Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiwi Winarti
"Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak usia 13 -15 tahun merupakan pertumbuhan fisik yang cepat. Pada anak perempuan, hal tersebut berhubungan dengan kematangan seksual yang merupakan ciri-ciri pubertas, ditandai haid pertama dan berkaitan dengan keadaan gizi dan psikhisnya. Studi pengantar di Tanjungsari mengenai kematangan seksual, ditemukan data Cohort WHO, dari 3500 anak terdapat 1550 anak perempuan dengan tiugkat maturasi seksual 28 anak (1,8%). Usia menarchenya 12 tahun, dan ditemukan 11 responden (0,70 %) atau (39,28%) dad data kematangan seksual, telah menikah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan kematangan seksual. Desain penelitian merupakan survey dengan pendekatan Cross Sectional, lokasi di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2003.
Jumlah sampel 150 anak perempuan usia 13 sampai 15 tahun. Vaniabel babas yang diduga berhubungan idalah Indeks Masa Tubuh, Status anemia, Kadar lemak tubuh, Perilaku sosial, Umur, Pendidikan, Pendidikan Ayah, Pendapatan Orangtua dan Kebiasaan keluarga.
Data merupakan data primer yang dikumpulkan dari anak perempuan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh dari pengukuran berat badan dalam kilogram dibagi ukuran tinggi badan dalam meter kuadrat dan Status Anemia. Ban pengambilan sampel darah anak kemudian dianalisa hasilnya dalam ukuran gram %.
Prosentase lemak tubuh, dilakukan setelah diketahui ukuran tinggi badan, berat badan, umur dan jenis kelaniin,masukkan dalam BIA, hasilnya berupa prosentase. Data kematangan seksual diperoleh dari pemeriksaan fisik tanda kematangan seksual sekunder, sedangkan data mengenai perilaku sosial, umur, pendidikan, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, serta kebiasaan keluarga diperoleh melalui kuesioner.
Pengolahan data dilakukan manual, dan bantuan komputer, data yang terkumpul dimasukan pada program. Hasil analisa Univariat dari 150 Responder, melalui pengukuran Indeks Masa Tubuh, diperoleh status gizi kurang sebanyak 35 responden (23,3%), 15 responden (10%) mengalami Anemia, melalui lemak tubuh didapatkan data Gizi kurang 78 responden (52,0%). Sebanyak 33 responden (22,0%) mengalami kematangan seksual lambat, 117 responden (78,0 %) mengalami kematangan seksual cepat.
Hasil analisa Bivariat menggunakan Chi-Square ditemukan 2 variabel yang berhubungan dengan kematangan seksual yaitu Lemak tubuh dengan p value = 0,005, dan kebiasaan keluarga p value = 0,004. Faktor-faktor lainnya yaitu, Indeks Masa Tubuh, Status Anemia, umur, Sikap perilaku sosial, pendidikan anak, pendidikan ayah dan pendapatan orangtua tidak berhubungan dengan kematangan seksual. Analisa multivariat yang mempunyai p value terkecil adalah kebiasaan keluarga dengan p Value = 0,004, dan ini merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kematangan seksual secara bermakna.
Sebagai saran, Puskesmas dan Instansi pusat terkait perlu meningkatkan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja di daerah ini. Untuk peminat dan peneliti lain perlu meneliti lebih lanjut mengenai masalah reproduksi remaja, terutama bila anak akan menghadapi masa berkeluarga.

A study about physical growth has found that the children's growth spurt is occur at the age of 13 to 15 year old. On a girl, this episode is related to her sexual maturity, which usually called as puberty. It is usually characterized by the onset of menarche, her first menstruation, and related to her state of nutrition and of psychology. An introductory study at Tanjungsari on sexual maturity, using WHO's cohort data, has found that among 3,500 children there are 1,550 girls. And among those girls there were 28 (1.8%) girls who already have their sexual maturation, with details information that their age of menarche are 12 years old, and found that 11 of them (39.28%) were married.
Study will be carried out, and have a purpose on finding out what factors related and which factor that have a greatest role in determining the sexual maturity. The design of the study is a survey with a cross-sectional approach, will be held in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang,West Java, on April to June 2003.
The number of the sample is 150 young girls with have an age range. between 13 to 15 years old. The independent variables assumed to have relationship with sexual maturity are: body mass index, the state of anemia, percentage of body fat, social behavior, age, education, father's education, parent's income and family's customs.
A primary data will be collected from young girls by calculating the body mass index, which measured the body weight in kilograms divided by the height in Meter Square and the state of anemia is also observed by examining the blood sample and analyzed those samples to obtain the measurement for the state of anemia in gram-percent. The percentage of body fat can be calculated after data on height, weight, age and sex have been accomplished to Hand Bio Electric Impedance Analyzer. Meanwhile, data on sexual maturity were obtained from performing the physical examination on secondary sexual maturity signs, and data on social behavior, age, education, parents' education and income, and family customs are gathered using a questionnaire.
Data were being organized manually, followed by using the computer when data are being entered to a statistical program. From the univariate analysis upon 150 respondents, it can be known from calculation on body mass index that 35 respondents or 23.3% have a poor nutrition status and 15 respondents or 10% have anemia. From the percent of body fat, it has found that respondents with mild of poor nutrition state are 78 people (52,0%). Severe poor of nutrition state are 33 respondents (22%). As little as 33 girls (22,0%) have found in the state of late (slow) sexual maturity, 117 girls (78,0%) are in the state of fast sexual maturity.
Result from bivariate analysis, using chi-square, has found that2 variables are related to the sexual maturity, which are: percentage of body fat with p-value 0.05;, and family customs (p-value 0.004). Other factors that are: Body Mass Index, anemia, age, social attitude and behavior, education, father's education and family income, are not related with sexual maturity. When those variables are analyzed by multivariate analysis, it is found that variable which has the least p-value is family customs (p-value 0.004). This represent that family customs is significantly to be the most dominant factor related to sexual maturity. Based on those findings, it is suggested that Community Health Center (Puskesmas) and other central institution should be concern to the problem of health reproduction on a young girls, and should evaluate every matters related to adolescent in this region. For the other researchers it is suggested to explore a research on other issues on Adolescent Health reproduction, especially to those girls who will be engaged in a marriage in a little while.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Sulaeman
"Pelaksaanaan asuhan keperawatan merupakan standar pelayanan yang harus dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat dalam hal ini pasien. Dalam pelaksanaannya khusus pada perawat di Puskesmas masih belum optimal dilaksanakan.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaannya pada perawat Puskesmas di Kabupaten Sumedang tahun 2002. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik yang menggunakan metode survai dan telaah dokumen dan dilakukan dengan pendekatan potong lintang. Populasi pada penelitian ini adalah perawat puskesmas di Kabupaten Sumedang. Jumlah populasi 274 orang, jumlah sampel 107 orang, cara pengambilan sample dengan sistematik random sampling.
Hasil penelitian bivariat menunjukan bahwa (1) Ada hubungan antara variabel individu, meliputi tingkat pendidikan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan, golongan/pangkat dengan pelaksanaan asuhan keperawatan dan mesa kerja dengan pelaksanaan asuhan keperawatan. (2) Ada hubungan antara variabel psikologis yaitu sikap dengan pelaksanaan asuhan keperawatan. (3) Ada hubungan antara variabel organisasi meliputi pelatihan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan, sarana dan prasarana dengan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Hasil penelitian multivariat didapatkan bahwa variabel yang berhubungan paling erat dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada perawat puskesmas di Kabupaten Sumedang tahun 2002 adalah variabel psikologis yaitu sikap dengan variabel organisasi yaitu pelatihan. Diantara keduanya mempunyai hubungan yang erat dan model interaksi.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sikap dan pelatihan mempunyai tingkat keeratan yang paling kuat dibandingkan dengan pendidikan, golongan/pangkat, sarana & prasarana, dan masa kerja. Mengingat bahwa sikap dan pelatihan mempunyai keeratan hubungan yang paling kuat, disarankan untuk peningkatan pelatihan asuhan keperawatan secara berkesinambungan pada perawat puskesmas di Kabupaten Sumedang dan menanamkan suasana kerja yang mendukung salah satunya dengan meningkatkan sikap perawat dari aspek kognisi, konisi dan apeksi sehingga terlaksananya asuhan keperawatan pada pasien sehingga pelayanan keperawatan menjadi lebih berkualitas dan sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya dan pasien pada khususnya.

The Factors Related to Treatment Upbringing Execution at Nurses Puskesmas in Sumedang District, a Study in all Puskesmas in Sumedang District, West Java, year 2002The implementation of upbringing treatment is a standard services that should be conducted by nurses in executiag services to society in this case patiens. In its special execution at nurses in puskesmas hasn't been conducted optimally yet.
The aim of this research is to get information about treatment upbringing execution and factors related to execution at nurses in puskesmas, in Sumedang district, year 2002. The kind of research that's used is analytic descriptive research by using survey method and document study and conducted with transversal crosscut approach. The population in this research is puskesmas nurses in Sumedang district, The amount of population is 174 samples (people), and the way of intake samples by systematicly sampling random.
The result of bivariat research shows that (1) there is a relationship among individual variables, covering education storey level with treatment upbringing execution and year of services with treatment upbringing execution. (2) there is a relationship among psychological variables that is attitude with treatment upbringing execution. (3) There is arelationship among organizational variables, including training with treatment upbringing execution.
The result of multivariate research is known that closet corresponding variables with treatment upbringing execution. At puskesmas nurses in Sumedang district is psychological variables that's attitude with organizational variables, training. Between both have a close relationship and interaction models.
From the result of this research can be cloncluded that the relationship between training and attitude have a strongest relationship compared by education, factions/ranks, facilities and basic facilities and a period of work. Considering that attitude ang training have a close relationship, suggested to make training increased at nurses and it gives ondosif condition in puskesmas, so that attitude for treatmen upbringing execution become a better thing.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Mustahsani Aprami
"Profit lipid yang abnormal merupakan faktor risiko mayor untuk penyakit jantung koroner (PJK) dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan dengan gangguan pertumbuhan prenatal (BBLR) atau postnatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko mempunyai profil lipid yang abnormal pada individu dengan gangguan pertumbuhan prenatal. Penelilian dilakukan pada populasi kohort di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Sawa Barat yang lahir tahun 1988-1990. Kriteria BBLR berdasarkan pada bayi lahir > 37 minggu dengan berat badan lahir 2700 gram. Kriteria inklusi, BBLR dan non-BBLR dengan pertumbuhan postnatal sampai usia 36 bulan adekuat, mempunyai catatan lengkap BB lahir, TB lahir sampai usia 36 bulan dan catatan BB, TB pada usia 12-14 tahun, bersedia ikut dalam penelitian.
Setelah dilakukan pemeriksaan profil lipid, validitas data dan stratifikasi, dari 871 orang subyek yang diteliti, hanya 229 yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Ditentukan sebanyak 105 subyek penelitian melalui simple random yang mengalami dislipidemia dimasukkan kedalam kelompok kasus, untuk kelompok kontrol, diambil jumlah yang sama dengan matching. Untuk membandingkan data-data antara kedua kelompok dipakai uji student t-test, sedangkan menjawab masalah utama yaitu besarnya risiko mengalami dislipidemia digunakan perhitungan odds ratio dengan menggunakan table 2x2.
Hasi penelitian karakteristek umum kedua kelompok (umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi bada) tidak ada perbedaan bermakna p<0,05. Tidak ada perbedaan yang bermakna kadar kolesterol total dan kolesterol LDL remaja dengan BBLR dibandingkan remaja yang non BBLR, p>0,05. Radar trigliserida lebih tingi bermakna pada remaja dengan BBLR dibandingkan dengan remaja non BBLR, p=0,00004, sedangkan kadar kolesterol HDL lebih rendah bermakna pads remaja dengan BBLR dibandingkan remaja non-BBLR, p=0,00004.. Pada remaja dengan BBLR mempunyai risiko lebih besar untuk teijadi dislipidemia dibandingkan remaja non BBLR dengan odds ratio 3,26 95%CI 1,77-6,02; p=0,00003.
Kesimpulan : Remaja dengan gangguan pertumbuhan prenatal mempunyai risiko lebih besar untuk terjadi dislipidemia.

Abnormal lipid profile is an independent risk factor for coronary artery disease. Some studies have shown that small for gestational age (SGA) was associated with abnormal plasma lipid profile in adolescent and adulthood. This study was conducted to asses whether SGA children are more prone to have abnormal plasma lipid profile.
This study was performed to cohort population in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang-West Java who was born between 1988-1990. The criteria of SGA are term infants, gestational age of > 37 weeks, birth weight : 2700 grams and birth length 45-50 centimeters. Appropriate gestational age (AGA) are term infants, gestational age > 37 weeks; birth weight > 2700 grams and birth length > 47 centimeters. Inclusion criteria were SGA and AGA with postnatal growth up to 36 months adequately, complete birth weight and birth length records up to 36 months as well and birth weight and birth length during 12-14 years of age, willing to accompany in this study.
After lipid profile examination was performed, validity and stratification data of 871 subjects, 229 subjects were complied with including criteria. With the simple random, I05 subjects of dislipidemia were decided as the case group and the same number of control group were included as matching. The significance of differences between two groups was examined using student t -test and Mann Whitney. A p level of 0.05 was considered statistically significant.
There were no differences in general characteristic of both group (age, gender, birth length) p>0.05. No significant differences between total cholesterol and LDL cholesterol levels in subject with SGA compared with AGA, p>0 05. Triglyceride level was higher found significant in subject SGA compared with AGA, p=0.00004, however the HDL cholesterol level have a significant more less in subject SGA compared with AGA, p=0.00004. Subject with SGA have an increase risk to develop of dislipidaemia compare with subject AGA, odds ratio of 3.26, 95%CI 1.77-6.O2;p=0.00003.
Conclusion :
Subject with prenatal growth retardation have an increase risk for dislipidaemia in adult life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Kurniasih
"Kejadian abortus di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar 2 juta dari 4,2 juta kasus. Abortus juga merupakan penyebab ke 4 tertinggi dari kematian ibu. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus pada pekerja wanita di Perusahaan Garmen PT X Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat tahun 2013. Penelitian ini penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional, menggunakan data primer. Populasi penelitian adalah semua penderita abortus, jumlah sampel 98 dimana semua populasi dijadikan sampel. Analisis hubungan menggunakan uji chi square dengan CI 95% dan α = 0,05. Hasil menunjukan ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian abortus (7,500; 0,946-59,438). Sedangkan umur, paritas, jenis pekerjaan dan aktifitas kerja tidak berhubungan dengan kejadian abortus.

The incidence of abortion in Indonesia is the highest in South East Asia, which is two million from 4.2 million cases all over South East Asia. Abortion is also the fourth highest cause of maternal mortality. This research purposes to determine the factors associated with the incidence of abortion on women workers in the garment company named PT X Sumedang regency of West Java province in 2013. This quantitative research study with cross - sectional research design is using primary data. The study population was all patients with abortion, with the number of sample were 98, where all the population sampled. Analysis of the relationship using the chi square test with 95% CI and α=0.05. Results showed there was association between the incidence of abortion with pregnancy distance (7.500; 0.946 to 59.438). While age, parity, type of work and physical work activities not related to the incidence of abortion."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Olva
"Penyebab utama kematian ibu hampir di seluruh dunia terutama di negara berkembang adalah karena komplikasi kehamilan, persalinan maupun nifas yaitu perdarahan, eklamsi, aborsi, sepsis dan persalinan sulit atau lama. Di dunia maupun di Indonesia persalinan lama berada di urutan kelima dari penyebab utama kematian serta kesakitan ibu maupun bayinya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kejadian persalinan lama adalah faktor ibu, faktor janin serta faktor kehamilan itu sendiri. Persalinan lama dapat dicegah melalui pelayanan yang berkualitas melalui deteksi dini pada saat antenatal dan selama persalinan berlangsung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian persalinan lama dan faktor yang paling berhubungan dengan kejadian persalinan lama di rumah sakit umum unit swadana daerah Kabupaten Subang Jawa Barat pada tahun 2001. Penelitian dilakukan dengan menganalisis data sekunder dari bagian kebidanan RSUD Subang tahun 2001. Desain penelitian adalah kasus kontrol dimana kasus adalah ibu yang mengalami persalinan lama yang dikaitkan dengan umur, paritas, CPD, penyakit, kelainan letak janin, janin kembar, hidramnion, ketuban pecah dini dan inersia uteri. Sedangkan sebagai kontrol adalah ibu yang tidak mengalami persalinan lama yang juga dikaitkan dengan variabel di atas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel yang berhubungan secara statistik dengan kejadian persalinan lama adalah CPD, penyakit yang diderita ibu, kelainan letak janin, janin kembar, ketuban pecah dini dan inersia uteri. Sedangkan variabel yang paling dominan yang berhubungan dengan persalinan lama adalah inersia uteri.
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan kepada semua pihak yang terkait seperti dinas kesehatan daerah tingkat II Kabupaten Subang , RSUD Subang dan IBI cabang Kabupaten Subang untuk meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan kemampuan dokter dan bidan mendeteksi dini komplikasi yang dialami ibu pada saat hamil dengan pelayanan antenatal yang berkualitas dan pemantauan proses persalinan dengan menggunakan partogtaf yang sudah distandardisasi oleh WHO tahun 2001, serta pelatihan asuhan persalinan normal, sedangkan bagi bidan praktik di komunitas melaksanakan pelayanan kebidanan berdasarkan standar pelayanan kebidanan yang sudah ada sehingga kejadian persalinan lama dapat dicegah dan ditanggulangi dengan segera.

Factors Which Has Relation to Onset Labor Incidence in Subang General Hospital, West Java in 2001The main cause of maternal death in the world especially in developing country is complication of pregnancy, labor process and post natal period. They are hemorrhagic, eclamsia, abortion, asepsis and prolong labor.
In the world or Indonesia, prolong labor is in fifth level as due to morbidity or mortality both mother and baby.
Factors which make cause of incidence prolong labor are mother, baby and pregnancy itself. Prolong labor could be prevented by quality care through early detection at antenatal and during labor process.
The Objection of this study is to know factors and most factor which have relation to prolong labor incidence at Subang General Hospital in West Java in 2001. The study was done by analyzing secunder data that taken from Obstetry and Gynecology Department of Subang General Hospital in 2001. Design study was case control, those cases are women who had experience prolong labor which were linked to age, parity, CPD (cephalo pelvic disproportion), disease (that woman has), malpresentation, malposition, twins baby, hidramnion, PROM (premature ruptur of membran) and inertia uteri. While being as control are women who did not have experience prolong labor and also linked to the same variable.
Study result shows that variables which have correlation statistically to prolong labor incidence are CPD, disease (that woman has), malposition, malpresentation, PROM, twins baby and inertia uteri, whereas dominant factor is inertia uteri.Based on study result, the author suggests to all institutions which are involved such as Health Department in District Subang, Subang General Hospital, Indonesia Midwife Association of District Subang hand in hand improving capability midwife and doctor by early detection of complication at pregnancy period by quality care of antenatal and observing labor process by using partograf which has already standardized by WHO in 2001 and also basic delivery care training.
The author also suggests for midwife who practices in community, giving midwifery care based on standard of midwifery care, so that prolong labor could be prevented and solved as soon as possible.;"
2002
T5322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desmawita
"GAKY merupakan salah satu masalah gizi utama sampai saat ini harus terus menerus dikendalikan karena akan terus ada dan muncul lagi apabila tidak memperhatikan upaya penanggulangannya. Dampak GAKY terhadap penduduk pada umumnya lebih luas dari yang diperkirakan semula yaitu gondok, dan melibatkan gangguan tumbuh kembang manusia sejak awal kehidupan, baik perkembangan fisik maupun mental. Masa yang paling peka adalah masa pertumbuhan susunan syaraf pusat, masa pertumbuhan linier dan masa hamil.
Hasil survei pemetaan GAKY nasional, ditemukan prevalensi GAKY tahun 1998 di Kabupaten Lima Puluh Kota sebesar 28,8% dan pada tahun 2003 turun menjadi 19,8%. Namun hasil pemetaan GAKY Dinkes Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2003 ditemukan prevalensi TGR anak SD di Kecamatan Situjuah Limo Nagari (55,6%) termasuk kategori endemik berat.
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan defisiensi yodium di Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan analisis data primer dengan pendekatan kuantitatif observasional menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan bulan Maret-April 2007. Sampel adalah anak SD umur 8-12 tahun berjumlah 140 orang dipilih secara acak sederhana pada satu nagari dekat (Nagari Banda Dalam) dan satu nagari jauh (Nagari Tungka). Variabel dependen adalah defisiensi yodium dan variabel independen meliputi umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi tentang GAKY, pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu tentang GAKY, konsumsi makanan sumber yodium, konsumsi makanan sumber zat goitrogenik, kualitas garam dan tempat ibu menyimpan garam. Analisa data dilakukan secara bertahap dimulai dengan univariat, bivariat (chi square) dan multivariat (logistic regression).
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gondok Kecamatan Situjuah Limo Nagari adalah 22,9% terdapat di nagari dekat 17,7% dan nagari jauh 26,9%. Proporsi kejadian gondok pada anak perempuan (50,7%) sedikit lebih banyak dari anak laki-laki (49,3%) dan terdapat pada umur 2 10 tahun. Pengetahuan gizi anak SD tentang GAKY tergolong tinggi, namun kurang dari separoh anak SD yang mengetahui akibat kekurangan yodium, bahan makanan sumber goitrogenik dan belum mengetahui cara menguji kualitas garam beryodium. Lebih dari separoh ibu belum mengetahui akibat kekurangan yodium menyebabkan cacat fisik dan mental, bahan makanan sumber yodium, bahan makanan sumber goitrogenik dan cara menguji kualitas garam beryodium. Tingkat pendidikan ibu tergolong rendah (SMP) (55,0%). Sebagian besar anak SD (82,9%) mengkonsumsi garam dengan kandungan yodium cukup, tetapi konsumsi bahan makanan sumber yodium masih rendah (51,4%) sebaliknya konsumsi goitrogenik tinggi (62,1%).
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan bermakna antara pengetahuan gizi anak SD tentang GAKY, pengetahuan gizi ibu tentang GAKY, konsumsi makanan sumber goitrogenik, kualitas garam, dan tempat ibu menyimpan garam dengan terjadinya defisiensi yodium. Variabel pengetahuan gizi ibu tentang GAKY merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya deisiensi yodium 'di Iokasi penelitian. Disarankan bagi Dinas kesehatan melalui puskesmas agar lebih mengintensifkan penyuluhan tentang GAKY khususnya akibat kekurangan yodium, bahan makanan sumber yodium dan goitrogenik, penyimpanan garam beryodium yang benar menyangkut cara dan tempat serta cara mengetahui kualitas garam beryodium, baik bagi peserta didik maupun bagi ibu-ibu yang Berperan penting dalam mengelola rumah tangga.

Abstract
IDD is one of the main nutrition problems that need to be controlled continuously until now because it will appear and re-appear if the control efforts are not exercised. The impacts of IDD towards the people in general is broader that it was expected before, i.e. goiter, and involve human growth and development disorder since early life, either in terms of physical growth or mental growth. The most vulnerable periods are the central nerve system growth period, linear growth period and in pregnancy.
From the national IDD mapping survey it is revealed that the lDD prevalence in 1998 in Lima Puluh Kota District is 28.8% and decreased to 19.8% in 2003. However, iiorn the IDD mapping results of the Health Oftice of Lima Puluh Kota District 2003, it is revealed that the TGR prevalence in elementaryschool children in Situjuah Limo Nagari Sub District (55.6%) is categorized as severe endemics.
This research is aimed at describing factors related to iodine deficiency in Situjuah Limo Nagari Sub District, Lima Puluh Kota District, West Sumatera Province. The research is a primary data analysis with observational quantitative approach using cross sectional design. The research was performed during the period of March to April 2007. The samples are 140 elementary school children ranging &om 8-I2 years old which are chosen with a simple random method from one nearby nagari (Nagari Banda Dalam) and one distant nagari (Nagari Tungka). The dependent variable is the iodine deficiency and the independent variables consist of age, sex, nutrition knowledge on IDD, mother educational background and mother nutrition knowledge on IDD, iodine containing food consumption, goitrogenic element containing food consumption, salt quality and salt container. The data analysis is performed in stages starting from univariate, bivariate (chi square) and multivariate (logistic regression).
The results of this research show that the goiter prevalence in Situjuah Limo Nagari Sub District is 22.9% with 17.7% in nearby nagari and 26.9%. The proportion of goiter prevalence, found in the age of 2 10 years old, in girls (50.7%) is higher than in boys (49.3%). The knowledge on nutrition of the elementary school, especially on IDD, is considered high. However, less than half of elementary school children know the impacts of iodine deficiency, goitrogenic food, and how to test iodine containing salt quality. Mother educational background is quite low (junior high school) (55.0%). Most elementary school children (82.9%) consume salt with enough iodine content. However, iodine containing food consumption is still low (51.4%) with goitrogenic consumption, in contrast, is still high (62.1%).
The results from the bivariate analysis shows that there is a significant relationship between the elementary children nutrition knowledge on IDD, mother nutrition knowledge on IDD, goitrogenic food consumption, salt quality and container where salt iskept and the iodine deficiency incidence. The mother nutrition knowledge on IDD variable is the most dominantly related to the iodine deficiency in the research location, It is suggested that the Health Office through Puskesmas should intensify education on IDD especially on impacts of iodine deficiency, iodine containing food and goitrogenic good, correct storage of iodine salt in terms of the method and place as well as how to identify iodine salt quality, either for students or for housewives who have important roles in managing the household.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Utami
"Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, demikian juga di Jawa Barat kasus Diare masih tinggi, sehingga diperlukan cara untuk mencegah masalah tersebut. Kabupaten Sumedang telah menerapkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), khususnya Cuci Tangan Pakai Sabun dan penelitian ini untuk melihat efektivitas salah satu aspek dari STBM karena belum ada data dan penelitian CTPS di masyarakat desa Cikoneng, Kecamatan Ganeas,Kabupaten Sumedang ini. Sehingga perlu diketahui Gambaran dan Faktorfaktor yang mempengaruhi kebiasaan CTPS di desa tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita yang tinggal di desa Cikoneng, Puskesmas Ganeas, Kecamatan Sumedang. Dan sampelnya adalah sebagian dari ibu yang mempunyai balita yang ada di desa Cikoneng, Kecamatan Ganeas sejumlah 170 orang. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis multivariat.
Hasil penelitian menyebutkan secara umum kebiasaan cuci tangan pakai sabun pada masyarakat, khususnya pada ibu balita di desa Cikoneng belum baik, meskipun presentasenya di atas angka Nasional. Dari variabel-variabel yang diteliti, yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah variabel Aktivitas Posyandu, dan Penghasilan Keluarga per bulan.
Responden yang aktivitas posyandunya baik mempunyai risiko untuk berkebiasaan CTPS baik sebesar 2,70 kali (95% CI: 1,28-5,67) dibandingkan responden yang aktivitas posyandunya kurang baik, setelah dikontrol variabel penghasilan rumah per bulan. Responden yang rumah tangganya berpenghasilan lebih dari Rp700.000,- mempunyai risiko untuk berkebiasaan CTPS baik sebesar 0,39 kali (95% CI: 0,20-0,76) dibandingkan responden yang memiliki berpenghasilan kurang dari Rp.700.000,-, setelah dikontrol variabel aktivitas posyandu.
Dua variabel ini yang berpengaruh terhadap kebiasaan Cuci tangan pakai sabun dan berdampak pada keberlanjutan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Penelitian ini menyarankan perlunya peningkatan penguatan Posyandu sebagai salah satu bentuk penggerakan masyarakat dan menghidupkan kembali penyuluhan yang bersifat community development.
Bagi Dinas Kesehatan Kebupaten Sumedang dan Departemen Kesehatan agar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan perencanaan dan evaluasi serta keberlanjutan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Selain itu agar dilakukan penelitian lanjutan yang dimungkinkan dapat diketahui faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan kebiasaan CTPS di masyarakat dengan populasi yang lebih besar, misalnya di tingkat Kecamatan Ganeas atau Kabupaten Sumedang.

Diarrhea is still a problem of public health in Indonesia, and especially in West Java region where its prevalence record is relatively high, and therefore efforts are needed to prevent the problem. Sumedang County has implemented Total Community Based Sanitization program (TCBS), particularly Handwashing-with-Soap (HWS), and this research is dedicated to observe the effectiveness of one of TCBS aspects since there is no data and result of research available on HWS for rural community of Cikoneng Village, Kecamatan Ganeas, Sumedang County. Accordingly, it is strongly needed to find out the Figures and Factors influencing the HWS habit in this village.
This is a quantitative research with cross-sectional design. Population object in this research are mothers having toddlers living in Cikoneng village, Kecamatan Ganeas, Sumedang County. Samples are taken from 170 mothers from this similar area. Data analyses to be performed using univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis.
This research revealed that generally the handwashing-with-soap habit in the studied community, especially among toddler?s mother in Cikoneng village, was still poor, even though its percentage is above the National score. Among the variables studied, those which had significant relationship with Handwashing-withSoap (HWS) habits were Posyandu activities and Monthly Family Income.
Those respondents with good Posyandu activities had the risk for good HWS at 2.70 times (95% CI: 1.28-5.67) over the respondents of less good Posyandu activities, after the control of monthly family income variable. Respondents having monthly family income above Rp. 700,000 had the risk for good HWS at 0.39 times (95% CI: 0,20-0,76) over those having monthly family income of less than Rp. 700,000, after the control of Posyandu activites variable.
Both of variables had effects on Handwashing-with-Soap habits and in turn impacts on the Total Community Based Sanitization (TCBS) program. This research suggests the need for the improvement of Posyandu strengthening as one form of community building and for the reinstatement of public counseling as a form of community development.
Health Agency of Sumedang County as well as Ministry of Health of the Republic of Indonesia could take advantage of the results of this research as a reference material for planning, evaluating and promoting the sustainability of the Total Community Based Sanitization (TCBS) program. Furthermore, it is suggested to perform any further researches permitting the observation of any other different factors relating to the HWS habits in the greater communities at the level of Kecamatan Ganeas or even Sumedang County.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T28488
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Boyke Priyono Soewandijono
"Penyakit campak masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, baik dari segi surveilans epidemiologi maupun pemberantasannya. Penyakit campak dapat dikatakan menyebar secara merata di seluruh wilayah Republik Indonesia. Di beberapa daerah masih sering terjadi kejadian luar biasa (KLB), terutama daerah yang sulit dijangkau pelayanan kesehatan seperti daerah transmigrasi (Gunawan, 1987: 62-65).
Adapun KLB campak di Indonesia selama tahun 1989-1993 adalah seperti dalam tabel berikut:
Tabel 1.1.
KLB Campak di Indonesia Selama Tahun 1989 - 1993
Lihat Bentuk PDF
Dari tabel di atas tampak bahwa pada tahun 1992 merupakan puncak dari jumlah KLB, jumlah kasus, dan jumlah Dati II yang mengalami KLB, walaupun jumlah Dati I dan CFR-nya lebih rendah dari tahun sebelumnya. Jumlah Dati I yang mengalami KLB dan CFR tampak meningkat pada tahun berikutnya.
Adapun KLB campak di Propinsi Java Barat antara tahun 1991 sampai dengan tahun 1994 adalah seperti pada tabel berikut:
Taber 1.2.
KLB Campak di Propinsi Jawa Barat Selama Tahun 1991 - 1994
Lihat Bentuk PDF
Dari tabel ini tampak bahwa di Propinsi Jawa Barat jumlah KLB cenderung menurun walaupun CFR-nya cenderung meningkat.
Angka insidens penyakit campak menurut SKRT 1986 adalah 44/10.000 penduduk per bulan atau 528.110.000 penduduk dalam 1 tahun. Kasus campak yang ada sebenarnya lebih besar bila pencatatan dan pelaporannya lebih baik (Ditjen PPM & PLP, 1994). Keadaan lingkungan jelek dan gizi masih kurang akan menyebabkan angka kematian menjadi tinggi. (PPK LPUI, 1992: 13). Pada permulaan tahun 1990 sekitar 1 juta anak-anak di dunia, terutama di negara berkembang, meninggal karena penyakit campak setiap tahun. Case Fatality Rate (CFR) di negara berkembang berkisar 10-20 kali lebih tinggi daripada negara industri (Ditjen PPM & PLP, 1994). Di beberapa negara berkembang sebelum vaksinasi dijalankan.
Kematian karena campak dari semua golongan umur adalah 3,5% atau lebih (Depkes RI, 1984) dan naik menjadi 10% di saat terjadi wabah (Masjkuri, 1987). Dari hasil pelacakan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia ternyata angka kematian masih cukup tinggi, yaitu pada tahun 1989 tercatat 4,6% dan pada tahun 1993 tercatat 7,9% (Ditjen PPM & PLP, 1994). Pada SKRT 1992 penyakit campak menduduki peringkat ke 6 dalam penyebab kematian bayi karena menyebabkan 2,6% kematian bayi, sedangkan sebagai penyebab kematian pada anak umur 1-4 tahun penyakit campak bersama-sama dengan penyakit difteri dan pertusis menduduki peringkat ke 3 karena menyebabkan 9,4% kematian pada golongan umur tersebut. CFR campak di rumah sakit di Jawa Barat pada tahun 1991 tercatat 0% dan pada tahun 1992 meningkat menjadi 1,3%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan CFR penderita campak yang dirawat inap di Rumah Sakit di Indonesia dari tahun 1988 sampai dengan tahun 1992 yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1.3.
CFR Penderita Campak yang dirawat inap rumah sakit di Indonesia dari Tahun 1988 -1992
Lihat Bentuk PDF"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunaedi Pradja
"Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam bidang kesehatan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997. Dalam rangka merespon krisis ekonomi tersebut UNICEF melalui program JPSBK melakukan kegiatan revitalisasi posyandu dengan memberikan makanan tambahan vitadele untuk balita di posyandu sebanyak lebih dari 150.000 balita.
Untuk mengetahui dampak efektivitas revitalisasi posyandu dan pemberian vitadele terhadap status gizi balita maka Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (PPK-UI) bekerjasama dengan UNICEF melakukan penelitian di 4 propinsi yaitu Sumatera Barat (Sumbar), Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim), yang dilakukan pada bulan Juni dan Juli tahun 2002. Data yang di analisis untuk pembuatan tesis ini adalah bagian dari penelitian yang dilaksanakan oleh PPK-UI.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita yaitu karakteristik balita, karakteristik orang tua, Nitadele dan penyakit infeksi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini cross sectional. Sampel adalah ibu balita yang mempunyai balita berumur 10-60 bulan.
Dari hasil analisis dengan menggunakan indikator BB/U dan TB/U, ditemukan balita gizi kurang masing-masing sebanyak 30,7% dan 29,0%. Faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan status gizi balita berdasarkan indeks TB/U adalah pendidikan ibu balita (p=0,001), pendidikan bapak balita (p=0,003), pekerjaan bapak balita (p),001), pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita (p=0.411) untuk TB/U. Sedangkan menurut status gizi indeks BBIU adalah pendidikan ibu balita (p=0.004) dan penyakit ISPA (p=4.001), Hasil analisis multivariat diperoleh faktor yang paling dorninan untuk terjadinya status gizi kurang berdasarkan indeks TB/U adalah pengetahuan ibu tentang pemantauan pertumbuhan balita dan menurut status gizi kurang berdasarkan indeks BB/U adalah penyakit ISPA.
Ada dua Cara ibu balita untuk mendapatkan vitadele yaitu membeli dan gratis, kemudian sebanyak 19.6% ibu balita menerima vitadele tidak rutin. Persentase jumlah vitadele yang diterima selama program tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan status gizi balita, tetapi mempunyai kecenderungan persentase jumlah vitadele yang diterima semakin sedikit, maka jumlah balita status gizi kurang meningkat. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anggota keluarga yang ikut mengkonsumsi vitadele adalah (1) balita bukan sasaran, (2) ibu, (3) bapak, dan (4) anggota keluarga lainnya. Konsumsi vitadele terbanyak adalah balita bukan sasaran (72,5%), kemudian dua anggota keluarga (16,4%), tiga anggota keluarga (7,3%) dan semua anggota keluarga ikut mengkonsumsi (3,8%). Jarak akhir menerima vitadele sarnpai dengan saat penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. tetapi mempunyai kecenderungan balita status gizi kurang meningkat dengan jarak akhir yang semakin melebar.

Social Security Net (JPS BK) is one of efforts by government in health area to reduce impact of economic crisis since 1997. in order to response this crisis, UNICEF through JPSBK program conduct the revitali7a-ion program of posyandu by giving food supplement vitadele for 150.000 under fives.
To find out effectiveness posyandu revitalization and vitadele distribution to nutritional status of under five, Center of Health Research University of Indonesia (PPKUI) by cooperation with UNICEF conducting research in 4 provinces such as, West Sumatra. West Java, Center of Java and East Java, which carried out at June and July 2002. Data which analyzed by this study is part of that research.
This study objective is to find out factors that related to nutritional status of under-five such as under-five's characteristics, parent's characteristics, vitadele and infectious disease. This study used cross sectional design. Sample is mothers who have under-five aged 10-60 month.
Results of the analysis using indicator BB/U and TB/U, found there are under-fives under nutrition 30.7% and 29,0%. Factors which have relation with nutritional status of under-five based on TB/U index is mother education (p=0,041), Father Education (p=0,003), Father Occupation (p =0,401), mother knowledge about monitoring under-five's growth (p O,011). While based on index BBIU are mother education (p-0,04) and acuter respiratory disease (p=0,001), from multivariate analysis the most dominant factor of under nutrition based on index TB/U is mother knowledge and based on index BB/U is acute respiratory disease.
Mother could get vitadele free or buying, 19,6% under-fives not received vitadele routinely. Percent number vitadele accepted during program has no significant relation with under-five's nutritional status, but tend fewer accepted percent vitadele could increase under-fives with under nutrition. Result of this study showed that there are non target which consume vitadele such as, non target under-five, mother, father, and other family member. The most consumed vitadele is non target under-five (72.5%). Two family member (16.4%), three family member (7.3%) and all family member (3.8%). time range from end for accepting vitadele to starting time of this study have no significant relation, but there is increasing in under-five's nutritional status if more range of time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Dharma
"Masa remaja merupakan fase penting dalam kehidupan seseorang, dimana pada ihse tersebut terjadi perubahan baik secara biologis maupun psikologis. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan perilaku seksual yang harus disikapi dengan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah.
Perilaku seksual adalah seluruh tingkah laku yang didorong oleh adanya hasrat seksual baik dengan lawan jenis ataupun sesama jenisnya. Manifestasi yang bennacam-macam dari perilaku seksual ini sering menyebabkan masalah selama masa remaja seperti hubungan seksual pranikah, aborsi, penyakit menular seksual dan juga HIV/AIDS.
Tujuan penelitian adalah untuk rnengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual siswa SMA di Kecamatan Bangkinang tahun 2008. Manfaat penelitian adalah untuk memberikan masukan kepada pembuat keputusan dan pelaksana program kesehatan dalam melakukan pembinaan kepada remaja sebagai pribadi yang berkembang.
Desain penelitian menggunakan cross sectional dan melihat hubungan antara faktor predisposisi dan penguat dengan perilaku seksual siswa SMA di Kecamatan Bangkinang Faktor predisposisi meliputi umm, jenis kelamin, pengetahuan dan sikap. Faktor penguat meliputi nilzzi moral dalam masyarakat keharmonisan keluarga, pengaruh Ieman sebaya, lingkungan pendidikan dan keterpaparan oleh media informasi.
Penelitian dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2008. Lokasi penelitian adalah Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar Propinsi Riau dengan populasi seluruh siswa SMA di Kecamatan Bangkinang. Sampel dipilih secara acak sederhana berjumlah 432 orang. Pengambilan data dilakukan dengan meminta responden untuk mengisi kuisioner.
Hasil penelitian mendapatkan adanya 27 orang responden (6,3%) yang telah melakukan hubungan seksual pranikah, dimana 3 orang responden atau pasangannya hamil dan semuanya menggugurkan kandungan sendiri atau dengan bantuan dukun. Responden yang memiliki perilaku seksual beresiko sebesar 152 responden atau 35,2%. Faktor yang memiliki hubungan bemrakna dengan perilaku seksual adalah nilai moral dalam masyarakat, pengaruh teman sebaya dan ke/terpaparan oleh media informasi. Responden dengan nilai moral masyarakat yang longgar berpeluang memiliki perilaku seksual beresiko 1,8 kali dibandingkan siswa dengan nilai moral dalam masyarakat yang ketat setelah dikontrol oleh faktor pengaruh teman sebaya dan faktor keterpaparan oleh media informasi. Siswa yang terpengaruh oleh teman sebayanya berpeluang memiliki perilaku seksual beresiko 2,6 k li dibandingkan siswa yang tidak terpengaruh teman sebayanya setelah dikontrol oleh faktor nilai moral dalam masyarakat dan keterpaparan oleh media infonnasi. Siswa yang terpapar oleh media informasi berpeluang memiliki perilaku seksual beresiko 3,3 kali dibandingkan dengan siswa yang kurang terpapar oleh media informasi, setelah dikontrol oleh faktor nilai moral dalam masyarakat dan pengaruh teman sebaya. Diperoleh hasil bahwa keterpaparan oleh media informasi merupakan faktor yang paling dominant berhubungan dengan perilaku seksual beresiko setelah dikontrol oleh nilai moral dalam masyarakat dan pengaruh teman sebaya.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar para pembuat kebijakan mengeluarkan peraturan tentang pemasangan software antipomografi pada setiap penyedia jasa intemet, mengadakan pelatihan konselor bagi teman sebaya, pembatasan I-IP berkamera di lingkungan sekolah, dan memperbanyak materi kesehatan reproduksi yang bertanggungiawab untuk seluruh siswa SMA
This the important life phase in someone life, at this phase the changed happened meaning by biological and psychological. This change will cause the behavioral change of sexual attitude which must carefully faced in order not to generate problem.
Sexual behavior is the entire adolescent behaviour pushed by existence of good sexual ambition with its oposite gender and or its sesame type. Too many kinds of this sexual behavior manifestation will often cause the problem of during teen-age, like a prcmarital sexual intercourse, abonion, sexual contagion as well as HIV I AIDS.
The research aim to to know the factors that related to sexual behavior of Senior High School students at Bangkinang District in year of 2008. This Research benefit is to give the input to decision maker and reproduction health programmer in conducting construction to adolescent as an cxpandent person.
The research use cross sectional designed to see the relation between the predisposing and reinforcing factors with sexual behavior of SMA student in Bangkinang District. Predisposing factors cover the age, gender, knowledge and attitude. Reinforcing factor cover asses the moral in society, the family harmonious, friend influence coeval, mileu of school and exposurcd by media of information.
Research conducted in Februari and March 2008. Research location is in District of Bangkinang of Kampar regents Riau Province, with the entire population student SMA in District Bangkinang. Sampel selected at random modestly amount to 432 people. Data intake conducted by asking for responder to fill questioner.
Result of the research get 27 responder ( 6,3%) which have done the premarital sexual intercourse, whcrc 3 responder or their couple was pregnant and altogether abon the pregnance by themself or constructively soothsayer. The responder who owning high risk sexual behaviour is about 152 responder or 35,2%. Factors that have significant relation with sexual behaviour is moral value in society, friend influence coeval and media of information exposure. Responder with the diffuse society moral value have opportunity to have the high risk sexual behavior l,8 times compared to student with the moral value in tight society after controlled by factor of friend influence coeval and media of information exposure. Student affected by friend coeval have opportunity to have the high risk sexual behavior 2,6 _times compared to a student which is not affected by a friend coeval alter controlled by factor assess the moral in society and the media of infomation exposure. Student which media of infomation exposure have opportunity to have the high risk sexual behavior 3,3 times compared to a less student of media exposure, after controlled by factor assess the moral in society and friend influence coeval.
Obtained by the result that media of information exposure represent the most of dominant factor that relate to the high risk sexual behavior alter controlled by moral value in society and iiiend influence coeval. Pursuant to research result suggested that all policy maker release the regulation of software antipornography installation in each internet service provider, performing a counselor training to friend coeval, demarcation of camera handphonc in school environment, and multiply the items of responsibly health reproduction entire SMA student.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>