Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167775 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ngusman Abdul Manaf
"ABSTRACT
The focus of this sociolinguistic study is the relationship between social economic status (socionomic status) and the linguistic code, especially the sentence complexity. The purposes of the study are (1) to measure sentence patterns' among groups of speaker socionomic lower-low, upper-low, lower-middle, and upper-middle; (2) to measure the index of sentence complexity based of the average sentence length (ASL), the index of sentence complexity based on average block length (ABL), and the index of sentence based of the average clause depth (ACD) of four socionomic status groups; (3) to measure the variety of sentence complexity among four socionomic status groups; (4) to measure the effect of socionomic status on the sentence complexity; (5) to measure the contributions of each subvariable of socionomic status to the sentence complexity, and; (6) to measure the close relationship between socionomic status and sentence complexity.
This study used two approaches, namely lingustic and sociological approaches. The relationship between socionomic status and sentence complexity was analyzed in terms deficit theory. The subjects of this study were the native speakers of the Minangkabau language in Municipality of Padang. The data were sentences spoken by informants and individual reports about the social, economic, and cultural conditions of the informants. The data were collected by using recording and questionnaire. The data in the form of sentence were analyzed by using the technique of sentence patterns measurement and sentence complexity according to Cook (1979). Data that were collected by using questionnaire were analyzed by using Hollingshead and Redlich's (1958) and Labov's techniques (1966) to measure the socionomic status of the speakers. Sentence complexity variation among the four socionomic status groups was measured by using one-way variant analysis. The effect of socionomic to the sentence complexity and the contributions of each socionomic's subvariables to sentence complexity were measured by using double regresion analysis technique.
The findings of this study include the following.
There is no significant different between sentence patterns and the index of sentence complexity of oral Minangkabau language spoken by lower-low, upper-low, lower-middle, and upper-middle socionomic status speaker. The sentence patterns and sentence complexity do not indicate the socionomic status of its speakers. There is no difference of linguistic codes in sentence complexity among the four socionomic status groups.
There is no significant effect between socionomic and ASL. On other side, socionomic status gives significant effect to ABL and ACD. All socionomic's subvariables (Job, education, and income) do not give significant contribution to ASL. Among the three subvariables of socionomic, it is only the income that gives significant contribution to ABL and ACD. Although the effect of socionomic to ASL is minimal, it indicates positive correlation between the socionomic status and ASL, ABL, and ACD.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Husna Jaya
"Skripsi ini mencoba menjelaskan mengenai variasi fonologis dan leksikal bahasa Minangkabau di Kota Padang melalui kajian dialektologi. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan metode pupuan lapangan, yaitu dengan mendatangi informan dan merekamnya. Selain itu, dalam pengolahan data, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melalukan penghitungan dialektometri, sedangkan metode kualitatif digunakan untuk menjelaskan peta dan temuan-temuan yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan di Kota Padang dengan 22 titik pengamatan yang dipilih sebanyak dua kelurahan di tiap-tiap kecamatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya ada satu bahasa di Kota Padang dengan satu titik pengamatan yang mempunyai kekhasan secara fonologis.

This thesis tries to explain the phonological and lexical variations of the Minangkabau language in Padang City through the study of dialectology. This research is a field research using field pupil method, that is by going to the informant and recording it. In addition, in data processing, this research uses quantitative and qualitative methods. Quantitative methods are used to pass dialectometric calculations, while qualitative methods are used to explain the maps and findings obtained. This research was conducted in Padang City with 22 points of observation selected by two sub districts in each sub district. The results of this study indicate that there is only one language in Padang City with a single point of observation that has a phonological uniqueness."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S68943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reniwati
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Hartono
"Kajian tentang bagaimana mengukur kompleksitas pertuturan (stylistic complexity) seseorang berdasarkan analisis linguistik merupakan salah satu kajian yang dipandang kompleks dalam analisis linguistik. Kajian ini secara linguistik sangat penting untuk dilakukan. Melalui kajian ini diharapkan dapat menemukan ukuran yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan tingkat kesulitan pemahaman suatu pertuturan.
Penelitian ini ingin menjawab masalah (1) bagaimanakah pola kalimat berdasarkan konstituen klausa dan proporsi kemunculannya di dalam wacana anak usia fase operasional konkret berusia 7-12 tahun? (2) bagaimanakah kompleksitas kalimat wacana anak usia tersebut? (3) apakah kompleksitas kalimat wacana anak usia tersebut berbeda secara bertahap dalam setiap tahun? (4) apakah kompleksitas kalimat wacana anak usia tersebut menunjukkan peningkatan yang berarti dalam setiap peningkatan tahun usia? Untuk itu, dilakukan (1) deskripsi pola kalimat wacana anak fase operasional konkret berusia anak usia 7-12 tahun, (2) deskripsi sebaran tingkat kompleksitas kalimat wacana anak itu berdasarkan rata-rata panjang kalimat, rata-rata panjang blok informasi, dan rata-rata kedalaman klausa sematan, (3) pengukuran variasi kompleksitas kalimat wacana anak usia itu, dan (4) pengukuran peningkatan kompleksitas kalimat wacana anak usia itu.
Untuk mencapai tujuan itu direkamlah tuturan lisan Bahasa Indonesia anak fase operasional konkret berusia 7-12 tahun, yang didapat dari pengamatan alamiah maupun dengan pemancingan tuturan. Korpus data wacana penelitian ini berupa transkripsi 48 tuturan lisan-yang terdiri atas 1053 kalimat-terbagi dalam 6 tingkatan usia. Tiap-tiap tingkatan usia terwakili 8 wacana. Dari 8 wacana setiap tingkatan usia ditemukan 249 kalimat untuk tingkat usia 7 tahun, 169 kalimat tingkat usia 8 tahun, 194 kalimat tingkat usia 9 tahun, 156 kalimat tingkat usia 10, 147 kalimat tingkat usia 11, dan 138 kalimat tingkat usia 12 tahun.
Berdasarkan hasil analisis data, di dalam wacana anak fase operasional konkret berusia 7-12 tahun ditemukan 34 pola kalimat. Pola kalimat yang paling banyak muncul adalah pola A, diikuti pola A+A, AB, dan BA, sedangkan pola yang lain hanyalah pola variasi. Pada wacana anak usia 7 tahun, ditemukan 9 pola kalimat dan pola yang paling banyak muncul adalah pola A, disusul pola A+A, A+A+A, dan AB. Pada wacana anak usia 8 tahun ditemukan 7 pola kalimat dan poles kalimat yang paling banyak muncul adalah A, disusul pola A+A, AB. Pada wacana anak usia 9 tahun ditemukan 14 pola kalimat dan pola yang paling banyak muncul adalah A, diikuti pola A+A, BA, dan AB. Pada wacana anak usia 10 tahun ditemukan 19 pola kalimat dan pola kalimat yang paling banyak muncul adalah pola. A, diikuti pola A+A, AB, dan BA. Pada wacana anak usia 11 tahun ditemukan 16 pola kalimat dan pola. kalimat yang paling banyak muncul adalah pola BA, diikuti pola A+A, A, dan AB. Pada wacana anak usia 12 tahun ditemukan 23 pola kalimat dan pola kalimat yang paling banyak muncul adalah pola A+A, diikuti pola A, AB, dan BA.
Hasil analisis kompleksitas kalimat wacana anak usia fase operasional konkret berusia 7-12 tahun menunjukkan bahwa kompleksitas kalimat, baik berdasarkan rata-rata panjang kalimat, rata-rata panjang blok informasi, maupun rata kedalaman klausa sematan itu berbeda. Perbedaan tingkat kompleksitas ini menunjukkan perbedaan yang signifikan. Di samping itu, jika usia anak itu bertambah, kompleksitas kalimat wacana pun ikut bertambah. Dengan kata lain, semakin tinggi usia anak, semakin tinggi kompleksitas kalimat wacananya. Peningkatan kompleksitas kalimat itu menunjukkan peningkatan kompleksitas kalimat yang signifikan. Adapun berdasarkan golongan tingkatan kompleksitasnya, kompleksitas kalimat wacana anak usia face operasional konkret berusia 7﷓12 tahun berdasarkan rata-rata panjang kalimat adalah 1,86 tergolong kompleksitas tingkat II atau sedang; berdasarkan rata-rata panjang blok informasi adalah 1,32 tergolong tingkat II atau sedang; dan berdasarkan rata-rata kedalaman klausa sematan adalah 1,24 tergolong tingkat II atau sedang.

The study how to measure stylistic complexity of a person based linguistic analysis is one of the complicated study in linguistic analysis. This study is worth doing linguistically. Through this study, it is expected that standard of measurement for comprehension level of difficulties of style is found out.
The research aims to answering the following problems (1) What sentence patterns, based on clause constituent and the frequency of occurrence in the discourse of concrete operational phase age of children of 7 to 12 years old? (2) How complex is the discourse sentence in those ages? (3) Are the complexities of the discourse sentences for every difference of one year's age? (4) Is there any improvement in the complexities that are significantly seen as their age increasing of their age? For those purposes the following steps are taken (1) Describing discourse sentence patterns concrete operational phase children of 7 - 12 years. (2) Describing the distribution of children discourse sentence complexities based on sentence length, information block length, embedded clause depth averages. (3) Measuring the children discourse sentence complexities, and. (4) Measuring the improvement/increase the complexities of the children sentence discourse.
To achieve the goals the oral style of the children was re corded, by means of natural observation or by probing questions. The corpus of this research discourse consists of transcription of 48 says of oral style--consisting of 1053 sentences--divided into 6 levels based in the age of the children. Each level of ages is represented in 6 discourse. In those levels can be found out the following, 249 sentences in 7 year level, 169 in 8 year level, 194 in 9 year level, 156 sentences in 10 years old level, 147 sentences in 11 years old level, and 138 sentences in 12 years old level.
Based on the data analysis, 34 sentence patterns are found out in the concrete operational phase children discourse of the age 7 - 12 years. The sentence patterns frequency in their order of their frequencies is, A pattern, A+A pattern, AB and BA, and the frequency are patterns of variation. In the children discourse of 7 year old 9 sentence pattern are found, and their order of frequency is A, A+A, AB, and A+A+A. In the children discourse of 8 years 7 sentence patterns, in the order of A, A+A, and AB. Fourteen sentence patterns are for found in the 14 years old children discourse with the order of frequency A, A+A, BA, and BA. From the 10 years old children discourse, 19 sentence patterns are found with their order of frequency, A, A+A, AB, and BA. In the discourse of 11 years old children, 16 patterns are found out with the order of frequency BA, A+A, A and AB. From the discourse of 12 year old children, 23 patterns are found with the order of frequency A+A, A, AB, and BA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985
499.25 FRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2000
499.25 KAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Nahdiah
"Individu bilingual sering mengalihkan dan mencampurkan bahasa ibu dengan bahasa keduanya dalam percakapan dengan sesama grup, ini disebut dengan alih kode. Tidak hanya dalam percakapan saja, seiring dengan berkembangnya teknologi, alih kode tidak hanya terjadi pada percakapan bertatap muka saja, tetapi terjadi pula di media komunikasi baru, sebuah microblog, yang bernama Twitter. Penelitian ini membahas alih kode penutur L2 bahasa Jepang dalam pesan-pesan dan informasi yang ditulis dan dikirimkannya ke Twitter, atau disebut dengan istilah, tweet. Dari segi linguistik, pragmatik, serta sosiopsikologi, alih kode memiliki fungsi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi alih kode, serta alasan atau motivasi orang-orang yang bilingual beralih kode. Penelitian ini menemukan bahwa alih kode penutur L2 bahasa Jepang dalam tweet memiliki fungsi linguistik dan pragmatik, serta fungsi sosiopsikologis, tetapi terdapat pula alih kode yang tidak memiliki fungsi, hanya didorong oleh faktor-faktor seperti kebiasaan dan keefesienan, dsb.

Bilingual individuals are often code switch and mix their mother tongue and the second language in daily conversation within their in-group community. This is called code switching. Along with the technology development, code switching is not only occurred in the face-to-face conversation, but also in the new communication media, a microblog named Twitter. This study discussed the code switching among L2 Japanese speakers in their message or information written and sent from Twitter, or referred to tweet. From linguistic, pragmatic, and sociopsychology perspective, code switching has function.
The objective of this study is to understand the function of code switching and also the the reason or the motivation bilingual speakers code switch. It is found out that, code switching among L2 Japanese speakers in tweet sometimes have linguistic, pragmatic and sociopsychological functions. On the other hands, some code switchings have no function, it is only driven by any factors, such as habit and efficiency, etc.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43017
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lakshmi Arianti
"ABSTRAK
Bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI) berasal dari bahasa Melayu. BI diperkenalkan pada tanggal 23 Ok_tober 1928, pada hari yang kita sebut sebagai Hari Sumpah Pemuda. Pada waktu itu para pemuda berikrar menyatukan Indonesia yang terdiri atas berbagai gugusan pulau, berba_gai suku bangsa dan berbagai bahasa daerah, menjadi satu kesatuan. Mereka kemudian mengangkat bahasa Melayu Riau yang sebelumnya dipakai sebagai Lingua franca di seluruh Nusantara, menjadi bahasa persatuan.
Ketika bangsa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agus_tus 1945, bangsa Indonesia sudah memiliki bahasa persatu_an, bahasa nasional, atau bahasa negara. BI dipakai dalam segala bidang kehidupan, baik pemerintahan, sosial poli_tik, pendidikan, maupun dalam kegiatan sehari-hari seba_gai alat komunikasi antar suku bangsa.
Dalam kemajuan dan perkembangannya bI mengalami ba_nyak perubahan dari bahasa asalnya (bahasa Melayu Riau). Kata-kata yang berasal dari bahasa tersebut sedikit demi sedikit, mengalami perubahan

"
1985
S11167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Purwo Kinanti
"Skripsi ini meneliti ragam bahasa lisan dan kalimat elips dalam tweet akun pribadi berbahasa Jerman. Selain itu, skripsi ini juga meneliti pengetahuan tata bahasa para pengguna Twitter Jerman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ragam bahasa lisan dan kalimat elips dalam tweet akun pribadi berbahasa Jerman serta mengetahui apakah pengguna Twitter Jerman tetap mengetahui tata bahasa yang benar. Data berasal dari seratus tweet berbahasa Jerman dan 52 angket yang telah diisi oleh pengguna Twitter Jerman. Dasar teori yang digunakan adalah teori ragam bahasa lisan dari Schwitalla, teori kalimat elips dari Ludger Hoffmann, dan teori perkembangan bahasa dari Rudi Keller. Hasil analisis menunjukkan bahwa 51 tweet menggunakan ragam bahasa lisan dan/ atau kalimat elips dan 81% responden tetap mengetahui tata bahasa Jerman dengan benar.

This thesis researches variation of oral language and elliptical sentence usage in german-speaking personal account tweet. Also, the thesis researches grammar knowledge possessed by german-speaking twitter users. This study aims to describe the variation of oral language and elliptical sentence in german speaking personal account's tweet and to find out whether the german-speaking twitter user still understand the proper grammar. The data comes from observation of 100 german speaking-tweets and 52 questionnaires which have been answered by german speaking twitter users. Theoritical background used here are theory of variation of oral language by Schwitalla, theory of elliptical sentence by Ludge Hoffmann, and theory of language change by Rudi Keller. Analysis result shows that 51 tweet use oral language and/ or elliptical sentence while 81% of respondents still know how to use proper german-grammar in composing their tweets."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud, 1981
499.222 KAT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>