Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149680 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saprianto
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang seksualitas dengan perilaku seksual siswa Sekolah Menengah Umum. Desain yang digunakan adalah cross sectional, lama penelitian lebih kurang satu minggu, yaitu dari tanggal 5 Mei s/d 10 Mei 2003, alat pengumpul data adalah kuesioner. Variabel yang dilihat adalah umur siswa, jenis kelamin, pengetahuan dan sikap, jarak rumah ke sekolah, waktu sekolah, serta komunikasi tentang seks dengan orang tua, teman sebaya dan guru. Secara umum hasil yang didapat 66 siswa (38,6%) perilaku seksual berisiko tinggi.
Kesimpulan penelitian didapatkan dua variabel yang mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku seksual siswa SMU. Variabel tersebut adalah jenis kelamin siswa dengan P value = 0,002 dan OR = 2,778 yang memberikan informasi bahwa siswa perempuan mempunyai peluang untuk berperilaku seksual berisiko tinggi 2,778 kali dibanding siswa laki-laki, dan variabel komunikasi seksual dengan teman sebaya didapatkan hubungan bermakna P value 0,000 dan OR = 3,197 yang artinya tidak melakukan komunikasi seksual dengan teman sebaya mempunyai peluang 3,197 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko tinggi dibandingkan dengan melakukan komunikasi tentang seksual dengan teman sebaya.
Saran untuk orang tua dan guru selayaknya dapat memberikan pendidikan seksualitas pada siswa secara benar dan sesuai tahap perkembangannya. Bantu siswa dalam menghadapi dan mengatasi masalah seksualnya serta lakukan pendekatan dengan teman sebaya (peer group), upayakan memberdayakan kelompok sebaya dengan membekali mereka pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya materi kesehatan reproduksi remaja dimasukkan sebagai muatan lokal sehingga dapat memperkaya pengetahuan siswa dan dapat memenuhi kebutuhannya.

This study is tried to find out the description of relationship between knowledge and attitude on sexuality, and sexual behavior among high school students. A cross-sectional is used as the study design. The study takes time about a week, from 5 to 10 May 2003, and a structured questionnaire is used as the instrument for data collection. The study is look at variables of student's age, gender, knowledge and attitude on sexuality, the school distance from home. school time, and communication about sexuality with parents, peers, and teachers. In general, the study found that there are 66 students (38.6%) who have a high-risk sexual behavior.
The study concluded that there are two variables that have a significant relationship with high school student's sexual behavior. They are: student's gender with P-value 0.002 and OR at 2.778, which mean that girls have a chance to be having high-risk sexual behavior 2.778 times than boys; and communication on sexuality with their peers, with P-value 0.000 and OR at 3.197, which mean that those who have no communication on sexuality with their peers have a chance to be having high-risk sexual behavior than those who have communication on sexuality with their peers.
A suggestion to the parents and teachers is that they are supposed to be giving the sexual education to their children and students in appropriate way depend on their stages age of life. They should support the children and students to deal with and to encounter their sexual problems, with a peer group approach. They suppose to reinforce the peer group with the reproductive health information. Regarding to the education and learning process at school, it is suggested that adolescent reproductive health materials are included at local capacity, as they can enrich the student's knowledge and fulfill their needs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Suharsa
"Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Perkembangan lain yang perlu mendapat perhatian pada remaja diantaranya perkembangan kognisi, sosial dan seksual.
Berbagai pengaruh yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja diantaranya tradisi dan budaya setempat, komunikasi dengan kelompok sebaya, pengaruh keluarga dan lingkungan, keterpajanan media informasi baik media cetak maupun elektronik, pengaruh pendidikan seks di sekolah dan komunikasi dengan guru. Hal tersebut apabila tidak diantisipasi sejak dini akan berdampak pada perilaku seksual yang berisiko.
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya perilaku seksual remaja pada Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Pandeglang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Manfaat yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah daerah (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan Keluarga Berencana dan Catatan Sipil dan Kantor Departemen Agama Kabupaten Pandeglang) perihal perilaku seks anak didik, sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan solusi dan intervensi yang tepat, cepat dan berkesinambungan untuk membimbing anak didik mengatasi masalah perilaku seks yang dihadapinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Lokasi penelitian di Kabupaten Pandeglang dengan populasi penelitian siswa pada 30 Sekolah Menengah Atas. Penentuan sampel menggunakan rancangan Multi Stage Sampling dengan jumlah sampel sebanyak 131 siswa. Pengolahan data dilakukan dengan analisis univariat, analisis bivariat (uji chi square) dan analisis multivariat (uji regresi logistik).
Hasil analisis univariat menunjukkan 12 (9,2%) siswa pernah melakukan hubungan seksual dengan alasan tertinggi ingin coba-coba 50% yang dilakukan dengan pacar sebanyak 91,6%. Seluruh siswa pernah mempunyai pacar, namun dari 14 item pertanyaan mengenai perilaku seksual alasan tidak melakukan salah satu perilaku seks karena takut dosa 31,3% dan dilarang agama 29,0%. Hasil Analisis Bivariat yang rnempunyai hubungan bermakna adalah faktor pengetahuan, faktor keterpajanan media informasi dan faktor kepatuhan agama. Sedangkan hasil analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku seksual remaja adalah keterpajanan media informasi.
Disarankan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang seksual dan kesehatan reproduksi, instruksi pendidikan segera mewujudkan instruksi Menteri Pendidikan NasionaI Nomor 91[]11997 tentang HIV/AIDS, kesehatan reproduksi dan Infeksi Menular Seksual. Perlunya dibentuk layanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi dan perlunya meningkatkan pengetahuan guru melalui berbagai pelatihan kesehatan reproduksi. Selain itu, peran orang tua diharapkan dapat lebih meningkatkan komunikasi dengan remaja perihal perilaku seksual dan kesehatan reproduksi.

Adolescence is known as transition period from childhood to adulthood that can be identified with the changes of physical, emotion, and psychology of the individual. Other developments that occur on the period of adolescence are includes the cognition, social, and sexual development.
Regards to sexual development, there are many influences to the adolescent that will determine her/his sexual behavior, such as local tradition and culture, communication with peers, family and environs influence, exposures on media of both written and electronic, openness to sex education at school, and communication with the teachers. It is believed that those factors mention above will lead to a risky sexual behavior if they have not anticipated in early stage.
The purpose of the study is to find out the adolescent sexual behavior and its related factors among Senior High School students at the district of Pandeglang. It is hope that the result of the study will 'give a contribution to the district authority offices related (Education Authority, Health Authority, Population Authority Family Planning and Civilian Record and District Ministry of Religion of District of Pandeglang) in regards to the students sexual behavior, as a consideration on making suitable solution and carrying out a prompt and persist intervention, in order to give guidance to the students to deal with her/his sexual behavior problems they faced.
The study is a quantitative study that using cross sectional research design. The study is carried out at the district of Pandeglang with the students of 30 Senior High Schools as the population. Sample is determined by using a multistage sampling method, and yielded the sample at 131 students. Data is analyzed in three stages procedures, i.e. the univariate analysis, bivariate analysis (with chi's square test), and multivariate analysis (using logistic regression test).
All the students are stated that they have ever had a boy/girlfriend. The univariate analysis showed that among 131 students, there are 12 (9.2%) students that have committed on having sexual intercourse. The most reason for having sexual intercourse is `just want to try' (50.0%) and most of the sexual partner is their boy/girlfriend (91.6%). Among those who stated that never do any sexual behavior, of 14 items on the reason why they never did, are: afraid to be sin (31.3%) and because it's forbidden in the religion (29.0%). Result from bivariate analysis, variables that having significantly related to adolescent sexual behavior are: knowledge on reproductive health, media information exposures, and religious obedience. The multivariate analysis found that the most dominant variable related to the adolescent sexual behavior is the media information exposures.
It is suggested that there is a need on increasing the students' knowledge on sexual and reproductive health; the educational institution should implement the decree of the Ministry of National Education Number 9IU/1997 about HIV/AIDS, Reproductive Health, and Sexually Transmitted Diseases; the need on establishing the information and counseling services on reproductive health; the need on increasing the teachers' knowledge on reproductive health by training; and the role of parents is also need to enhance in order to elevate the relationship with teenagers, and they can discuss freely the issues on sexual behavior and reproductive health.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Sukarta
"Ibu perlu mengajarkan tentang seks kepada anak remajanya, karena remaja kurang memahami tentang seks secara baik dan benar. Ketidaktahuan remaja tentang seks berdampak pada bentuk penyimpangan perilaku seks seperti perkosaan, seks bebas, kehamilan yang tidak dikehendaki, PMS dan berbagai masalah lainnya. Idealnya orang tualah yang memberikan pendidikan dan pengajaran tentang seks kepada anak remajanya, ibu lebih dekat dan tahu kebutuhan anaknya dibanding ayah.
Penelitian untuk mengetahui gambaran faktor - faktor yang berhubungan dengan sikap ibu terhadap pendidikan seks remaja di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone Propinsi Sulawesi-Selatan tahun 2003. Metode penelitian crass sectional penelitian dilaksanakan pada 5 desa dari 12 desa yang diambil secara multi stage sampling. Subyek penelitian ini sebanyak 170 orang ibu - ibu yang memiliki anak remaja berusia 10 - 24 tahun.
Tujuan penelitian adalah ingin mengetahui bagaimana gambaran faktor - faktor yang berhubungan dengan sikap ibu terhadap pendidikan seks remaja di Kecamatan Lamuru Kabupaten Bane Propinsi Sulawesi - Selatan tahun 2003.
Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu - ibu yang berpartisipasi berumur antara 27 - 60 tahun dengan umur rata-rata 37 tahun, tingkat pendidikan terbanyak SD, (55.9 %) pengetahuan tentang pendidikan seks remaja katagori baik (71.8 %). Responden yang bekerja (44.1 %), tingkat penghasilan tinggi (20.6%), yang taat ibadah (50 %). Jumlah remaja kecil (1 - 2 orang), (82.9 %) dan yang memperoleh informasi tentang seks (78.8 %), pendidikan suami responden terbanyak pendidikan rendah SLTP ke bawah (65.3 %) Ibu - ibu yang bersikap setuju terhadap pendidikan seks remaja 57.1 %. Faktor dominan berhubungan dengan sikap ibu tehadap pendidikan seks remaja adalah pengetahuan nilaEi p= 0.0001 dan OR 4.5207.
Semua pihak yang menaruh perhatian terhadap masalah - masalah pendidikan seks remaja perlu berkolaborasi dalam pemberian pendidikan seks kepada remaja dengan melibatkan orang tua secara aktif.

It is a common perception that mothers have to talk about sexuality matters to their adolescents, as adolescents are mostly lack of knowledge on that sensitive issue. The situation of the lack of knowledge and information on sexuality is sometimes leads to a deviation on sexual behavior, such as sexual abusing, raping, free-sex, unwanted pregnancy, contracted to STD, and other problems related to it In an ideal world, the parent is the most person who should provide sex education and other things related to sexuality matters to their teenagers, in this case, usually the mother is closer and more understand with their children's needs, than the father.
The study wants to explore on factors related to mother's attitude on sexual education for adolescent, with a cross-sectional as the method. The study is carried out in 5 villages among 12 existing villages at Kecamatan Larnuru. The subject of the study is 170 mothers who have adolescent age 10 to 24 years old.
The purpose of the study is to find out the factors related to ,mother's attitude on sexual education for adolescent in Kecamatan Lamuru Kabupafen Bone at South Sulawesi in year 2003.
The result of the study described that mothers who involved with the study has an age range between 27 to 60 years old, with an average on 37 years old. Their level of education is mostly primary school (55.9%), and their level of knowledge on sexual education has category as a good knowledge on sexual education (71.8%). Respondents who are working mother is about 44d%, having have high. salary is around 20.6%, and considering to have high regards on religious is about 50%. They are mostly (82,9%) having only I to 2 adolescents; there are 78.8% of respondents - who exposed to information on sexuality. The most common on husband's education is junior high school and lower (65.3%). Respondents who agree on sex education for adolescent is about 57.1%. The most dominant factor related to mother's attitude on sexual education the mother's knowledge on sex education, with p-value is 0.0001 and the OR is 4.5207.
Based en the findings, it is suggested that for all person or institution concerned to the problems related to sex education for adolescent, they have to be have collaboration with each other in order to construct the approach on giving the sex education for adolescent, and with an active involvement of the parents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loveria Sekarrini
"Seksualitas dan kesehatan reproduksi adalah sebuah isu yang paling jarang untuk di bicarakan dan menjadi isu yang tabu di masyarakat. Secara psikologis remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin mencoba hal yang baru. Isu seksualitas dan kesehatan reproduksi yang tabu untuk dibicarakan menjadikan remaja cinderung ingin mencoba-coba sehingga remaja menjadi beresiko pada perilaku seks yang beresiko dan berdampak pada kehamilan tidak di inginkan, married by accident, infeksi menular seksual, hiv dan aids serta masih banyak lagi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja di SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2011. Penelitian dilakukan dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2011 dengan responden sebanyak 112 responden yang diambil secara simple random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang telah di uji coba terlebih dahulu.
Dari hasil analisis, didapatkan sebanyak 60,7% berperilaku seksual beresiko berat. Sebagian besar responden perempuan, pubertas normal, memiliki pengetahuan yang kurang, memiliki sikap positif. Sebagian responden tidak melakukan komunikasi aktif dengan orang tua (50%), sebagian besar responden melakukan komunikasi pasif dengan teman (61%). Mempunyai orang tua yang masih lengkap (92%). Sebanyak 53% responden memiliki orang tua dengan pola asuh demokratis. 96,4% yang menyatakan pernah mempunyai pacar. Usia rata-rata berpacaran 13 tahun. Lama pertemuan dengan pacar kurang dari 5 jam/minggu dan lebih dari 21 jam/minggu, variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku seksual remaja yaitu paparan terhadap media, sedangkan variabel yang lain tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
Di sarankan bagi pihak SMK untuk meningkatkan pengetahuan siswa dan melakukan kerjasama lintas sektor dalam memberikan penyuluhan untuk siswa dan orang tua disekolah. Bagi pemerintah/departemen terkait untuk penetapan kurikulum pendidikan seksualitas yang komprehensif. Bagi Dinas Kesehatan/ Puskesmas memberikan akses informasi tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas serta dapat menjadi wadah remaja untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan reproduksi remaja, khususnya tentang seksualitas.

Sexuality and reproductive healt is an issue that is rare to be talk and become a taboo issue in society. Psychologically adolescent have a high curiosity and wanted try something new. Taboo Sexuality and reproductive health issues are makes adolescent want to create new experiment about sexual behavior which may impact on on unwanted pregnancy, married by accident, sexually transmitted infections, hiv and aids and many more. This research was conducted to determine the factors associated with adolescent sexual behavior in SMK Health in Bogor Regency Year 2011.
This research hase been conducted with cross-sectional design. The data was collected in December 2011 with 112 respondents taken by multistage systematic random sampling. Data collected by using a structured questionnaire that has been tested and analyzed prior univariate and bivariate.
Based on the result, it showed 60,7% have high risk of sexual behavior. The majority of female respondents, have normal puberty, have less knowledge, have a positive attitude. Most respondents did not perform active communication with parents (50%), most respondents do passive communication with friends (61%). Still have both parent (92%). As many as 53% of respondents had parents with democratic parenting. 96.4% said they never had a boyfriend. The average age of respondents was 13 years old with an age range of 9-16 years. Meeting with the boyfriend/girlfriend have less than 5 hours / week and more than 21 hours/week, and that the variables that have a significant relation with adolescent sexual behavior that exposure to media and the other variables showed no significant relation.
Suggested for the vocational high school (SMK Kesehatan) to increase of students' knowledge and conduct cross-sector cooperation in providing counseling to students and parents in schools. For the government / departments to create and apply the curriculum of comprehensive sexuality education. For Public Health / Community Health Center provides access to information about reproductive health and sexuality and provide a chance for adolecents to consult about sexual reproductive health and right.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S1265
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Kehidupan seksual yang tidak harmonis tidak jarang mengakibatkan banyak masalah. Ketika fungsi seksual istri tidak optimal maka kepuasan seksual pria beristri ataupun kedua belah pihak dapat terganggu sehingga tidak jarang pria beristri mencari tempat pelarian misalnnya dengan melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan WPS. Dampak dari hubungan seksual tanpa kondom dengan WPS dapat mengakibatkan IMS. Penelitian ini bertujuan mengetahui frekuensi hubungan seksual tanpa kondom dengan WPS berhubungan dengan tingkat kepuasan seksual pria beristri dan risiko Infeksi Menular Seksual. Metode: Desain penelitian observasional analitik cross sectional. Teknik accidental sampling. Sampel 196 orang, dengan kriteria pria memiliki istri yang legal, istri belum monopause, teratur melakukan hubungan seksual dengan istri tanpa kondom 6 bulan terakhir, melakukan hubungan seksual dengan WPS tanpa kondom minimal 1 kali dalam 6 bulan terakhir, tahap keluarga sejahtera II, sehat dan bersedia menjadi responden. Data tingkat kepuasan seksual dan frekuensi hubungan seksual tanpa kondom dikumpulkan dengan wawancara, data risiko IMS dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium oleh tenaga medis. Pemeriksaan laboratorium gonore dengan pewarnaan Gram's, sifilis dengan Treponema Pallidum Hemagglutination Assay (TPHA) dan Veneral Disease Research Laboratory (VDLR), herpes genitalis dan kondiloma akuminata berdasarkan gejala klinis. Hasil disajikan secara deskriptif, dan uji normalitas data dengan Kolmogorav-Smirnov serta uji korelasi Spearman's rho dan Chi-Square. Hasil: penelitian menunjukkan frekuensi hubungan seksual tanpa kondom terbanyak 1 kali/minggu 57 orang (29,10%), tingkat kepuasan seksual cukup puas 97 orang (49,50%), dengan IMS 10 orang (5,10%). Frekuensi hubungan seksual tanpa kondom dengan WPS tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan seksual pria beristri p = 0,146 (p > 0,05). Frekuensi hubungan seksual tanpa kondom dengan WPS berhubungan dengan risiko IMS p = 0,001 (p < 0,01). Kesimpulan: penelitian ini menunjukkan frekuensi hubungan seksual tanpa kondom dengan WPS tidak berhubungan dengan tingkat kepuasan seksual pria beristri, tetapi berhubungan dengan risiko IMS. Penelitian dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan faktor lainnya yang berkaitan dengan frekuensi hubungan seksual pria beristri dengan WPS. "
BULHSR 17:4 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Belum banyak penelitian empiris yang menghubungkan perilaku seksual seseorang dengan perspektifnya memandang dunia (atau: pandangan dunia), meskipun kajian-kajian spekulatif yang berkenaan dengan hal tersebut telah banyak terdapat dalam literatur. Penelitian ini melakukan pengukuran empiris terhadap pandangan dunia partisipan dengan Worldview Analysis Scale dan perilaku seksual partisipan dengan Garos Sexual Behavior Inventory. Partisipan penelitian terdiri atas 200 orang (52% laki-laki, 48 perempuan; Rerata usia 24.23 tahun; Simpangan baku usia 1.92 tahun), yang dijaring dengan teknik penyampelan convenience insidental di Jabodetabek, Bandung dan Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara pandangan dunia komunalisme dengan ketidaknyamanan seksual (r = 0.239, p < 0.01) dan pandangan duia realisme terukur dengan ketidaknyamanan seksual (r = -0.187, p < 0.01)."
AJMS 4:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini menguraikan pengalaman mengajar mata kuliah Perilaku seks di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, Surabaya (1991 - 1998). mata kuliah ini dipelopori oleh A. Adi Sukadana (1932-1989),salah seorang pendiri dan kemudian dekan (1985-1988) fakultas itu, sejak awal berdirinya pada tahun 1978 dan masih di tawarkan hingga sekarang, walaupun dengan nama yang lain,yakni seksualitas"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Rudi Sansun
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan pengetahuan safe sex dengan sikap terhadap safe sex di kalangan para pelaut.
Pengetahuan (knowledge) merupakan salah satu pembentuk dari sikap (attitude), juga membentuk subyektif norms dan percieved behavioral control. Ketiga hal tersebut kemudian membentuk kecenderungan atau intensitas perilaku seseorang dan kemudian terbentuklah perilaku yang diekspresikan kekehidupan, (Ajzen, 2005). Oleh sebab itu, jika dapat mengetahui kognisi dan perasaan seseorang terhadap obyek sikap tertentu, kita akan tahu pula kecenderungan perilakunya. Kita dapat meramalkan perilaku dari sikap.
Berdasarkan wawancara informal yang dilakukan penulis pada beberapa orang, masalah-masalah yang muncul diantaranya adalah adaptasi dengan lingkungan baru, lingkungan tempat, kebutuhan biologis seperti seks, dan lain sebagainya. Penyaluran kebutuhan biologis (seks) merupakan bahasan yang ingin diteliti oleh penulis. Penyebabnya, penyaluran kebutuhan tersebut dapat menimbulkan masalah baru. Masalah yang berbahaya adalah penularan penyakit menular seksual (PMS).
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 41 orang pelaut. Penelitian ini menggunakan alat ukur pengetahuan safe sex dan sikap terhadap safe sex yang dibuat oleh penulis sendiri berdasarkan konstrak dari teori-teori yang mendukung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang safe sex mempunyai hubungan yang sangat kuat (r sebesar 0,876) dengan sikap terhadap safe sex pada pelaut pria PT. X."
2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanggidae, Erdhy
"Reformasi pada tahun 1998 memunculkan kebebasan bagi media massa di Indonesia dalam menjalankan praktek media, ditandai dengan munculnya fenomena di mana sensualitas dan seksualitas dalam berbagai bentuk yang hampir selalu ada. Banyak pihak kemudian yang memprihatinkan hal ini, meminta agar kalangan media massa merespon apa yang disebut dengan keprihatinan dan tuntutan masyarakat terhadap maraknya pornografi. Tercetus rencana pembentukan Undang-Undang Anti Pomografi dan Pornoaksi. Komite Penyiaran Indonesia (KPI) berjanji akan menetapkan sebuah standar penyiaran dan pemerintah juga mempersiapkan empat rancangan peraturan pemerintah (RPP) berkenaan dengan bidang penyiaran.
Wacana regulasi tentang pomografi sebenarnya baik, namun pertanyaan mengenai realitas pornografi menurut perspektif apa dan siapa yang sebaiknya digunakan dalam penyusunan dan implementasi regulasi terkait, serta faktor-faktor apa saja yang nantinya perlu mendapat penekanan dalam regulasi itu, harus dijawab terlebih dahulu. Sebabnya, realitas dibentuk dan dikonstruksi, berwajah ganda/jamak, setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.
Sejalan dengan pandangan realitas menurut paradigma konstruktivisme, bahwa realitas adalah hasil dari konstruksi mental, bersifat sosial dan tergantung pada orang yang memahaminya, penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme ini berusaha untuk melihat bagaimana kalangan perempuan informan penelitian ini melakukan penerimaan dan juga pemaknaan terhadap realitas praktek media massa yang membahas seksualitas dari sensualitas. Selanjutnya penelitian dengan metode fenomenologi ini juga berusaha mengetahui realitas mengenai isu pornografi di media massa Indonesia menurut para informan, mengenai sejauh mana praktek media massa dengan bahasan seksualitas dan seksualitas tersebut bisa dikategorikan sebagai pornografi dalam pemaknaan mereka.
Menggunakan tiga kategori pemetaan dalam kerangka Audience Reception Theory.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa audiens melakukan pemaknaan sendiri ketika melakukan konsumsi media massa. Dalam realitas bahasan seksualitas, para informan penelitian ini tidak keberatan dan mendukung adanya bahasan seksualitas di media massa. Penelitian ini juga memperlihatkan bagaimana ada perbedaan dalam pemaknaan pornografi dan juga realitasnya dalam praktek media massa di Indonesia sendiri. Temuan lainnya adalah bahwa laki-laki dianggap sebagai bagian masyarakat yang paling rentan terhadap dampak dari pomografi.
Dikaitkan dengan pengaruh latar audiens ketika melakukan pemaknaan, penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pemaknaan para informan tidak bergantung kepada latar belakang lingkungan tempat tinggal dan mobilitas mereka dan bahwa faktor agama jarang digunakan untuk memaknai isu pomografi di media massa.
Implikasi teori dari penelitian ini adalah bahwa audiens memang mempunyai pemaknaan sendiri ketika mereka berhadapan dengan praktek media massa. Secara metodologis, dengan memperhatikan keterbatasan dari penelitian ini, di mana para informannya adalah hanya mereka yang menepakan perempuan lajang pekerja profesional yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta, akan sangat menarik jika di kemudian hari bisa dilakukan sebuah eksplorasi bahasan yang sama.terhadap variabel-variabel yang lebih beragam dalam skala penelitian yang lebih luas secara kuantitatif menggunakan metode survey."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Wulansari
"Remaja yang tidak dapat menahan dorongan seksualnya cenderung memiliki perilaku seksual berisiko. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pada siswa SMPN X Jakarta tahun 2015. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan jumlah sampel 248 orang. Sebanyak 8,1% siswa memiliki perilaku seksual berisiko.
Uji bivariat menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen jenis kelamin, umur pertama kali terpapar pornografi di media internet, pengaruh teman sebaya, dan keterpaparan pornografi di media internet (jejaring sosial, website, chat room, dan game online) dengan variabel dependen perilaku seksual. Perilaku seksual berisiko dalam penelitian ini, yaitu kissing (6%), petting (1%), dan necking (1%), dan oral seks (0,4%).

Adolescents who are not able to control their sex drive, tend to have risky sexual behavior. The aim of this research is to find out the factors that are related to adolescents sexual behavior at Junior High School (SMPN X Jakarta) in 2015. This research has used cross sectional research design and sample of 248 people. There were 8,1% students who have risky sexual behaviour.
Bivariate test showed that there are associations between independent variable of sex, age of the first time being exposured by pornography on internet media, influences from peer group and pornography exposure on internet media (socmed, website, chat room, and game online), and dependent variable of sexual behavior. Researcher has revealed three kinds of risky sexual behavior in this research, which are: kissing 6%, petting 1%, and oral sex 0,4%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>