary act in Prima Klima plays is not always achieved. Meanwhile the analysis done to the communication success using Grice Principle of Cooperation showed numbers of violations of the maxims of cooperation principle thus result in communication failure."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Suparta
"Prasi merupakan suatu genre sastra dan seni yang dilahirkan dalam tradisi sastra masyarakat Bali. Gambar wayang klasik dalam lontar prasi itu dihasilkan dari teknik seni `menggores' sehingga disebut "scratched illustration". Dilihat dari korpus naratifnya terutama dari segi manner of representation-nya, maka prasi termasuk genre epik (itihasa). Karya-karya prasi Bali umumnya dipandang memiliki nilai estetik yang tinggi. Di samping itu, juga mengandung unsur-unsur komik, sehingga sering disebut "komik tradisional".
Penelitian ini bertujuan mengkaji dan mengungkapkan nilai estetik dan unsur komik naskah prasi Bhomakawya. Naskah ini memperliatkan kekhasan tersendiri dibanding dengan karya-karya prasi Bali umumnya, baik dari segi ungkapan intra-teks (bentuk ungkapan visual dan verbal) ataupun ekstra-teks (kultural). Masalah utama yang dikaji, yakni: (1) kaidah estetik apa yang mendasari dan bagaimana bentuk ungkapan estetik prasi Bomakawya, dan (2) bagaimana bentuk ungkapan kekomikan prasi dan apa fungsinya dalam struktur naratifnya.
Untuk menjawab masalah tersebut, maka dalam penelitian diterapkan teori rasa sebagai alat untuk menelaah unsur naratif sekaligus kaidah estetik yang "mengakari" dan teori bentuk estetik (aesthetic form) untuk melihat bentuk ungkapan estetiknya. Dalam kaitan itu, juga didukung dengan penerapan metode kualitatif untuk pengumpulan data. Berdasar metode kerjaa dan pengetrapan teori tersebut, maka dapat ditarik beberapa simpulan: pertama, secara sosiotekstologis, penciptaan prasi Bhamakawya menunjukkan kaitan erat baik dengan sastra kakawin Bhomakawya/Bhomintaka maupun pertunjukan wayang kulit. Dari struktur cerita terbukti muncul tokoh-tokoh punakawan di dalamnya; tokoh yang tidak dikenal dalam kakawin Bhomakawya.
Kedua, sebagai suatu genre, prasi Bhomakawya terikat oleh beberapa konvensi, yakni konvensi sastra, bahasa, dan budaya. Pada dasarnya struktur prasi Bhomakawya terikat oleh struktur naratif epik, yang "diakari" oleh kaidah estetik sastra kakawin (Jawa Kuno) dan estetik karya (India). Berdasarkan analisis teori rasa, maka bentuk ungkapan estetik yang menyolok dalam prasi Bhomakawya ini antara lain: (1) mantra (perundingan), (2) prayana (keberangkatan ke medan perang), (3) uji (pertempuran di medan perang), (4) udyanakrida (percengkramaan di taman), dan (5) nayaka (pujian bagi sang pahlawan).
Ketiga, ungkapan unsur kekomikan (hasya rasa) dalam prasi Bhomakawya ini merupakan bagian yang integral dari kaidah estetikanya. Kekomikan (hasya rasa) yang terjalin dalam kesatuan lingual dan tematik ini dinyatakan dalam bentuk visual dan verbal, dapat dikenali melalui ungkapan: (I) svagata/atmastha (laughing with), dan paragata/parastha (laughing at). Fungsi estetik ungkapan kekomikan (hasya rasa) itu, yakni: (1) sebagai media hiburan (pemenuhan hasrat keindahan), dan yang lebih penting (2) sebagai alat edukasi seni/sastra melalui suatu tindak apresiasi dan kreasi teks yang lebih menarik dan relevan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Lucia Hilman
"Hal yang saat ini menjadi masalah rumit dalam kehidupan bangsa Indonesia adalah aneamat(disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh adanya konflik antar etnis/ras maupun agama(SARA)yang timbal di heberapa daerah di Indonesia, misalnya apa yang terjadi di Ambon dan berbagai daerah lain di Indonesia. Merebaknyn konflik leltiehul sesungguhnya merupakan akibat dari politik masa Orde Baru yang berusaha 'membungkam' perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat melalui slogan persatuan dan keselarasan dalam masyarakat. Padahal sebagai bangsa, Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dengan budaya serta agama yang berbeda pula. Penolakan terhadap keragaman, serta penekanan pada 'keselarasan' yang sekian lama ditanamkan penguasa, akhirnya meluap ke permukaan dan menimbulkan berbagni kerusuhan dalam masynrakat. Apabila ditelaah secara lebih mendalam, hal mendasar yang sesungguhnya dapat menjebatani masalah tersebut adalah adanya toleransi terhadap yang berbeda dalam masyarakat kitayang majemuk ini.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, patut dilelaah bagaimana pemahaman masyarakat mengenai toleransi. Pcmahaman dari suatu relasi toleransi menurut Francois Schanen diwujudkan dalam bentuk bahasa. Dengan demikian karya sastra dan esei-esei dalam surat kabar yang bertema SARA maupun disintegrasi bangsa merupakan pilihan tepat untuk meneliti pemahaman masyarakat tentang toleransi.
Adapun karya-karya sastra yang dialialisis dalam penelitian ini adalah Malu Aku Jadi Orang Indonesia kumpulan sajak TaupikIsmail (tahun 1998), Samankarya Ayu Utami (tahun 1998), Dua Tenggorak Kepala kumpulan cerita pendekMotinggo Busye (tahun 1999) dan Jalan Menikungkarya Umar Kayam (tahun 1998). Karya-karya tersebut di atas menampilkan masalah toleransi dalam karya mereka, di samping permasalahan lainnya.
Dari surat kabar dipilih esei-esei yang membahas masalah-masalah yang tidak memberi ruang hidup bagi toleransi terhadap yang berbeda. Sumber data ini diambil dari harian Kompas dun Republika antarakurun waktu 1998 dan 1999.
Dari analisis interdiskursus antara teks sastra dan teks non-sasta dapat disimpulkan bahwa terdapat kesejajaran pola pikir yang ditawarkan teks sastra dan teks non-Sastra terhadap wacana toleransi di Indonesia, yaitu bahwa kekerasan di tanah air disebabkan tidak adanya toleransi terhadap yang berbeda baik itu perbedaan pendapat agama, etnis maupun ras. Hal itu menyebahkan meluasnya kebencian semu terhadap kelompok agama, ras dan etnis tertentu. Selain itu pengaruh hegemoni Jawa selama puluhan tahun di bidang politik dan pemerintahan, telah menyebabkansikap antipatiterhadap elit pemerintahan dan persepsi etnis Jawa yang merasa lebih dari etnis lainnya.
Dasarnya manusia memanghidup dalam keloulpok kecil dan memhutuhkan tanda yang membedakannya dari kelompok lain, agar dapat membangun identitasnya. Oleh karena itu, keanekaragaman itu sendiri harus diinginkan dan diterima sebagai suatu yang produktif dan tidak destruktif. Hal itu hanya mungkin, jika setiap agama/budaya diterima sebagai salah satu varian yang mungkin ada, dan bukannya sebagai representasi eksklusif dari kemanusian.

An intricate problem in the lives of the Indonesian people is momentarily the threat of national disintegration caused by the existing conflict within ethnic/racial as well as religions (SARA) erupting in various areas in Indonesia, for example as what has transpired in Ambon and several other areas in Indonesia. The spread of such conflicts was in actual fact due to the Orde Baru period politics, which went to great lengths to 'silence' existing differences within the society through slogans of unity and the synchronization within society. The Indonesian people as a nation consist of a variety of ethnic groups with differentiated cultures as well as religions. A rejection towards the differences, as well as the emphasis on 'synchronization' which has been planted over such long periods by the authorities, has finally exploded coming to the surface and causing various rioting in society. Should a more in-depth analysis be made then, the actual basic matter to bridge the problem is the existing tolerance for the differences within our multicultural society.
The point of departure from such facts as mentioned above, should necessarily be investigated on how society understands this concept of tolerance. An understanding of a certain related tolerance according to Francois Shanen is expressed in language. As such, literary works and other essays in newspapers with SARA as themes as well as the national disintegration, forms the right choice to make a thorough investigation of how society perceive tolerance.
The literature analyzed in this research are as following: I am ashamed to be an Indonesian a collection of poems by Taufik Ismail (year 1998), Saman by Ayu Utami (year 1998), Two Head skulls a collection of short stories by Motinggo Busye (year I999) and A road bent written by Umar Kayam (year 1998). Such works mentioned above have brought forth the problem of tolerance in their work, apart from other problems.
Newspapers essays illustrate problems when tolerance is not given space for those who differ. This Data source has been taken from the Kompas and Republika between the periods of 1998 and 1999.
From the analysis of the interdiscourse between literary and non-literary texts, it has been possible to conclude that there exists a parallel of thought patterns offered by the literary and non-literary texts against the insight of tolerance in Indonesia, that is violence in the country as caused by there being no tolerance for that which is different be it differing opinions as to religion, ethnicity or race. Such matters has brought forth the spread of deceptive haired against religious, racial and certain ethnic groups, Apart from this the influence of Javanese hegemony for decades in the political forum and government, has caused a certain attitude of antipathy towards the elite government and the perception of the Javanese ethnicity who feel themselves to be better than other ethnic groups.
Man basically live in small groups and-need some differentiation from other groups, so as to establish their identity. Therefore variety as such has to be desired and accepted as something productive and not as something destructive. This is only possible, if each religion/culture can be accepted as one of the variants which may exist, and not as something representing exclusiveness of humanity."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: proyek pengkajian dan pembinaan nilai-nilai budaya direktorat sejarah dan nilai tradisional direktorat jenderal kebudayaan,
895 AHKN
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>