Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Bowo Hasmoro
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan carapenelitian: Sebagai dasar pengembangan kontrasepsi pria metode hormon, pengetahuan bahwa spermatogenesis sangat tergantung pada sekresi hormon gonadotropin oleh kelenjar hipofisis. Terhambatnya sekresi hormon gonadotropin akan terjadi penekanan spermatogenesis. Pada penelitian ini metode hormonal yang digunakan adalah penyuntikan kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA, setiap bulan dalam jangka waktu 12 bulan. Penelitian ini dibagi dalam tiga fase, yaitu fase kontrol (1 bulan), fase penekanan (6 bulan) dan fase pemeliharaan (6 bulan). Pada fase kontrol, dipilih 20 pria sehat yang memenuhi persyaratan analisis semen dan laboratorium darah 2 kali normal, dibagi secara acak kedalam dua kelompok yang masing-masing terdiri 10 orang. Pada fase perlakuan kelompok pertama mendapat penyuntikan dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kelompok kedua mendapat penyuntikan dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA. Parameter yang diteliti adalah: (a) pemeriksaan semen rutin yang meliputi konsentrasi spermatozoa, morfologi spermatozoa dan motilitas spermatozoa; (b) uji fungsi spermatozoa yang meliputi uji HOS, uji reaksi akrosom dan uji tabung kapiler.
Hasil penelitian: Pemberian dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dibandingkan pemberian dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna untuk terjadinya: oligozoospermia berat mencapai < 5 juta/mL (p > 0,05); morfologi normal mencapai < 30 % (p > 0,05); motilitas spermatozoa mencapai < 50 % (p > 0,05); uji HOS mencapai < 50 % (p > 0,05); uji reaksi akrosom mencapai < 9 % (p > 0,05) dan uji tabung kapiler mencapai skor buruk ( p > 0, 05). Sedangkan terjadinya azoospermia antara kedua dosis menunjukkan perbedaan bermakna (p < 0.05).
Kesimpulan: Secara keseluruhan baik pada dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA maupun pads dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA semua relawan dapat mencapai keadaan oligozoospermia berat dengan fungsi spermatozoa yang buruk, tetapi pada dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA semua relawan dapat mencapai azoospermia.

ABSTRACT
The decrease of sperm function on the monthly injection of Testosterone Enanthate (TE) + Depo Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) for Indonesian male contraception modelScope and Methods of study: The principle development of hormonal contraception method is the studies that spermatogenesis is very dependent on gonadotropin secretion by the pituitary gland. The inhibition of the gonadotropin hormon scretion may causes supression of spermatogenesis process. In this research the hormonal method used is the combination of low dose TE 100 mg + DMPA 100 mg and high dose TE 250 mg + DMPA 200 mg injection, every month, for a12-month period. This research is divided in to 3 phases: control phase (1 month); suppression phase (6 month) and maintenance phase (6 month). At control phase, 20 healthy men were selected as volunteers whose semen analysis and hematological analysis two times consecutively were normal. We divided them randomly in to 2 groups, each group consist of 10 volunteers. In the suppression phase and maintenance phase: the first group was given an injection of low dose TE 100 mg + DMPA 100 mg and the second group an injection of high dose TE 250 mg + DMPA 200 mg. The parameter observed were : (a) routine semen analysis which included sperm concentration; sperm morphology and sperm motility; (b) the sperm function test that included hipoosmotic swelling test, acrosome reaction test and sperm - cervical penetration test : capillary tube test.
Result: There is no significant difference between the injection of low dose TE 100 mg + DMPA 100 mg from high dose TE 250 mg + DMPA 200 mg to achieve severe oligozoospermia concentration < 5 million/mL (p > 0.05); normal sperm morphology < 30 % (p > 0.05); sperm motility < 50 % (p > 0.05); HOS test < 50 % (p > 0.05); acrosome reaction test < 9 % (p > 0.05) and capillary tube test bad score (p > 0.05). But there is a significant difference in the occurrence of azoospermia between the two doses.
Conclusions: Both the low dose of TE 100 mg + DMPA 100 mg and the high dose of TE 250 mg + DMPA 200 mg can achieve severe oligozoospennia and bad sperm function, but all volunteers in high dose have reached azoospermia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nukman Helwi Moeloek
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Noviana Ingrid R.S.
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Pengembangan metoda kontrasepsi pria Cara medikamentosa yang aman, efektif clan reversibel sekarang ini adalah penyuntikan intramuskular kombinasi hormon. Penyuntikan ini dapat menekan sekresi testosteron melalui penekanan gonadotropin hipofisis. Penyuntikan ini diharapkan tidak mempengaruhi fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat relawan yang turut berpartisipasi pada penelitian ini. Kombinasi hormon yang dipergunakan adalah kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA, disuntikkan setiap bulan dalam jangka waktu 12 bulan dan pemeriksaan fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat setiap 3 bulan. Penelitian ini dibagi dalam 3 We, yaitu fase kontrol atau pra-perlakuan (1 bulan), face penekanan (6 bulan) dan fase pemeliharaan (6 bulan). Pada fase kontrol atau pra-perlakuan dipilih 20 pria sehat dan subur yang memenuhi syarat pemeriksaan fisik dan laboratorium darah sebanyak 2 kali pemeriksaan normal, kemudian dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok (masing masing kelompok 10 orang). Kelompok pertama mendapat penyuntikan kombinasi hormon dosis rendah dan kelompok kedua penyuntikan hormon kombinasi dosis tinggi. Parameter yang diteliti adalah: (a) fungsi hematopoietik, meliputi hematokrit, hemoglobin, leukosit, trombosit; (b) fungsi ginjal, meliputi ureum dan kreatinin darah; (c) antigen spesifik prostat.
Hasil penelitian: Pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa hasil kedua kelompok berada diantara batas normal: Ht. 41.67 - 47.46 %; Hb. 14.5 - 15.58 gldl; leukosit 7.48 - 11.54 (103/ul); trombosit 234.78 - 300.11 (103/ul); ureum 21.6 -- 28 mg/dl; kreatinin 0.92 - 1.21 mg/dl dan PSA 0.32 - 0.71 mg/dl. Setara keseluruhan penyuntikan hormon kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA tidak mempengaruhi fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat.
Kesimpulan: Penyuntikan hormon kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA setiap bulan selama 12 bulan penelitian dan setiap 3 bulan pemeriksaan laboratorium tidak menimbulkan atau mengakibatkan perubahan bermakna pada fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat, sehingga kemungkinan aman sebagai slat kontrasepsi hormonal pria.

The Influence of Monthly Injection both a Low Dose and a High Dose Combination of TE + DMPA on the Hematopoietic and Kidney Functions and PSAScopes and methods of study: The medicinal approach to male contraception which is safe, effective and reversible is currently being investigated using a combination of hormones. The hormones, given by intramuscular injection, will suppress testosterone secretion through the suppression of gonadotropin release by the hypophysis. This study is carried out to investigate if there is any adverse effect on hematopoiesis (hematocrit, hemoglobin, leucocyte and thrombocyte as parameters), kidney functions (serum urea and creatinine), and prostate apecific antigen (serum) PSA during the use of this contraceptive means. Two hormonal combinations being evaluated are 1) a low dosage of 100 mg TE + 100 mg DMPA, and 2) a high dosage of 250 mg TE + 200 mg DMPA. The study is divided into 3 consecutive phases: control phase (1 month), suppression (6 months) and maintenance (6 months). The selected volunteers are twenty healthy and fertile males who show normal laboratory findings during the control period, which is carried out twice at a biweekly interval. They are then divided randomly into two groups of ten subjects each. Throughout the suppression and maintenance phases each member of the group receives a monthly injection of the low and high dosage hormonal combination, respectively. Venous blood samples are obtained every three months, the hematological and kidney parameters are examined at the Clinical Laboratory Department of the Cipto Mangunkusumo Hospital, and PSA measured by immunoassay (Abbott, IMx) at the Immunoendocrinology Laboratory of the Indonesia School of Medicine. The laboratory findings are analyzed by two-way anova, using a spreadsheet program (Lotus 123 or Exe1).
Fidings and Conclusion: The laboratory parameters of the two groups are within the normal ranges throught out the study period: Ht. 41.67 - 47.46 %, Hb. 14.5 - 15.58 gldl, leucocyte 7.48 - 11.54 x 103/ul, thrombocyte 234.78 - 300.11 x 103/ul, ureum 21.6 - 28 mg/dL, creatinine 0.92 - 121 mg/dL and PSA 0.32 - 0.71 mg/dL. It is there for concluded that the administration of the combination of TE and DMPA, at both low and high dosages, has no adverse effect on hematopoiesis, kidney function and the prostate, and could therefor be considered safe for use in male contraception.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T11455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meny Hartati
"ABSTRACT
The Effect of Combination of Testosterone Enanthate (Te) and Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) Monthly Injection during a Year to Reproduction Hormone Levels in Serum of Fertile MenScope and methods of study: The effectiveness and safety of hormonal contraception for men have not been achieved. The development of methods to control fertility in men was more complex than in women. The objective of hormonal contraception in men is to cause a decrease in spermatozoa production, which should be reversible. Spermatogenesis is under the control of intra-testicular testosterone, which in turn is regulated by the gonadotropins FSH and LH.
Previous studies in which a combination of TE + DMPA, at a low dose (100 mg TE + 100 mg DMPA) and high dose (250 mg TE + 200 mg DMPA), were injected monthly for 3 months suggested a good prospect: sperm production were suppressed without disturbing the libido. However, neither of these could produce azoospermia consistently, and the effective dose was still uncertain. The present study was carried out to determine the effects of TE and DMPA combination, at low and high doses, on 20 fertile men. The drug combination was given as intra-muscular injection monthly for 6 months (suppression phase) followed by another 6 months of maintenance phase. Serum FSH, LH and testosterone were determined by radioimmunoassay (DPC) prior to treatment, and every 3 months until the twelfth month. The study was a randomized control trial by factorial design (time and dosage). Statistical analysis was by two-way ANOVA.
Findings and conclusions: The treatment of TE+DMPA in combination of low dose and high dose caused decreased male reproductive hormone levels. No difference was observed between the two treatments (p > 0.05) by LH: 3.06 mg/mL. FSH: 4.01 mg/mL, testosterone; 3.16 mg/mL at low dose and LH: 2.81 mg/mL, FSH: 4.03 mg/mL, testosterone: 2 .91 mg/mL at high dose. The hormone levels in the 3`d month were significantly lower compared to those of the pretreatment period (p < 0.01), and they were consistently decreased during the 12 months of observation by LH: 2.95 mg/mL, FSH: 3.14 mg/mL, testosterone: 2.76 mg/mL of different with baseline (0'hmonth) to LH: 6.06 mg/mL, FSH: 11.06 mg/mL, testosterone: 7.18 mg/mL up to 12'" month. While starting at the 9'h (LH: 1.77 mg/mL, FSH: 1.87mg/mL, testosterone: 1.62 mg/mL) and 12'h month (LH: 1.66 mg/mL, FSH: 1.80 mlU1mL, testosterone: 1.55 mg/mL) the decrease of hormone levels were seen but not significant (p > 0.05) with 6 th month (LH: 2.25 mg/mL, FSH: 2.20 mg/mL, testosterone: 2.05 mg/mL). It was concluded that injection of the combination of TE and DMPA, of low and high doses, every month for 12"' months could decrease the serum level of LH, FSH and testosterone in fertile men. The effect was suppression of the hormone levels and could be maintained during the 12 months period of observation.

ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian : Kontrasepsi hormon untuk pria yang efektif dan aman sampai sekarang belum diperoleh. Hal ini disebabkan pengembangan cara pengendalian kesuburan pria lebih sulit daripada wanita. Metoda kontrasepsi hormon untuk pria bertujuan untuk menekan produksi sperma secara reversibel yaitu melalui hambatan sekresi hormon gonadotropin, sehingga kadar testosteron intra-testis menjadi rendah. Spermatogenesis dipengaruhi oleh kadar gonadotropin dan testosteron yang normal sedangkan pembentukan testosteron dari sl Leydig berkaitan dengan kadar LH dan FSH yang normal pula.
Penyuntikan kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA tiap bulan selama 3 bulan oleh peneliti terdahulu dianggap mempunyai prospek yang baik yaitu dapat menekan produksi sperma dan potensi sakit serta libido tidak terganggu, namun kedua kombinasi obat tersebut belum dapat menimbulkan azoospermia yang konsisten sehingga efektivitas dari dosis obat belum diketahui. Untuk memantau efektivitas dalam penggunaan kedua dosis TE dan DMPA perlu dilakukan penelitian dengan modifikasi lama pemberian dari kombinasi dosis rendah dan tinggi pada 20 pria fertil terhadap penurunan kadar LH, FSH dan testosteron di serum selama 6 bulan (fase penekanan) dan 6 bulan berikutnya (fase pemeliharaan). Pengukuran kadar hormon dilakukan tiap 3 bulan sekali dengan metoda RIA (Radioimmunoassay). Rancangan percobaan menggunakan uji klinis acak terkontrol berpola faktorial (waktu dan dosis). Analisis statistik dengan uji sidik ragam 2 faktor.
Hasil dan kesimpulan: Penyuntikan kombinasi dosis rendah maupun tinggi menyebabkan penurunan kadar LH, FSH dan testosteron serum pria fertil. Penurunan kadar hormon tersebut akibat pemberian kedua dosis TE dan DMPA tidak berbeda (p > 0.05) baik pada dosis rendah yaitu LH: 3.06 mg/mL, FSH: 4.01mg/mL, testosteron: 3.16 mg/mL maupun dosis tinggi LH: 2.81 mg/mL, FSH: 4.03 mg/mL, testosteron: 2.91 mg/mL. Bulan ke 0, 3, 6, 9 dan 12 memberikan pengaruh (p < 0.01) terhadap penurunan kadar hormon mulai bulan ke 3 yaitu LH: 2.95 mg/mL, FSH: 3.14 mg/mL, testosteron: 2.76 mg/mL dibanding kadar awal (bulan ke 0) yaitu LH: 6.06 mg/mL, FSH: 11.06 mg/mL, testosteron 7.18 mg/mL dan berlanjut terus sampai bulan ke 12. Pada bulan ke 9 (LH:1.77 mg/mL, FSH: 1,87 mg/mL, testosteron: 1.62 mg/mL) dan bulan ke 12 (LH: 1.66 mg/mL, FSH:1.80 mg/mL, testosteron: 1.55 mg/mL) walaupun terjadi penurunan namun tidak berbeda (p > 0.05) dengan bulan ke 6 (LH: 2.25 mg/mL, FSH: 2.20 mg/mL, testosteron: 2.05 mg/mL). Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa penyuntikan kombinasi TE+DMPA pada dosis rendah dan tinggi setiap bulan pada pria fertil dapat menurunkan kadar LH, FSH dan testosteron di serum secara konsisten selama 6 bulan dan penurunan tersebut dapat dipertahankan secara konsisten selama 6 bulan berikutnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Parwanto
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Dewasa ini kontrasepsi hormon pada wanita sudah sangat banyak dan penelitian pada pria juga mulai banyak dikambangkan. Perlu dikembangkan metoda kontrasapsi hormon pada pria yang mamenuhi syarat ideal, yaitu: aman, efektif, reversibel dan dapat diterima oleh masyarakat. Metoda kontrasepsl hormon pada pria diudukan pada penekanan spermatogenesis melalui pores hipotalamus - hipofis - testis. Testosteroan enantat (TE) dapat menekan gonadotropin sehingga menurunkan produksi spermatozoa. Depot medroksi progesteron asetat (DMPA) juga dapat menekan gonadotropin dan sudah lama digunakan untuk kontrasepsi wanita. Kombinasl TE + DMPA lebih efektif dalam menekan spermatogenesis dibanding TE saja. TE termasuk androgen dan DMPA termasuk progasteron, keduanya adalah steroid. Penggunaan androgen untuk kontrasepsi dapat menimbulkan masalah metabolisme, misalnya abnonualitas lipid/lipoprotein. Androgen mempengaruhi metabolisme lipoprotein, antara lain meningkatkan lipase lipoprotein (LLP) dan lipase trigliserida hati (LTH). Peningkatan LLP dan LTH menghasilkan peningkatan trigliserida (FG) dalam jaringan adiposa dan menurunnya high dentity lipoprotein (HDL) dalam sirkulasi plasma. Penggunaan DMPA tidak meningkatkan resiko penyakit arteria koronaria. Diduga penggunaan TE + DMPA untuk kontrasepsi pria tidak mempangaruhi profil lipid. Profil lipid tersebut meliputi trigliserida (TG), kolasterol total (KT), kolasterol Low Dentity Lipoprotein (K-LDL) den kolesterol high dentity lipoprotein (K-HDL). Untuk ini telah dilakuken penelitian pada 20 orang pria normal yang dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing 10 orang. Kelompok I disuntik TE + DMPA dosis rendah (TE 100 mg + DMPA 100 mg) den kelompok II disuntik TE + DMPA dosis tinggi (FE 250 mg + DMPA 200 mg). Panyuntikan dilakukan setiap bulan selama satu tahun. Pengukuran profil lipid dilakukan setiap tiga bulan. Parameter yang diukur yaitu: TG, KT, K LDL dan E-HDL.
Hasil dan Kesimpulan: Penyuntikan TE + DMPA pada kelompok I dan II menyebabkan perubahan tidak bermakna atau tidak mempengaruhi kadar TG, KT, KLDL dan K-HDL (p > 0,05). Oleh karena itu semua hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil uji regresi polinominal orthogonal menunjukkan kadar TG pada kelompok I cenderung meningkat bermakna secara linier, kelompok II cenderung mendatar. kadar KT dan K-LDL kedua kelompok cenderung mendatar. Kadar. K-HDL pada kelompok I cenderung mendatar, kelompok II cenderung berubah bermakna secara kuartik. Jadi TE + DMPA dosis rendah dan dosis tinggi untuk kontrasepsi hormon pria cukup aman selama 12 bulan ditinjau dari profil lipid.

ABSTRACT
Scope and Methods of study : Recently, methods of hormonal contraception for women is common, and research for men is developed. The ideal prerequisite hormonal contraceptive development for men, are: safe, effective, reversible and is acceptable. Method; of hormonal contraception for men have, therefore, centered on attempts to suppress spermatogenesis' through suds hypothalamus - bypophyils - testis. TE suppression or gonadotropin, so must reduce the production or speimsteaoa. DMPA can also suppression of gonadotropln and is commonly used for the contraception for women. The combination TE + DMPA would suppress spermatogenesis more effectivelly than TE alone. TE belongs to androgen and DMPA belongs to progesterone, both are steroid. The use of androgen in contraception can Induce metabolism problem, such as lipid/lipoprotein abnormality. Androgen influences lipoprotein metabolism, such as increase lipase lipoprotein (LPL) and hepatic trlglycerida lipase (HTGL). The increase of LLP and ETOL stimulates the Increase of TG In adipocytes and decrease HDL levels in the circulation. The long-term DMPA for women did not cause any abnormality In serum lipids. In this present study, we tested the hypothesis that the suppression of TE + DMPA to spermatogenesis no significant changes of lipid profile. For this, a research has been made on 20 normal men was divided into 2 groups with 10 person respectively. Group I was injected of TE + DMPA low dome (PE 100 mg + DMPA 100 mg) and group II was injected of TE + DMPA high dose (TE 250 mg + DMPA 200 mg). The injection is carried out once a month in one year. The measurement of lipid profile is taken for quarterly. The parameters measured are: TO, TC, LDL-C and HDL-C.
Result and Conclusion: The injection of TE + DMPA to group I and If causes no significant changes or does not Influence the TO, TC, LDL-C and BDL-C levels (p > 0.05). In this case all of the hypotheses of this research are accepted. The evaluation or polynomial orthogonal regresion shows that the TG levels In group I tends to significant increase linearly and it shows horizontally in group It. TC and LEL-C levels In both groups tends to be horizontal. HDL-C levels in group I tends to be horizontal, whereas in group U tends to significant change in quartic mariner. Based on the lipid profile, so monthly injection of TE + DMPA low dose and high dose are safe during 12 months for hormonal contraception for men.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Lucia Ekowati
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Antibodi antisperma (antisperm antibody, ASA) telah diketahui dapat menyebabkan infertilitas pada manusia. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan pada kelompok penelitian kami, telah diidentifikasi dua antigen sperma (BM 66 dan 88 kDa) yang bereaksi dengan ASA dalam serum pasien pria infertil EIS 07 dan diisolasi klon cDNA penyandi antigen tersebut [cDNA Autoimmune Infertility Related Protein (cDNA AIRP)]. cDNA AIRP ini merupakan cDNA yang "novel" dengan panjang 2,3 kb dan menyandi suatu protein dengan panjang 567 asam amino. Separuh ujung amino protein AIRP (AIRP N') ini bersifat hidrofilik, sehingga juga antigenik dan separuh ujung karboksi bersifat hidrofobik. Karakterisasi lebih lanjut dilakukan untuk menjelaskan fungsi protein tersebut pada proses fertilisasi dan hubungannya dengan infertilitas imunologis. Tujuan penelitian ini adalah: (1) membuktikan bahwa protein AIRP merupakan antigen sperma native yang dikenali oleh serum EIS 07 (2) memperoleh gambaran awal fungsi protein AIRP dengan menentukan lokasi protein tersebut pada sperma manusia.
Pada penelitian ini pertama-tama cDNA AIRP N' disubklon ke dalam vektor plasmid pGEX dan diekspresikan pada bakteri E.coli dalam bentuk protein fusi. Protein rekombinan dimurnikan dengan menggunakan kolom kromatografi glutation dan hasilnya dianalisa dengan SDS-PAGE. Antigenisitas protein rekombinan tersebut diuji dengan mereaksikannya dengan serum pasien infertil pada Western immunoblotting. Protein rekombinan tersebut kemudian disuntikkan ke mencit untuk membuat antibodi poliklonal yang selanjumya dipakai sebagai pelacak pada analisa imunohistokimia untuk menentukan lokasi protein AIRP tersebut pada sperma manusia.
Hasil dan Kesimpulan : cDNA AIRP N' sepanjang 469 pb berhasil disubklon ke dalam plasmid pGEX-4T-3 dan diekspresikan dalam bentuk protein fusi dengan GST. Protein fusi GST-AIRP N' berhasil dipurifikasi namun peptida AIRP N' tidak dapat dipisahkan dari protein GST karena tidak stabil. Serum pasien infertil (EIS 07) yang telah digunakan sebagai pelacak untuk skrining cDNA AIRP bereaksi sangat kuat dengan protein GST-AIRP N' namun tidak bereaksi sama sekali dengan protein GST. Hasil tersebut menunjukkan bahwa serum EIS 07 hanya mengenali epitop AIRP N' pada protein GST-AIRP N'. Reaksi AIRP N' dengan EIS 07 bersifat sangat spesifik karena AIRP N' tidak dikenali oleh serum dari pasien infertil yang lain maupun serum kontrol yang berasal dari individu normal.
Hasil tersebut sesuai dengan beberapa laporan terdahulu bahwa infertilitas imunologis dapat melibatkan beberapa macam antigen dan antigen ini dapat berbeda pada setiap kasus. Dengan menggunakan teknik kompetisi pada Western blotting, dibuktikan bahwa reaksi serum EIS 07 dengan antigen sperma native dapat dihambat oleh protein GST-AIRP N', tetapi tidak oleh protein GST, secara dose dependent. Antibodi poliklonal terhadap peptida AIRP N' maupun serum EIS 07 bereaksi dengan antigen sperma manusia pada bagian post acrosonial. Hasil imunohistokimia ini tidak hanya menunjukkan lokasi dari protein AIRP tetapi juga memprediksi fungsi protein ini yang mungkin berhubungan langsung dengan reaksi akrosom atau penetrasi dan fusi sperma ke dalam ovum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T1692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berna Elya
"Dalam upaya mencari badan kontrasepsi pria yang bersumber pada tanaman, telah dilakukan penelitian tentang pengaruh infus daun puding (Polyscias gui fovlei L.H. Bailey) terhadap kualitas spermatozoa dan jumlah anak yang dihasilkan oleh tikus betina setelah dikal.vinkan dengan tikus jantan perlakuan. Sebanyak 60 tikus jantan berumur 2 bulan dengan berat badan 150 -- 250 g dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol adalah kelompok tikus jantan yang diberi aquades, sedangkan 5 kelompok perlakuan lainnya masing-masing diberi infus daun puding dengan dosis: 50 mg/200 g bb, 100 mglg bb, 200 3rmg/g bb, 400 mglg bb, 800 mglg bb. Pemberian infus per oral dilakukan setiap hari sampai hari ke 52. Pada hari ke 53, eman tikus dari masing-masing kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dibedah untuk diambil semennya dan diperiksa kualitas spermatozoanya, sedangkan 6 tikus sisanya dari masing-masing kelompok tersebut dikawinkan dengan tikus betina dara masa proestrus atau estrus. Hari ke 20 masa kehamilan tikus betina dibedah untuk dihitung jumlah implantasi, jumlah fetus, berat plasenta, jumlah corpus luteum, fetus, jumlah fetus yang di resorpsi dan rasio seks fetus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infus daun puding dengan dosis 50 mg/g bb, 100 mg/g bb, 200 mg/g bb, 400 mg/g bb dan 800 mg/g bb berpengaruh terhadap penurunan jumlah spermatozoa, presentase motilitas, viabilitas dan meningkatkan jumlah spermatozoa abnormal (p < 0,05). Efektivitas terhadap penurunan kualitas spermatozoa tersebut sejalan dengan pemberian dosisnya. Dengan demikian dosis 800 mg/g bb adalah dosis terbaik untuk menurunkan kualitas spermatozoa tikus. Sebaliknya pemberian infus daun puding sampai dosis 800 mg/g bb selama 52 hari tidak berpengaruh terhadap jumlah dan perkembangan fetus hasil perkawinan dengan tikus jantan perlakuan (p > 0,05). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa infus daun puding yang diberikan 52 hari, dengan dosis 50 mglg bb, 100 mg/g bb, 200mg/g bb, 400mg/g bb 800 mg/g bb dapat menurunkan konsentrasi dan kualitas spermatozoa was deferen tikus jantan galur DDY, tetapi belum berpengaruh terhadap jumlab fetus, berat plasenta, abnormalitas fetus dan berat badan fetus hasil perkawinan denga tikus jantan perlakuan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yurnadi
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-empat di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat : yaitu sekitar 200 juta jiwa di tahun 2000 dengan laju pertambahan penduduk sekitar 1,98 %. Untuk mencapai sasaran serta kebijaksanaan pada Pelita Ke-enam dalam sektor kependudukan dirumuskan berbagai kebijaksanaan, antara lain meliputi peningkatan kualitas penduduk, pengendalian pertumbuhan, dan kuantitas penduduk dalam rangka menekan dan mengendalikan pertambahan jumlah penduduk.
Untuk menekan dan mengendalikan jumlah penduduk, maka pemerintah telah menggalakkan program keluarga berencana (KB) bagi pasangan suami istri (pasutri) usia subur. Selanjutnya untuk mensukseskan program tersebut diperlukan peran serta aktif dari pasutri tersebut. Pada saat ini, individu yang ikut serta dalam melaksanakan (akseptor) program KB mayoritas adalah para istri. Keikutsertaan para suami dalam melaksanakan KB masih sangat rendah yaitu sekitar 6 % dari seluruh akseptor KB. Rendahnya keikutsertaan suami (pria) dalam program KB mungkin disebabkan masih terbatasnya pilihan kontrasepsi untuk pria atau kontrasepsi pria yang ada masih belum memberikan hasil yang memuaskan.
Pria merupakan fokus baru untuk program KB yang selama ini belum banyak diperhatikan. Sampai sekarang kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap adalah kondom dan vasektomi. Namun penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi menimbulkan keluhan psikologik, sedangkan vasektomi walaupun merupakan kontrasepsi yang dapat diandalkan, seringkali menimbulkan efek samping yang permanen (irreversible) berupa kegagalan rekanalisasi. Apabila faktor akseptor yang menggunakan kontrasepsi tersebut ingin punya anak kembali, maka seringkali sulit dapat dilakukan rekanalisasi kembali. Alternatif lain dalam metode kontrasepsi untuk pria yaitu penggunaan hormon seperti dilakukan pada wanita, tetapi cara ini pada pria dianggap belum memuaskan dan masih terus dilakukan penelitian.
Badan kesehatan dunia (WHO) telah membentuk suatu kelompok kerja (pokja) untuk mencari dan mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria. Mandat yang diberikan kepada pokja tersebut adalah mengembangkan metode pengaturan kesuburan pria yang aman, efektif dan dapat diterima, serta memonitor keamanan dan keefektivitasannya. Salah satu strategi penelitian yang dilakukan oleh pokja WHO adalah mengembangkan kontrasepsi pria melalui bahan atau zat dari tumbuh-tumbuhan yang diduga mempunyai bahan aktif yang bersifat antifertilitas.
Dalam mencari obat altematif untuk kontrasepsi pria, sebaiknya tidak hanya terbatas pada kontrasepsi hormonal, tetapi juga pada tanaman yang diperkirakan mengandung zat antifertilitas. Berdasarkan analisis yang pernah dilakukan pada sejumlah besar tanaman diketahui bahwa 25 % diantaranya mengandung satu atau lebih zat aktif.
Dan beberapa penelitian yang menggunakan ekstrak biji pepaya telah dilakukan oleh Das, Fransworth, Chinoy dan Rangga, dan Chinoy dkk pada varietas honey dew yang terdapat di India, dan Amir pada pepaya gandul melaporkan bahwa ekstrak biji pepaya tersebut ternyata mempunyai khasiat sebagai antifertilitas pada hewan, namun dosis dari biji pepaya yang dapat menyebabkan infertilitas tersebut masih belum dapat diketahui secara tepat. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Busman
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Penelitian kontrasepsi pria di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Hal ini disebabkan sulitnya pengendalian proses spermatogenesis jika dibandingkan dengan proses ovulasi. Sampai saat ini bahan atau alat kontrasepsi pria masih sangat terbatas yaitu kondom dan vasektomi. Poliester (Polyethylene terephthalate) merupakan kain/ tekstil sintetis yang memiliki potensi sebagai kontrasepsi pria karena dapat menekan proses spermatogenesis melalui mekanisme kerjanya pada tubulus seminiferus testis. Beberapa peneliti melaporkan bahwa dengan pemakaian poliester sebagai alit pembungkus skrotum dapat menimbulkan medan elektrostatik dan gangguan termoregulator skrotum sehingga menekan proses spermatogenesis. Sebagai akibatnya terjadi penurunan jumlah spermatozoa, spermatozoa maul, bertambahnya bentuk abnormal spermatozoa dan menunjukkan pengaruh degeneratif terhadap sel-sel germinal. Pemakaian poliester pembungkus skrotum bersifat reversibel setelah poliester pembungkus skrotum dilepas. Penelitian ini dilakukan terhadap 14 orang pria fertil dengan memakai poliester pembungkus skrotum selama 24 minggu. Pemeriksaan semen dilakukan setiap 3 minggu., mulai dari minggu ke 3 hingga minggu ke 24 masa perlakuan. Pemeriksaan semen meliputi penilaian fungsi integritas membran spermatozoa dengan uji HOS (Hypoosmotic Swelling Test), spermatozoa yang bereaksi akrosom positif dan penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks. Hasil penelitian selama perlakuan dibandingkan dengan penilaian sebelum perlakuan.
Hasil dan Kesimpulan : Pemakaian poliester pembungkus skrotum manusia menurunkan fungsi integritas membran spermatozoa dengan sangat bermakna (P<0,01). Pengujian reaksi akrosom positif spermatozoa menurun dengan sangat bermakna (P<0,01). Begitu pula hasil uji penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks mengalami penurunan bermakna (P<0,05). Dengan demikian ke 3 hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima dan mampu menurunkan fungsional spermatozoa in vitro."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana Sjamsuddin
"ABSTRAK
Ruang Iingkup dan cara penelitian : Kemampuan spermatozoa untuk mengadakan fertilisasi harus didukung oleh motilitas spermatozoa. Salah satu penyebab infertilitas adalah gangguan motilitas pada spermatozoa. Pada astenozoospermia motilitas spermatozoa menurun. Seng termasuk elemen renik (trace element). Seng sitrat dapat meningkatkan motilitas spermatozoa manusia di dalam semen in vitro. Larutan Tyrode sebagai pengencer dan serum anak sapi (calf) dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi larutan Tyrode, serum dan seng sitrat terhadap kualitas spermatozoa semen astenozoospermia manusia in vitro. Kualitas spermatozoa meliputi persentase spermatozoa motil dengan gerak maju dari penetrasi spermatozoa yang menembus (in vitro) getah serviks sapi masa estrus. Terlebih dahulu ditentukan waktu inkubasi yang optimum untuk meningkatkan persentase spermatozoa motil dengan gerak maju dari 5 sampel semen. Dengan waktu inkubasi optimum yang diperoleh penelitian dilanjutkan terhadap 30 sampel semen astenozoospermia pasangan ingin anak (PIA) dengan kriteria : volume > 2.5 mL; jumlah spermatozoa di dalam semen > 10 juta per mL; persentase spermatozoa motil < 50%. Masing-masing sampel semen dibagi 4, untuk kontrol (K), kontrol dengan perlakuan (Kdp), perlakuan (PI dan P2).
Hasil dan Kesimpulan : Penelitian pendahuluan menunjukkan waktu inkubasi 0,5 jam berpengaruh paling baik terhadap persentase spermatozoa motil dengan gerak maju di dalam semen. Hasil penelitian lanjutan, dengan analisis varian 2 arch, menunjukkan perbedaan bermakna (P < 0,01) antara persentase spermatozoa motil dengan gerak maju pada kelompok 0 dan 0,5 jam, juga antara kelompok K, Kdp, P1 dan P2. Uji BNT menunjukkan bahwa kelompok P2 setelah inkubasi 0,5 jam 37°C mempunyai persentase spermatozoa motil dengan gerak maju tertinggi. Kelompok P2 juga memperlihatkan penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks bertambah secara bermakna (P < 0,01)
Kesimpulan : Pengaruh pemberian kombinasi larutan Tyrode, serum dan seng sitrat masing-masing larutan Tyrode sebanyak 50%, serum sebanyak 5% dan seng sitrat dosis 183 mikrogram/mL pada semen astenozoospermia in vitro dapat meningkatkan persentase spermatozoa motil dan penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks bertambah.

ABSTRACT
Scope and Methods of study : The motility of spermatozoa is very important for fertilization. The disturbance of the sperm motile is one of the caused of male infertility. In the asthenozoospermia the motility of spermatozoa is descending. Zinc belong to trace element. Zinc citrate can increase motile spermatozoa in human semen in vitro. Solution of Tyrode as dilute and calf serum can stand in life and motile sperm. This study is intended to investigate the effects of combination of solution of Tyrode, serum and zinc citrate on the quality of human spermatozoa in vitro. The quality of spermatozoa consist the percentage of progressive motility and spermatozoa penetrating cervical mucus. The bovine cervical mucus in the estrous period was used instead of midcycle human cervical mucus. The optimal incubation period that can increase the percentage of progressive motility of spermatozoa was first determined on 5 semen samples. This incubation period was then used in further investigation on 30 sperm samples of asthenozoospermia from infertile men, which fulfill the criteria : volume of semen > 2,5 mL; percentage of progressive motility of spermatozoa < 50%; sperm count > 10 million per mL semen. Each semen samples was divided into 4 groups ; untreated control, treated control, treatment I and treatment 2.
Finding and conclusions : The preliminary study showed that incubation period of 0,5 hour was optimal to increase the percentage of progressive motility of spermatozoa. The follow up investigation by two way nova, showed a significant difference in the percentage of progressive motility of spermatozoa between the 0,5 hour and 0 hour incubation, and also between the four groups. BNT test showed the treatment 2 group after 0,5 hour incubation at 370C the percentage of progressive motility of spermatozoa was increased significantly (P < 0,01). Friedman's test on penetrating of spermatozoa cervical mucus showed that the treatment 2 group was increased 4 cm significantly (P<0,01).
Conclusions : The effects of combination of solution of Tyrode, serum and zinc citrate instead of solution of Tyrode 50%, serum 5% and zinc citrate 183 ug/mL on human asthenozoospermia semen in vitro, the percentage of progressive motility of spermatozoa was increased and spermatozoa penetrating cervical mucus was increased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>