Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36855 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karyanto
"ABSTRAK
Pembangunan lingkungan hidup merupakan subsistem dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan nasional adalah kegiatan terencana yang dilakukan secara terus menerus daiam rangka mencapai tujuan nasional. Setiap kegiatan pembangunan tersebut diperkirakan menimbulkan dampak negatif di samping manfaat positif terhadap lingkungan hidup. Untuk mencegah dampak negatif dan memperbesar manfaat positif tersebut, telah dilaksanakan pembangunan lingkungan hidup sebagaimana arahan dalam GBHN 1993 yaitu terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian yang dinamis dengan perkembangan kependudukan agar dapat menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Tanggungjawab dalam pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat. Sedangkan untuk mencapai tujuan pembangungan lingkungan hidup tersebut telah dibuat berbagai kebijaksanaan dan perangkat hukum pendukungnya baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hai ini sesuai dengan prinsip pembangunan itu sendiri bahwa pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh dan merata baik di pusat, di daerah, di perkotaan, dan di perdesaan. Demikian juga dalam kelembagaan bidang lingkungan hidup. Di tingkat pusat telah dibentuk Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Pusat dengan badan lininya di daerah yaitu BAPEDAL Wilayah. Di tingkat daerah pun secara formal diperbolehkan membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah baik di Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat Il. Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 98 tahun 1996 tentang Pedoman Pembentukan, Organisasi, dan Tatakerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Sebelum Kepmendagri Nomor 98/1996 dan Keputusan Kepala Bapedal Nomor 135/1995 tentang Bapedal Wilayah diterbitkan, di Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang telah dibentuk suatu lembaga yang mempunyai otoritas formal dalam pengendalian dampak lingkungan yang disebut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA). Dasar hukum pembentukannya adalah Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Tengah Nomor 061.1/34/1992 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tatakerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang.
Menilik pembangunan industri di Semarang yang kian pesat, jumlah industri besar dan menengah 292 buah, industri kecil 4.868 buah, dan industri yang potensial mencemari lingkungan 267 buah, maka setiap dampak kegiatannya dipastikan menimbulkan permasalahan lingkungan hidup seperti masalah air bersih, limbah, penghijauan, transportasi. Dengan demikian maka keberadaan BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dirasa sangat penting.
Pembentukan BAPEDALDA yang relatif baru dengan tanggungjawab dalam menangani permasalahan lingkungan yang besar merupakan obyek menarik untuk diteliti.
Permasalahan dalam penelitian ini meliputi :
1. Permasalahan menyangkut kinerja (performance) lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Permasalahan hukum; berupa taraf sinkronisasi vertikal, yaitu tingkat kesesuaian antara Keputusan Gubernur KDH I Jawa Tengah Nomor 061.1/3411992 dengan Kepmendagri Namor 98 tahun 1996.
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengatahui kinerja lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dan mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhinya.
2. Mendalami dan menganalisis aspek-aspek hukum yang mendasari pembentukan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kotamadya Dati II Semarang.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah organisasi BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang. Populasinya adalah keseluruhan karyawan BAPEDALDA berjumlah 29 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, eksploratif, dan metode penelitian hukum normatif taraf sinkronisasi vertikal. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan secara rinci fenomena, katagori, dan karakteristik tertentu dan secara kuantitatif yaitu menggunakan instrumen statistik regresi linier berganda dengan bantuan SPSS for Window. Sedangkan yang terkait dengan hukum menggunakan instrumen Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR Gotong Royong, dimana di dalamnya terdapat Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia.
Hasil penelitian adalah :
1. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kotamadya Dati II Semarang diselenggarakan berdasarkan atas desantralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan (medebewind) dalam rangka peningkatan otonomi daerah di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup.
2. Program kegiatan yang berhasil dilaksanakan oleh BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang adalah; Program Kali Bersih, Program Penanganan Kasus Pencemaran Lingkungan, Program Pengawasan RKL dan RPL, Program Pengendalian Dampak Usaha Kecil, Program Identifikasi Pencemaran Sungai, Program Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Program Pembuatan Buku Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Program Pembangunan Laboratorium Lingkungan, Kursus Apresiasi AMDAL, dan Program Penanganan Lingkungan Dukuh Tapak.
3. Kinerja lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dilihat dari realisasi pelaksanaan program terhadap target yang ditetapkan dan tingkat kepuasan karyawan daiam pelaksanaan program kegiatan memiliki katagori tinggi, yaitu persentase rata-ratanya 90,24%.
4. Kinerja lembaga BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dalam upaya pengendalian dampak lingkungan dipengaruhi oleh faktor-faktor tatakerja dan proses organisasi meliputi; kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, sumberdaya, dan struktur organisasi. Faktor kepemimpinan mencakup perhatian pimpinan terhadap upaya pengendalian dampak lingkungan dan perhatian kepentingan bawahan. Faktor komunikasi mencakup pemberian informasi, pemahaman langkah kegiatan, dan kemudahan melakukan interaksi dalam pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan. Faktor koordinasi mencakup koordinasi antar unit dan koordinasi antar instansi dalam upaya pengendalian dampak lingkungan. Faktor sumberdaya mencakup sumberdaya manusia, sumberdana lembaga, bahan dan peralatan. Faktor struktur organisasi mencakup pola pendelegasian wewenang dan tanggungjawab, ada/tidaknya kegiatan pengendalian dampak lingkungan yang tumpang tindih. Rata-rata skor termasuk dalam katagori tinggi yaitu 89,62%.
5. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, diketahui bahwa kinerja BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, sumberdaya, dan struktur organisasi. Hal ini ditunjukkan oleh F hitung sebesar 75,404 lebih besar dari F tabel sebesar 2,02. Berdasarkan nilai R2 = 0,943 dapat disimpulkan bahwa kinerja BAPEDALDA dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dari seluruh faktor tersebut ternyata kepemimpinan memberikan kontribusi terbesar dalam menentukan kinerja BAPEDALDA dengan koefsien persamaan sebesar 1,304.
6. BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang yang sudah terbentuk adalah Badan Staf Pemerintah Daerah sebagai unsur pembantu Walikotamadya, bukan perangkat daerah yang memiliki kewenangan langsung dalam pelaksanaan tugas pengendalian dampak lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya sudah berfungsi sebagai perangkat daerah yang mempunyai kewenangan langsung dalam pengendalian dampak lingkungan di Kotamadya Dati II Semarang.
7. Meskipun ada perbedaan susunan organisasi BAPEDALDA Kotamadya Dati II Semarang berdasarkan Kepgub No. 061.1134/1992 dengan Kepmendagri No. 98 tahun 1996, namun lembaga tersebut sudah berjalan sesuai dengan fungsinya. Dengan mengacu pada pasal 90 ayat (4) Kepmendagri Nomor 98 tahun 1996, bahwa perubahan susunan organisasi BAPEDALDA Tingkat I, BAPEDALDA Tingkat II dan BAPEDALDA Kotamadya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala BAPEDAL dan persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN), maka perbedaan tersebut dimungkinkan.

ABSTRACT
Institutional Analysis Of District Environmental Impact Control Agency OfSemarangEnvironmental development is a sub system of national development as a whole. National development is a planned activity which is carried out continuously in order to achieve national goal. Each activity of development is expected to cause both positive and negative impact towards the environment. To prevent negative impact and to increase positive benefit, environmental development has been carried out as directed by the [993 GBHN, namely, the realization of sustained environmental function in a balance and dynamic harmony equilibrium with population growth in order to guarantee sustainable national development.
Responsibility in controlling environmental impact is a joint commitment between the government and society. Whereas, in order to achieve environmental development goal, various policies and supporting laws and regulations have been made both at the national and regional level. This in accordance with development principles, namely that development is implemented in its entirety at the national and regional level, in rural and urban areas. The same is true in environmental institutions.
At the national level, the office of the State Minister for Environment, Environmental Impact Control Agency (BAPEDAL) and its line agents in the regions namely Regional Environment Impact Control Agency (BAPEDAL Wilayah) were established. At the regional level Provincial Environmental Impact Control Agency (BAPEDALDA I) and District Environmental Impact Control (Bapedalda II) are formally permitted to be established. The legal foundation is Domestic Affairs Minister Decision (Kepmendagri) No. 9811996 on guidance of establishment of organization and procedures of BAPEDALDA. Long before the existence of Kepmendagri No. 9811996 and Decision of the Director of Environmental Impact Control Agency Agency No.13611995 on Regional Environmental Impact Control Agency, in Semarang an institution that has formal authority in controlling environmental impact has been established that is called BAPEDALDA. The legal basic of its existence is the Decision of the Governor of Central Java No. 061.11341 1992 on the formation of organizational chart and procedures of District Environmental Impact Control Agency of Semarang.
The rapid growth of industrial development in Semarang, the sum are 292 big and middle industrials level, 4,868 small industrials, and 267 industrials potentially degrading environment hence each activity to cause environmental problems, such as clean water, solid wastes, reboisation, transportation, etc., the establishment of District Environmental Impact Control Agency of Semarang is deemed to be important.
The establishment of a relatively new District Environmental Impact Control Agency of Semarang with responsibilities in managing big environmental problems is an interesting object to study. The problems in this study include :
1. Performance problems, namely organizational performane of District Environmental Impact Control Agency of Semarang and influencing factors.
2. Legal problems, namely synchronization at the vertical level dealing with conforming the Decision of Governor of Central Java No. 061.1/34/1992 and that of the Decision of Domestic Affairs Minister No.98/1996.
The objectives of this research include :
1. To know how organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang and to identify each factors which influences it.
2. To deepen and analyse legal aspects which constitute the bases of establishing District Environmental Impact Control Agency of Semarang.
Unit of analysis of this research is the organization of District Environmental Impact Control Agency of Semarang. The population is the entire personnel of District Environmental Impact Control Agency of Semarang, the total is 29. The research methods used is descriptive, explorative as well as normative law at vertical synchronization level. Data analysis used were descriptive qualitative, that is, describing in detail the phenomena, categories, and characteristics by scoring. Meanwhile, quantitative analysis used statistical approach helped by SPSS Computer Program. Whereas data related the laws instrument used is Determination the MPRS No. XX/MPRS/1966 on DPRGR Memorandum, mentioning the sequence acts and regulations of Republik of Indonesia is used as an instrument.
The result of the study include :
1. District Environmental Impact Control Agency of Semarang is carried out based on principles of decentralization, deconcentration and coadministration with the framework of increasing regional autonomy in the environmental management sector.
2. Programs carried out succesfully by District Environmental Impact Control Agency of Semarang cover River Management, Environment Pollution Cases Management, RKL and RPL Implementation Control, Small Enterprise Impact Control, River Pollution Identification, Environmental Degradation Control, Making the Book in Environmental Management Policy, Building an Environmental Laboratories, AMDAL Appreciation Courses, Environmental Management of Dukuh Tapak.
3. Organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang seen from indicators of achieving targets in implementation programs as well as personnel satisfaction. The score of organizational performance was categorized as high, percentage 90.24%.
4. Organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang in carrying out an environmental impact control was influenced by process and procedure factors such as leadership, communication, coordination, resources, and organizational structure. Leadership factor comprises the leader's attention to task of an environmental impact control and subordinates interests. Communication factor comprises to send information, to know work procedures, to facilitate interaction in carrying out an environmental impact control. Coordination factor consists of coordination among units as well as institutions. Resources factor consists of human resources, budget, tools and materials resources. Organizational structure consist of delegation of authority and responsibility, possibility of overlapping activities in an environment impact control. Mean score of the whole factors was categorized as high, namely 89.62%.
5. Analysis of multiple linear regression shows that all factors such as leadership, communication, coordination, structure, and resources have significantly influenced the organizational performance of District Environmental Impact Control Agency of Semarang.This is shown by F test = 75,404 more than F table = 2.02. The value of R square = 0.94 which indicated that all factors have clearly explained the organizational performance.
6. The established District Environmental Impact Control Agency of Semarang is the regional governmental staff institution as a support element to the Mayor. It is not a regional institution that has direct authority in carrying out the task of handling environmental impact at regional level. Whereas it has function as a regional institution that has direct authority in the field of an environmental impact control.
7. Although there are some differences of articles in the Decision of Domestic Affairs Minister No. 98/1996 on guidance of establishment, organization, and procedures of BAPEDALDA from the Decision of Governor of Central Java No. 061.1134/1992 on the establishment of organizational chart and procedures of BAPEDALDA II Semarang, but those institution has been functioning in an environment impact control. To make a reference by articles 90 clausula 4 Decision of Domestic Affairs Minister No. 9811996 that states changes in organizational structure of Bapedalda I, Bapedalda II and Kotamadya are determined by Domestic Affair Minister after obtaining technical considerations from Directors of Bapedal and written agreement from Minister that responsible in the field of efficiency of state aparatus sector (Menpan), hence some differences have enabled.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Andang Prasetya A.
"Tesis ini adalah hasil dari penelitian yang dilakukan selama lebih kurang satu tahun. Titik berat penelitian ada pada perubahan fisik tata ruang dan tanggapan-tanggapan terhadap perubahan itu dalam konteks sejarah dan sosial politik yang sangat dinamis, dengan harapan dapat mengungkap wujud fisik perubahan tata ruang tersebut dari masa ke masa, faktor-faktor perubahan dan peran masing-masing golongan serta bagaimana perubahan terjadi dalam beragam tanggapan itu. Fokus penelitian ada pada perubahan wujud fisik suatu tata ruang dalam kaitannya dengan tanggapan masyarakat terhadap perubahan tersebut; membawa penelitian ke arah produksi dan konstruksi suatu tata ruang secara sosial.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menempuh jalur sebagaimana yang dilakukan Setha Low (1999) yaitu dengan melakukan pelacakan sejarah tata ruang dan memperhatikan dialektika antara konsep tata ruang (representation of space) yang mengejawantah dalam wujud fisik tata ruang dan wujud fsik yang digunakan atau dihidupi (representational space) oleh golongan-golongan dalam masyarakat, dalam konteks praktek-praktek keruangan. Metode yang digunakan dalam kerangka teori ini adalah metode kualitatif yang lebih menekankan pada pengamatan gejala-gejala sosial, praktekpraktek keruangan, dan wawancara mendalam terhadap informan.
Dari penelitian yang dilakukan ini terungkap bahwa terdapat berbagai tanggapan dalam masyarakat berkaitan dengan kepentingan masing-masing golongan. Fator-faktor perubahan yang paling utama adalah dinamika kehidupan sosial politik yang melingkupi masyarakat, kecenderungan pertumbuhan ekonomi, dan peran pelaku-pelaku dalam masing-masing golongan. Dalam praktek keruangan dengan beragam tanggapan diungkapkan bagaimana perubahan itu dapat terjadi. Di satu sisi terdapat kekuasaan yang menentukan dominasi dan digunakannya suatu konsepsi mengenai ruang, di sisi lain terdapat konsepsi yang berkembang sebagai hasil dari penggunaan suatu ruang. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain, hanya mekanisme kontestasi keduanya sepenuhnya dipengaruhi konteks sosial-politik yang sedang berlangsung. Selain itu karakter tata ruang yang liat, dapat diubah dan berubah sewaktu-waktu bersama dengan citra yang diemban kawasan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Ria
"ABSTRAK
Pada hakekatnya, rumah bagi manusia mempunyai fungsi sebagai tempat perlindungan fisik dan perlindungan psikologi atas tekanan dari dunia luar serta wadah kegi atan manusia.
Kebutuhan manusia akan rumah semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Sementara itu ketersediaan lahan yang sesuai untuk perumahan bersifat terbatas. Akibatnya sering ditemui terutama di daerah perkotaan, perumahan didirikan di daerah permukiman yang tidak memenuhi syarat untuk suatu tempat tinggal. Kondisi mutu lingkungan yang rendah ini membuat penghuni berusaha meninggalkan lingkungan tersebut dan mencari tempat permukiman yang memiliki tingkat keamanan dan kenyamanan yang lebih baik. Pada umumnya usaha perpindahan ini terjadi pada masyarakat yang ekonominya sudah baik.
Menyadari keadaan ini, maka pemerintah berupaya membangun perumahan-perumahan dengan kondisi lingkungan yang baik untuk membantu dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan. Namun tidak semua kebutuhan itu dapat terpenuhi. Dengan bantuan pihak pengembang maka masyarakat semakin mempunyai kemudahan dalam usaha pemilikan rumah dengan mutu lingkungannya dapat memenuhi syarat hidup yang sehat.
Seiring dengan tingginya permintaan atas perumahan maka terjadi peningkatan pembangunan perumahan. Namun bagi pihak pengembang swasta, pembangunan perumahan mewah menjadi prioritas dibandingkan dengan pembangunan perumahan sederhana. Hal ini disebabkan minat masyarakat terhadap pemilikan perumahan mewah oukup tinggi.
Tingginya permintaan masyarakat terhadap perumahan mewah sebagai akibat terjadinya pergeseran pandangan masyarakat terhadap fungsi rumah. Fungsi rumah tidak hanya dilihat sebagai tempat tinggal, wadah aktivitas maupun perlindungan psikologis semata, tetapi masyarakat saat ini melihat rumah sebagai suatu alat prestise dan sebagai pendukung terjadinya suatu kegiatan bisnis bagi sebagian orang serta sebagai investasi. Selain itu penilaian terhadap rumah tidak dilihat hanya dari bentuk fisik rumah, namun yang terutama adalah letak dan fasilitas lingkungan serta kondisi sosial penghuninya.
Adanya kondisi seperti ini menimbulkan kepemilikan rumah yang dibangun para pengembang didominasi oleh orang-orang yang mempunyai kemempuan ekonomi tinggi. Akibatnya banyak ditemui saat ini permukimam eksklusif.
Di Rotamadya Medan, pemilikan perumahan eksklusif ini terlihat adanya kecenderungan terdapat pada golongan masyarakat tertentu yaitu orang Cina. Hal ini terjadi karena secara umum etnik ini mempunyai kemampuan daya beli yang cukup tinggi dibandingkan dengan masyarakat pribumi. Kondisi seperti ini menimbulkan adanya kesenjangan sosial di antara masyarakat yang dapat mengarah kepada terjadinya konflik antar etnik akibat munculnya kecemburuan sosial di dalam masyarakat.
Sementara itu Kotamadya Medan dikenal sebagai masyarakat yang majemuk yang rawan terhadap perpecahan antara anggota masyarakat. Ini disebabkan tidak adanya etnis yang dominan di kota ini. Untuk itu integrasi sosial di antara masyarakat mempunyai peranan penting untuk menghindari terjadinya suatu konflik.
Integrasi sosial bagi sebagian orang diasumsikan dapat terjadi di lingkungan permukiman, di mana proses ini terjadi bila adanya interaksi di antara etnis yang berbeda, adanya tingkat sosial yang sama dan mempunyai pengalaman hidup yang sama. Di samping hat di atas, factor persepsi suatu etnis terhadap lingkungan sosialnya sangat mempengaruhi berlangsungnya proses integrasi sosial.
Dengan adanya permukiman eksklusif dengan penghuni yang se-etnis tentunya dapat mengakibatkan terhalangnya kegiatan integrasi sosial tersebut. Kondisi ini bagi
sebagian orang dikhawatirkan akan menghambat proses integrasi sosial yang selama ini telah dimulai seperti melalui kegiatan pembauran sosial.
Berkaitan dengan asumsi tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh lingkungan perumahan terhadap persepsi orang Cina terhadap dirinya dan lingkungannya, serta mengukur seberapa jauh pengaruh lingkungan perumahan ini membawa pengaruh terhadap tingkat persepsi masyarakat. Selain itu hasil penelitian bertujuan untuk melihat bagaimana keberhasilan kegiatan pembauran di Kotamadya Medan.
Untuk itu, hipotesis yang dikemukakan di dalam penelitian ini adalah ada pengaruh lingkungan perumahan mewah terhadap persepsi atau integrasi sosial masyaraka t .
Penelitian ini dilakukan di Perumahan Setia Budi Indah I Recamatan Medan Selayang, dengan alasan perumahan ini merupakan perumahan mewah yang pertama sekali ada di Kotamadya Medan dan jumlah penghuni perumahan antara pribumi dan etnik Cina berimbang.
Sifat penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analisis dengan jenis penelitan studi kasus. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified propotional random sampling, dengan jumlah sampel keseluruhan adalah 150 Kepala Keluarga atau 20% dari populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan penyebaran angket. Analisis data, dilakukan dengan menggunakan teknik analisis korelasi product moment untuk uji hipotesis dan analisis tabulasi silang antara indikator variabel lingkungan perumahan dengan indikator variabel persepsi masyarakat. Juga dilakukan tes signifikansi dengan teknik Chi-Square test untuk melihat signifikan asosiasi antara indikator variabel lingkungan perumahan dan indikator variabel integrasi sosial.
Berdasarkan hal analisis dan pembahasan dapat diperoleh kesimpulan :
1. Ada pengaruh lingkungan perumahan pada persepsi masyarakat yang dapat mempengaruhi integrasi sosial.
2. Ada hubungan yang signifikan antara lingkungan perumahan dengan persepsi atau integrasi sosial.
3. Perubahan kondisi fisik dan kondisi sosial sebagai variabel lingkungan perumahan mempengaruhi persepsi masyarakat. Besarnya pengaruh perubahan faktor luas rumah terhadap integrasi masyarakat adalah 53,44% atau 3 kali lebih besar dari pengaruh perubahan faktor letak rumah (17,22%) atau 2 kali lebih besar dari pengaruh perubahan faktor aktivitas penghuni perumahan (26,21%).

The Influence Of Housing Environment Towards The Perception Of Ethnic Chinese On Him/Herself And His/Her Environment (A case study of ethnic chinese in Setia Budi Indah housing estate Selajang Sub-district, Medan City). Content In essence, a home to man has the function as physical protection site and psychological protection against pressures from the outside world and a place of human activities.
Human needs for housing is ever increasing in line with population growth. In the meantime, land availabilitywhich is proper for housing settlement is limited. As a result, especially in urban areas, one often come across the establishment of housing settlement which do not meet the requirements of a place to live in. The condition of this low quality environment makes the inhabitants trying to leave such an environment and look for settlement areas that have a better level of security and comfort. In 3 general, this moving endeavours occurred in a community where its economy is already good.
Realizing this condition, therefore, the government endeavours to construct housing with a proper environmental condition to assist and meet the community needs for housing. However, not all needs can be met. With the help of developers, hence, the community has increasing facilities in their efforts to own a home with an environmental quality that meet the requirements of healthy living.
In line with the high demand for housing, hence an in-crease in housing construction took place. However, for the part of the private developers, luxurious housing construction became a priority compared with simple housing construction. This is because the community interest towards luxurious housing ownership is sufficiently high indeed.
The high community demand towards luxurious housing came about as a result of the occurrence of changing community views towards the function of a home. The function of a home is not only looked upon as a living quarter, activity place as well as psychological protection only, but the community at present look upon a home as a tool of prestige and as a support towards becoming a business activity for some and as investment for others. In addition, the assessment towards a home, it is not looked upon only from the physical construction, but, particularly the location and environmental facilities as well as the social condition of the inmates.
The presence of a condition like this, brought about housing ownership which are constructed by developers becoming dominated by people who have high economic cap-abilities.
The result is that at present, many exclusive living settlements can be found..In the city of Medan, this exclusive housing ownership tendency can be seen among a certain community group, namely chinaman. This occurred because in general, this ethnic group has sufficient buying capacity compared to the indigenous community. A condition like this brought about social gaps between communities that can lead to conflict between ethnic groups due to social jealousy in the community.
The city of Medan is known as a multiple community, sensitive towards discord between community members. This is caused by the fact that there is no ethnic group that is dominant in the city. Hence, social integration among the community has an important role in evading the occurrence of a conflict.
Social integration for some people is assumed that it could occur if there is interaction between different ethnic groups, the presence of equal social level and possess similar living experiences so that a common perception came into being towards communal living. With the presence of an exclusive housing settlement, the inmates of whom are of the same ethnic group, certainly, may result in blocking social integration activities. This condition, for some, is the cause for concern in that the social integration process which has been started like activities of social assimilation will be hampered.
In relation to the assumption stated above, thence, this study was carried out with the objective to see whether or not there is housing environment influence towards the perception of chinese on themselves and their environment, as well as gauging in how far this housing settlement environment brought influence upon the level of community perception. In addition, the result of the study will show how successful) the assimilation process is in the city of Medan.
The hypothesis in this study is that there is housing environment influence towards perception or social integration.
This study was conducted in Setia Budi Indah Housing Estate, Selayang Medan Sub-district. The reason for taking this site was that the housing settlement is the first luxurious one of its kind in Medan city and the number of inhabitants between indigenous and chinese are balanced.
The nature of study is descriptive, the type of which is case study. The sample taken was stratified proportional random sampling, the grand total of which is 150 heads of family for 20% of the population. Data collection took place by interview, observation and enquette distribution.
Data analysis was carried out by using correlation analysis technique, moment product for hypothesis testing and cross tabulation analysis between housing environment variable indicators and community perception variable indicators. Significant tests were also carried out by using the Chi-square technique, to see the association significance between housing environment variable indicators and social integration variable indicators.
Based on the analysis results and discussion the conclusion obtained included :
1. There is housing environment influence on the social integration.
2. There is significant association between housing environment and community perception.
3. Physical and social condition changes as housing environment variables influenced community perception. The magnitude of influence of the size of the house factor towards the community perception is 53.44% or three times larger than the in fluence of the location of the house factor (17.22%) or twice as large as the influence of housing inmates activity factor change (26.21%)."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Ratna Panji Putri
"Setiap manusia memiliki teritori pribadinya masing-masing yang merupakan batasan dalam berhubungan dengan orang di luar dirinya. Di lain pihak, manusia merupakan makhluk sosial. Hal tersebut membuat manusia tidak dapat hidup sendiri dan akan berinteraksi sosial dengan manusia lainnya. Saat terbentuk sebuah kelompok dari interaksi yang terjadi antar manusia tersebut, maka mereka akan membentuk sebuah teritori yang menjadi batasan yang kasat mata bagi orang asing di luar kelompok mereka. Orang yang tergabung dalam suatu teritori kelompok akan merasakan ikatan emosi yang kuat dengan teritori tersebut dan akan berusaha untuk melindungi teritori kelompoknya dari serangan pihak luar. Intervensi teritori hampir dapat dikatakan tidak mungkin terhindarkan. Namun, setiap orang memiliki cara masing-masing dalam menangani intervensi tersebut. Reaksi yang dikeluarkan oleh orang dewasa berbeda dengan reaksi anak kecil yang cenderung masih labil dan reaktif. Intervensi teritori pada wilayah anakanak mungkin dapat menyebabkan perselisihan yang besar.

Every human has their own territory which is a limitation in dealing with people outside of themself. On the other hand, humans are social beings. It makes a human can not live alone and will interact socially with other human beings. When forming a group of interactions that occur between people, they will form a territory that became visible limits to foreigners outside their group. People who are members of a group territory will feel a strong emotional bond with the territory and will seek to protect the territory from intervention outside their group. We can always say that interventions of territory will appear. However, everyone has their own way in dealing with these interventions. Reaction from adults are different from young children who tend to be still unstable and reactive. Because of that, intervention in the area of children`s territories may cause great strife."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1730
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sandra Yossi
"ABSTRAK
Semakin meningkatnya jumlah industri dan transportasi di Kotamadya Jakarta
Timur menyebabkan tingginya risiko pencemaran udara akibat limbah SO2 dan
TSP yang dihasilkan dan berdampak terhadap kesehatan terutama gangguan
saluran pernapasan. Pencemaran udara dan kejadian ISPA di Kotamadya Jakarta
Timur dipengaruhi oleh lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban, dan curah
hujan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan SO2, TSP, dan
lingkungan fisik terhadap kejadian ISPA serta hubungan lingkungan fisik
terhadap konsentrasi SO2 dan TSP pada penduduk Kotamadya Jakarta Timur.
Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi menurut waktu dan dianalisis
menggunakan uji korelasi. Hasil penelitian dengan α=10% dan 5% menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsentrasi SO2 (p=0,005), TSP
(p=0,013), kelembaban minimum (p=0,059), dan curah hujan (p=0,057) dengan
kejadian ISPA. Hasil lain menunjukkan konsentrasi SO2 memiliki hubungan yang
signifikan dengan suhu (p=0,036), kelembaban maksimum (p=0,026), curah hujan
(p=0,025) dan juga TSP menunjukkan hubungan yang signifikan dengan suhu
(p=0,039) dan kelembaban maksimum (p=0,093). Kesimpulan dari penelitian ini
adalah konsentrasi SO2, TSP, dan lingkungan fisik mempengaruhi kejadian ISPA.

ABSTRACT
The increasing number of industrial and transportation in the East Jakarta district
resulted in increased risk or air pollution caused by waste produced SO2 and TSP.
This air pollution impacts on health, especially respiratory disorders. Air pollution
and ARI occurrence in the East Jakarta municipality is influenced by the physical
environment such as temperature, humidity, and rainfall. The purpose of this
study is to indicate the correlation of SO2, TSP, and physical environment on the
incidence of ARI and the relationship of physical environment on the
concentration of SO2 and TSP in the East Jakarta. This study uses ecological study
design according to time and analyzed using a correlation test. The results using
α=10% and 5% showed significant related between the concentration of SO2
(p=0,005), TSP (p=0,013), minimum humidity (p=0,059), and rainfall (p=0,057)
with ARI disease. Other results showed the concentrations of SO2 had significant
related to the temperature (p=0,036), maximum humidity (p=0,026), rainfall
(p=0,025), and the concentration of TSP had significant related to the temperature
(p=0,039) and maximum humidity (p=0,093). The conclusion of this research is
the concentrations of SO2, TSP, and physical environment affect the ARI disease."
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zony Oktoriza
"Penelitian ini menguji pengaruh beberapa faktor psikologi dan kebudayaan untuk perilaku konsumsi produk ramah lingkungan pada konsumen di Jakarta. Konsep model telah diusulkan oleh penelitian sebelumnya dan menjadi acuan untuk melakukan verifikasi secara empiris. Dan hasil penelitian akan diperoleh alasan yang mendukung kebenaran model yang diajukan. Hasil survei dianalisis dan diuji secara statistik dengan menggunakan analisis faktor dan regresi untuk mengkonfirmasikan pengaruh subyek orientasi manusia dengan alam, tingkat kebersamaan, ecology affect, dan pengetahuan ekologi dalam sikapnya terhadap pembelian ramah lingkungan. Karena sikap terhadap pembelian produk ramah lingkungan, akan mempengaruhi perilaku pembelian produk ramah lingkungan via perantara intensi produk ramah lingkungan. Temuan hasil penelitian menyediakan pengertian yang baik tentang perilaku dan anteseden konsumsi dan pembelian produk ramah lingkungan yang signifikan. Tesis ini juga mengungkapkan dari temuan bagaimana para pemasar dan pihak yang berwenang untuk melaksanakan program pemasaran yang berwawasan lingkungan yang mengenai sasaran.

This thesis to examine the influence of various cultural and physiological factors on green purchase consumer?s behavior in Jakarta. This model has been proposed and subjected before and become reference to empirical verification. The investigation result obtained and reach reason to support the model. Survey data analysis using factor analysis and regression analysis with subject man nature orientation, collectivism, ecology affect and eralogy knowledge. Because attitude to green product will influence to behavior green product purchases via mediator intention. Result of thesis give explanation about consumer behavior and significant antecedent of green product consumption. This thesis gives how present finding may help green marketer and government to fine-tune their green marketing program in the right target market."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nindya Ayu NB
"Karyawan merupakan aset bagi suatu perusahaan, maka mereka harus sehat. Tidak hanya fisik namun juga mental dan sosial, sehingga dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengctahui hubungan antara stres kerja dengan gangguan mental emosional.
Metode :
Penelitian ini menggunakan disain kros-seksional terhadap 189 subjek penelitian yang terdiri dari karyawan administrasi dan karyawan lapangan. Data yang dikumpulkan meliputi data umum sosiodemografi, pengukuran stres kerja dengan menggunakan kuesioner Survai Diagnostik Stres, penilaian gangguan mental emosional dipergunakan kuesioner Symptom Check List 90 (SCL-90), dan penilaian stres yang ada pada kehidupan seseorang menggunakan kuesioner Skala Holmes Rahe.
Hasil :
Karyawan yang diduga mengalami gangguan mental emosional, ditemukan sebesar 49,2%. Prevalensi karyawan administrasi lebih rendah dari karyawan lapangan (47,4% : 51,1%). Gejala gangguan mental emosional yang paling banyak adalah psikotisme (48,38%) dan somatisasi (46,24%).
Karyawan administrasi mengalami stres kerja Iebih besar dibandingkan dengan karyawan lapangan. Karyawan dengan stres sedang mempunyai risiko 3,51 - 7,52 kali lebih besar, dan stres tinggi mempunyai risiko 5,69 - 97,50 kali lebih besar untuk mengalami gangguan mental emosional dibanding dengan stres rendah.
Semua stresor kerja mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan mental emosional namun yang paling dominan adalah stresor pengembangan karier. Untuk faktor karakteristik tidak mempunyai hubungan bermakna dengan gangguan mental emosional namun faktor umur, pendidikan dan jenis pekerjaan, mempunyai hubungan bermakna dengan stres kerja, dan yang mempunyai hubungan bermakna paling dominan dengan stres, kerja adalah pendidikan.
Kesimpulan :
Stresor kerja berpengaruh terhadap timbulnya gangguan mental emosional. Beberapa faktor karakteristik (umur, pendidikan, jenis pekerjaan) berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja namun tidak sampai menimbulkan gangguan mental emosional.

Analysis of the influence of work stressor to mental emotional disorders among the agency and terminal company PT "S" Jakarta, 2001.Background and objective :
As an asset to a company, employees must stay healthy. Not only physically but also mentally and socially, to be productive in term of social and economical aspects. The aim of this research is to study the relationship of work stress and mental emotional disorders.
This study was using cross sectional design with a sample of 189 subjects. The data collected were data of socio-demography, measurement of work stress using "Survai Diagnoslik Srres" questionnaire, measurement of mental emotional disorders using Symptom Check List 90 (SCL-90) questionnaire, measurement of stress to the life of a person using Holmes Rohe Scale questionnaire.
The employees who assumption had mental emotional disorders in this population was 49,2%. Administrative employees were less than field employees (47,4%: 51,1%). The dominant symptoms of mental emotional disorders were psycotism (48,38%) and soniatisation (46,24%).
The administration employees had more work stressed than fields employees. Employees with moderate stress have a risk 3,51 -- 7,52 times more and high stress have a risk 5,69 - 97,50 times more for mental emotional disorder than those having low stress.
All the work stressor had significant relationship to mental emotional disorders but the most was career development. Characteristic factor has no significant relationship with mental emotional disorders. On the other side age, education and type of work were significant with work stress and the most was education.
Conclusion :
Work stressor influenced the occurrence of mental emotional disorders. Some characteristic factors (age, education, type of work) would be able to influence the occurrence of work stress, but they did not create mental emotional disorders."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Sofia Yanti
"Tabel Input Output disusun dengan tujuan untuk menyajikan gambaran tentang hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antar satuan kegiatan (sektor) produksi dalam perekonomian secara menyeluruh, sehingga model input output merupakan alat analisis yang lengkap dan komprehensif. Kegunaan tabel input output, antara lain adalah analisis tentang struktur perekonomian nasional/regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah (PDB) masing-masing sektor. Untuk keperluan perencanaan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang bersifat menyeluruh baik skala nasional maupun skala yang lebih kecil (tingkat kabupaten/kota), model pendekatan perencanaan pembangunan wilayah dapat menggunakan model analisis input-output. Dilakukan analisis struktur perekonomian Kota Bandung menggunakan Indeks Le Masni, dengan membandingkan koefisien teknologi tahun 2003 dan 2008, dimana hampir 50% mengalami perubahan. Sektor perdagangan mengalami pertumbuhan yang sangat mencolok dibanding sektor-sektor lainnya, diikuti oleh jasa angkutan jalan dan jasa angkutan udara, maka prioritas pembangunan dan investasi Kota Bandung harus diarahkan pada sektor-sektor tersebut, karena ketiga sektor tersebut dapat menjadi daya dorong dan daya tarik yang kuat bagi pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Sektor yang mengalami penurunan tertinggi adalah Industri Kimia Dan Barang-Barang Dari Kimia, diikuti oleh Industri Pengilangan Minyak Bumi dan Industri Tekstil Kecuali Untuk Pakaian Jadi."
Bandung: Unisba Pusat Penerbitan Universitas (P2U-LPPM), 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tun Susdiyanti
"Penelitian ini bertujuan menganalisis pengembangan program Corporate Social Responsibility (CSR) berdasarkan observasi dilapangan dan merekomendasikan strategi yang tepat dalam mengimplementasikan CSR di Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Cianjur Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Metode kerja dalam penelitian ini meliputi tahap evaluasi menggunakan kerangka konseptual dengan analisis deskriptif serta rekomendasi teknis dan tahap penyusunan rekomendasi strategi menggunakan analisis SWOT.
Hasil analisis SWOT, program CSR di PTN Cianjur adalah agressive (poin 2,22;1,75) merupakan posisi yang strategis. Usulan strategi pengembangan yang dapat diterapkan yaitu meningkatkan pemahaman masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat usia produktif, optimalisasi penggunaan dana, dan meningkatkan kinerja penyuluh, Polhut, PEH dan operator dalam pelaksanaan kegiatan CSR."
Bandung: Unisba Pusat Penerbitan Universitas (P2U-LPPM), 2017
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Ernaila
"Penelitian bertujuan untuk menganalisis preferensi dan karakteristik pekerja berdasarkan pilihan tempat kerja seperti rumah, co-working space, dan non co-working space serta menghitung besarnya rebound effect Kota Bekasi saat diberlakukannya skema Work From Anywhere (WFA). Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis karakteristik pekerja dan rebound effect dari pengembangan model. Data primer yang digunakan untuk analisis diperoleh dari penyebaran kuesioner dan wawancara tatap muka secara online dan offline kepada pekerja kantor Jakarta yang berdomisili di Kota Bekasi. Pertanyaan kuesioner terdiri dari bagian karakteristik responden dan dua bagian pertanyaan stated preference yang digunakan untuk dua penelitian berbeda. Penelitian ini melanjutkan hasil statistik deskriptif dari bagian pertama pertanyaan stated preference dan kemudian dikembangkan model untuk analisis rebound effect. Model yang dikembangkan adalah logit biner yang mensyaratkan dibangunnya fungsi utilitas pada setiap kelompok data. Sebelum ditetapkan sebagai model yang dapat mewakili kelompok data, seluruh model yang terbentuk diuji kelayakannya dengan uji Omnibus, Hosmer and Lemenshow’s Goodness of Fit, dan -2 Log Likelihood. Model yang terbukti kelayakannya diuji validitas dengan metode Root Mean Square Error (RMSE) dan model dengan RMSE terkecil ditetapkan sebagai model terbaik. Hasil dari pengembangan model menunjukkan bahwa sebanyak 55% sampel yang keluar rumah dari pertanyaan bagian pertama stated preference memilih co-working space pada 5-10 hari WFA yang mereka miliki sebagai tempat kerja alternatif . Selain itu, disimpulkan bahwa terjadi kenaikan preferensi ke luar rumah sebesar 8% jika ada pilihan tempat kerja alternatif yang lebih konkret.

The study aims to analyze worker preferences and characteristics based on workplace choices such as home, co-working space, and non-co-working space and to calculate the potential rebound effect emerging in Bekasi City when the Work From Anywhere (WFA) scheme is implemented. The analysis consists of worker characteristics analysis and rebound effect from model development. The primary data used for the analysis were obtained from distributing questionnaires and face-to-face online and offline interviews to Jakarta office workers domiciled in Bekasi City. The questionnaire questions consist of a respondent characteristics section and two stated preference section used for two different studies. This study continues the descriptive statistical results from the first part of the stated preference questions and then develops a model for rebound effect analysis. The model developed is a binary logit that requires the construction of an utility function on each data group. Before being determined as a model that can represent the data group, all models formed are tested for feasibility with the Omnibus test, Hosmer and Lemenshow's Goodness of Fit, and -2 Log Likelihood. Models that are proven to be feasible are tested for validity using the Root Mean Square Error (RMSE) method and model with the smallest RMSE is determined as the best model. The results of the model development show that as many as 55% of the samples who left the house from the first part of the stated preference question chose co-working space on their 5-10 days of WFA as an alternative workplace. In addition, it was concluded that there was an increase in preference to leaving the house by 8% if there was a more concrete choice of alternative workplace."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>