Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116737 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwansyah
"Dibandingkan dengan negara tetangga dilingkunganAsia Tenggara, pembiayaan kesehatan di Indonesia masih relative kecil. Sebelum krisis, biaya kesehatan adalah sekitar 2,5 % GDP atau sekitar $ 12.00 per kapita per tahun. Jumlah tersebut menurun drastis menjadi rata-rata dibawah $ 1.00 atau dibawah Rp.10.000; /capital tahun karena adanya krisis yang berkepanjangan ditambah dengan inflasi biaya kesehatan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peta pembiayaan sektor kesehatan melalui institusi pemerintah menurut sumber dan alokasinya di Kabupaten Lampung Selatan untuk periode tahun 2003. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan yang meliputi Dinas Kesehatan, RSU Kalianda, BKKBN, Dinas PU, Badan PMD, yang kesemuanya yang bersumber dari sektor publik dan memakai dasar alokasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kajian dokumen dan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih.
Studi ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pembiayaan sektor kesehatan adalah sebesar Rp. 41.857,38 atau US $ 4.87 per kapita per tahun. Angka dinilai cukup karena sudah memenuhi standard per kapita dari Bank Dunia sebesar Rp.41.174,-
Walaupun jumlahnya sudah besar, tetapi alokasi dana belum mengacu pada program prioritas, yakni zona pantai sehat, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan manajemen pelayanan. Hal ini terbukti dari minimnya alokasi dana untuk program-program tersebut, dibandingkan dengan program lain yang tidak menjadi prioritas. Disamping itu juga peruntukkan alokasi dana untuk program dimaksud kurang mendukung untuk keberhasilan suatu program. Lebih banyak ditemukan mata anggaran yang bersifat umum, belum spesifik untuk menjangkau sasaran program yang diharapkan.
Dari wawancara mendalam didapat informasi bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas untuk mendapat prioritas perolehan dana-APBD. Sedangkan dari hasil perhitungan pembiayaan diperoleh bahwa sektor kesehatan mendapat alokasi dana 6,12% dari APBD, masih lebih rendah dari alokasi dana beberapa sektor lain.
Sebagai kesimpulan bahwa dari analisis kecukupan, alokasi dana sudah memadai karena sudah memenuhi standard Bank Dunia. Namun dari analisis terhadap program prioritas, alokasi anggarannya tidak sesuai dengan besarnya proporsi yang ditetapkan untuk suatu program prioritas.
Disarankan agar dalam menyusun perencanaan anggaran, menyesuaikan dengan program prioritas yang telah disusun, dengan cara meningkatkan alokasi pembiayaannya, disamping juga jenis kegiatan, sifat program, dan mata anggaran harus lebih menyentuh kepentingan rakyat.
Daftar bacaan : 32 (1977-2002)

Compared to neighbor countries within South East Asia, health financing in Indonesia is relatively still little. Prior to crisis, the GDP share for health is about 2.5% or about $ 12.00 per capita per year. This amount was drastically reduced to average below $ 1.00 or below Rp 10,000 per capita per year due to prolonging crisis and added by high inflation rate of health cost.
This research aims at getting a description of map of health financing of government institutions based on sources and its allocation in the District of Lampung Selatan for the period of 2003. The scope of research is including District Health Office, General Hospital Kalianda, Family Planning, Civil Work Office, and Community Empowerment Board; which is all fund are from public sector and is using allocation based method. Data collected by literature review and in-depth interview with selected informer.
This study shows that budget allocation for health sector is about Rp 41.857,38 or US$ 4.87 per capita per year. This figure is adequate and met with the standard per capita from the World Bank at Rp 41.174.
Although the amount of allocation is big, however the allocation is not line with program priority such as healthy beach zone, and improvement quality and management of health service. This evidence can be seen from the low amount of budget allocation compared to program, which is not a priority. Beside that, the purpose of allocated fund for program is not directly support the success of program. Mostly found that budget line is still using general category and not yet specifically to reach to the expected target program.
From in depth interview shows that health sector is priority to get government allocation fund. Meanwhile from computation shows that health sector get only 6.12% of total government allocation fund, and this figure is still below other sectors.
As conclusion, from the viewpoint of adequacy, budget allocation is met to the standard of the World Bank. However, from the viewpoint of program priority, budget allocation is not inline with the proportion of predetermined program priority.
Suggested that in the process of budget planning has to follow program priority that is predetermined before, increasing the allocation of budget, variety of activities, type of program, and budget lines has to fulfill the need of people.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Isnaini Lestari
"Pembiayaan kesehatan dalam era otonomi sangat tergantung pada komitmen daerah, khususnya pembiayaan yang bersumber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan, mutu dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah.
Tersedianya data pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting dengan adanya kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan program kesehatan di daerah.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Tangerang, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi biaya kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun perkapita, sumber pembiayaan, bagaimana peruntukan dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran dan antar program, serta diketahuinya resource gap dalam pembiayaan program prioritas.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tangerang pada Dinas Kesehatan dan instansi terkait yang menjadi Finance Intermediares pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA).
Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi tahun anggaran 2003, hasil analisis menunjukan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah alokasi tahun anggaran 2003 adalah Rp. 80.960.838.900 dan 64.17% nya bersumber dari APBD, sedangkan pembiayaan kesehatan perkapita adalah Rp. 26.744/kapital tahun.
Dilihat dari peruntukannva, balk pembiayaan di Kabupaten, Dinas Kesehatan dan RSU, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional. Proporsi belanja investasi dan pemeliharaan di Kabupaten maupun di Dinas Kesehatan hampir berimbang, sedangkan di RSU alokasi belanja pemeliharaan sangat kecil, bahkan pemeliharaan gedung dan pelatihan tidak dianggarkan.
Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp. 41.174/ kapital tahun) maka dibandingkan alokasi dana yang tersedia terdapat resource gap sebesar Rp. 43.683.563.300.
Disamping itu dari perhitungan input cost untuk 2 program prioritas, tidak didapatkan resource gap untuk P2TB Paru dan terdapat resource gap sebesar Rp. 11.180.000 untuk penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue). Namun, bila biaya personel, gaji dan investasi dimasukkan dalam perhitungan, resource gap ternyata cukup tinggi. Kesulitan dalam perhitungan resource gap adalah dalam upaya mencocokkan Komponen Biaya dari dana yang tersedia dibandingkan kebutuhan dana.
Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan kesehatan perkapita bagi penduduk Tangerang dan memperkecil resource gap perlu dipertimbangkan efisiensi internal, realokasi antar unit pengguna dan program atau mobilisasi dana dengan mekanisme penyesuaian tarif pelayanan di Instansi Pemerintah dengan melihat kemampuan masyarakat membayar (ATP).
Daftar Bacaan : 30 (1990 - 2003)

Analysis of The Government Expenditures for Health in Tangerang District, Fiscal Year 2003. (A District Health Account Approach)Health financing in the era of regional autonomy strongly depends on the commitment of regional governments, in particular the government resources. The regional health financing system needs to be evaluated and developed so that the main issues concerning regional health financing, such as mobilization of funds, allocation of funds, and financial efficiency, could be well implemented to ensure the equity, quality and sustainability of the region's health development.
The availability of health financing data becomes very important with the decentralization of health services, to facilitate the process of policy making and strategic planning of regional health financing.
The analysis of the government expenditures for Health in Tangerang District has never been analyzed before, this research is a mean to find out the budget allocation for Health in one fiscal year totally and per capita, the sources of funds, the proportion of uses of fund within health programs, uses of fund by type of expenditures and line items, and to identify the resource gaps in the financing of priority health programs.
This research is carried out in the District Health Office of Tangerang District and other related institution, as finance intermediaries for government contribution for health. This study used a District Health Account approach.
Analysis of health financing is carried out from the data of fiscal year 2003. Analysis shows that the total source of government health expenditure in fiscal year 2003 amounts to Rp. 80.960.838.900,- with 64.17 % originating from the regional budget of Tangerang District, whilst the per capita health expenditure is Rp. 26.744,-per capita per year.
As judged by the usage of funds allocated to the District Health Office and the Regional Public Hospital, the proportion of funds used for public service exceeds that used for staff needs, with the greatest proportion of funds allocated for operational expenses. The proportion of funds for investment and maintenance in the Regional Health Service is almost equal, whilst the allocation of funds for maintenance in the Regional Public Hospital is minimal, even funds for the maintenance of buildings and training programs are not allocated.
Compared to World Bank estimated figure (health expenditure should be Rp.41.174 per capita per year) there is a resource gap of Rp. 43.683.563.300 per year.
Besides, from the calculation of input cost of two priority programs, there is no resource gap for the Tuberculosis Eradication Program and Rp. 11.180.000 for the Control of Dengue Hemorrhagic Fever Program. However, if we include the investment and salary, the resource gap will be quite high. We found difficulties in matching the line item of the fund available (DHA) and fund needed (input cost).
To fulfill the total requirement of per capita health needs of the population of Tangerang District and to minimize the resource gaps, the author suggests the need to improve internal efficiency financing, inter-program reallocation of funds, the reassessment of health services costs and tariffs, and the improvement of health services quality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraihan
"Jumlah keseluruhan dana kesehalan yang ada di Kota Banda Aceh pasca Tsunami 2004 sang/at banyak dan terus mcngalami peningkatan dari tahun 2005 s/d 2007 terutama yang berasal dari Pemerintah. Pada kenyataannya dana tersebut belum merata pendistxibusiannya dalam mencakup keseluruhan program. Hal ini dapat diiihat dari Laporan Tahunan Dinkes Kota Banda Aceh tahun 2005 s/d 2007, dimana jumlah kasus penyakit menuiar masih tinggi padahal dari Laporan Realisasi Anggaran ternyata masih ada danasiaayang belum nabisdismp.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran pcndanaan kesehatan melalui institusi kesehatan di Kota Banda Aceh, berdasarkan sumber pendanaan, pengelola dana, penyedia pelayanan, fungsi peiayanan, mata anggaran dan penerima manfaat dari tiap kegiatan kesehalan untuk tahun anggaran 2006-2007. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kota Banda Aceh meliputi Dinas Kesehatan dan RSU meuraxa, yang kesemuanya bersumber dari sektor publik.Pcngumpulan data dilakukan dengan kajian dokumen dan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa jumiah pendanaan total sektor keschatan cenderung meningkat dan jumlah pcndanaan perkapita di Kota Banda Aceh telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Depkes R.I, dan standar Bank Dunia (1993), tetapi belum mencukupi jika diiihat dari standar yang ditetapkan oleh WHO. Walaupun jumlah dana yang direalisasikan di sektor kesehatan cenderung meningkat, tetapi dalam penggunaan dana di tiap kegiatan kesehatan masih kurang tepat sasaran. Dimana dana yang ada, temyata dalazn penggunaannya lcbih besar digunakan untuk membayar gaji dan honor petugas serta untuk keperluan pengadaan pcralatan dan perlengkapan kantor. Di dalam tiap kegiatan pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh tiap subdin, belum terkoordinasi dengan baik kamna tidak adanya program prioritas yang ditetapkan oleh pengambil kebijakan di tingkat dinkes dan RS, sehingga terkesan tiap kegiatan yang dilaksanakan kurang terkoordinasi dan kurang sampai ke masyarakat.
Disarankan kepada Pemerintah Kota, Bappeda dan DPRK Kota Banda Aceh, dalam menetapkan kebijakan alokasi anggamn supaya berdasarkan atas sektor-sektor prioritas daerah yang telah ditctapkan dalam RPJM, sehingga' selctor kesehatan yang menjadi salah satu sektor prioritas daerah mendapatkan proporsi pendanaan yang mcmadai. Dan kepada Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Meuraxa Kota Banda Aceh agar dalam melakukan penyusunan pengalokasian dana kesehatan, lebih men gutamakan kegiatan-kegiatan pembangunan kesehatan yang membed banyak manfaat kepada masyarakat.

The total health financing in Banda Aceh City after Tsunami in 2004 was abundant and getting increase from 2005 to 2007, mostly fiom govemment. In fact, the fimd was still not evenly distributed to cover all of programs. Banda Aceh City Health District Annual Report’s 2005-2007 showed that communicable disease cases were stili high although in Budget Realization Report was a rest ofthe fund that has not been spent yet.
The research was aimed to desribe health financing through health institution in Banda Aceh City, based on financing sources, financing agent , provider, function, line item budgeting and beneiiciaries Hom every health -programs in 2006-2007 budget years.'l'he research was conducted in Health District oiiice and Meuraxa Public Hospital Banda Aceh City, whose the hind resource were from public sector and employed basic realizationof alocation. Data were collected by documentation study and depth interview with selected informant.
The result showed 1.hat the number of health sector financing tend to increase and _ the number of per capita iinancing in Banda Aceh City has met the standar determined by Health Department R.I. and the standar of World Bank (1993), but hasn’t met standar determined by WHO. However, eventhough realization ofthe Iinancing tend to increase in health sector, fund utilization in every health program was still not addressed its target. The vast majority of available timd was spent on the oiiicer wage and incentive and office equipments. Health development conducted by every sub office was still not well coordinated due to there no priority of the program determined by policy maker in every health department and hospital hierarchy, so that it seemed as though every program in coordination and less to touch the society.
It is suggested to City Government, the institution of development plan and parliament of Banda Aceh City in speciiying policy of allocation health financing that based on to area preference sectors which has been specified in RPJM, so that health sector gets proportion of adequate financing. And to Public Health Service and Hospital Meuraxa Banda Aceh City in expection of -doing compilation of allocation health financing, more majoringly development activitys of health giving many benefits to public.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34361
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sunarjadi
"Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang menyeluruh, bermutu, terjangkau oleh masyarakat dan sebagai motor pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Mutu pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dirasakan masih belum memadai. Banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain standar pelayanan dan pembiayaan. Sampai saat ini biaya pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas sangat min:m sehingga op rasional Puskesmas masih banyak mendapat subsidi baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kecukupan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Puskesmas Baradatu Kabupaten Way Kanan pada tahun 2006. Ruang lingkup penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Baradatu Kabupaten Way Kanan dengan membatasi area penclitian pada pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah dari berbagai tingkatan yang dialokasikan dan dikelola oleh Puskesmas Baradatu yang ditelusuri pada tahw1 anggaran 2006. Desain penelitian yang dipergunakan adalah penelitian operasional. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari alokasi anggaran tahun 2006 dan diambil dari doktllllen di masing•masing instansi pengelola serta data sasaran dan cakupan program di Puskesmas Baradatu. Analisis pencapaian program pelayanan kesehatan di Puskesmas Baradatu dilakukan dengan mengacu pada indikator Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. Pencapaian program pelayanan kesehatan Puskesmas Baradatu rendah yaitu baru 57,8% indikator program prioritas SPM yang sudah dijalankan sesuai dan melebihi target.
Pembiayaan kesehatan pemerintah tahun 2006 sebesar Rp.l.292.814.897,­dimana 85,57% dari APBD Kabupnten Way Kanan dan 14,43% dari APBN. Anggaran APBD Kabupaten Way Kanan 84,49% berasal dari DASK Puskesmas Baradatu sedangkan 15,51% berasal dari DASK Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan. Estimasi pembiayaan kesehatan sebesar Rp. 35.316,- atau US$ 3,85 per kapita pertahun. Perkiraan kebutuhan biaya operasional pelayanan kesehatan berdasarkan pencapaian program prioritas SPM Puskesmas Baradatu tahun 2006, sebesar Rp.377.427.084,-. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan obat membutuhkan biaya operasional t rbesar. Total kebutuhan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah sebesar Rp.1.410.507.627,- Kesenjangan yang terjadi sebesar Rp.l17.692.730,- disebabkan kekurangan biaya operasional anggaran bersurnber APBD Kabupaten Way Kanan sebesar 10,64%. Keadaan ini menyebabkan rendahnya pencapaian program prioritas SPM Puskesrnas Baradatu tahun 2006.
Disarankan agar penyusunan perencanaan anggaran berdasarkan Standar Pelayanan Minimal, dengan mengalokasikan pembiayaan secara efektif dan efisien. Untuk mengatasi keterbatasan anggaran pernerintah dilakukan upaya rnenaikkan anggaran secara bertahap dari tahun ke tahun disesuaikan dengan kecenderungan kenaikan pemerintah hingga kebutuhan tersebut masih dapat ditanggung oleh daerah.

The Community Health Center (CHC)/Puskesmas have a main task to conduct the basic health services comprehensively, qualified, and affordable by the community, and act as the motor of the health development of its work area. However, the quality of the basic health services is still far from expectation. There are a lot of factors that affected, such as: the standard of the services and its cost Until this day, the cost for health services, especially at puskesmas is very low. Therefore, the operational cost of the puskesmas still have subsidized from the central and provincial government.
The study has a purpose on describing the appropriate health cost that resourced from the government, at Baradatu Puskesmas of the District of Way Kanan in the year of 2006. The study is carried out in the area of working of the puskesmas with a limitation of The analysis of target program achievement of the health services at Baradatu Puskesmas is obtaining by referring the indicators of Minimum Standard of Health Services (MSHS). It is found that the coverage of health services program at Baradatu Puskesmas is still low, i.e. only 57.8%, but indicators on priority program of MSHS that have been applied are appropriate and over the target.
Government health cost in 2006 is about 1,292,814,817,00 rupiah (one billion and two hundred ninety two million eight hundred fourteen thousand and eight hundred seventeen rupiah), where 85.5% of it is from the Provincial Budget and Expenditure (APBD) and 14.43% is from the Central Budget and Expenditure (APBN). The APBD of the District of Way Kanan is 84.49% from the DASK Puskesmas Baradatu, and its 15.51% is from the DASK of the District Health Authority of Way Kanan. It is estimated that the health cost at the District of Way Kanan is about 35,316 rupiah or$ 3.85 per-capita per­ year. Estimation for cost health services operational need based on program achievement on MSHS priority of Baradatu Puskesmas in the year of 2006 is around 377,427,084 rupiah. The implementation of the basic health services and medication need a considerable operational cost. The total needed on health services that resourced from the government is 1,410,507,627 rupiah. The disparity produced is 117,692,730 rupiah, caused by 10.46% of the shortage of operational budget from APBD resourced from the District of Way Kanan. The situation that lead to the low on target achieved by program priority of MSHS at Baradatu Puskesmas in 2006.
It is suggested that planning arrangement for budget based on MSHS, should be allocated efficiently and effectively. To deal with the limitation of the government budget, an increasing the budget year by year should be attempted in corresponds with the elevation on government budget Therefore, the cost needed can be managed by the district.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Risgiyanto
"Pada sektor kesehatan, desentralisasi adalah terjadinya pelimpahan kewenangan dari Departemen Kesehatan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang berakibat terjadinya perubahan terhadap struktur, fungsi dan tanggung jawab, dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Disadari, bahwa desentralisasi ini berdampak juga pada sistem perencanaan pembangunan kesehatan, yaitu daerah mempunyai kewenangan besar untuk melakukan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan situasi dan kemampuan daerah, sehingga beberapa permasalahan perencanaan terjawab dengan adanya sistem desentralisasi dengan Bottom Up Planning.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang mekanisme Sistem Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, dengan menggunakan metode kualitatif dan melakukan pengumpulan data primer terhadap kompunen input, komponen proses dan komponen out put dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, melakukan observasi dan telaahan dokumen data skunder.
Hasil penelitian ini dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, telah dapat dilakukan dengan mekanisme bottom up planning. Hambatan yang timbul berkaitan dengan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan pada era desentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan, antara lain kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga belum memadai; kedudukan unit perencanaan pada sub bagian perencanaan di bawah bagian tata usaha, sehingga dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan tidak optimal; tidak tersedianya dana khusus untuk penyusunan perencanaan; sarana komputasi, transportasi dan komunikasi belum memadai; rendahnya ketersediaan dan kevalidan data; rendahnya pemahaman terhadap metode perencanaan; pelaksanaan bimbingan teknis penyusunan perencanaan belum maksimal; pelaksanaan konsultasi mengenai penyusunan perencanaan belum optimal; pelaksanaan langkah-langkah perencanaan belum maksimal; koordinasi lintas program sudah dilaksanakan akan tetapi terdapat hambatan mengenai sumberdaya manusiannya; perlu ditingkatkan untuk melakukan advocacy kepada pihak Pemerintah Daerah, DPRD dan Bapeda dan belum masuknya wawasan terhadap program pembangunan kepada sektor lain;' penggunaan pedoman penyusunan perencanaan dengan menggunakan konsep P2KT, serta melakukan rencana anggarannya dengan mengacu Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002; pedoman satuan biaya yang digunakan adalah pedoman satuan biaya dari Pemerintah Kabupaten dalam bentuk Keputusan Bupati; jadwal penyusunan perencanaan sudah dibuat secara sistematis akan tetapi penggunaannya belum maksimal serta realisasinya sering tidak tepat; dilakukannya pendokumentasian perencanaan program pembangunan kesehatan dalam bentuk DIPDA(DASK, Proposal, Master plan 2001-2005; adanya peningkatan anggaran pada tahun 2003. Kemudian adanya kegiatan district grant PIP I, guna mendorong pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yang didanai oleh pinjaman luar negeri (World Bank).
Saran utama untuk mendorong kemampuan Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yaitu dengan meningkntan kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga guna melakukan advokasi secara sitematis sehingga dapat memperoleh komitmen pengambil keputusan di daerah agar sektor kesehatan dapat dijadikan sebagai pilar pembangunan daerah melalui pelaksanaan bimbingan teknis; melakukan konsultasi; melaksanakan penyusunan perencanaan sesuai dengan langkah-langkah perencanaan; adanya koordinasi lintas program dan lintas sektor; adannya petunjuk perencanaan; menyusun anggaran biaya sesuai dengan pedoman satuan biaya; melakukan penjadwalan perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan program pembangunan kesehatan.

In the health sector, the decentralization means the submission of authority from the Department of Health to the Health Office of Province and Regency/ Municipality, which cause the change towards the structure, function and responsibility, in order to provide health services to the people. It is realized that the decentralization also effect the health development planning system, namely the region have greater authority to perform the planning and budgeting according to the situation and the regional ability, that some planning problems are responded with the decentralization system with Bottom Up Planning.
This research is intended to obtain the description regarding the mechanism of Health Development Program Planning Preparation During The Decentralization Era In The Health Office Of Way Kanan Regency In The Year 2003, by using qualitative method and performing the primary data collection by using the in-depth interview technique, observation and study of documents of secondary data.
This results of this research in implementation of the Health Development Program Planning Preparation in the Decentralization Era in the Health office of Way Kanan in the year 2003, has been done with bottom up planning mechanism. The constraints faced related to the preparation of the health development program planning in the decentralization era in the health office of Way Kanan Regency, among others are the quantity and quality of the human resources that are not sufficient; the position of the planning unit in the sub division of planning under the administration unit, that in the implementation of the health development program planning preparation is not optimum; the lack of fund available especially for the planning preparation; insufficient computation and communication facilities, the low availability and validity of data; the low understanding towards the planning method; the technical guidance implementation is not optimum; consultation implementation regarding the planning preparation has not optimum; planning steps implementation has not maximum; the inter programs coordination has been dome but there is human resource constraint; the advocacy to the regional Government, DPRD and Bapeda needs to be increased due to lack of understanding toward the development program of the other sector; the use of planning preparation guide by using the concept of P2KT, and the prepare the budget by referring to the Kepmendagri No. 29 year 2002; the standard unit cost used is standard the unit cost from the regency government in the form of Decree of the Head of Regency; schedule of the planning preparation has been systematically, however, the usage is not maximum yet and the realization is often inaccurate; the documentation of health development planning in the form of DTPDAIDASK, Proposal, Master plan 2001-2005; the increase of budget in the year 2003. Then with the district grant PHP 1, in order to encourage the decentralization in the health sector which is financed by the foreign loan (World Bank).
The main suggestion to encourage the ability of the Regency Government, especially the Health Office of Way Kanan in order to implement the decentralization of the health sector, namely by increasing the quality and quantity of human resources in order to perform the advocacy systematically that the commitment of decision maker in the region can be obtained in the health sector to be used as the regional development pillar through technical guidance implementation; perform the consultation; perform the planning preparation according the planning steps; the inter programs and inter sector coordination; the planning guidance; prepare the budget according the standard unit cost perform the planning schedule up to the implementation of the health development program activities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsi Risalma Puteri
"Sebagian besar upaya pelayanan kesehatan menggunakan obat dan biaya obat bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Sumber Pembiayaan obat di Kabupaten Lima Puluh Kota berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten, Pemerintah pusat dan Propinsi. Penghitungan alokasi DAK bukan berdasarkan pada rencana kebutuhan obat yang rill, tetapi dengan biaya minimal obat perkapita seluruh penduduk ditambah jumlah penduduk miskin. Dari Pemerintah Pusat dan Propinsi alokasi anggaran tersebut tidak dirinci. Penelitian ini bertujuan menganalisis pembiayaan obat Pelayanan Kesehatan Dasar dan obat program di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jenis penelitian merupakan penelitian operasional dengan pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dengan wawancara pada Instalasi Farmasi Kabupaten dan Dinas Kesehatan. Hasil penelitian dari data tahun 2011 -2013 bahwa tren pembiayaan obat dan penggunaan obat meningkat seiring dengan meningkatnya jenis penggunaan obat dan kategori pasien yang memiliki Jaminan Kesehatan. Kenaikan biaya penggunaan obat dari tahun 2011 ? 2013 sebesar 11,82% menjadi 47,76%. Metode penghitungan estimasi biaya rencana kebutuhan obat PKD dan Program berdasarkan metode konsumsi.

Mostly the efforts health services using the drugs and the cost of drugs sizeable portion of all healthcare costs. Sources of financing medicines i Lima Puluh Kota Regency comes from the Special Allocation Fund (DAK), budget income and Expenditure the District (APBD), the Central Government and provinces Government. Calculating the allocation of DAK is not based on the needs of the drug plan rill, but with a minimal fee per-capita drug the whole population plus the number of poor population. From the Central Government and the province Government of the budget allocation is not specified. This research aims to analyze the financing of Basic health care drugs and medication program in Lima Puluh Kota Regency. This type of research is operational research with quantitative and qualitative data collection with interviews on the installation Pharmacy and health service District. The result of the research of the data of year 2011-2013 that the trend financing that drugs and drug use increase along with the increasing use of drugs and categories of patients who have health insurance. Rising costs of drugs use from 2011 to 2013 amounting to 11,82% to becomes 47,76%. Method of calculating the estimasted cost of the plan need drugs PKD and drugs program based n the consumption method.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Satiasari
"Berdasarkan SK Gub DKI Jakarta No. 2086 tahun 2006, 44 Puskesmas di Provinsi DK] Jakarta ditetapkan menjadi unit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daelah ( PPK BLUD ) secara bertahap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gamharan realisasi anggaran kesehatan bersumber pemerintah provinsi di 42 puskesmas DKI Jakarta untuk periode tahun 2007-2009 paska menerapkan PPK BLUD. Desain penelitian adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan puskesmas tahun 2007- 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi anggaran di Puskesmas DKI Jakarta dari tahun 2007 sampai dengan 2009 cenderung meningkat yaitu Rp l7b.l66.506.28l (2007) , Rp 242.295.485.|2l (2008) dan Rp 247.076.8l0.111 (2009). Biaya perkapita berkisar dari USS 2 ( Jakarta Barat ) - USS 4,6 ( Jakarta Pusat ). Total pendapatan BLUD Puskesmasjuga menunjukkan peningkatan yaitu Rp 57.24l.949.0l7,- (2007), Rp 59.779.032.965 ,- (2008) dan Rp 65.745.497.256,- (2009). Realisasi anggaran rata-rata pertahun pada periode 2007-2009 untuk : upaya wajib 80%, program pzioritas 8l,08%. Berdasarkan sifat plogram : Kuratif 58%, preventif 2l%, promotif 0.98%. Berdasarkan jenis kegiatan : UK? 58%, UKM sebesar 22 %, Manajemen 13% dan investasi 6%. Berdasarkan kelompok belanja : BOP 85%. adum 8,56% , modal 5,76%. CRR 46,97%.

Under Decree of the Governor of DKI Jakarta Province No. 2086 ln 2006, 44 health centers in Jakarta Province enacted into units that implement the Financial Management Pattems Regional Public Service Board gradually.
This research aims to reveal the health budget comcs in 42 health centers of the provincial govemment of DKI Jakarta for the period 2007-2009 afler applying Financial Management Panems Regional Public Service Board. The study design is descriptive. Data collected is secondary data derived from the consolidated financial health centers in 2007-2009.
The results showed that the realization of budget in Jakarta Health Center from 2007 to 2009 tended to increase the l76,l66,506,28l IDR (2007), 242,295,481 121 IDR (2008) and 247,076,8l0,l ll IDR (2009). Per capita costs ranged fiom U.S. S 2 (West Jakarta) - U.S. S 4.6 (Central Jakarta). Total revenues Regional Public Service Board PHC also showed an increase of 57,24I,949,0l7 IDR (2007), 59,779,032,965 IDR (2008) and 6S,745,497,256 IDR (2009). Total expenditure per year on average for the period 2007-2009: the effort required 80% 8l.08% priority programs. Based on the nature of the program : Curative 58%, 21% preventive, promotive 0.98%. Based on the types of activities: UKP 58%, 22% SME, investment Management l3% and 6%. Based on expenditure groups: BOP 85%, ADUM 8.56%, 5.76% of capital. CRR 46.97% .
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34405
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andrayanto
"Desentralisasi memberikan konsekuensi pada kewenangan bidang kesehatan yang dimiliki Kabupaten Lampung Tengah semakin besar. Kondisi ini memerlukan strategi baru berupa, pengorganisasian yang lebih seksama pada berbagai tingkatan administrasi, dan melaksanakan perubahan-perubahan sebagai upaya penyesuaian terhadap kebijakan desentralisasi. Perubahan ini salah satunya adalah penataan kembali kelembagaan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah sebagai organisasi perangkat daerah. Sebelumnya kelembagaan Dinas Kesehatan disusun berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000.
Adanya kebijakan baru dalam penataan organisasi perangkat daerah Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka perlu melakukan penyesuaian struktur kelembagaan Dinas Kesehatan tersebut.
Tujuan penelitian adalah tersusunnya struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah yang sesuai desentralisasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, informasi diperoleh berupa data sekunder melalui telaah dokumen dan data primer melalui wawancara mendalam. Informan penelitian adalah pejabat struktural Dinas Kesehatan, pejabat Sekretariat Kabupaten dan Panitia Khusus Organisasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan empat tahap yaitu : l) Telaah dokumen dan wawancara mendalam, untuk memperoleh gambaran tentang kewenangan bidang kesehatan, visi dan misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi Dinas Kesehatan saat ini. 2) Kajian dan pengembangan model teoritis struktur organisasi Dinas Kesehatan, berdasarkan data yang diperoleh tahap pertama dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003. 3) Penggalian pendapat ahli terhadap rancangan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah yang disusun pada tahap ketiga, ahli berasal dari FISIP UI, Departemen Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Propinsi Lampung dan 4) Semiloka untuk mendapatkan model struktur terpilih, untuk mendapatkan tanggapan dan masukan terhadap rancangan struktur yang disusun pada tahap kedua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kewenangan bidang kesehatan Kabupaten Lampung Tengah terdiri tiga puluh satu jenis belum sepenuh terealisir karena keterbatasan sumberdaya sehingga masih memerlukan fasilitasi dari pusat. Visi dan misi sudah baik namun bagaimana mewujudkannya, kegiatan dalam program belum mengarah pada visi dan misi, karena belum menjadi komitmen bersama akibat sosialisasi belum optimal. Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah masih terlalu besar, kewenangan sebagai tugas pokok tidak didistribusikan secara merata menimbulkan tumpang tindih, disusun berdasarkan tradisi lama berorientasi pada jabatan daripada manfaat jabatan, merujuk pada struktur lama, belum mempertimbangkan aspek kerjasama dengan pihak ketiga dan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003.
Kesimpulan secara umum penelitian ini menghasilkan tiga rancangan struktur organisasi Dinas Kesehatan, rancangan yang direkomendasikan untuk perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah adalah rancangan pertama dengan susunan terdiri dari: Kepala Dinas, Bagian Tata Usaha, Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, Bidang Bina Pencegahar, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Bidang Bina Program dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, Bidang Bina Pengawasan Obat, Makanan dan Logistik Kesehatan, Kelompok Jabatan Fungsional dan Unit Pelaksana Teknis Dinas. Saran yang diberikan adalah perlunya sosialisasi dan advokasi kewenangan, visi dan misi. Penempatan tenaga yang memperhatikan kualitas dan kompetensi tugas, dan advokasi terhadap pengakuan dan kompensasi jabatan fungsional.
Daftar Pustaka : 20 ( 1994 - 2003 )

Decentralization presents higher consequences to the health section authority in Central Lampung Regency. This condition needs a new strategy such as: a more detailed organization of various administration level, and undertake changes as an adjustment effort toward decentralization policy.
One of the changes is to institutionally restructure the Health Board in Central Lampung Regency as a district organizational instrument. Health Board institution used to be organized based on Gov. Reg. No_ 84 Yr. 2000. The presence of a new policy in the arrangement of district organizational instrument based on Gov. Reg. No. 8 Yr. 2003 concerning District Organizational Instrument Guidelines, thus needs to make an adjustment to the institutional structure of the Health Board.
The objective of this study is to arrange the Health Board in Central Lampung Regency organizational structure which would be in accordance to decentralization. This study uses a qualitative method, the acquired information are secondary data through document research and primary data through in-depth interview. The informants of this study are the structural officials of the Health Board, Regency Secretariat, and Organizational Special Committees of the Central Lampung District House of Representative. The study is undertaken through four phase, which consist of 1) Document research and in-depth interviews, to attain description of the authority of the health section, visions and missions, main duties and functions of the present Health Board. 2) The theoretical model research and development of the organization structure of the Health Board, derived from the data which are acquired in the first phase and based on the Gov. Reg. No. 8 Yr. 2003. 3) The collection of experts opinion regarding the planning of organizational structure of Health Board in Central Lampung Regency which is arranged in the third phase. The experts are from FISIP UI, Health Ministry of the Republic of Indonesia, and Health Board of Lampung Province, and 4) Semiloka to acquire selected structure model, to attain response and input to the structural planning which is arranged in the second phase.
The result of the study shows that: The authority of health section in Central Lampung Regency consists of thirty one type has yet to be fully undertaken because of resources inadequacy thus still need facilitation from the central government. The visions and mission are already good but how to accomplish them. The activities in the program has yet to be directed towards those visions and missions, because until now they are yet to be a collective commitment as a result of no optimal socialization. The organizational structure of the Health Board in Central Lampung Regency is still too big, authority as the main duties are not distributed equally thus goes upside-down, arranged based on old tradition that oriented to official position rather than the function of that official position, referred the old structure, has yet to consider the cooperation aspects together with a third party and does not comply with Gov. Reg. No. 8 Yr. 2003.
The conclusion in general of this study is to produce three organizational structure of the Health Board. The planning which is recommended to the changes of Health Board in Central Lampung Regency organizational structure is the first planning with arrangements consists of: Head of the Board, Documentation Department, Health Service Improvement Department, Disease Elimination and Environmental Safety Deartment, Prevention Improvement and Public Health Resources Department, Drugs, Foods and Logistic Monitoring Department, and Functional Official Group and Technical Performance Unit. The suggestion given is the need of authority socialization and advocating, vision, and mission. Resources allocations which consider the duties quality and competency, and advocating toward acknowledgement and compensation of functional official positions.
Bibliography List: 20 (1994-2003)"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Khasanah
"Secara persentase, alokasi anggaran di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada tahun 2021 yang bersumber dari APBD Kota Tangerang mengalami penurunan dari tahun 2020. Pada tahun 2021 jumlahnya13,83% dari total APBD Kota Tangerang sementara pada tahun 2020 sebesar 15,04% dari total APBD. Jumlah kematian ibu hamil di Kota Tangerang pada tahun 2021 adalah sebanyak 15,47/100.000 kelahiran hidup dimana meningkat dari tahun 2020 yang sebesar 12,92/100.000 kelahiran hidup dimana 50% penyebab kematian adalah karena COVID-19. Pandemi COVID-19 turut mempengaruhi jumlah kematian ibu hamil di Kota Tangerang, selain itu dari sisi anggaran terdapat perubahan kebijakan terkait alokasi anggaran dalam rangka penanganan COVID-19. Untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pembiayaan kesehatan dengan perencanaan anggaran oleh pemerintah daerah dalam program pelayanan kesehatan ibu hamil di Kota Tangerang, maka perlu dilakukan analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber Pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian belanja program pelayanan kesehatan ibu hamil di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2020-2022 dengan perencanaan pada awal tahun anggaran. Penelitian ini menggunakan desain crosssectional dengan menganalisis data pembiayaan kesehatan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2020-2022. Hasil penelitian adalah pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga tahun 2022. Dimensi sumber pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang terbesar adalah bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan berupa innatura. Berdasarkan jenis kegiatan, belanja untuk kegiatan tidak langsung proporsinya lebih besar dibandingkan belanja kegiatan langsung, sehingga belum mencerminkan adanya penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Menurut dimensi mata anggaran, jenis input yang dibeli dengan proporsi terbesar yaitu belanja operasional untuk peningkatan kinerja pelayanan kesehatan. Belanja pada program pelayanan kesehatan ibu hamil untuk tahun 2020-2022 tidak sesuai dengan perencanaan pada awal tahun anggaran karena terjadi refocusing anggaran untuk penanganan pandemi COVID-19, selain itu juga terdapat pembatasan kegiatan tatap muka sehingga beberapa jenis belanja kegiatan tidak dapat terserap. Penelitian ini menyarankan bahwa Dinas Kesehatan Kota Tangerang perlu meningkatkan pembiayaan program pelayanan kesehatan ibu hamil dari pemerintah daerah; memperkuat kerjasama dengan fasilitas pelayanan kesehatan swasta dan organisasi profesi; dan membuat kebijakan yang mengarah kepada kegiatan-kegiatan langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan meningkatkan cakupan program baik di tingkat Dinas Kesehatan maupun puskesmas. Sementara itu, puskesmas diharapkan perlu mengoptimalkan pendapatan BLUD baik dari pendapatan kapitasi maupun non kapitasi JKN dan meningkatkan pembiayaan kegiatan-kegiatan langsung yang bersentuhan dengan masyarakat.

In percentage terms, the budget allocation at the Tangerang City Health Office in 2021 sourced from the Tangerang City APBD has decreased from 2020. In 2021 the amount is 13.83% of the total Tangerang City APBD while in 2020 it is 15.04% of the total APBD. The number of deaths of pregnant women in Tangerang City in 2021 is 15.47/100,000 live births which has increased from 2020 which was 12.92/100,000 live births where 50% of the causes of death were due to OVID-19. The COVID-19 pandemic has also affected the number of pregnant women deaths in Tangerang City, apart from a budget perspective, there have been policy changes related to budget allocations in the context of handling COVID-19. In order to find out how the suitability of health financing is with the budget planning by the local government in the health service program for pregnant women in Tangerang City, it is necessary to analyze government-sourced health financing. The purpose of this study was to determine the suitability of program spending on pregnant women’s health services at the Tangerang City Health Office in 2020-2022 with planning at the beginning of the fiscal year. This study used a cross-sectional design by analyzing data on government-sourced health financing for pregnant women’s health service programs at the Tangerang City Health Office in 2020-2022. The results of the study are that government-sourced financing for pregnant women's health services at the Tangerang City Health Office has increased from 2020 to 2022. The largest dimension of government-sourced maternity health service program financing at the Tangerang City Health Office is sourced from the State Budget of the Ministry of Health in the form of innatura. Based on the type of activity, spending on indirect activities has a larger proportion than spending on direct activities, so it does not yet reflect performance-based budgeting. According to the dimensions of the budget line, the type of input purchased with the largest proportion is operational expenditure for improving the performance of health services. Expenditure on the health care program for pregnant women in 2020- 2022 is not in accordance with the planning at the beginning of the fiscal year due to budget refocusing for handling the COVID-19 pandemic, besides that there are also restrictions on face-to-face activities so that several types of activity spending cannot be absorbed. This study suggests that the Tangerang City Health Office needs to increase the financing of the maternal health service program from the local government; strengthening cooperation with private health care facilities and professional organizations; and make policies that lead to direct activities that can be felt by the community and increase program coverage at both the Health Office and puskesmas levels. Meanwhile, it is hoped that the puskesmas will need to optimize the BLUD's income, both from capitation and non-capitation JKN income; and increase the financing of activites directly in contact with the community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Ricardo
"Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu berpartisipasi aktif dalam memelihara kesehatannya. Dalam rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah ditetapkan 10 program unggulan kesehatan dan salah satu diantaranya adalah program keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-undang No.23 pasal 23, program kesehatan kerja ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa mernbehayakan diri sendiri dan masyarakat di sekelilingnya.
Departemen Kesehatan RI telah menyusun pedoman pelaksanaan kesehatan kerja bagi masyarakat kerja sektor informal, agar masyarakat pekerja sektor informal yang jumlahnya sudah mencapai 80% dari seluruh jumlah angkatan kerja dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang gambaran pelaksanaan program UKK sektor informal di Dinas Kesehatan dengan menganalisa faktor- faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program tersebut seperti pengetahuan tentang program UKK, Komitmen Kepala Dinas Kesehatan terhadap program, Peran Dinas Kesehatan terhadap pelaksanaan dam pengembangan program, tenaga ahli, anggaran, Juklak dan Juknis, perencanaan, pembinaan, advokasi, disinfo UKK, pembentukan Pos-pos UKK, pelatihan, pencatatan dan pelaporan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam terhadap Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Subdinas serta Kepala Seksi pengelola program UKK sektor informal rasing-masing Dinas Kesehatan berjumlah 3 orang kemudian dilakukan telaah dokumen. Pengolahan data dibuat dalam bentuk Matriks yang dibuat berdasarkan transkrip hasil wawancara mendalam, kemudian dilakukan analisis isi berdasarkan teori atau pedoman Upaya Kesehatan Kerja lalu dibandingkan antara kenyataan dengan harapan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa program UKK sektor informal di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung selatan belum berjalan seperti apa yang diharapkan. Masih rendahnya pengetahuan Kepala Dinas Kesehatan tentang UKK sektor informal, belum adanya komitmen Kepala Dinas Kesehatan terhadap program UKK, belum berjalannya peran Dinas Kesehatan, belum ada dukungan dari Pemerintah Daerah, tidak tersedianya anggaran, serta belum adanya sistem informasi Kesehatan Kerja merupakan faktor penyebab utama program UKK tidak terlaksana dengan baik.
Komitmen yang kuat dari Kepala Dinas sangat dibutuhkan agar program UKK dapat terlaksana, untuk itu pula upaya advokasi kepada Pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan di bidang anggaran sangat perlu dilakukan sehingga dalam pelaksanaan dan pengembangan program UKK mendapat dukungan, dan untuk pemantapan dan pengembangan program UKK maka dari Departemen Kesehatan diharapkan mendesain format yang adekuat untuk Sistem informasi Kesehatan Kerja sehingga dapat dijadikan acuan bagi Dinas Kesehatan dalam membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program UKK.

Study of Informal Sector's Occupational Health Program in District Health Offices of Kota Bandar Lampung and South East Lam pung in 2002Health development aims to increase awareness, ability, and eagerness of living healthy by all population. The people is expected to be actively involved in keeping their health. In health development plan headed for "Healthy Indonesia 2010", it has been effected 10 main health programs. One of them is occupational safety and health program, as stipulated in the law No. 23 article 23. The program is implemented in order to reach the optimum work productivity, so the workers that may work healthily without endanger themselves and the people around them.
Ministry of Health had arranged a manual of work health implementation to the people working in informal sector, where their numbers has reached 80 % from all the work forces, so the informal sector workers that may obtain health services according to their works.
This research was conducted to get information about the implementation of informal sector's Work Health Unit (WHU) in the Health Office, and factors that may influence the program of implementation such as knowledge about WHU, Health Office head's commitment- toward the program. Health Office's role in program implementation and development, skilled personnel, budget, implementing and technical guides, planning, advocacy, WHU's disinformation, WHU's post construction, training, recording and reporting.
This research applied qualitative approach by using in-depth interview to the Head of District Health Office, head's deputy, and coordinator of WHU informal sector, where each Office has three personnel, before conducting document studies. Data were analyzed using matrix form according to the result of in-depth interview. Content analysis was done based on theory or Work Health Effort manual, and then it was compared between the realty and expectation.
The result of the research proved that Occupational's informal sector programs in the District Health Offices of Bandar Lampung and South Lampung did not worked as expected yet. The lack of the Office Heads' knowledge about the WHU's informal sector, static role of the Offices, no commitment of the Heads toward the WHU, not availability of Local Government's supports, budget, and information system of Work Health were the main causes of the not working of WHU program.
Strong commitment from the Office Head is really necessary to make the WHU Program is successful. Advocacy to the local government as the policy maker in budgetting is very important, so the WHU that may receive enough supports in its implementation and development. Ministry of Health is expected to provide adequate format in the Information System of Work Health in making plan, implementation, and evaluation of WHU program.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>