Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2730 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hartono
"Sebagai surfaktan, lesitin banyak digunakan di dalam berbagai industri sebagai senyawa pembentuk sistem emulsi. Pada tahun 1981 konsumsi lesitin dunia mencapai 100.000 ton, 30.000 ton diantaranya dalam bentuk telah dimodifikasi. Selain banyaknya jumlah kebutuhan, variasi pemakaian lesitin juga sangat beragam. Keadan ini mendorong upaya modifikasi karakter lesitin dari sifat awalnya. Dasar utama modifikasi lesitin adalah merubah komposisi senyawa-senyawa penyusun. Dan berbagai literatur dan laporan hasil penelitian terdahulu, modifikasi lesitin menggunakan enzim dapat dilakukan akan tetapi melibatkan jumlah dan konsentrasi lesitin sangat sedikit.
Ternyata bahwa reaksi hidrolisis lesitin menggunakan enzim fosfolipase D dapat berlangsung pada jumlah dan konsentrasi lesitin 7,5 kali lebih banyak. Reaksi hidrolisis mencapai konversi optimum pada konsentrasi awal lesitin 600 mg dalam 8 ml pelarut dietileter. Sedangkan waktu aktiv optimum enzim fosfolipase D berlangsung hingga 180 menit. Lesitin awal mengandung 64,1 % senyawa fosfatidilkolin (PC) dan 26,3 % fosfatidiletanolamin (PE) serta 9,6 % berupa lima senyawa lain. PC dan PE sebagai dua senyawa utama penyususn lesitin temyata dapat dihidrolisis oleh enzim fosfolipase D.
Secara umum kecepatan hidrolisis PE lebih besar dari PC. Dan jumlah kandungan tersebut menunjukkan [PC]/[PE] lesitin awal 2,4 mampu menurunkan tegangan permukaan air dad 71,6 dyne/cm menjadi 65,1 dyne/cm pada konsentrasi 2,0 g/f. Sedang kemampuannya mengemulsikan asam lemak C8/C10 dalam air pada perbandingan volume air : asam lemak 15 : 1 sebanyak 29,9 % volume asam lemak yang digunakan. Hasil modifikasi dengan variasi konsentrasi awal lesitin maupun waktu reaksi menghasilkan nilai [PC]/[PE] bervariasi. Kemampuan sampel basil modifikasi menurunkan tegangan permukaan air, menunjukkan pads nilai [PC]/[PE] sekitar 2,2 hingga 2,6 lebih rendah dad awalnya. Untuk nilai [PC]I[PE] diluar daerah tersebut menunjukkan kemampuan sebaliknya_ Sedang kemampuan sampel mengemulsikan asam lemak dalam air, pada nilai [PC]/[PE] di bawah 2,4 meningkat dari awalnya hingga lebih dari 50 % volume asam lemak yang diemulsikan. Pada nilai [PC]/[PE] lebih dari 2,4 kemampuan sampel mengemulsikan asam lemak ke dalam air lebih besar dari awalnya akan tetapi kurang dari 50 % volume asam lemak yang digunakan.
Hasil pengukuran kedua aktivitas permukan pada berbagai sampel dapat disimpulkan bahwa modifikasi komposisi [PC]/[PE] mampu meningkatkan aktivitas permukaan lesitin. Lebih jauh dapat disimpulkan bahwa kemampuan PC membentuk sistem emulsi minyak dalam air (O/W) lebih besar dibandingkan PC."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T2433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Komar Sutriah
"Telah dilakukan pengukuran tegangan permukaan , stabilitas emulsi , dan aktivitas emulsi terhadap lesitin termodifikasi hasil hidrolisis enzimatik menggunakan fosfolipase A2 .
Dispersi 0,05 %(blv) lesitin termodifikasi dalam air teryata mampu menurunkan tegangan permukaan sekitar 50 % dibanding lesitin awal, menjadi 30 dyne/cm. Sedangkan dispersi 0,013 %(blv) lesitin termodifikasi setelah mengalami pemisahan asam lemak bebasnya mampu menurunkan tegangan permukaan sekitar 25 % , menjadi 50 dyne/cm.
Stabilitas emulsi (01W) dan aktivitas emulsi lesitin termodifikasi ternyata lebih rendah dibanding lesitin awal. Dispersi 0,05 %(blv) lesitin termodifikasi mengalami penurunan stabilitas emulsi 45 %, sedangkan dispersi 0,013 % lesitin termodifikasi yang telah mengalami pemisahan asam lemak bebasnya turun 38 %. Lesitin termodifikasi ternyata meningkatkan stabilitas emulsi (W/0). Uji terhadap 0,12 %(b/v) dispersi lesitin termodifikasi ternyata meningkatkan stabilitas emulsi (W/0) sebesar 12 %.
Penurunan tegangan permukaan lesitin termodifikasi disebabkan adanya perubahan struktur molekul dan komposisi individual fosfolipid yang ada didalarnnya, sehingga menjadikannya lebih mudah mengadsorpsikan din ke permukaan . Diduga adanya sinergestik antara lisofosfolipid dengan asam lemak bebas dalam menurunkan tegangan permukaan melalui solubilisasi.
Penurunan stabilitas emulsi (OIW) dan aktivitas emulsi lesitin termodifikasi disebabkan adanya peningkatan karakter hidrofilik dari lisofosfolipid hasil hidrolisis, sehingga diduga meningkatkan HLB-nya. Komponen individual surfaktan yang diduga paling berperan dalam meningkatkan stabilitas emulsi (W/O) lesitin termodifikasi adalah asam lemak bebas dan lisofosfatidiietanolamin.
Uji statistika menunjukkan adanya beda nyata antara tegangan permukaan dan stabilitas emulsi lesitin termodifikasi dibanding kontrol, tetapi tidak ada beda nyata antar taraf perlakuan pada dua kondisi percobaan yang dilakukan. Variasi konsentrasi lesitin dan variasi waktu reaksi ternyata tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tegangan permukaan , stabilitas emulsi dan aktifitas emulsi antar lesitin termodifikasi.

We examined surface tension, emulsion stability, and emulsion activity shown by aqueous dispersion of lecithin product hydrolyzed with phospholipase A2. The result showed significant decreasing of surface tension and it can be compared to Aerosol-DT, which is the most effective commercial wetting agent. On the other hand, lecithin hydrolyzed decreased on the stability and the activity of oil in water emulsion (01W), vice versa it enhanced the stability of water in oilemulsion (W/O).
Improvement on surface properties of the hydrolyzed lecithin caused by structure of lysolecithin molecule which preferred to adsorb at surface. While, improvement on hydrophylic character of lysophospholipid also reduced properties of oil in water emulsion . It is suggested that synergetic effect occurs between free fatty acids with lysophosphatydylethanolamine in hydrolyzed lecithin which are predominantly enhanced the stability of water in oil emulsion .
No significant result was observed by various concentration and time reaction applied on the experiment upon surface and emulsion properties of lecithin hydrolyzed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hidayah
"Produk emulsifier lesitin merupakan agen penstabil yang baik digunakan untuk industri makanan, farmasi dan kosmetik. Dalam industri makanan, sebagain besar egen pengemulsi yang digunakan merupakan tipe emulsi minyak dalam air. Dalam penelitian ini, lesitin yang telah diekstrak dari kuning telur, dimodifikasi melalui reaksi hidrolisis enzimatik menggunakan enzim papain. Modifikasi ini akan merubah struktur molekulnya yang menjadikan lesitin lebih stabil dalam tipe emulsi minyak dalam air O/W.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi reaksi hidrolisis yang optimum, meliputi waktu reaksi dan jumlah enzim papain yang digunakan. Penentuan hasil lesitin termodifikasi dilakukan dengan beberapa pengujian seperti uji stabilitas, bilangan saponifikasi, bilangan asam, tegangan permukaan dan zeta potensial.
Dari hasil uji yang telah dilakukan, diperoleh yield lesitin tertinggi sebesar 10,42 melalui ekstraksi menggunakan pelerut etanol absolut. Stabilitas emulsi untuk jenis O/W dicapai pada lesitin dengan waktu reaksi selama 40 menit yang mampu stabil hingga 43 jam dan lesitin dengan pemakaian enzim papain sebanyak 4 yang stabil hingga 31 jam. Tegangan permukaan terendah dicapai pada lesitin hasil hidrolisis selama 40 menit dengan nilai sebesar 48,52 dyne/cm serta lesitin hasil hidrolisis dengan 2 enzim papain dengan nilai tegangan permukaan sebesar 48,68 dyne/cm. Nilai zeta potensial dari lesitin hasil hidrolisis selama 40 menit memiliki nilai 99,2 mV dan pada lesitin hasil hidrolisis dengan 2 enzim papain memiliki nilai 94,8 mV. Hasil tersebut diperoleh sebagai akibat dari putusnya rantai asam lemak tunggal pada struktur senyawa lesitin yang dapat ditunjukkan dengan instrumentasi FTIR.

The lecithin emulsifier product is a good stabilizer agent used for food, pharmaceutical and cosmetic industries. In the food industry, most of the emulsifying emulsifier used is a type of oil in water emulsion. In this study, lecithin extracted from egg yolk was modified by enzymatic hydrolysis reaction using papain enzyme. This modification will change the molecular structure which makes lecithin more stable in the type of oil in water emulsion O W.
This study was conducted to determine the optimum hydrolysis reaction conditions, including reaction time and amount of papain enzyme used. Determination of modified lecithin yield was performed by several tests such as stability test, saponification number, acid number, surface tension and potential zeta.
From the results of tests that have been done, obtained the highest lecithin yield of 10,42 through extraction using absolute ethanol solvent. Emulsion stability for the O W type was achieved in 40 minute hydrolyzed lecithin which stable up to 43 hours and hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme with stable up to 31 hours. The lowest surface tension was achieved in 40 minute hydrolyzed lecithin with value of 48,52 dyne cm and hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme with surface tension value 48,68 dyne cm. The potential zeta value of 40 minute hydrolyzed lecithin has a value of 99.2 mV and on hydrolyzed lecithin using 4 papain enzyme has a value of 94,8 mV. The results are obtained as a result of the breaking of a single fatty acid chain from the structure of lecithin which can be demonstrated by FTIR instrumentation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jayatin
"ABSTRAK
Pati adalah polimer alam yang memiliki sifat sebagai termoplastik. Kekurangan dari pati sebagai bahan plastik yaitu getas dan menyerap air. Guna meningkatkan sifat pati, dalam penelitian ini dilakukan proses grafting pati dengan methylacrylat, dengan inisiator ceric ammonium nitrat. Proses grafting dalam penelitian ini dilakukan pada konsentrasi inisiator 1x10-3, 3x10-3, 4x 10-3, dan 6x10-3, mol/L. Ekstraksi dan hidrolisa asam dilakukan pada hasil grafting untuk mengetahui prosentase polimethylacrylat homopolimer dan polimethylacrylat yang tergrafting.
Untuk mengukur berat molekul polimethylacrylat yang tergrafting digunakan GPC. Untuk menganalisa kualitas dari hasil grafting maka dilakukan beberapa pengujian antara lain spectra mapping dengan FTIR microspectroscopy, Uji tarik dengan alat uji tarik instron, dan sifat ketahanan terhadap air dengan uji sudut kontak. Proses grafting dilakukan dalam sebuah labu dengan 5 leher. Pati sebanyak 20 gram direaksikan pada temperatur kamar dengan 40 gram methylacrylat dalam 500 ml air dengan dialiri nitrogen dan digunakan ceric ammonium nitrat sebagai inisiator. Hasil grafting setelah dilakukan ekstraksi dan hidrolisa asam menunjukkan bahwa pada konsentrasi ceric ammonium nitrat yang meningkat menghasilkan meningkatnya persentase PMA homopolirner, sedangkan persentase PMA tergrafting, dan berat molekul dari PMA tergrafting menurun. Hasil ini berpengaruh terhadap sifat mekanik produk S-g-PMA, dimana untuk S-g-PMA yang dihasilkan dengan konsentrasi ceric ion 4x 10-3 mol/L memiliki sifat mekanik yang mirip elastomer. S-g-PMA yang dihasilkan pada konsentrasi ceric ion yang lain polimer yang dihasilkan merupakan plastik yang kuat dan ulet. Proses grafting jugs meningkatkan kwalitas pati dalam ketahanannya terhadap air, dari hasil uji sudut kontak menunjukkan bahwa pati setelah grafting pada kontak dengan air tidak mengalami penggelembungan (swelling).
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaharah Ramli
2007
T39858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarjanto
"ABSTRAK
Saat ini minyak bumi masih merupakan sumber energi utama. Sebagai sumber energi yang tidak dapat diperbaharui maka minyak bumi yang dihasilkan semakin berkurang pada masa, yang akan datang. Proses pengurasan minyak bumi dengan cara. cc primer" dan "sekunder" memberikan hasil yang terbatas (± 35%), sedangkan minyak bumi yang tersisa pada reservoar masih cukup banyak *(± 65%). Nlinyak bumi yang tersisa, tedebak di dalam pori-pori batuan reservoar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan. suatu surfaktan untuk menarik beberapa jenis minyak bumi dari pori-pori beberapa jenis batuan reservoar ke dalam. fasa air formasi buatan dengan melihat perubahan sudut kontak yang terjadi dari sistem air fonnasi/minyak bumi/batuan reservoar. Surfaktan yang dipakai mempunyai gugus a-olefin sulfonat. Dengan memvafiasikan konsentrasi surfaktan di dalam air formasi buatan dilihat pengaruh surfaktan terhadap sudut kontak yang terbentuk pada sistem air formasi/minyak bumi/batuan reservoar. Temperatur yang dipakai disesuaikan dengan keadaan reservoar pada umumnya yaltu 50'C dan 60'C. Alat yang digunakan untuk mellhat sudut kontak adalah Goinonieter. Digunakan tiga jenis minyak butni yaltu A, B dan C serta dua jenis batuan reservoar yaltu batuan pasir dan batuan kapur. Sifat fisika darl batuan reservoar yaltu porositas, permeabilitas dan ukuran pori-porinya ditentukan dengan dengan porosimeter, permeameter dan scanning mikroskop elektron. Hasil darl penguk-uran sudut kontak sistern air formasi/minyak bumi/batuan reservoar mernberikan hasil yang baik pada konsentrasi surfak-tan 10 mg/100ml balk pada temperatur 50'C dan 60T. Sudut kontak pada subu 50'C ada'iah 25,50' dan pada suhu 60'C adalah 59,17' untuk minyak burni A dengan batuan. pasir,- minyak bumi A dengan batuan kapur pada suhu 50'C adalah 42,91' dan pada subu 60'C adalah 46,45'; minyak bumi B dengan batuan pasir pada suhu 50T adalah 54,40' dan pada suhu 60T adalah 65,500; minyak bumi B dengan *batuan kapur pada suhu 50'C adalah 40,57' dan pada suhu 60'C adalah 47,71', minyak bumi C dengan batuan. pasir pada suhu SOT adalah 70,44' dan pada suhu 60*C adalah 78,40'; minyak bumi C dengan batuan kapur pada suhu 50T adalah 43,50' dan pada suhu 60'C adalah 49,66'. Surfaktan yang mempunyai gugus cc-olefin sulfonat dapat memberikan peningkatan sudut kontak. Batuan dengan pori-pori yang lebih besar dan. n^nyak burni yang bersifat lebih polar memberikan peningkatan sudut kontak yang lebih besar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Luthfi Mahar
"Polyanilin (PANi) adalah salah satu jenis polimer konduktif yang masih mendapat perhatian besar dan menjadi subjek investigasi intensif sampai saat ini. Dalam studi ini, PANi disintesis melalui metode reaksi polimerisasi oksidatif kimia. Sampel untuk penyelidikan dipersiapkan melalui penggunaan surfaktan dengan tiga variasi yaitu, larutan reaksi tanpa menggunakan surfaktan, dengan menggunakan surfaktan sodium octylsulfate atau SOS (NaC8H17SO4) dan sodium dodecylsulfate atau SDS (NaC12H25SO4) masing-masing dengan konsentrasi 1%. Selama proses polimerisasi, data pH, viskositas, densitas, dan suhu larutan diukur secara berkala. Hasil dari reaksi adalah serbuk PANi basa emeraldin atau PANi-EB yang kemudian didoping dengan HClO4 untuk memperoleh sifat konduktivitas listrik. Semua PANi yang disintesis dievaluasi oleh FTIR, TGA, DSC, PSA dan FPP. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perpanjangan rantai karbon surfaktan tidak berkontribusi banyak terhadap peningkatan nilai konduktivitas listrik. Perpanjangan rantai karbon surfaktan hanya memengaruhi distribusi ukuran partikel. PANi konduktif dengan penambahan 1% SDS memiliki distribusi ukuran partikel dengan ukuran partikel rata-rata ~ 191 nm dan PANi konduktifif dengan penambahan 1% SOS memiliki ukuran partikel rata-rata 291 nm. Kedua nilai ini jauh lebih halus dibandingkan dengan nilai ukuran rata-rata partikel PANi bebas surfaktan (~ 723 nm). Konduktivitas listrik PANi / SOS 1% dan PANi / SDS 1% setelah didoping dengan HClO4 masing-masing adalah 1,16 S/cm dan 1,12 S/cm.

Polyaniline (PANi) is one type of conductive polymers which still receive large attentions and being a subject of intensive investigation up to date. In this study, PANi was synthesized by a chemical oxidative polymerization reaction method. Samples for under investigation were prepared through three fixed variations during polymerization reactions respectively, using no surfactants, with surfactants of sodium octylsulfate SOS (NaC8H17SO4) and sodium dodecylsulfate SDS (NaC12H25SO4) of 1% concentration. During the polymerization process data of pH, viscosity, density and temperature of solutions were collected periodically. The result of the reaction is an emeraldine base PANi or PANi-EB, which was then doped with HClO4 for obtaining the electrical conductivity property. All synthesized PANi were evaluated by FTIR, TGA, DSC, PSA and FPP. The research work of current study concluded that the extension of carbon chain of the surfactant did not contribute much the increase in conductivity values. The extension of the surfactant carbon chain only affected the particle size distribution. Conductictive PANi with the addition of 1% SDS has a particle size distribution with a mean particle size ~ 191 nm and that of 1 % SOS has a mean particle size ~ 291 nm, which are much finer than that of 291 nm of PANi free of surfactant (~ 723 nm). The electrical conductivity of PANi / SOS 1% and PANi / SDS 1% after doped with HClO4 were respectively 1.16 S/cm and 1.12 S/cm."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Aziz
"Plastik merupakan jenis material polimer yang massif digunakan seperti, otomotif, tekstil, kemasan, dan lain-lain. Namun, timbul suatu permasalahan yaitu, penumpukan limbah plastik. Salah satu limbah plastik tersebut adalah kemasan mie instan yang tersusun dari multi lapis polipropilena yang sulit untuk didaur ulang. Di sisi lain, terdapat permasalahan pula pada konstruksi jalan yang dinilai masih buruk di Indonesia. Dengan demikian, terdapat solusi untuk mengatasi kedua persoalan tersebut yaitu, pengaplikasian limbah plastik sebagai pemodifikasi aspal yang mampi meningkatkan kekuatan aspal dengan proses pencampuran. Namun, terdapat perbedaan sifat yang dimiliki oleh plastik dan bitumen sehingga, tidak dapat tercampur dengan baik. Oleh sebab itu, pada penelitian ini, mengajukan upaya meningkatkan kompatibilitas antara limbah plastik dengan bitumen dengan menggunakan surfaktan. Di dalam penelitian ini, surfaktan dicampurkan bersamaan dengan limbah plastik dan bitumen dengan variasi jenis surfaktan yaitu, polyethylene glycol 400 (PEG 400) dan sorbitan monostearate/span 60 (SM) dan variasi konsentrasi yaitu, 0,1 wt.%, 0,3 wt.%, dan 0,5 wt.% dari berat total limbah plastik. Pengujian yang dilakukan berupa pengujian FT-IR (fourier transform infrared) dan mikroskop optik untuk mengetahui hasil pencampuran secara mikro serta pengujian daktilitas, penetrasi, dan titik lembek untuk mengetahui sifat mekanik dari hasil pencampuran. Polyethylene glycol 400 (PEG 400) merupakan surfaktan terbaik dalam meningkatkan kompatibilitas antara limbah plastik dan bitumen dengan konsentrasi 1 wt.% dari berat total limbah plastik.

Plastic is a type of polymer material that is massively used, such as automotive, textiles, packaging, and others. However, a problem arises, namely, the accumulation of plastic waste. One of these plastic wastes is instant noodle packaging which is composed of multi-layer polypropylene which is difficult to recycle. On the other hand, there are also problems with road construction which is considered to be poor in Indonesia. Thus, there is a solution to overcome these two problems, namely, the application of plastic waste as an asphalt modifier which is able to increase the strength of asphalt with the mixing process. However, there are differences in the properties of plastic and bitumen, so they cannot mix properly. Therefore, in this study, proposed efforts to improve the compatibility between plastic waste and bitumen by using surfactants. In this study, surfactants were mixed together with plastic waste and bitumen with various types of surfactants, namely, polyethylene glycol 400 (PEG 400) and sorbitan monostearate/span 60 (SM) and various concentrations, namely, 0.1 wt.%, 0.3 wt.%, and 0.5 wt.% of the total weight of plastic waste. Tests carried out in the form of FT-IR (fourier transform infrared) testing and optical microscopy to determine the results of micro mixing as well as ductility, penetration and softening point tests to determine the mechanical properties of the mixing results. Polyethylene glycol 400 (PEG 400) is the best surfactant in increasing the compatibility between plastic waste and bitumen with a concentration of 1 wt.% of the total weight of plastic waste."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deviani Nabila Ridovi
"Penghantaran obat untuk penyakit retinopati diabetic membutuhkan teknik enkapsulasi mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid yang dimodifikasi dengan surfaktan kationik Didecyldimethylammonium bromide (DDAB) dan Surfaktan Amfoterik Betaine Hydrochloride agar bermuatan positif sehingga terjadi gaya elektrostatis dengan mucus ocular mata yang bermuatan negatif. Pembuatan mikropartikel PLGA menggunakan metode emulsifikasi dan penguapan pelarut.
Berdasarkan hasil uji zeta potensial, dapat disimpulkan, mikropartikel PLGA termodifikasi campuran surfaktan kationik dan surfaktan amfoterik bernilai paling tinggi yaitu sebesar 94.6 mV lalu diikuti oleh mikropartikel PLGA termodifikasi surfaktan kationik Didecyldimethylammonium bromide (DDAB) yaitu sebesar 89.2 mV, dan terakhir mikropartikel PLGA termodifikasi surfaktan amfoterik Betaine Hydrochloride yaitu sebesar 70.6 mV. Sedangkan mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid tanpa surfaktan tidak dapat dihantarkan ke mata karena bermuatan negative yaitu sebesar -4.8 mV dan bersifat tidak stabil sehingga dapat memicu terjadinya agregasi pada partikel.
Berdsarkan hasil uji Morfologi dengan Scanning Electron Microscope , mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid tanpa surfaktan berbentuk bulat dan memiliki ukuran partikel lebih besar dibandingkan dengan yang termodifikasi surfaktan. Sedangkan Morfologi mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid dengan surfaktan kationik dan amfoterik berbentuk bulat dengan kristal yang memanjang di sekeliling partikel.

Drug delivery for diabetic retinopathy disease requires encapsulation technique of microparticles Poly lactic - co - Glycolic Acid that surface modified by cationic surfactants Didecyldimethylammonium bromide ( DDAB ) and Betaine Hydrochloride amphoteric surfactants that are positively charged so that will be electrostatic force with ocular eye that is negativeky charged. microparticles PLGA synthesis use emulsification and solvent evaporation method.
Based on zeta potential test result, PLGA microparticles modified cationic and amphoteric surfactants highest value that is equal to 94.6 mV followed by a cationic surfactant-modified PLGA microparticles Didecyldimethylammonium bromide (DDAB) that is equal to 89.2, and last-modified PLGA microparticles Betaine Hydrochloride amphoteric surfactant that is equal to 70.6 mV. While microparticles Poly lactic-co-glycolic acid without the surfactant can not be delivered to the eye because of the negatively charged in the amount of -4.8 mV and are not stable so the possibility for aggregation of the particles is high.
Based on morphology test by Scanning Electron Microscope, microparticles Poly lacticco-glycolic acid without surfactant has round shape and has a particle size larger than the modified surfactant. While the morphology of microparticles Poly lacticco-glycolic acid with cationic and amphoteric surfactants are round with a crystal that extends around the particles.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>