Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203818 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syarif Husin
"Tujuan : Untuk mengetahui gambaran status vitamin B-12, asam folat, nutrisi dan profit lipid serum pada lanjut usia, agar dapat dimanfaatkan untuk pertimbangan pencegahan dan terapi penyakit jantung ; coroner (PJK) dan aterosklerosis.
Tempat : Sepuluh puskesmas kecamatan di Jakarta Selatan,
Cara : Studi cross-sectional pada lanjut usia z 60 tahun, subjek dipilih secara acak pada tingkat puskesmas. Data yang dikumpulkan meliputi sosio-demografi; pola makan; asupan energi, karbohidrat, lemak, protein, kolesterol, vitamin B-12, asam folat; kadar vitamin B-12; asam folat dan lipid serum, indeks massa tubuh (A.fl) dan rasio LPe-LPa.
Hasil : Prevalensi kekurangan vitamin B-12 serum 34,6% dan kekurangan asam folat serum 34,0%. Konsentrasi vitamin B-12 serum dan asam folat serum pada pria lebih rendah dari wanita. Pada pria dan wanita vitamin B-12 serum kelompok umur z 70 tahun lebih rendah dibanding kelompok umur 60-69 tahun. Prevalensi hiperkolesterolemia dan kolesterol LDL serum yang tinggi (z 160 mg/dL) adalah, 42,6% dan 24,1%. Pada pria dan wanita kolesterol total serum pada kelompok umur z 70 tahun lebih rendah dibanding kelompok umur 60-69 tahun. Di lain pihak kolesteroI HDL serum pada pria dan wanita kelompok umur Z 70 tahun lebih tinggi dibanding kelompok umur 60-69 tahun. Rata-rata IMl' untuk pria 23,9 dan wanita 24,1 dan rata-rata rasio LPe-LPa untuk pria 0,93 dan wanita 0,85. Pada lanjut usia dengan konsentrasi vitamin B-I2 serum < 350 pg/mL berkorelasi positif dengan kolesterol HDL serum (r = 0,29; P = 0,03), tetapi tidak berkorelasi dengan kolesterol total serum, kolesterol LDL serum, rasio kolesterol total/ kolesterol HDL dan rasio kolesterol LDLlkolesterol HDL. Di lain pihak lanjut usia dengan konsentrasi vitamin B-I2 serum Z 350 mg/mL tidak berkorelasi dengan lipid serum.
Kesimpulan : Melalui pendekalan faktor resiko PiK, prevalensi kekurangan vitamin B-12 dan kekurangan asam folat di Indonesia relatif tinggi dan sesuai dengan penelitan-penelitian yang telah dilakukan di negara-negara maju. Interaksi antara vitamin B-12 serum dan lipid serum belum dapat ditentukan sebagai interaksi yang linier tanpa adanya informasi mengenai homosistein serum. Kecukupan vitamin B-12 serum untuk lanjut usia sangatlah esensial untuk memperkecil terjadinya dislipidemia sebagai salah satu faktor resiko PJK.

Objective : To determine vitamin B-l2, folic acid, anthropometric and serum lipid profiles of the Indonesian elderly which are considered to be important in the prevention and treatment of coronary atherosclerosis.
Place : Ten PHC in the district of South Jakarta.
Methods : A cross-sectional study on the elderly (z 60 year) was carried out in 10 PHCs, Subjects were drawn randomly at the PHC levels. Data collected were sosio-demography; food habits; intakes of energy, carbohydrate, fat, protein, cholesterol, vitamin B-12, and folic acid; serum vitamin B-12, serum folic acid, serum lipids; anthropometry [body mass index (BMI) and waist-hip ratio].
Results : The prevalence of biochemical vitamin B-12 and folic acid deficiencies were 34.6% and 34.0% respectively. Serum vitamin B-12 and folic acid concentrations of the elderly men were lower than those of the elderly women. Serum vitamin B-12 of both elderly men and women aged Z 70 years was lower than their younger counterparts aged 60-69 years. The prevalence of hypercholesterolemia and high serum LDL cholesterol (z 160 mg/di.) was 42.6% and 24.1% respectively. Mean serum total cholesterol of both elderly men and women aged z 70 years was lower than those aged 60-69 years old. On the other hand, serum HOL cholesterol of both elderly men and women aged z 70 years was higher than their younger counterparts aged 60-69 years. Mean BMI values were 23.9 kglm2 for the elderly men and 24,1 kglrn2 for the elderly women. Mean waist-hip ratios for the elderly men and women were 0.93 and 0.85 respectively, In the elderly subjects with low serum vitamin B-12 (< 350 pg/mL), positive correlations were found between serum vitamin B-12 and serum HDL cholesterol (r 0.29; P = 0.03), but not with any of serum total cholesterol, serum LDL cholesterol, total cholesterol/HDL cholesterol ratio, and LDLIHDL ratio. On the other hand, in the elderly subjects with normal and high serum vitamin B-12 (z 350 pglmL), there were no correlations between serum vitamin B-I2 and serum lipids.
Conclusions: Using the CHD-risk approach, the prevalence of biochemical vitamin B-12 and folic acid deficiencies of the Indonesian elderly was relatively high and comparable with existing studies in developed countries. Without information on serum homocysteine concentration, the interactions between serum vitamin B-12 and lipids were not linear. Clearly, adequacy of serum vitamin B-12 for the elderly is essential to minimize disorder of lipid metabolism as one amongst other CHD risk factors.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Surjadjaja
"Tujuan: Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin B12 400 µg/hari selama enam minggu terhadap kadar vitamin B12 dan homosistein serum pada adventis vegan dewasa.
Tempat: Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Jakarta Barat.
Metadologi: Penelitian pro dan pasca perlakuan pada 27 orang subjek, berusia 20-60 tahun. Setiap subjek mengkonsumsi suplemen vitamin B12 400 µg/hari dosis tunggal selama 42 hari. Data yang dikumpulkan meliputi data demografi, antropometri pra dan pasca perlakuan, asupan nutrisi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dengan metode recall 1 x 24 jam dua kali seminggu pra, pertengahan dan pasca perlakuan. Data asupan vitamin B6, B12 dan asam folat dengan FFQ semi kuantitatif serta data laboratorium meliputi kadar vitamin B12, asam folat, dan homosistein serum pra dan pasta perlakuan.
Hasil: Data demografi menunjukkan sebagian besar (81,5%) subjek berpendidikan tinggi dan semua subjek berpenghasilan di atas garis kemiskinan. Data antropometri pada pra dan pasca perlakuan menunjukkan seluruh subjek mempunyai IMT dalam batas normal. Asupan nutrisi selama perlakuan yang meliputi asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein tidak mengalami perubahan. Bila dibandingkan dengan AKG tahun 1988 asupan energi, sebagian besar subjek termasuk cukup, asupan karbohidrat, dan protein termasuk kurang; asupan lemak termasuk lebih, Asupan vitamin B6 pada akhir perlakuan tidak menunjukkan penurunan secara signifikan (p=0,6874), sebaliknya dengan asupan vitamin B12 yang menunjukkan peningkatan signifikan (p = 0,021) dan asam folat yang menunjukkan penurunan signifikan (p = 0,0001). Hasil pemeriksaan laboratoriurn pada akhir perlakuan menunjukkan peningkatan signifikan pada kadar vitamin B12 (p = 0,0000) sebesar 202,6%, dari median 127 (58,0-193,0) pg/mL menjadi 376 (183,0-1168,0) pg/mL dan penurunan kadar homosistein yang signifikan (p = 0,0000) sebesar 39% dari median 14,50 (11,1-34,2) } µmol/L menjadi 9,50 (5,6-24,8) µmol/L. Kadar asam folat tidak mengalami penurunan bermakna (p = 0,2960).
Kesimpulan: Suplementasi vitamin B12 sebanyak 400 µg/hari selama 42 hari pada vegan terbukti meningkatkan kadar vitamin B12 dan menununkan kadar homosistein.

The Effect Of Vitamin B12 Supplementation On Homocysteine Level Of Adult VegansObjective: To investigate the effect of 400 µg /day vitamin B12 supplementation for 42 days on serum vitamin B12, and homocysteine levels of 27 adult vegan subjects.
Location: Seventh Day Adventists Church, West Jakarta.
Method: A pre and post test design study was carried out on 27 subjects, aged 20-60 years, who fulfilled the criteria of the selection. Subjects were given 400 µg/day vitamin B12 single dose supplementation for 42 consecutive days. Data collected were demographic, anthropometric, nutritional, and laboratory. The data of energy, carbohydrate, protein, and fat intake were collected using 1 x 24 recall method twice a week at the beginning, within, and the end of the study; whilst vitamin B6, B12 and folk acid intake were obtained with FF0 semi-quantitative method at the beginning and the end of the study. Laboratory data were collected before and after study including serum vitamin B12, folk acid and homocysteine
Results: Demographic data showed that most of the subjects had high formal education level (81.5%) and all subjects had income above the poverty line. Anthropometric data showed that BMI at the beginning and in the end of the study were in normal range. Dietary intake estimation including energy, carbohydrate, protein, and fat, were not significantly changed. Compared to Indonesian RDA 1998, intake of energy was considered adequate, carbohydrate and protein were low, and fat was high. Vitamin B6 intake did not decrease significantly (p = 0.6874) However vitamin B12 intake increased (p = 0.021) and folic acid intake decreased significantly (p = 0.0001). Median value of serum vitamin B12 after supplementation increased significantly (p = 0,0000) by 202.6% from 127 (58.0-193.0) pg/mL to 376 (183.0-1168.0) pg/mL. There was no significant difference in the serum level of folic acid (p = 0.2960). Median value of homocysteine after supplementation decreased significantly (p = 0.0000) by 39% from 14.50 (3.8-34.2) man, to 9.50 (5.6-24.8) µmol/L.
Conclusion: Supplementation of single dose 400 µg vitamin B12 for 42 consecutive days on adult vegan subjects was proven to elevate the level of serum vitamin B12 and decrease the level of homocysteine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T13675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Ujianti
"Belum banyak studi mempelajari keterkaitan antara defisiensi vitamin B12 dan toksisitas homosistein. Hiperhomosisteinemia dikaitkan dengan penyakit selular terkait NAFLD. Toksisitas homosistein dapat berupa steatosis atau inflamasi sel hati. H. sabdariffa. dan konstituen aktifnya memiliki efek pencegahan terhadap cedera seluler. Ekstrak H. sabdariffa. diuji pada tikus Sprague-Dawley (SD) dalam penelitian ini.Penelitian ini untuk melihat efek H.sabdariffa terhadap peningkatan homosistein pada hati tikus SD yang diberikan diet resriksi vitamin B12.
Penelitian ini merupakan penelitian in vivo yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebanyak 30 ekor tikus SD dibagi menjadi enam kelompok sesuai waktu perlakuan di 8 dan 16 minggu sebagai berikut: Kelompok kontrol diberikan diet standar AIN-93M, kelompok restriksi vitamin B12 diberi diet AIN-93M dengan modifikasi pengurangan komponen vitamin B12 dan kelompok restriksi vitamin B12 diberi AIN-93M dengan modifikasi pengurangan komponen vitamin B12 ditambah ekstrak etanol H.sabdariffa (HSE). Setelah 8 dan 16 minggu, kadar vitamin B12 dan homosistein diukur. Peningkatan aktivitas toksisitas homosistein dilihat dari ekspresi protein GRP78, SREBP1c dan NF-kB. Aktivitas hepatoprotektif HSE dinilai menggunakan AST, ALT, GGT, dan NAFLD Activity Score (NAS).
Kadar vitamin B12 pada 8 minggu (233 ± 10.8 vs 176 ± 5.4 pg/L; p < 0.001) dan 16 minggu (226 ± 13 vs 190 6 pg/L; p < 0,001), lebih tinggi secara bermakna pada kelompok restriksi vitamin B12 dengan diet HSE dibandingkan kelompok diet restriksi vitamin B12 tanpa HSE. Kadar plasma homosistein plasma lebih rendah secara bermakna pada kelompok restriksi vitamin B12 dengan HSE dibandingkan kelompok restriksi vitamin B12 tanpa HSE di usia perlakuan 8 minggu (2,25 ± 0,07 vs 2,63 ± 0,1 mol/L; p < 0,001) dan 16 minggu (2,18 ± 0,07 vs 2,64 ± 0,09 mol/L; p < 0,001). Aktivitas GGT plasma di usia 16 minggu perlakuan menurun secara bermakna pada kelompok restriksi vitamin B12 dengan HSE dibandingkan kelompok restriksi vitamin B12 tanpa HSE (14,5 ± 1,1 vs 22,9 ± 2,4 IU; p < 0,05). Ekspresi protein GRP78, SREBP1c, dan NfKB diukur menggunakan protein GADPH sebagai kontrol internal. Pada minggu ke-8 dan 16, ekspresi protein NF-kB lebih rendah pada kelompok restriksi vitamin B12 dengan HSE dibandingkan dengan grup restriksi vitamin B12 tanpa HSE (0,78 ± 0,08 vs 1,08 ± 0,06; p < 0,05). Ekspresi protein SREBP1c lebih rendah pada kelompok restriksi vitamin B12 dengan HSE dibandingkan dengan grup restriksi vitamin B12 tanpa HSE pada usia perlakuan 16 minggu (0,55 ± 0,03 vs 1,00 ± 0,02; p < 0,05). Kelompok restriksi vitamin B12 dengan HSE memiliki gambaran histopatologis steatosis, inflamasi, dan fibrosis lebih baik dibandingkan kelompok yang restriksi vitamin B12 tanpa HSE setelah 16 minggu perlakuan.
Disimpulkan peningkatan homosistein akibat diet restriksi vitamin B12 pada tikus SD menyebabkan steatosis hati, inflamasi, dan fibrosis. Ekstrak etanol H.Sabdariffa memiliki efek pencegahan terhadap kondisi steatosis, inflamasi dan fibrosis akibat peningkatan homosistein pada tikus SD yang diberi diet restriksi vitamin B12.

There haven't been many studies on the link between vitamin B12 deficiency and homocysteine toxicity. Homocysteine is linked to NAFLD-related cellular disease, and toxicity can manifest as steatosis or inflammation of the liver cells. H. sabdariffa. and its active constituents have a preventive effect against cellular injury. H. sabdariffa extract was tested on Sprague-Dawley (SD) rats with NAFLD in this study. This study aimed to examine the effect of H. sabdariffa on increasing homocysteine ​​in the liver of SD rats fed a vitamin B12 restriction diet.
This research is an in vivo study conducted at the Faculty of Medicine, University of Indonesia. 30 SD rats were divided into six groups based on treatment time at 8 and 16 weeks, with the following treatments: the control group received the standard AIN-93M diet, the vitamin B12 restriction group received the AIN-93M diet with a modified reduction of the vitamin B12 component, and the vitamin B12 restriction + HSE group received the AIN-93M diet with a modified reduction of the vitamin B12 component and an ethanol extract of H. sabdariffa (HSE). After 8 and 16 weeks, vitamin B12 and homocysteine ​​levels were measured. The increase in homocysteine ​​toxicity activity was seen from the expression of GRP78, SREBP1c, and NF-kB proteins. The hepatoprotective activity of HSE was assessed using the AST, ALT, GGT, and NAFLD Activity Score (NAS).
Vitamin B12 levels at 8 weeks (233 ± 10.8 vs 176 ± 5.4 pg/L; p < 0.001) and 16 weeks (226 ± 13 vs 190 6 pg/l; p < 0.001), significantly higher in the HSE group with a vitamin restriction diet. B12. Plasma homocysteine ​​levels were significantly lower in the vitamin B12 restriction group with HSE than in the vitamin B12 restriction group without extract at 8 weeks of age (2.25 ± 0.07 vs. 2.63 ± 0.1 mol/L; p < 0.001 ) and 16 weeks (2.18 ± 0.07 vs. 2.64 ± 0.09 mol/L; p < 0.001). Plasma GGT activity at 16 weeks of treatment decreased significantly in the vitamin B12-restricted group with HSE compared to the vitamin B12-restricted group without HSE (14.5 ± 1.1 vs. 22.9 ± 2.4 IU; p < 0.05). GRP78, SREBP1c, and NfKB protein expressions were measured using GADPH protein as an internal control. At weeks 8 and 16, NF-kB protein expression was lower in the vitamin B12 restriction group with HSE compared to the vitamin B12 restriction group without HSE (0.78 ± 0.08 vs. 1.08 ± 0.06; p < 0 ,05). SREBP1c protein expression was lower in the vitamin B12 restriction group with HSE compared to the vitamin B12 restriction group without HSE at 16 weeks of treatment (0.55 ± 0.03 vs. 1.00 ± 0.02; p < 0.05). The vitamin B12 restriction group with HSE had better histopathological features of steatosis, inflammation, and fibrosis than the vitamin B12 restriction group without HSE after 16 weeks of treatment.
It was concluded that the increase in homocysteine ​​due to dietary restriction of vitamin B12 in SD rats caused liver steatosis, inflammation, and fibrosis. The ethanolic extract of H. Sabdariffa had a preventive effect on steatosis, inflammation, and fibrosis due to increased homocysteine ​​in SD rats fed a vitamin B12 restriction diet.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patwa Amani
"ABSTRAK
Defisiensi vitamin B12 merupakan masalah kesehatan di negara maju dan berkembang. Penelitian ini menganalisis hubungan restriksi vitamin B12 dengan perubahan struktur dan fungsi ginjal. Tikus Sprague-Dawley 18 ekor dibagi menjadi tiga kelompok: 1 kontrol yang diberi pakan standar hewan coba AIN-93M selama 12 minggu; 2 perlakuan-1 P-1 diberi pakan AIN-93M modifikasi tanpa vitamin B12 selama 4 minggu; dan 3 perlakuan-2 P-2 selama 12 minggu. Vitamin B12 plasma total turun dari 529.17 166.51 pg/ml menjadi 426.33 60.59 pg/ml pada P-1 dan 708.70 124.35 pg/ml menjadi 519.16 84.96 pg/ml pada P-2, pada kelompok kontrol meningkat dari 567.79 102.52 pg/ml menjadi 650.26 193.12 pg/ml. Homosistein plasma meningkat pada kelompok perlakuan setelah 4 minggu kontrol vs P-1 = 351.05 110.69 pmol/ml vs 597.09 308.02 pmol/ml dan 12 minggu kontrol vs P-2 = 414.473 224.13 pmol/ml vs 1055.12 651.68 pmol/ml, p

ABSTRACT
Vitamin B12 deficiency is still a health problem in both developed and developing countries. This study was conducted to explore possible relationship between vitamin B12 dietary restriction with kidney rsquo;s histological and physiological changes. Eighteen male Sprague Dawley rats were divided into three groups: 1 control group were fed with standard AIN-93M for 12 weeks; 2 1st treatment group P-1 were fed with cobalamin restricted AIN-93M for 4 weeks; and 3 2nd treatment group P-2 were fed with cobalamin restricted AIN-93M for 12 weeks. Vitamin B12 level decreased from 529.17 166.51 pg/ml to 426.33 60.59 pg/ml in P-1 group and from 708.70 124.35 pg/ml to 519.16 84.96 pg/ml in P-2 group, while it increased from 567.79 102.52 pg/ml to 650.26 193.12 pg/ml in control group after 12 weeks. Plasma Hcy increased in treatment group after 4 weeks control vs P-1 = 351.05 110.69 pmol/ml vs 597.09 308.02 pmol/ml and 12 weeks control vs P-2 = 414.473 224.13 pmol/ml vs 1055.12 651.68 pmol/ml; p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fauzi Shibly
"Sejak lebih dari 25 tahun yang lalu muncul bukti-bukti yang menunjang hipotesis bahwa meningkatnya homosistein plasma merupakan faktor risiko aterosklerosis, Berbagai studi kasus kontrol retrospektif, prospektif maupun intervensi telah dilakukan dan membuktikan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko independen PJK. Pada satu meta-analisis dari 15 studi, rasio odds untuk PJK pada subjek dengan hiperhomosisteinemia adalah 1,7. Salah satu risiko penting terjadinya hiperhomosisteinemia adalah rendahnya asupan vitamin yang berperan pada metabolisme homosistein yaitu asam folat, vitamin B12 dan vitamin B6. Telah dilakukan penelitian deskriptif analisis terhadap 70 subyek PJK sebagai kasus dan 36 subyek sebagai kontrol di RS Jantung Harapan Kita dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kadar homosistein plasma pada penderita PJK dan kontrol serta hubungannya dengan asam folat dan vitamin B12 yang diketahui berperan mempengaruhi kadar homosistein plasma. Hasil pemeriksaan homosistein plasma, didapatkan rerata kadar homosistein plasma pada kelompok kasus maupun kontrol diatas normal (12,2 6,9 dan 13,1 + 3,6 Umol/L) dan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok ini. Frekuensi defisiensi vitamin B12 masing-masing didapatkan 30% pada kelompok PJK dan kelompok tanpa PJK. Hal yang sangat menyolok didapatkan pada penelitian ini adalah defisiensi asam folat yang mencapai 82% pada kasus dan 83% pada kelompok kontrol. Korelasi antara homosistein plasma dengan vitamin B12 dan asam folat, didapatkan adanya korelasi negatif lemah yakni masing-masing r=-0,3 (p= 0,0004) dan r= -0,25 (p= 0,0095). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan.
1. Pada subyek PJK 61% kadar homosistein plasmanya diatas normal dan 80% pada subyek tanpa PJK.
2. Terdapat korelasi negatif lemah antara homosistein plasma dengan vitamin B12 serum dan asam folat.
3. Hal yang menyolok dari hasil penelitian ini adalah tingginya angka defisiensi asam folat pada kelompok PJK (82%) dan 83% pada kelompok tanpa PJK. 4. Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam kadar homosistein antara kasus dengan kelompok kontrol."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Ujianti
"Nama : Irena UjiantiProgram Studi : Program Magister Ilmu BiomedikJudul Tesis :Dampak Restriksi Vitamin B12 Terhadap Kadar Homosistein, Resistensi Insulin Dan Gambaran NAFLDPembimbing : dr. Imelda Rosalyn Sianipar, M.Biomed, Ph.D dan Dr. dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, MS Latar Belakang: Perlemakan hati merupakan penyakit hati kronik terbesar di dunia. Kondisi yang mendasari terjadinya perlemakan hati dimulai dari kondisi resistensi insulin. Salah satu patogenesis terjadinya resistensi insulin adalah gangguan pada pensinyalan insulin oleh zat toksik tertentu yang akan berinteraksi dengan protein yang menyusun jalur pensinyalan insulin. Peningkatan homosistein dikaitkan dengan resistensi insulin. Homosistein akan meningkat sejalan dengan terganggunya jalur metilasi dari siklus metionin. Pemberian diet restriksi vitamin B12 akan memicu terjadinya resistensi insulin lewat jalur stres oksidatif yang ditimbulkan oleh homosistein.Bahan dan Metode: Penelitian ini menggunakan metode eksperimental terhadap 24 tikus Sprague Dawley jantan Rattus norvegicus, 300-350 gram, usia 35-40 minggu , terbagi ke dalam 4 kelompok yaitu kontrol K , Kelompok perlakuan 4 minggu P-1 , Kelompok Perlakuan 8 minggu P-2 dan kelompok perlakuan 12 minggu P-3 . Pada Kelompok kontrol, diberikan diet standar AIN-93M sedangkan kelompok perlakuan diberikan pakan modifikasi restriksi vitamin B12 AIN-93 sesuai usia perlakuan.Hasil: Kelompok perlakuan 8 minggu paling baik dalam menggambarkan kondisi perlemakan hati dibandingkan kelompok kontrol dan perlakuan 4 minggu, sedangkan kelompok perlakuan 12 minggu telah mempresentasikan kondisi NASH Non Alcoholic Steatohepatitis . Hasil ini sejalan dengan kondisi peningkatan homosistein plasma pada kelompok kontrol dan masing-masing usia perlakuan.Kesimpulan: Peningkatan homosistein akibat diet restriksi vitamin B12 mengakibatkan kondisi steatosis dan steatohepatitits pada hati, sebagai akibat dari kondisi resistensi insulin dan kerusakan sebagian dari sel beta pankreas. Kata kunci: Homosistein, Restriksi vitamin B12, NAFLD, Resistensi Insulin
ABSTRACT Name Irena UjiantiStudy Program Master Program of Biomedical SciencesThesis Title Impact of Vitamin B12 Restriction on Homocysteine Levels, Insulin Resistance and NAFLDCounselor dr. Imelda Rosalyn Sianipar, M.Biomed, Ph.D. dr. Dewi Irawati Soeria Santoso, MS Background The fatty liver is the biggest chronic liver disease in the world. The underlying condition of fatty liver starts from the condition of insulin resistance. One of the pathomechanisms of insulin resistance is the disturbance in insulin signaling by certain toxic substances that will interact with one of the proteins that make up the insulin signaling pathway. Increased homosisteine is associated with insulin resistance. Homosisteine will increase in line with the disruption of the methionin metionin pathway. Dietary vitamin B12 deficiency will trigger insulin resistance through the path of oxidative stress generated by homocysteine.Materials and Methods This study used an experimental method of 24 male Sprague Dawley rats Rattus norvegicus, 300 400 gram, age 7 8 months , divided into 4 groups kontrol K , 4 weeks treatment group P 1 , 8 weeks treatment group P 2 and 12 week treatment group P 3 . In the kontrol group, a standard AIN 93 diet was administered while the feeding group was administered vitamin A deficiency deficiency AIN 93M according to treatment age.Results The best 8 weeks treatment group described the conditions of fatty liver compared to the 4 week kontrol and treatment group, while the 12 week treatment group presented the NASH condition. These results are consistent with the elevated plasma homocysteine conditions in the kontrol group and each treatment age.Conclusion Increased homocysteine due to dietary vitamin B12 deficiency is able to induce the condition of steatosis and steatohepatitits in the liver, as a result of the condition of insulin resistance and beta cell pancrease damage as the underlying patomechanism. Keywords Homocysteine, vitamin B12 Deficiency, NAFLD, Insulin Resistance "
2018
T55512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Rastiti
"Kadar HbA1c sebagai parameter keberhasilan terapi pasien Diabetes Melitus DM dipengaruhi oleh berbagai hal. Pasien DM tipe 2 yang fungsi ginjalnya menurun sering kali diberi vitamin B12. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi faktor faktor yang mempengaruhi kadar HbA1c pasien yang menggunakan vitamin B12.
Metode penelitian adalah potong lintang. Sampel adalah rekam medis pasien rawat jalan yang menderita DM tipe 2 di RS Pasar Rebo, periode Mei-November 2015 di Jakarta yang menerima vitamin B12 dan menjalani pemeriksaan kadar HbA1c. Analisis data dilakukan dengan Kai Kuadrat. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria sebanyak 42 orang.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi klinis pasien dan penggunaan obat tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kadar HbA1c. Kondisi klinis pasien yang dianalisis ialah usia, jenis kelamin, penyakit ginjal kronik, hipertensi, hiperlipid, dan gout. Penggunaan obat yang dianalisis adalah pemakaian metformin, sulfonilurea, akarbosa, dan pioglitazon HCl.

HbA1c levels as parameters of the success for the treatment of patients with diabetes mellitus DM was influenced by many things. Type 2 diabetes patients whose kidney function decline often given vitamin B12. This study was aimed to evaluate the factors affecting HbA1c levels of patients who use vitamin B12.
The method was a cross sectional study. Samples were outpatient medical records of patients who suffer from type 2 diabetes in Pasar Rebo Hospital, the period from May to November 2015 in Jakarta who received vitamin B12, and undergo HbA1c levels. Data analysis was done by Kai Squares. The number of samples that meet the criteria as much as 42 people.
The results shown that patient 39 s clinical condition and use of the drug was not have a significant effect on HbA1c levels. The clinical condition of patients analyzed were the age, sex, chronic kidney disease, hypertension, hiperlipid, and gout. The use of drugs analyzed were the use of metformin, sulfonylurea, akarbosa, and pioglitazone HCl.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghafur Rasyid Arifin
"ABSTRACT
Latar Belakang: Defisiensi vitamin B12 belum diketahui secara jelas insidensi dan prevalensinya di seluruh dunia dan hanya terdapat penelitian di daerah-daerah tertentu. Terdapat indikasi defisiensi asam folat dan vitamin B12 menjadi masalah kesehatan masyarakat dalam beberapa negara. Dalam beberapa penelitian, ditemukan bahwa kadar vitamin B12 yang rendah berhubungan dengan terjadinya perlemakan hati. Kondisi perlemakan hati memiliki spektrum yang luas, dari perlemakan hati sederhana, steatohepatitis, fibrosis, hingga sirosis hati. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan gambaran histopatologi perlemakan hati pada tikus dengan diet restriksi vitamin B12 dalam durasi waktu tertentu. Metode: Penelitian dilakukan dengan 18 ekor tikus Sprague-Dawley yang terbagi dalam 3 kelompok: (1) kelompok kontrol dengan diet normal selama 16 minggu; (2) kelompok perlakuan dengan diet restriksi vitamin B12 selama 8 minggu; dan (3) kelompok perlakuan dengan diet restriksi vitamin B12 selama 16 minggu. Setelah masa perlakuan selesai, hewan coba didekapitasi dan diambil jaringan hati dan dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin untuk diamati perlemakan hati yang terjadi.Hasil: Ditemukan steatosis mikrovesikular pada ketiga kelompok. Hanya sedikit ditemukan steatosis markovesikular, inflamasi lobular, dan pembengkakan hepatiosit pada kelompok perlakuan. Pemberian diet restriksi vitamin B12 menunjukkan perbedaan yang bermakna ketika dilihat melalui persentase pelemakan hati yang terjadi (p=0,001). Analisis post-hoc dilakukan dan didapatkan hasil yaitu terdapat perbedaan perlemakan hati yang bermakna pada kelompok kontrol dibandingkan kelompok perlakuan 8 minggu dan pada kelompok kontrol dibandingkan kelompok perlakuan 16 minggu. Kesimpulan: Diet restriksi vitamin B12 menunjukkan adanya perbedaan gambaran perlemakan hati yang bermakna yang terlihat pada gambaran histologi jaringan hati setelah perlakuan 8 dan 16 minggu.

ABSTRACT
Introduction: Vitamin B12 deficiencys incidence and prevalence throughout the world are still unknown  and studies only found in certain areas. There is an indication that folate and vitamin B12 deficiency will be global health problem in some countries. In some research, it was found that low level of serum vitamin B12 was associated with non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). NAFLD has a broad spectrum, from simple steatosis, steatohepatitis, fibrosis, until cirrhosis. Objective: This research aimed to investigate the histopathological changes of steatosis in rats induced with vitamin B12 restriction diet within observation period. Method: This experimental study was conducted with 18 Sprague-Dawley rats that were divided equally in 3 groups: (1) control group with normal diet for 16 weeks; (2) treatment group with vitamin B12 restriction diet for 8 weeks; and (3) treatment group with vitamin B12 restriction diet for 16 weeks. After observation period was finished, decapitation was performed to obtain rats liver tissue. Liver tissue then stained with Hematoxylin-Eosin to observe the steatosis percentage. Result: Microvesicular steatosis was observed in all groups. There were a little macrovesicular steatosis, lobular inflammation, and hepatic ballooning in treatment group. Steatosis percentage showed significant result when all groups were compared (p=0,001). Post-hoc analysis then performed; there was significant difference of steatosis percentage of control group compared with 8 weeks treatment group and control group compared with 16 weeks treatment group. Conclusion: Vitamin B12 restriction diet showed significant difference of steatosis showed in liver tissue after 8 and 16 weeks of treatment."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Krishna Murthi
"Defisiensi kobalamin dapat menyebabkan berkurangnya donor metil yang berpotensi menggangu metabolisme jantung. Defisiensi kobalamin dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi, ulkus peptikum, diabetes melitus, dan alkoholisme. Berbagai studi pada defisiensi vitamin B12 masih berfokus pada aterogenesis dan stress oksidatif. Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi defisiensi vitamin B12 dengan penurunan fungsi jantung melalui gambaran EKG, ekspresi protein PGC-1α dan protein BNP. Empat belas tikus Sprague-Dawley jantan usia 24-28 minggu dibagi dalam 2 kelompok (kontrol dan perlakuan). Kelompok kontrol diberikan pakan standar dengan nutrisi lengkap, sementara kelompok perlakuan diberikan pakan AIN-93M termodifikasi defisien vitamin B12. Kedua kelompok diberikan pakan dalam periode yang sama yakni selama 16 minggu. Pada akhir minggu ke-16 dilakukan pemeriksaan EKG, pemeriksaan ELISA vitamin B12 plasma, Hcy plasma, ekspresi PGC-1α dan kadar BNP-45 plasma. Hasil penelitian pada kelompok perlakuan menunjukkan terdapat penurunan kadar vitamin B12 plasma, peningkatan kadar Hcy plasma disertai dengan penurunan ekspresi protein PGC-1α dan peningkatan kadar BNP-45 plasma. Pada kelompok perlakuan didapatkan hasil tebal miokardium lebih besar dari kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan juga didapatkan aritmia pada rekam EKG 2 dari 7 tikus. Terdapat korelasi negatif dengan kekuatan sedang antara penurunan ekspresi PGC-1α dengan peningkatan BNP-45 plasma. Defisiensi kobalamin terbukti menyebabkan gangguan metabolisme energi kardiomiosit yang ditandai dengan penurunan ekspresi protein PGC-1α dan berujung pada aritmia serta hipertrofi/pembesaran ventrikel kiri yang ditandai dengan peningkatan tebal miokardium dan peningkatan kadar BNP-45 plasma.

Cobalamin deficiency may cause lack of dietary methyl donors which alter heart metabolism. Cobalamin deficiency are common in patients with malnutrition, gastrics ulcers, diabetes mellitus, and alcoholism. Most studies on cobalamin deficiencies are focused on its relationship with oxidative stress and atherogenesis. Therefore, this study aims to find the corelation between cobalamin deficiency and heart function deterioration through analysis of ECG pattern, expression of PGC-1α protein, and plasma BNP-45 level. Fourteen male Sprague-Dawley rats (age 24-28 weeks) were divided into 2 groups: control group and treatment group. The control group was given standard diet while the treatment group received a modified diet type AIN-93M. Both groups are fed with the same 16-weeks period. ECG and ELISA was performed to evaluate plasma vitamin B12, Hcy levels, expression of PGC-1α protein and plasma BNP-45 levels in each group at the end of the treatment period. At the end of study period, higher Hcy level was observed in the treatment group with lower plasma cobalamin followed by two rats has developed arrythmias and decreased expression of PGC-1α protein and also increased in plasma BNP-45 levels. There is a relatively strong correlation between deterioration of PGC-1α protein with the increased in plasma BNP-45 levels. Cobalamin deficiency has proven to alter cardiomyocites energy metabolism which resulted in arrythmia and tendency to developed left ventricular hypertrophy."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Program jangka panjang dengan "Pendekatan berbasis pangan" untuk penanggulangan kekurangan vitamin A (KVA) semakin penting peranannya."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>