Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58804 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Loebby Loqman
"

Masalah asas praduga tak bersalah dalam hubungannya dengan pemberitaan media massa bukan hal baru. Sudah sering dilakukan diskusi, baik dalam lingkungan yang terbatas maupun dalam suatu seminar. Namun demikian masih terjadi perbedaan pendapat tentang asas tersebut dalam suatu pernberitaan oleh media massa.

Sejauh ini asas praduga tak bersalah dianggap hanya untuk dan berlaku bagi kegiatan di dalam masalah yang berkaitan dengan proses peradilan pidana. Sehingga terjadi ketidak pedulian masyarakat terhadap asas tersebut, kecuali apabila terjadi hal-hal yang tidak menyenangkan yang menimpa dirinya.

Asas tersebut dianut di Indonesia melalui ketentuan yang terdapat di dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang. Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan:

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/ atau dihadapkan di depan Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang. menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Meskipun tidak secara eksplisit .menyatakan hal yang sama, asas tersebut diutarakan di dalam pasal 66 Undang-undang No. 8. Tahun 1981 tentang Kitab. Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana dikatakan:

'Tersangka atau terdakwa: tidak dibebani kewajiban pembuktian'

Sedangkan di dalam penjeiasan pasal tersebut mengatakan bahwa ketentuan dalam pasal. 66 KUHAP. tersebut adalah penjelmaan dari asas praduga.tak bersalah.

Oleh karena asas tersebut diatur di dalam ketentuan perundang-undangan. hukum pidana, banyak pendapat bahwa asas itu semata-mata hanya diperuntukkan hal-hal yang berhubungan dengan hukum pidana.

Berbeda dengan di dalam sistem hukum yang digunakan di Amerika Serikat, banyak asas yang berkaitan dengan hak terdakwa dicantumkan secara eksplisit di dalam konstitusinya. Sehingga bukan saja tentang hak warga secara menyeluruh, akan tetapi hak warga yang disangka atau diduga telah melakukan kejahatan, diatur dalam pasal-pasal konstitusi. Dengan demikian merupakan ketentuan yang amat mendasar dalam kehidupan hukum negara tersebut. Amandemen pertama dari konstitusi Amerika menjamin tentang kebebasan mengeluarkan pendapat, yang dapat dihubungkan dengan kebebasan pers.

"
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0365
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rose Yulianingrum
"Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) merupakan salah satu jaminan hukum bagi setiap orang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana. Tiap orang termasuk pers, dituntut untuk menghormati asas tersebut. Akan tetapi dalam kenyataannya, dalam pemberitaan pers kadangkala masih melakukan tindakan yang melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) yaitu pemberitaan yang bersifat subjektif dan destruktif. Sifat pemberitaan seperti itu mengakibatkan seorang tersangka atau terdakwa dirugikan, apalagi ketika dirinya dalam keadaan sedang menjalani proses acara di pengadilan. Tidak adanya keraguan pers di dalam melakukan pemberitaan yang melanggar asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) disebabkan sangat sedikit pengaduan bahkan proses penuntutan terhadap cara kerja pers dari pihak korban pemberitaan. Hal ini menyebabkan tindakan-tindakan pers makin leluasa untuk melakukan pelanggaran asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Pers seolah-olah tidak mengetahui (pura-pura tidak mengetahui) batasan-batasan sebuah berita yang akan dipublikasikan. Pernyataan yang diberikan oleh pers yang telah menuduh terdakwa bersalah dapat dikategorikan merupakan tindakan trial by the press, artinya pers seolah-olah menjadi pengganti diri dipengadilan dalam mengklasifikasikan seseorang telah dinyatakan bersalah atau tidak. Sehingga pengadilan dalam menjatuhkan putusan sering didahului oleh pers."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rita Serena Kalibonso
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ay Koes Sabandiyah
"Penerapan asas praduga tidak bersalah dalam kegiatan jurnalistik agar dapat memberikan perlindungan kepada terdakwa, dan apakah liputan yang dilakukan oleh media massa dalam proses persidangan telah melanggar asas praduga tidak bersalah, merupakan pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Dalam mekanisme pemuatan suatu berita yang penting adalah, apakah sebelum berita diturunkan sudah dilakukan cek dan ricek serta klarifikasi ke berbagai sumber berita. Sehingga dalam pemuatan pemberitaannya akan memenuhi asas berimbang atau cover both sides. Mekanisme baku tersebut sudah dilakukan Majalah Tempo sebelum menerbitkan berita yang berjudul, "Ada Tomy Di Tenabang?" yang diterbitkan pada Majalah Tempo edisi 3-9 Maret 2003. Berita ini menggambarkan seolah-olah ada keterlibatan Tomy Winata di balik terbakarnya Pasar Tanah Abang. Secara khusus korban juga sudah diwawancarai dan bantahannya dengan jelas juga sudah dimuat. Dengan telah memuat bantahan dari korban dan klarifikasi dari narasumber lain, maka Majalah Tempo harus dianggap telah menghormati asas praduga tidak bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undangg Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Studi kasus dari Keputusan Mahakah Agung Republik Indonesia Nomor 1608 K/PID/ 2005 ini secara filosofi, berdasarkan Pasal 3,4 dan 6 Undang-undang No. 40 Tahun 1999, posisi pers nasional telah ditempatkan sebagai pilar ke empat dalam negara demokrasi. Meskipun Undang-undang Pers belum mampu memberikan perlindungan terhadap kebebasan pers (terutama ketika terjadi delik pers karena tidak adanya ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut), dan tidak mengatur tentang penghinaan sehingga diberlakukan ketentuan KUHP. Untuk itu agar perlindungan hukum terhadap insan pers bukan sekadar impian, maka diperlukan improvisasi dalam penegakan hukum dalam delik pers dengan menciptakan yurisprudensi yang mampu menempatkan Undang-undang Pers sebagai lex specialist. Pada tahap tingkat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terdakwa dinyatakan bersalah atas tuduhan membuat berita bohong, fitnah, dan pencemaran nama baik. Di tingkat banding, putusan tingkat pertama dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi. Namun di tingkat Kasasi akhirnya terdakwa dinyatakan bebas.

The implementation of presumption of innocence in the activities of journalistic in order to give protection to the defendants, and whether or not the coverage done by the mass media in the process of court has crossed the presumption of innocence, is the focus of this research. In the mechanism of publishing a story, the most important thing to be considered is whether or not there has been a clarification and a double check to various sources of information. That way, the publication of a story must cover both sides. This procedural mechanism has been done by Tempo before it published the article titled ‘Is there Tomy in Tenabang?' that was issued in their 3-9 March 2003 edition. This article describes as if Tomy Winata was involved in the incendiary tragedy in Pasar Tanah Abang. Specifically the victim has also been interviewed and his denial has clearly published. By publishing the denial of the victim, and the clarification from other sources, then Tempo must be acknowledged of having respected the presumption of innocence as written in Provision 5 article 1, Act Number 40, year 1999 about Press.
The case study of the Decision of Supreme Court of Rpublic of Indonesia number 1608/K/PID/ 2005 philosophically based on Provision 3,4, and 6, Act no. 40, year 1999, the position of national press has been placed as the fourth column of democrative country. Eventhough the Law of Press hasn't been able to give portection to the freedom of press - mostly when there is an offense of press because there is no criminal regulation in that law) and it doesn't regulate contempt which is the reason of the application of KUHP. That way, in order that protection of law for press activists to become more than just a mere imagination, it needs the restriction of law in offense of press by creating the jurisprudence that can place Law of Press as lex specialist.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22574
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Agus Purwanto
"Kebebasan berpendapat yang selama ini ditekan secara represif telah menemukan jalannya, sejak lengsernya JenderaI Besar Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden Repblik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Pers bebas memberitakan segala kejadian, baik pemberitaan mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat, maupun pemberitaan kekerasan oleh aparat.
Persoalannya adalah, apakah kebebasan pers tersebut telah diikuti dengan tanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain serta melengkapi pemberitaannya itu dengan fakta-fakta, data-data dan bukti-bukti akurat yang menjadi syarat utama kerja jurnalistik. Tujuannya adalah agar kebebasan pers tidak melanggar hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah. Terdapat 4 (empat) teori pers dari Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, yaitu Teori Pers Otoritarian, Teori Pers Libertarian, Teori Pers Tanggung Jawab Sosial, dan Teori Pers Komunis. Teori Pers Otoritarian, menyatakan bahwa kebebasan pers sepenuhnya bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoriter, sehingga pemerintah langsung menguasai, dan mengendalikan seluruh media massa. Teori Pers Libertarian, menyatakan bahwa pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki. Pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas, artinya kritik dan komentar pers dapat dilakukan pada siapa saja. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial menyatakan, bahwa kebebasan pers itu perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati nurani insan pers. Prinsip dasar kebebasan pers harus disertai dengan kewajibankewajiban, antara lain untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Teori Pers Komunis menyatakan, bahwa pers merupakan alat pemerintah dan bagian integral dari negara, sehingga pers harus tunduk kepada pemerintah.
Bedasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, dengan studi kasus pemberitaan Majalah Mingguan Tempo, edisi 3-9 Maret 2003 dengan judul berita "Ada Tomy di `Tenabang'?", dan Surat Kabar Harian Jawa Pos Surabaya tanggal 6 Mei 2000 dengan judul berita "Indikasi KKN yang Menyudutkan Gus dur", ditemukan bahwa di dalarn menjalankan kebebasan pers, MajaIah Tempo dan surat kabar Jawa Pos telah menjalankan kebebasan pers yang mengarah kepada teori pers libertarian, meskipun juga terlihat untuk menjalankan kebebasan pers berdasarkan teori pers tanggung jawab sosial. Pemberitaan tersebut telah membuat subyek berita Tempo (Tomy Winata) merasa terancam jiwanya, tercemar nama baiknya, dan terganggu bisnisnya, sehingga pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat dan pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tabun I999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya, dan hak atas rasa aman dan tenteram, serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan. Begitu pula berita Jawa Pos yang memberitakan KH. Hasyim Muzadi telah menerima snap dari Yayasan Bulog, padahal berita yang dikutip dari Majalah Tempo edisi 1-7 Mei 2000 adalah berita yang telah diralat serta telah dimintakan maaf kepada KH. Hasyim Muzadi, sehingga tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tabun 1999 yang mengatur perlindungan hak atas kehormatan dan martabat manusia.
Reaksi yang diperlihatkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai pegawai Tomy Winata dan NU-GP Ansor Kodya Surabaya yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Majalah Tempo dan Surat Kabar Jawa seharusnya dapat dihindarkan karena telah disediakan ruang bagi penyelesaian atas pemberitaan yang pers yang dinilai tidak benar, yaitu melalui hak jawab, Dewan Pers, dan jalur hukum, serta Komnas HAM bila terjadi pelanggaran HAM. Pers hendaknya dapat lebih mengembangkan antara kebebasan dan tanggung jawab, yang harus dapat mengupayakan berita fakta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Pers dan Kode Etik Wartawan, dan kesalahan pemberitaan segera dilayani dengan pemenuhan hak jawab, dan koreksi.

The independence of opinion during this time pressured repressively has found its way. Since Great General Former Suharto slide down as President of Republic of Indonesia on May 12, 1998. The press was free to announce all accidents, either corruption, collusion and nepotism news in around of official officer either to announce the violence of apparatus.
The problem is, whether the independence of said press have been followed with the responsible to appreciate other people rights as well as to fully equipped that news with accurate facts, data and evidences becoming main requirement of journalistic work. The objective is in order the independence of press do not break human rights and presumption of innocent. There are 4 (four) theory of press from Fred S. Siebert, Theodore Peterson and Wilbur Schramm, Authoritarian, Libertarian, Social Responsible and Communism press theories. The Authoritarian press theory stated that the independence of press is aimed wholly for supporting authoritative government, so that the government can command and control all mass media. While Libertarian Press theory stated that press should have independence as wide as possible for helping people find and search actual truth. Press is considered as unlimited freedom, the meaning is press critic and cornment can be done by whoever parties. Social responsible press theory stated that press independence should be limited by moral, ethic and lustrous principles of press people. The basic principle of press independence should be followed by obligations, for be responsible for people. And Communism Press theory stated that press represents government instrument and integral part of state, so that press is subject to government. Based on the result of research with using qualitative approach method with study case of Tempo weekly magazine, 3 - 9 March 2003 edition with news title "There was Tomy in Tanah abang?, and Jawa Post daily news Surabaya dated May 6, 2000, with news title, "KKN indication pressured Gus Dur", found that in running press independence, Tempo magazine and Jawa Pos news have run press independence aiming to libertarian press theory, although it was seemed that it run press independence based on social responsible press theory.
Such news has made Tempo news subject (Tomy Winata) threatened his life, polluted his popularity and disturbed his business, so that said news cannot provide the intention of article 29 sub paragraph 1 and article 30 of the law no. 3911999 concerning human rights, that regulates the rights on personal, family, respectfulness, dignity, property rights and secure and peaceful rights protections as well as protection against fear threaten. So do Jawa Pos News that announced KH. Hasyim Muzadi has received mouthful from Bulog Foundation, while the news quoted from Tempo Magazine 1 - 7 May 2000 edition was the news have been repaired as well as have been requested forgiveness to KH. Hasyim Muzadi, so that it cannot provide the intention of article 29 sub paragraph I of the Law No. 39 1 1999 concerning the protection of rights against people respectfulness and dignity.
The reaction shown by people who were admitted as employee of Tomy Winata and NU - GP Ansor of Surabaya Municipality who have done violence against Tempo Magazine and Jawa Pos News should be avoided because it has been prepared space for settling news announcement that is considered wrong, through answer rights, Press Board and Legal Track as well as Komnas HAM if the violation of human rights happened. Press should be much able to develop between freedom and responsible, which should be able to provide fact news as regulated in The Law of Press Principle and Journalistic Ethic Code and the mistake of news should be serviced with providing answer rights and correction.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>