Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141453 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Komar Sutriah
"Telah dilakukan pengukuran tegangan permukaan , stabilitas emulsi , dan aktivitas emulsi terhadap lesitin termodifikasi hasil hidrolisis enzimatik menggunakan fosfolipase A2 .
Dispersi 0,05 %(blv) lesitin termodifikasi dalam air teryata mampu menurunkan tegangan permukaan sekitar 50 % dibanding lesitin awal, menjadi 30 dyne/cm. Sedangkan dispersi 0,013 %(blv) lesitin termodifikasi setelah mengalami pemisahan asam lemak bebasnya mampu menurunkan tegangan permukaan sekitar 25 % , menjadi 50 dyne/cm.
Stabilitas emulsi (01W) dan aktivitas emulsi lesitin termodifikasi ternyata lebih rendah dibanding lesitin awal. Dispersi 0,05 %(blv) lesitin termodifikasi mengalami penurunan stabilitas emulsi 45 %, sedangkan dispersi 0,013 % lesitin termodifikasi yang telah mengalami pemisahan asam lemak bebasnya turun 38 %. Lesitin termodifikasi ternyata meningkatkan stabilitas emulsi (W/0). Uji terhadap 0,12 %(b/v) dispersi lesitin termodifikasi ternyata meningkatkan stabilitas emulsi (W/0) sebesar 12 %.
Penurunan tegangan permukaan lesitin termodifikasi disebabkan adanya perubahan struktur molekul dan komposisi individual fosfolipid yang ada didalarnnya, sehingga menjadikannya lebih mudah mengadsorpsikan din ke permukaan . Diduga adanya sinergestik antara lisofosfolipid dengan asam lemak bebas dalam menurunkan tegangan permukaan melalui solubilisasi.
Penurunan stabilitas emulsi (OIW) dan aktivitas emulsi lesitin termodifikasi disebabkan adanya peningkatan karakter hidrofilik dari lisofosfolipid hasil hidrolisis, sehingga diduga meningkatkan HLB-nya. Komponen individual surfaktan yang diduga paling berperan dalam meningkatkan stabilitas emulsi (W/O) lesitin termodifikasi adalah asam lemak bebas dan lisofosfatidiietanolamin.
Uji statistika menunjukkan adanya beda nyata antara tegangan permukaan dan stabilitas emulsi lesitin termodifikasi dibanding kontrol, tetapi tidak ada beda nyata antar taraf perlakuan pada dua kondisi percobaan yang dilakukan. Variasi konsentrasi lesitin dan variasi waktu reaksi ternyata tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tegangan permukaan , stabilitas emulsi dan aktifitas emulsi antar lesitin termodifikasi.

We examined surface tension, emulsion stability, and emulsion activity shown by aqueous dispersion of lecithin product hydrolyzed with phospholipase A2. The result showed significant decreasing of surface tension and it can be compared to Aerosol-DT, which is the most effective commercial wetting agent. On the other hand, lecithin hydrolyzed decreased on the stability and the activity of oil in water emulsion (01W), vice versa it enhanced the stability of water in oilemulsion (W/O).
Improvement on surface properties of the hydrolyzed lecithin caused by structure of lysolecithin molecule which preferred to adsorb at surface. While, improvement on hydrophylic character of lysophospholipid also reduced properties of oil in water emulsion . It is suggested that synergetic effect occurs between free fatty acids with lysophosphatydylethanolamine in hydrolyzed lecithin which are predominantly enhanced the stability of water in oil emulsion .
No significant result was observed by various concentration and time reaction applied on the experiment upon surface and emulsion properties of lecithin hydrolyzed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maheswara Prihat Ayodyo
"Campuran madu, dan ekstrak lengkuas merah serta minyak jahe merah banyak manfaatnya, namun campuran ini bersifat tidak stabil karena memiliki sifat kepolaran yang berbeda. Untuk menstabilkannya diperlukan emulsifier, penelitian ini menggunakan emulsifier tween 80 dan lesitin. Campuran tanpa emulsifier yang stabil diperoleh pada penambahan ekstrak jahe merah sebanyak 2 mL dan ekstrak lengkuas merah sebanyak 4 mL dalam 100 mL madu. Sedangkan campuran dengan emulsifier paling stabil didapat pada penambahan tween 80 sebanyak 3 mL dan lesitin sebanyak 2 gram dalam 100 mL. Penambahan emulsifier ke dalam campuran menyebabkan viskositas rata-rata campuran meningkat sebesar 100-700 cPs, tegangan permukaan menurun sebesar 10-20 dynes/cm, diameter partikel mengecil hingga 500-600 nm dan densitas serta pH campuran yang relatif stabil. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa tween 80 merupakan emulsifier yang lebih baik dibanding lesitin untuk campuran madu, ekstrak jahe merah dan lengkuas merah.

A mixture of Honey, Red Galangal Extract and Red Ginger Extract many benefit, however this mixture is not stable because of its differing polarities. Stabilization required an emulsifier, this study used a tween 80 and lecithin emulsifier commonly used in the food industry. Without an emulsifier, the most stable mixture possible is up to 2 ml red ginger extract and up to 4 ml red galangal extract in 100 mL. With emulsifier, the most stable mixture can be obtained by adding up to 3 ml tween 80 and up to 2 ml lecithin in 100 mL. Adding emulsifier to mixture raises the mixture’s viscosity amounted to 100-700 cPs and decreased surface tension amounted to 10-20 dynes/cm, decreased particle diameter to 500-600 nm and relativity stable mixture density and pH. From this study, it can be concluded that tween 80 is a better emulsifier than lecithin for a mixture of honey, red ginger and galangal extracts."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiadi
"Lecithin is needed as a bioemulsifier product in stabilizing agents for the food, pharmaceutical and cosmetic industries due to its renewability and as it is environmentally friendly. In the food industry, most of the emulsifiers used are the oil-in-water (O/W) type. Lecithin can be seen as a promising emulsifier product because it is extracted from egg yolk and modified by enzymatic hydrolysis reaction using the papain enzyme. This modification will change the molecular structure of the compound, which makes lecithin more stable in the oil-in-water type of emulsion. This study aims to determine the optimum amount of papain enzyme used in the hydrolysis reaction to achieve the most stable O/W lecithin emulsion type. The results show that the breaking of a single fatty acid chain from the structure of lecithin can be demonstrated by FTIR instrumentation. The fatty acids detected from the lecithin structure are shown at wavenumber 1699.45 cm-1 (C=O), 1231.44 cm-1 (C-O), 1422.45 cm-1 (C-O-H), 1092.85 cm-1 (C-C), 665.89 cm-1 (CH2), and 3400.57 (-OH in carboxylate). Determination of the modified lecithin yield was made by several tests, namely a stability test, and tests for acid value, surface tension and zeta potential. From the results of tests, the emulsion stability for the O/W type was achieved in modified-lecithin using a 4% papain enzyme dosage, with a stability duration of up to 31 hours. The lowest acid number was achieved in modified-lecithin using a 2% papain enzyme dosage with value of 10.40. The lowest surface tension was obtained in modified-lecithin using a 2% papain enzyme dosage with a surface tension value of 48.68 dyne/cm. The zeta potential of the modified-lecithin using a 2% papain enzyme had a value of -94.8 mV. These results show that the enzymatic hydrolysis of lecithin using a papain enzyme is clearly able to enhance the emulsifier properties of the lecithin produced."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cysilia Kusumawati Hindarto
"ABSTRAK
Formulasi, Karakterisasi, dan Evaluasi in vivo Fitosom Luteolin Dalam penelitian ini, telah dikembangkan fitosom luteolin, suatu sistempenghantaran obat baru. Luteolin dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan,antimikroba, dan antiinflamasi namun memiliki ketersediaan hayati oral yang rendahkarena memiliki kelarutan dalam lipid yang rendah. Tujuan penelitian ini adalahuntuk meningkatkan absorpsi luteolin dalam saluran cerna. Fitosom luteolin dibuatdengan metode hidrasi lapis tipis, kemudian dikarakterisasi menggunakan ParticleSize Analyzer PSA , mikroskop transmisi elektron TEM , dan spektrofotometerFourier Transforms Infrared FTIR . Larutan luteolin dalam metanol dan larutanfosfatidilkolin dalam diklorometan direfluks 4 jam, 60oC , kemudian pelarutdiuapkan menggunakan vacuum evaporator 337 mbar, 40oC untuk membentuklapis tipis yang kemudian dihidrasi dengan air suling. Evaluasi in vivo kemudiandilakukan untuk melihat kadar plasma luteolin pada tikus yang diberi suspensifitosom luteolin per oral dan dibandingkan dengan kadar plasma luteolin pada tikusdalam kelompok kontrol yang diberi suspensi luteolin murni. Hasil karakterisasimenunjukkan partikel fitosom luteolin berbentuk spheric dengan diameter rata-ratapartikel 105,3 nm dan efisiensi penjerapan 91,12 . Spektrum FTIR menunjukkanbahwa pembentukan fitosom terjadi karena adanya interaksi ikatan hidrogen antaraluteolin dengan fosfatidilkolin yang ditandai dengan munculnya puncak baru padabilangan gelombang 1360 cm-1 dan perubahan intensitas pita pada bilangangelombang 1730 cm-1. Hasil evaluasi in vivo menunjukkan peningkatan kadarplasma luteolin AUC = 5426 ?g.menit/mL sebesar 3,54 kali jika dibandingkandengan kelompok kontrol. Formulasi fitosom yang dibuat berhasil meningkatkanabsopsi luteolin sehingga dapat dijadikan sebagai sistem penghantaran yangmenjanjikan untuk obat-obat dengan kelarutan dalam lipid yang rendah. Kata kunci : fitosom, fosfatidilkolin, hidrasi lapis tipis, kadar plasma, luteolinxiv 75 halaman; 16 gambar; 6 tabel; 12 lampiranBibliography : 31 1998-2015.

ABSTRACT
Formulation, Characterization, and in vivo Evaluation of Luteolin Loaded Phytosome In this study, a novel drug delivery system, luteolin loaded phytosome LLP hasbeen developed. Luteolin exhibits antioxidant, antimicrobial, andantiinflammation activities. However, it shows poor oral bioavailability due to itslow lipid solubility. The aim of this study was to improve absorption of luteolin inthe gastro intestinal tract. The LLPs were prepared by thin film hydration methodand characterized using particle size analyzer PSA , transmission electronmicroscopy TEM , and fourier transforms infrared spectroscopy FTIR . Thesolution of luteolin in methanol and phosphatidilcholine solution indichloromethane were refluxed 4h, 60 oC , solvents then removed by vacuumevaporator 337 mbar, 40oC to produce the thin film which was hydrated withdistilled water. In vivo evaluations were then performed to see plasma levels ofluteolin in rats given oral luteolin phytosome suspension and compared with thosein the control group given pure luteolin suspension. Final phytosome wasspherical with average particle size of 105.3 nm and entrapment efficiency of91.12 . FTIR spectra demonstrated that phytosomes were formed, as there washydrogen bonding between luteolin and phosphatidilcholine, marked byappearance of new peak at wave numbers of 1360 cm 1 and changes in bandintensity at 1730 cm 1 wave numbers. In vivo studies showed a 3.54 fold increasein plasma level AUC AUC 5426 g.min mL of luteolin compared with thosein control group. Phytosomes formulation successfully increased the absorption ofluteolin hence it can serve as a promising delivery system for drugs with lowlipids solubility. Keywords luteolin, phosphatidilcholine, phytosome, plasma concentration,thin film hydrationxiv 75 pages 16 pictures 6 tables 12 appendicesBibliography 31 1998 2015 "
2017
T49150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Teuku Heriansyah
"ABSTRAK
Aterosklerosis merupakan inflamasi akibat OxLDL yang berhubungan dengan lipoprotein associated phospholipase A2 LpPLA2 , sehingga menarik mengetahui lebih jauh peran LpPLA2 dalam patogenesis awal aterosklerosis, Penelitian eksperimental ini menggunakan metode post-test with control group secara invivo 50 ekor tikus Sprague Dawley SD yang dikelompokkan dalam kelompok normal, dislipidemia DL , DM tipe 2 DMT2 dan DL serta DMT2 yang diberikan Darapladib DP dengan dosis 30 mg/kg berat badan/hari. Terdiri dari 2 serial waktu perlakuan yaitu 8 dan 16 minggu. Uji statistik menunjukkan kondisi DL, ekspresi protein Lp-PLA2 di jaringan aorta signifikan dengan peningkatan jumlah sel busa. Pada kondisi DMT2, ekspresi relatif mRNA Lp-PLA2 darah signifikan dengan peningkatan jumlah sel busa. Pemberian DP menekan ekspresi Lp-PLA2 dan LisoPC di jaringan aorta tetapi DP tidak menekan ekspresi mRNA Lp-PLA2 jaringan aorta dan darah baik pada kondisi DMT2 maupun DL. DP mampu menekan inflamasi baik di jaringan aorta maupun plasma kondisi DL maupun DMT2. Ekspresi protein Lp-PLA2 jaringan aorta sesuai dengan perubahan kadar LisoPC jaringan aorta. Namun, profil ekspresi mRNA Lp-PLA2 tidak sesuai dengan profil perubahan kadar LisoPC. Protein Lp-PLA2 tidak dapat menggambarkan ekspresi Lp-PLA2 di aorta. Terdapat perbedaan jalur patomekanisme Lp-PLA2 dalam mengaktivasi respons inflamasi diantara kondisi DMT2 dan DL. Keywords : Aterosklerosis, Dislipidemia, DM Tipe 2, LP-PLA2, LisoPC

ABSTRACT
Athrosclerosis in an inflamation caused by OxLDL which has corellation with lipoprotein associated phospholipase A2 LpPLA2 . Then, it is interesting to do a deeper exploration about LpPLA2 rsquo s role in atherosclerosis patogenesis. These experimental reseacrh use an invivo post test with control group in 50 Sprague Dawley rats SD that will be grouped in a normal, dyslipidemia DL , type 2 diabetes DMT2 or DL and DMT2 group with Darapladib DP administration 30 mg kg body weight daily, each group consisted of 2 serials treatment time, which are 8 weeks and 16 weeks treatment groups. Statistics result showed that in DL condition Lp PLA2 protein expression in aortic tissue correlate significantly with the increase of foam cells, while in DMT2 condition mRNA Lp PLA2 blood expression correlate significantly with the increase of foam cells. DP decreases Lp PLA2 protein expression and LysoPC in aortic tissue, but DP failed to decrease blood and aorta tissue mRNA Lp PLA2 expression both in DL and DMT2 condition. DP is able to decrease inflammation marker both in aortic tissue and plasma both in DMT2 and DL condition. The pattern of Lp PLA2 protein expression in aorta is similar to LysoPC level. However, mRNA Lp PLA2 expression pattern is different from lisoPC level pattern. mRNA Lp PLA2 and Lp PLA2 protein expressions in aorta is different from the blood. Therefore, Lp PLA2 expression in blood does not represent the expression of Lp PLA2 in the aorta. There is a different pattern of Lp PLA2 pathomechanism in activating inflammation response between DMT2 and DL conditions. Keywords Atherosclerosis, Dyslipidemia, type 2 DM, LP PLA2, LisoPC"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilani Kumala
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Survai Kesehatan Rumah Tangga 1992, menunjukkan angka kematian penyakit kardiovaskular di Indonesia telah menduduki urutan pertama. Platelet mempunyai peranan dalam terbentuknya aterosklerosis yang merupakan penyebab terjadinya penyakit kardiovaskular. Asupan asam lemak tak jenuh w-3 dalam makanan sehari-hari dapat mempengaruhi fungsi platelet yang meliputi menurunkan agregasi platelet dan pembentukan Tromboksan A2 (TXA2). Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh suplementasi asam lemak tak jenuh w-3 terhadap agregasi platelet dan TXA2 pada orang sehat. Penelitian dilakukan tehadap 11 orang laki-laki sehat, berusia 30-55 tahun dan tidak merokok.
Penelitian dilakukan dalam 3 periode yaitu periode pengamatan, periode suplementasi dan periode setelah suplementasi dengan masing-masing periode 21 hari lamanya. Dalam periode suplementasi, setiap subjek penelitian tiap hari mendapat 6 kapsul w-3 yang setara dengan 6 gram asam lemak tak jenuh w-3 dan mengandung 1080 mg EPA dan 720 mg DHA. Pada setiap awal periode dan pada akhir penelitian dilakukan pemeriksaan agregasi platelet dan TX A2. Pada saat yang lama juga dilakukan analisis asupan makanan.
Hasil dan Kesimpulan : Nilai rata-rata agregasi platelet pada awal periode pengamatan, awal periode suplementasi, hari pertama dan hari ke 22 periode setelah suplementasi berturut-turut adalah 57,10 ± 7,91; 56,62 ± 10,15; 49,97 ± 10,24 dan 61,12 ± 7,8. Hasil uji t berpasangan terhadap agregasi platelet pada awal periode suplementasi dengan awal periode pengamatan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Hasil uji t berpasangan terhadap agregasi platelet pada hari pertama periode setelah suplementasi dengan awal periode suplementasi dan pada hari ke 22 dengan hari pertama periode setelah suplementasi ternyata terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asam lemak tak jenuh w-3 dapat menurunkan agregasi platelet pada orang sehat. Data kadar TXA2 dalam penelitian ini tidak dapat diperoleh dengan lengkap pada ke tiga periode. Hanya tiga data kadar TXA yang lengkap diperoleh dari ke tiga periode tersebut oleh karena itu, tidak dapat dilakukan analisis statistik terhadap kadar TXA2. Dengan demikian pengaruh asam lemak tak jenuh terhadap pembentukan TXA2 dalam penelitian ini belum dapat disimpulkan.

Scope and Method of Study : Household survey 1992, showed mortality rate of cardiovascular disease in Indonesia has become the highest. Platelets have a role in atherosclerosis formation leading to cardiovascular disease. Dietary intake of w-3 polyunsaturated fatty acids can influence platelet function including the decrease of platelet aggregation and thromboxane A2 (TXA2) formation. The purpose of this study is to evaluate the effect of w-3 polyunsaturated fatty acids supplementation on platelet aggregation and TXA2 in healthy men. The subjects were 11 healthy men, 30 - 55 years of age and non smokers.
The study conducted in three periods ; the run in period, the supplementation period and the post supplementation period, which each of lasted 21 days. During the supplementation period, each subject was administered 6 omega-3 capsules which equal 6 grams of w-3 polyunsaturated fatty acids and containing 1080 mg EPA and 720 mg DHA. Platelet aggregation and TXA2 measurement were conducted at the beginning of each period and the end of the study. At the corresponding points of time dietary intake analysis were also carried out.
Findings and Conclusions : The mean value of platelet aggregation at the beginning of the run in period, the beginning of supplementation period, the first and the twenty second day of the post supplementation period were 57,10 ± 7,91; 56,62 ± 10,15; 49,97 ± 10,24 and 61,12 ± 7,82, respectively. T test dependent statistical analysis on platelet aggregation in the beginning of supplementation period against at the beginning of the run in period showed no significant change (p>0,05). T test dependent statistical analysis on platelet. aggregation at the first day of post supplementation period against at the beginning of supplementation period also at the twenty second day against the first day of the post supplementation period showed that there were significant change (p<0,05).
It can be concluded that in healthy men supplementation of w-3 polyunsaturated fatty acids decreased platelet aggregation. Data of TXA2 levels in this study could not be completely obtained from all the three periods. Since only three datas of TXA2 could be obtained completely, no statistical analysis could be made. The effect of supplementation of w-3 polyunsaturated fatty acids on TXA2 formation in this study is still inconclusive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
04/Ast/p
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hartono
"Sebagai surfaktan, lesitin banyak digunakan di dalam berbagai industri sebagai senyawa pembentuk sistem emulsi. Pada tahun 1981 konsumsi lesitin dunia mencapai 100.000 ton, 30.000 ton diantaranya dalam bentuk telah dimodifikasi. Selain banyaknya jumlah kebutuhan, variasi pemakaian lesitin juga sangat beragam. Keadan ini mendorong upaya modifikasi karakter lesitin dari sifat awalnya. Dasar utama modifikasi lesitin adalah merubah komposisi senyawa-senyawa penyusun. Dan berbagai literatur dan laporan hasil penelitian terdahulu, modifikasi lesitin menggunakan enzim dapat dilakukan akan tetapi melibatkan jumlah dan konsentrasi lesitin sangat sedikit.
Ternyata bahwa reaksi hidrolisis lesitin menggunakan enzim fosfolipase D dapat berlangsung pada jumlah dan konsentrasi lesitin 7,5 kali lebih banyak. Reaksi hidrolisis mencapai konversi optimum pada konsentrasi awal lesitin 600 mg dalam 8 ml pelarut dietileter. Sedangkan waktu aktiv optimum enzim fosfolipase D berlangsung hingga 180 menit. Lesitin awal mengandung 64,1 % senyawa fosfatidilkolin (PC) dan 26,3 % fosfatidiletanolamin (PE) serta 9,6 % berupa lima senyawa lain. PC dan PE sebagai dua senyawa utama penyususn lesitin temyata dapat dihidrolisis oleh enzim fosfolipase D.
Secara umum kecepatan hidrolisis PE lebih besar dari PC. Dan jumlah kandungan tersebut menunjukkan [PC]/[PE] lesitin awal 2,4 mampu menurunkan tegangan permukaan air dad 71,6 dyne/cm menjadi 65,1 dyne/cm pada konsentrasi 2,0 g/f. Sedang kemampuannya mengemulsikan asam lemak C8/C10 dalam air pada perbandingan volume air : asam lemak 15 : 1 sebanyak 29,9 % volume asam lemak yang digunakan. Hasil modifikasi dengan variasi konsentrasi awal lesitin maupun waktu reaksi menghasilkan nilai [PC]/[PE] bervariasi. Kemampuan sampel basil modifikasi menurunkan tegangan permukaan air, menunjukkan pads nilai [PC]/[PE] sekitar 2,2 hingga 2,6 lebih rendah dad awalnya. Untuk nilai [PC]I[PE] diluar daerah tersebut menunjukkan kemampuan sebaliknya_ Sedang kemampuan sampel mengemulsikan asam lemak dalam air, pada nilai [PC]/[PE] di bawah 2,4 meningkat dari awalnya hingga lebih dari 50 % volume asam lemak yang diemulsikan. Pada nilai [PC]/[PE] lebih dari 2,4 kemampuan sampel mengemulsikan asam lemak ke dalam air lebih besar dari awalnya akan tetapi kurang dari 50 % volume asam lemak yang digunakan.
Hasil pengukuran kedua aktivitas permukan pada berbagai sampel dapat disimpulkan bahwa modifikasi komposisi [PC]/[PE] mampu meningkatkan aktivitas permukaan lesitin. Lebih jauh dapat disimpulkan bahwa kemampuan PC membentuk sistem emulsi minyak dalam air (O/W) lebih besar dibandingkan PC."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T2433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Krisanta Enda Savitri
"Racun duri Acanthaster planci memiliki beragam aktifitas biologi yaitu aktifitas lethal, aktifitas hemolitik, aktifitas myonecrotic, aktifitas pendarahan, peningkatan aktifitas permeabilitas kapiler, aktifitas edema, aktifitas phospholipase-A2 (PLA2), aktifitas pelepasan histamin dari mast cell dan aktifitas kardio vaskular. Racun duri Acanthaster planci mengandung phospholipase A2 (PLA2), plancitoxin yang homolog dengan deoxyribonuklease II pada mamalia dan plancinin peptida antikoagulan. Berbagai penelitian terdahulu membuktikan bahwa racun yang berasal dari berbagai hewan mengandung senyawa yang potensial dikembangkan sebagai bahan antibiotik dan terapeutik untuk mengobati suatu penyakit. Dengan potensi aktivitas biologi tersebut racun Acanthaster planci dapat berkontribusi di bidang medis yang bisa menjadi masukan bagi pendapatan negara. Efek antimikrobial hasil aktifitas hidrolisis komponen fosfolipid membran sel mikroba oleh enzim PLA2 dapat bermanfaat bagi pengembangan bahan antibiotik. PLA2 yang dimurnikan dari racun ular memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, and Burkholderia pseudomallei. Selain itu, PLA2 memiliki aktifitas antiHIV melalui mekanisme penghambatan pelepasan intraseluler protein capsid virus dan diasumsikan PLA2 memblok virus masuk ke dalam sel inang sebelum virus tersebut membuka selaputnya dan secara independent memanfaatkan koreseptornya. PLA2 melindungi sel limfosit T manusia dengan memblok virus yang memiliki selubung luar mengandung fosfolipid. Acanthaster planci merupakan predator yang mengancam populasi karang terutama ketika terjadi peledakan populasi. Pemanfaatan Acanthaster planci untuk produksi PLA2 dapat menjadi alternatif produktif upaya pengendalian populasinya sekaligus membuatnya menjadi lebih berguna. Purifikasi PLA2 racun duri Acanthaster planci telah dilakukan oleh Shiomi dan koleganya menggunakan rangkaian kolom kromatografi bertingkat, memerlukan biaya yang relative mahal dan membutuhkan waktu beberapa hari, sehingga dalam penelitian ini dikembangkan metode purifikasi yang sederhana dan cepat dengan biaya yang relatif murah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi upaya pemanfaatan Acanthaster planci untuk menghasilkan PLA2 yang berpeluang dikembangkan sebagai bahan antibakteri dan antiHIV. Penerapan metode percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini memberikan hasil sebagai berikut :
- Proses ekstraksi racun dari jaringan duri Acanthaster planci berlangsung efektif melalui proses sonikasi pada 20 kHz selama 2x8 menit (intensitas 80% dan output 10). Racun yang terekstraksi tertampung dalam larutan 0,01 M bufer fosfat pH 7,0 mengandung 0,001 M CaCl2 yang digunakan sebagai media ekstraksi disebut crude venom. Pengujian secara kualitatif menggunakan darah manusia yang diberi perlakuan crude venom (1:1) memperlihatkan antikoagulasi darah oleh plancinin yang terkandung dalam racun membuktikan keberhasilan proses ekstraksi. Pada awalnya dilakukan pula metode ekstraksi dengan cara duri diblender terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan disonikasi. Untuk meminimalisir protein kontaminan yang berasal dari jaringan duri dan mempertimbangkan efisiensi maka metode ini kemudian tidak diterapkan. Purifikasi phospholipase A2 racun duri Acanthaster placi dari Ambon-Maluku melalui pengendapan amonium sulfat bertahap pada tingkat kejenuhan 20% terhadap crude venom yang telah dipanaskan efektif memurnikan PLA2. Hasil elektroforesis SDSPAGE memperlihatkan isolat PLA2 memiliki satu pita protein sedangkan crude venom memiliki empat pita protein. Isolat PLA2 yang dihasilkan memiliki aktifitas spesifik 20 kali aktifitas spesifik crude venom. Pemanasan crude venom pada 60oC selama 30 menit yang diikuti dengan sentrifugasi selama 30 menit pada 15.000xg dan 4oC memisahkan protein tidak tahan panas dari PLA2. Metode purifikasi ini juga diterapkan pada racun duri Acanthaster planci dari Sorong-Papua namun belum berhasil. Sedangkan purifikasi PLA2 melalui pengendapan menggunakan etanol dengan tingkat kejenuhan 80% tidak efektif memurnikan PLA2 namun dapat meningkatkan aktifitasnya menjadi lima kali aktifitas crude venom. Hasil eksperimen ini dipublikasikan di International Journal of Pharma and Bio Science Vol 2/issue 2/Apr-Jun 2011 and International Journal of Pharma and Bio Science 2012 Oct; 3(4):(B) 603-608
- Pengujian aktifitas antibakteri menggunakan metode difusi cakram memperlihatkan terbentuknya zona bening disekitar cakram PLA2 pada kultur Staphylococcus aureus yang mengindikasikan bahwa PLA2 racun duri Acanthaster planci memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus pada dosis 2, 98 mg/ml. Hasil eksperimen ini dipublikasikan pada International journal of Pharma and Bio Sciene 2013 Apr; 4(2) : (B)1-5
- Pengujian aktifitas antiHIV secara kualitatif menggunakan PBMC pasien HIV (ODHA) memperlihatkan terjadinya penurunan intensitas pita protein DNA pada hasil elektroforesis RT-PCR RNA sampel kultur HIV yang diberi perlakuan PLA2. Selanjutnya analisis kuantitatif hasil Green Fluoresence Particle memperlihatkan terjadinya penurunan jumlah sel yang terinfeksi HIV secara signifikan oleh perlakuan PLA2 dari 9,72% menjadi 0,29% yang mengindikasikan PLA2 racun duri Acanthaster planci memiliki aktifitas antiHIV. Hasil eksperimen ini dipublikasikan pada Asian Pacific Journal of Tropical Medicine (2014) 412-420
- Biaya purifikasi PLA2 merupakan pembiayaan yang dibayarkan untuk 1) bahan kimia dan peralatan habis pakai, 2) listrik untuk operasional alat, 3) sewa peralatan dan 4) tenaga kerja. Hasil perhitungan biaya isolasi-purifikasi PLA2 menghasilkan nilai Rp. 446.192,- per 50 gram duri dengan hasil yang diperoleh adalah 4,622 mg PLA2. Biaya purifikasi PLA2 miniscale yang dilakukan dalam penelitian ini efisien untuk diterapkan dimana harga komersial PLA2 racun ular Crotalus amandetus (Worthington, USA) adalah Rp. 590.000 per mg (59.00 US Dolar).
Hasil pengolahan data citra satelit tahun (2006) yang diunduh dari website NASA pada Juni 2013 memperlihatkan luas areal terumbu karang yang merupakan habitan Acanthaster planci adalah 94,83 hektar. Diperkirakan pada luas areal tersebut terdapat 550 individu dewasa dan jumlah yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan PLA2 adalah 20% dari ketersediaannya per bulan. Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa :
- Metode sederhana dan cepat dengan biaya operasionil relatif murah melalui pengendapan 20% amonium sulfat terhadap crude venom yang dipanaskan terlebih dahulu efektif memurnikan PLA2 dari racun duri Acanthaster planci dengan tingkat kemurnian dan aktifitas spesifik yang tinggi. Sedangkan metode pengendapan menggunakan etanol 80% tidak efektif memurnikan PLA2 dari racun duri Acanthaster planci namun dapat meningkatkan aktivitasnya menjadi 5 kali crude venom. PLA2 racun duri Acanthaster planci memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan aktifitas antiHIV.
- Biaya miniscale operasional purifikasi PLA2 efisien untuk diterapkan dan ketersediaan Acanthaster planci di perairan Liang dan pulau Pombo yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan PLA2 adalah sebesar 20% per bulan.

Spines venom of Acanthaster planci have various biological activities: lethal activity, hemolytic, myonecrotic, bleeding, increased capillary permeability, edema, phospholipase A2 (PLA2), the activity of histamine release from mast cells and cardio vascular activity. Spines venom of Acanthaster planci containing phospholipase A2 (PLA2), plancitoxin which is homologous with mammals deoxyribonuklease II and plancinin anticoagulant peptide. Previous studies prove that the venoms derived from animals contain various compounds that are potential to be developed as antibiotic and therapeutic agents to treat a disease. Acanthaster planci spines venom with various potential biological activity may contribute in the medical field that can be input for the state revenue. Antimicrobial effect results by hydrolysis activity of PLA2 on microbial cell membrane phospholipids can be beneficial to the development of antibiotic agent. PLA2 purified from snake venom have antibacterial activity against Staphylococcus aureus, Proteus vulgaris, Proteus mirabilis, and Burkholderia pseudomallei. In addition, PLA2 has antiHIV activity through inhibition of the release mechanism of intracellular viral capsid proteins and assumed PLA2 blocking viral entry into host cells before the virus opens membranes and independently utilize koreseptornya. PLA2 protect human T lymphocytes by blocking viruses that have outer sheath containing phospholipids. Acanthaster planci is a predator threatens coral populations, especially when there is a outbreak population. Acanthaster planci utilization for the production of PLA2 can be an effort population control productively and make it more useful. Purification of Acanthaster planci spines venom PLA2 has been done by Shiomi and colleagues by using a series of chromatography columns which is relatively expensive and takes a few days, so a simple and fast method with a relatively low cost was developed in this study.
The results of this study are expected to be input for utilaization of Acanthaster planci to produce PLA2 that can be developed as antibacterial and antiHIV agents. Experiments method were conducted in this study gave the following results:
- Venom extraction from the spines of Acanthaster planci was effective through the process of sonication at 20 kHz for 2x8 minutes (intensity 80% and 10 outputs). Venom was accumulated in extraction medium solution of 0.01 M phosphate buffer pH 7.0 containing 0.001 M CaCl2 called crude venom. Qualitative tested by using human blood treated with crude venom (1: 1) showed the blood anticoagulation by plancinin contained in the venom, proves the extraction process successfully. At the previous conducted on a method of extraction, the spines were blended first and followed by sonicated. To minimize contaminant proteins derived from spines tissue and consider the efficiency, this method was not implemented. Purification of phospholipase A2 from spines venom of Ambon-Maluku Acanthaster placi by using fractionated ammonium sulfate precipitation at 20% saturation of the heated crude venomwas done effectively. SDS-PAGE electrophoresis showed PLA2 isolates has one protein band while the crude venom has four protein bands. PLA2 isolates has a specific activity 20 times the specific activity of crude venom. Heated the crude venom at 60°C for 30 minutes followed by centrifugation for 30 minutes at 15.000xg and 4°C separated PLA2 from the other heat sensitive proteins. This method was also implemented to purify PLA2 spines venom of Acanthaster planci from Sorong-Papua, but have not been successful. While PLA2 purification by using ethanol precipitation at a level of 80% saturation was not effective but increased the specific activity into five times crude venom specific activity. This Experimental results were published in the International Journal of Pharma and Bio Science Vol 2 / issue 2 / Apr-June 2011 and the International Journal of Pharma and Bio Science 2012 Oct; 3 (4) :( B) 603-608.
- Investigated of antibacterial activity by using disc diffusion method exhibited clear zone around the disc pre-added PLA2 on Staphylococcus aureus culture, indicated PLA2 of Acanthaster planci spines venom has antibacterial activity against Staphylococcus aureus. This experimental result was published in International journal of Pharma and Bio Sciene 2013 Apr; 4(2) : (B)1-5
- Qualitative investigated of antiHIV activity by using PBMCs of HIV patient showed a decrease of the DNA protein band intensity in electrophoresis result of RT-PCR RNA sample of the HIV cultured treated with PLA2. Furthermore, quantitative analysis of the Green Fluorescence Particle results showed the decline significantly from 9.72% into 0.29% in the number of HIV-infected cells by PLA2 treatment, indicated PLA2 of Acanthaster planci spines venom has antiHIV activity.This experimental result was published in Asian Pacific Journal of Tropical Medicine(2014) 412-420
- The cost of PLA2 purification was paid for : 1) chemicals and equipment consumables, 2) electricity for the operation of the tools, 3) tools rental and 4) labor. The cost of PLA2 purification was Rp. 446.192,- per 50 grams spines with the results obtained was 4.622 mg PLA2. Miniscale purification costs performed in this study was efficiently implemented which is the commercial prices PLA2 is ± 590,000 rupiahs per mg (59,00 US dolar) (Worthington USA product of snake venom Crotalus amandetus PLA2). Thus purification of PLA2 from Acanthaster planci spines venom might be have a good prospect to be developed.
- Acanthaster planci survay was done on March 2013 in Eastern part Ambon water, especially in Liang (dusun Tanjung and dusun Batu Dua) and Pombo island obtained the average density value of 5.8 adult individuals per hectare. Satellite images (2006) downloaded from NASA website in June 2013 shown coral reefs area as the habitat of Acanthaster planci is 94.83 acres. Total estimated of adult Acanthaster planci in those area was 550 and the availablelity number that can be used to produce PLA2 was 20% per month.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
D1932
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>