Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161862 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ichwanul Fitri
"Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). World Health Organization (WHO) menetapkan Tahun 2000 eliminasi penyakit kusta kurang dari 1110.000 penduduk Jumlah penderita kusta di Indonesia berjumlah 130.000 orang dengan prevalensi 1-5110.000 penduduk. Eliminasi penderita kusta di Indonesia telah berada di atas standar yang ditetapkan WHO, yaitu pada Tahun 2001 yang berjumlah 17.137 orang dengan prevalensi 0,84110.000 penduduk.
Prevalensi penderita kusta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Tahun 2001, masih berada di atas prevalensi nasional 0,84110.000 penduduk, yaitu 1,41110.000 penduduk dengan jumlah penderita kusta 1.185 orang. Pada Tahun 2001 dan 2002, penderita kusta yang berobat di puskesmas dan rumah sakit berjumlah 195 orang. Penderita yang putus berobat atau Drop Out (DO) berjumlah 89 orang. Sementara yang telah menyelesaikan pengobatan atau Release from Treatment (RFT) berjumlah 106 orang.
Penelitian bertujuan memperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penderita kusta yang DO berobat di Propinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2002. Disain yang digunakan dengan pendekatan kualitatif yang berupaya menggali informasi secara mendalam tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kasus penderita kusta yang drop out (DO) berobat. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan 45 informan yang terdiri dari 14 informan DO, 15 RFT dan informan kunci terdiri dari 5 informan dokter dan 10 paramedis.
Dari hasil penelitian diperoleh, umur, pendidikan dan pekerjaan serta pengetahuan tentang lama pengobatan dan waktu harus kembali ke pelayanan kesehatan setelah pengobatan pertama (faktor predisposisi) cenderung berhubungan dengan DO pengobatan kusta. Akses biaya dan efek samping obat (faktoe pemungkin) memiliki kecenderungan berhubungan DO pengobatan kusta. Keterampilan petugas (faktor penguat) memiliki kecenderungan berhubungan DO pengobatan kusta. Faktor penguat lainnya yaitu, supervise terhadap petugas kesehatan yang telah dilakukan kurang baik, insentif yang diterima informan dokter kebanyakan bukan bersumber dan program kusta. Sementara insentif yang diterima informan paramedis sudah cukup.
Untuk menekan jumlah penderita DO kusta di Propinsi DKI Jakarta maim perlu disarankan agar dilakukan pelatihan dan penyegaran kepada petugas kesehatan/juru kusta secara kontinyu dan berkelanjutan. Untuk puskesmas dalam wilayah Propinsi DKI Jakarta, perlu melakukan pendataan ulang penderita kusta khususnya penderita yang DO berobat dan meningkatkan penyuluhan tentang penyakit kusta, serta memotivasi penderita yang DO berobat untuk minum obat secara teratur sesuai dengan ketentuan. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penderita kusta dengan variabel dan metode penelitian yang berbeda di Propinsi DKI Jakarta.

Leprosy is a yearly communicable disease which is caused by Mycobacterium Leprae. WHO stated that, in 2000, elimination of leprosy is less than 1110.000 populations. The number of population in Indonesia is 130.000 with 1-5/10.000 prevalence. The elimination of leprosy in Indonesia has been on the standard that was determined by WHO, that in 2001 the number of leprosy sufferers are 17,137 with 0, 84110.000 populations.
The prevalence of leprosy in Jakarta in 2001 is still above the standard of national prevalence, where the number of sufferers 1.185 of 1.41110.000 populations. In 2001 and 2002, leprosy sufferers that having treatment from Public Health Center and hospital were 195 persons. DO patients were 89 persons, while the releases from treatment patients (RFT) were 106 persons_
This study aimed to obtain information about factors that caused of leprosy DO patients from the treatment in Jakarta in 2001-2002. The design of the study by using qualitative approach attempted to deepen information about things related to case causes of DO leprosy patients.
Data were acquired through in-depth interview with 45 informants that consisted of 14 DO informants, 15 RFT informants and key informants that were 5 doctors and 5 paramedics.
The result of the study showed that age, education, occupation, the knowledge of treatment period and time to return to the treatment service after the first treatment (predisforcing factors), cost access and drugs side effect (enabling factors), personnel skills (reinforcing factor) had any direct relation to the DO of leprosy treatment. The other reinforcing factors are supervision -- to the health personnel was unsatisfactory, and incentives -- that received by the doctor informants were not from -leprosy program, while the incentives received by paramedics were satisfactory.
To decrease the number of DO patients from the treatment in Jakarta, it is necessary to conduct continual and periodic training and reinforcement to the health/leprosy personnel. To the public health center in Jakarta, it is necessary to hold registrations of leprosy sufferers especially DO from the treatment patient and to increase illumination on Leprosy, also to motivate the patient of having treatment in order to take medicine regularly as it was prescribed_ For the interest -of science development, it is necessary to conduct further study about leprosy sufferer with different variable and research methodology in Jakarta.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryati Harijanto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Kedoktoran Universitas Indonesia, 2008
615.58 UNI f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Kedoktoran. Universitas Indonesia, 2000
615.58 UNI f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Miansheng, Zhu
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2019
615.892 MIA b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lestaria Aryanti
"ABSTRAK
Frozen shoulder merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sendi bahu yang diawali dengan rasa nyeri dan berakibat berkurangnya lingkup gerak sendi kesegala arah. Seringkali keadaaan ini timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi dapat pula dihubungkan dengan berbagai keadaan seperti angina/insufisiensi coroner, hemiplegia, parkinson, tumor pada daerah apex paru-paru, tumor pada payu dara, akibat pemakaian obatobatan, diabetes melitus dan lain sebagainya.(1, 3, 4, 5, 6,11,13,18,26). Keadaan ini merupakan 'self limiting disease' (2,8,22,23,24). Reeves (23) meneliti penderita Frozen Shoulder selama 5 sampai 10 tahun (dengan rata-rata 30 bulan } pada 41 penderita, semua kembali pulih dengan baik secara spontan. Dengan waktu penyembuhan antara 1 sampai 4 tahun setelah timbulnya gejala. Simmand meneliti bahwa setelah 3 tahun dari 21 penderita hanya 5 penderita yang berfungsi normal, 9 penderita masih terdapat kelemahan dan nyeri serta 6 penderita terdapat kelemahan dan keterbatasan gerak. Karena gangguan fungsi yang dialami serta rasa nyeri me nyebabkan penderita mencari berbagai pertolongan kepada tenaga kesehatan seperti dokter spesialis syaraf, spesialis rheumatologi, spesialis bedah tulang, maupun pada dokter rehabilitasi medik. Pengobatan yang diberikan dalam bidang rehabilitasi medik bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan mengembalikan lingkup gerak sendi pada keadaan yang normal. (6.1618,20)
Penanganan dalam bidang rehabilitasi medik dapat berupa terapi panas/dingin, terapi latihan fisik, manipulasi dengan atau tanpa anestesi, ultra sound, medikamentosa seperti analgesik dan steroid. Dari semua jenis terapi ini, latihan gerak merupakan bagian yang terpenting. Tanpa latihan gerak, maka sulit diharapkan hasil yang baik. Pengobatan ini bukan merupakan pengobatan standard, tetapi disesuaikan dengan keadaan penderita. (18, 10) Lamanya pengobatan dan jenis terapi yang diberikan menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh penderita menjadi cukup besar.
Terapi latihan fisik yang merupakan salah satu terapi dibidang rehabilitasi medik merupakan terapi yang mudah dilaksanakan baik dirumah maupun di rumah sakit. Melakukan latihan terapi fisik di rumah sakit sampai sembuh sempurna tentunya tidak ekonomis, untuk itu latihan dirumah secara teratur dapat mengatasi masalah tersebut. Sebagian besar keberhasilan-keberhasilan terapi ditunjang oleh latihan fisik tersebut. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian dibidang rehabilitasi medik di Indonesia untuk membandingkan hasil terapi latihan fisik pada penderita Frozen Shoulder yang dilakukan dirumah dengan latihan fisik yang dilakukan dirumah sakit. Oleh karena itu perlu di lakukan penelitian dengan tujuan agar dapat menilai efek terapi latihan fisik tersebut pada pemulihan rasa sakit dan fungsi dari bahu serta efisiensi dalam jumlah biaya yang diperlukan selama pengobatan penderita Frozen Shoulder.
Meskipun penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, diharapkan akan diperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang manfaat latihan fisik yang dilakukan dirumah?"
1990
T58521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Bertambahnya usia seseorang dan proses menua pada lanjut usia menyebabkan terjadinya penurunan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh yang dipengaruhi oleh penyakit-penyakit degeneratif, kondisi lingkungan, dan gaya hidupnya. Bila perilaku lingkungannya tidak dapat bersikap empati dan terapeutik terhadap lansia, termasuk di dalam berkomunikasi, hal tersebut akan mempengaruhi respon kehilangan pada lansia tersebut. Karenanya, kemampuan komunikasi terapeutik dan efektif merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki oleh perawat, sehingga lansia dapat menerima kondisi menuanya dengan lebih adaptif serta berespon lebih positif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan komunikasi terapeutik perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien lansia terhadap respon kehilangan kemandirian akibat proses degeneratif. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Populasi penelitian ini adalah lansia (>60 tahun) yang mampu diajak berkomunikasi yang telah kehilangan kemandirian akibat penuaaan (parsial maupun total), bukan karena penyakit, di Sasana Tresna Werda Yayasan Karya Bakti RIA Pembangunan (STW YKBRP) Cibubur, Jakarta Timur. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Data diambil dengan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan uji statistik korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik dengan respon kehilangan kemandirian akibat proses degeneratif pada lanjut usia. Karenanya, perlu dilakukan peningkatan dan pengembangan kemampuan komunikasi terapeutik perawat lanjut usia di semua tatanan pelayanan keperawatan lanjut usia.
"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5259
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Khoirul Amin
"Lansia akan mengalami penurunan dan perubahan pada berbagai aspek, dan ketika lansia mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan akan mencapai integritas diri namun bila tidak mampu menyesuaikan dapat menyebabkan keputusasaan hingga depresi. Terapi kelompok terapeutik (TKT) merupakan tindakan yang dilakukan untuk mempersiapkan tahap dan tugas perkembangan psikososial pada lansia dan psikoedukasi keluarga (FPE) merupakan terapi kepada keluarga untuk membantu dalam perawatan lansia. Tujuan karya ilmiah ini untuk mengetahui pengaruh terapi kelompok terapeutik dan psikoedukasi keluarga terhadap integritas diri dan depresi pada lansia. Desain penelitian yang digunakan yaitu operational research dengan menggunakan TKT dan FPE untuk mencapai integritas dan mencegah depresi bagi lansia. Responden dari kegiatan ini ditentukan secara purpose sampling dan sampel kegiatan ini sejumlah 34 lansia dimana 19 mendapatkan TKT dan FPE kemudian 15 lansia mendapatkan TKT. Hasilnya setelah diberikan terapi TKT dan FPE terdapat peningkatan integritas diri tidak signifikan (p value >0,05) dan penurunan tingkat depresi lansia secara signifikan (p value <0,05). Pada kelompok dengan TKT terdapat penurunan tingkat depresi secara signifikan (p value <0,05) dan peningkatan integritas diri tidak signifikan (p value >0,05). Terdapat perbedaan tidak signifikan (p value >0,05) antara kelompok yang diberikan terapi TKT dan FPE dengan kelompok yang diberikan TKT.

The elderly will experience a decline and change in various aspects, and when the elderly are able to adapt to changes they will achieve self-integrity, but if they are not able to adjust, they can lead to despair and depression. Therapeutic group therapy (TKT) is a therapy taken to prepare for the stages and tasks of psychosocial development in the elderly and family psychoeducation (FPE) is a therapy for families to assist in the care of the elderly. The purpose of this scientific work is to determine the effect of therapeutic group therapy and family psychoeducation on self-integrity and depression in the elderly. The research design used is operational research using TKT and FPE to achieve integrity and prevent depression for the elderly. Respondents from this activity were determined by purpose sampling and the sample of this activity was 34 elderly, of which 19 received TKT and FPE, then 15 elderly received TKT. The result, after being given TKT and FPE therapy, there was an insignificant increase in self-integrity (p value > 0.05) and a significant decrease in the level of depression in the elderly (p value < 0.05). In the group with TKT there was a significant decrease in the level of depression (p value <0.05) and an insignificant increase in self-integrity (p value> 0.05). There was no significant difference (p value > 0.05) between the group given TKT and FPE therapy and the group given TKT"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>