Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109998 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yayat Karyana
"Pada tahun 1995 telah mulai diperkenalkan oleh Ananta dan Anwar suatu pengukuran migrasi yang relatif Baru untuk kasus di Indonesia yaitu indeks migrasi atau GMR (Gross Migra-Production Rate) yang merupakan penjumlahan dari ASMR (Age Specific Migration rate). Ada 2 jenis indeks migrasi yaitu indeks migrasi keluar atau GOMR (Gross Out Migra-Production rate) dan indeks migrasi masuk atau GIMR (Gross In-Migra-Production Rate). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1980 dan 1990, Ananta dan Anwar (1995) menghitung indeks migrasi keluar (GOMR) dan indeks migrasi masuk (GIMR) per propinsi.
Indeks migrasi keluar (GOMR) per propinsi belum melihat tujuan propinsi migran, dan indeks migrasi masuk per propinsi belum melihat asal propinsi migran. Indeks migrasi yang dapat melihat asal propinsi dan tujuan propinsi migran sekaligus adalah indeks migrasi antar propinsi.
Dalam tesis ini mencoba membuat proyeksi indeks migrasi antar propinsi di Indonesia untuk tahun 1990-1995. Proyeksi indeks migrasi yang dimaksud adalah proyeksi indeks migrasi keluar antar propinsi penduduk laki-laki, proyeksi indeks migrasi keluar antar propinsi penduduk perempuan, proyeksi indeks migrasi masuk antar propinsi penduduk laki-laki dan proyeksi indeks masuk antar propinsi penduduk perempuan.
Untuk dapat membuat proyeksi tersebut data yang diperlukan adalah : 1) Banyak migran keluar (total) per propinsi menurut kelompok umur dan jenis kelamin dari Sensus Penduduk 1980 dan 1990, 2) Banyak migran keluar dari satu propinsi ke propinsi lainnya menurut jenis kelamin dari Sensus Penduduk 1980 dan 1990, dan 3) ASOMR dan ASIMR per propinsi menurut jenis kelamin tahun perode 1975-1980 dan 1985-1990.
Dengan adanya data tersebut di atas metoda proyeksi yang dicoba diajukan oleh penulis dengan langkah-langkahnya adalah:
1. Proyeksi banyak migran keluar per propinsi tahun 1990-1995 yang berumur 5 tahun ke atas
2. Proyeksi banyak migran keluar per propinsi tahun 1990-1995 yang berumur 0-4 tahun
3. Proyeksi banyak migran keluar dari propinsi a menurut kelompok umur tahun 1990-1995
4. Menghitung distribusi proporsi migran keluar dari propinsi a ke propinsi-propinsi lainnya
5. Proyeksi banyak migran keluar antar propinsi untuk kelompok umur u tahun 1990-1995
6. Proyeksi Indeks Migrasi.
Suatu proyeksi hanya akan benar (terjadi) jika dan hanya asumsi yang diajukan benar-benar terjadi. Di sini asumsi yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Banyak migran keluar dari tiap propinsi ke luar negeri sedikit sekali. Asumsi ini diperlukan karena dari hasil pengolahan baik oleh BPS ataupun Lembaga Demografi FE UI tidak ada datanya. Kalaupun kenyataannya ada, diharapkan jumlah migran keluar selama periode 1990-1995 sedikit dibanding dengan jumlah migrasinya.
2. Angka pertumbuhan banyak migran keluar per propinsi menurut jenis kelamin pada tahun periode 1990-1995 mengikuti angka pertubuhan pada periode sebelumnya.
3. Pola distribusi migran keluar dari satu propinsi ke 26 propinsi lainnya, dan Pola distribusi migran keluar menurut kelompok umur pada tahun periode 1990-1995 mengikuti pola pada tahun periode sebelumnya, serta Pole distribusi migran keluar menurut kelompok umur mengikuti totalnya.
Dari hasil proyeksi antara lain dapat disimpulkan bahwa :
1. Asal dan tujuan migran dari dan ke propinsi-propinsi belum merata, yang mencerminkan masih terkonsentrasinya ke beberapa propinsi saja.
2. Meskipun DKI Jakarta tidak lagi selalu jadi tujuan utama migran, namun ternyata propinsi-propinsi di pulau Jawa masih mempuyai indeks migrasi masuk yang besar.
3. Indeks migrasi penduduk perempuan tidak selalu lebih rendah dari pada indeks migrasi penduduk laki-laki, baik untuk indeks migrasi keluar maupun untuk indeks migrasi masuk."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanna Taslim
"Perpindahan (mobilitas) penduduk yang telah terjadi sejak tahun sembilan puluhan, membutuhkan data migrasi yang relevan, yaitu dengan pengukuran yang tepat. Selama ini migrasi diukur dengan angka migrasi kasar (crude migration rate =cmr), masih belum dapat menggambarkan kejadian migrasi yang terjadi, karena masih dipengaruhi oleh perubahan struktur usia. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran yang telah terbebas dari pengaruh struktur usia. Untuk itu dibutuhkan data migrasi yang lebih rinci, yaitu migrasi yang dapat menggambarkan migrasi dengan renlang waktu yang relatif pendek, menurut kelompok usia. Data SUPAS 1995 memungkinkan untuk memperoleh data migrasi (risen) menurut kelompok usia dan daerah tujuan dan asal migran, melalui pengolahan data dengan menggunakan lamanya tinggal.
Ananta dan Anwar (1995), telah mempergunakan suatu pengukuran migrasi yang terbebas dari pengaruh struktur usia, yang dikenal dengan gross-migra-production-rate (GMR), yang merupakan suatu angka indeks. Angka ini merupakan penjumlahan daripada angka migrasi menurut kelompok usia (age-specific-migration-rate). Pengukuran ini analog dengan Gross Reproduction Rate (GRR) dalam analisis fertilitas. Sesungguhnya, pengukuran ini digunakan dalam analisis demografi multiregional, yang merupakan perluasan dari pada demografi formal, sehingga hanya ada satu angka migrasi (angka migrasi keluar). Dengan menggunakan pengukuran ini dalam perspektif demografi uniregional, maka ditemukan dua angka migrasi, yaitu Gross-migra-out-prociuction-rate (GOMR) untuk mengukur migrasi keluar dan gross-migra-in-production-rate (GIMR) untuk mengukur migrasi masuk.
Dengan menggunakan data SP 1980 dan SP 1990, Ananta dan Anwar (1995) menghitung GOMR dan GIMR untuk keduapuluh tujuh propinsi. Pengukuran ini memperhatikan kecenderungan angka migrasi masuk dan keluar, dengan membagi propinsipropinsi atas tujuh kelompok kecenderungan poia migrasi. Selanjutnya, Karyatna (1996) telah menggunakan pengukuran ini untuk mengestimasi angka migrasi periode 1990-1995, dengan menggunakan data SP 1980 dan SP 1990. Estimasi angka migrasi dilakukian sebelum keluarnya hash SUPAS 1995, dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu, yang juga melihat kecenderungan naik-lurunnya angka migrasi keluar dan masuk, dengan menghasilkan skenario pola migrasi. Berdasarkan skenario 1 dan 2, pola kecenderungan migrasi propinsi dibagi atas sembilan kelompok. Dan akhirnya, penelitian ketiga dilakukan Ananta et al. (1998), dengan menggunakan data SUPAS 1995, telah lebih maju. Pengukuran migrasi yang dilakukan telah memperhitungkan penduduk yang beresiko untuk pndah, serta adanya kriteria GMR yang tertentu. Angka migrasi dikelompokkan atas tiga, yaitu migrasi rendah (GMR-nya kecil dari 0,20), migrasi sedang (GMIR berada antara 0,20 - 0,40) dan migrasi tinggi (GMR-nya besar dari 0,40). Penelitian ini membagi propinsi-propinsi atas lujuh kelompok. Namun, keliga penelitian ini belum melihat GMR menurut propinsi asal dan propinsi tujuan.
Thesis ini bertujuan untuk mengestimasi angka migrasi (risen) pada propinsipropinsi, dengan menggunakan variabel lamanya linggal : lima, empat, tiga, dua dan satu tahun pada propinsi tempat tinggal sekarang. Setelah memperoleh data migrasi, maka akan dapat diketahui bagaimana pola kecenderungan migrasi risen yang terjadi. Untuk itu diperlukan data migran menurut kelompok usia dan jenis kelamin untuk duapuluh tujuh propirisi. Data tersebut diperoleh melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) menginterpolasi jumlah penduduk menurut kelompok usia lima tahunan dan jenis kelamin untuk 27 propinsi, (2) Mendapatkan variabel migran menurut kelompok usia lima tahunan, propinsi asal dan propinsi tujuan.(3) mengestimasi data jumlah penduduk usia 0-4 tahun dengan asumsi 25 persen penduduk usia 0-4 mengikuti penduduk wanita usia 15-19 tahun, dan (4) mengestimasi angka migrasi risen ketuar dan masuk (GOMR, GIMR). Data dan angka migrasi yang dihasilkan adalah berdasarkan data kumulatif. Selanjutnya diestimasi lagi migran berdasarkan titik waktu yang diinginkan, dengan teknik yang sederhana dari data migran kumulatif, khusus untuk dua propinsi, yaitu : Sumatera Barat dan DKI Jakarta.
Dari hasil estimasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa beberapa hai yang menarik :
1. Angka migrasi propinsi-propinsi terus mengalami penurunan, dengan kecepatan yang bervariasi antar propinsi. Ada yang relatif cepat, tetapi ada juga yang sangat cepat. Propinsi-propinsi yang semula berada pada delapan kelompok berdasarkan kecenderungan migrasinya (1989-1995), pada akhir periode pengamatan (1993-1995), duapuluh empat propinsi telah masuk pada kelompok migrasi rendah. Hanya tiga propinsi yang masih berada pada kelompok migrasi lainnya, yaitu DKI Jakarta pada kelompok empat yang bercirikan migrasi sedang dan Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara pada kelompok tiga yang bercirikan migrasi masuk sedang dan migrasi keluar rendah.
2. Angka migrasi laki-laki pada umumnya lebih besar daripada perempuan. Namun ada pada beberapa propinsi ditemukan angka migrasi perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, yaitu di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Tenggara.
3. Konsentrasi migran masih pada kelompok-kelompok usia muda, yaitu 20-29 tahun untuk perempuan. Sedangkan untuk migran laki-laki, sedikit lebih tinggi, yaitu 25-34 tahun.
4. Propinsi tujuan migran dan propinsi asst migran masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. DKI Jakarta masih mempunyal daya tarik yang cukup besar untuk didatangi, meskipun akhirnya telah digeser oleh Jawa Barat.
5. Berdasarkan data tahunan, terlihat bahwa angka migrasi yang diperoleh lebih kecil. Pola migrasinya bervariasi antara migrasi keluar laki-laki dan perempuan dengan migran masuk laki-laki dan perempuan.
Di masa mendatang, ketersediaan data migrasi yang lebih rinci dan semakin komprehensif sangat dibutuhkan, sehingga dapat digunakan untuk berbagai analisis demografi, khususnya migrasi. Untuk itu disarankan agar Badan Pusat Statistik dapat mengumpulkan dala tersebut dalam Sensus Penduduk pada pertanyaan kor (inti), sehingga kesalahan sampling dapat diatasi, dan ketersediaan data untuk analisis dapat direalisasikan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Darmawan
"Migrasi (perpindahan penduduk) sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai "center back" (alasan utama) keputusan seseorang untuk melakukan migrasi.
Tujuan dari peneiitian ini adalah untuk mengetahui pola migrasi yang terjadi antar provinsi di Indonesia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, yang secara khusus faktor-faktor ekonomi yang digunakan dalam tesis ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pengangguran, perlu dilakukan perhitungan terhadap proporsi migrasi yang dipengaruhi faktor-faktor ekonomi tersebut.
Analisis yang digunakan untuk dapat melakukan perkirakan perubahan proporsi migrasi antar provinsi di Indonesia adalah dengan menggunakan Model Hybrida, yaitu model gravitasi yang sudah dimodifikasi sedemikian sehingga analisis hanya berpedoman pada sate perubahan indikator ekonomi saja. Karena data migrasi di Indonesia bersumber dari Sensus Penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan diantara dua sensus, maka Model Hybrida yang dikemukakan dalam tesis ini mengacu pada data dengan periode 5 tahunan.
Hasil analisis yang dilakukan untuk masing-masing indikator ekonomi menunjukan ketiganya mempunyai pengaruh yang signifikan dan bila ketiganya dianalisis secara bersama-sama ternyata indikator ekonomi Pengangguran menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap migrasi yang terjadi. Namun demikian dari kedua tahap analisis yang dilakukan, indikator ekonomi UMP menunjukan hasil yang sama yaitu tidak sesuai perkiraan semula karena migran justru cenderung menuju provinsi yang mempunyai UMP lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya. Hasil itu diduga karena dalam analisis ini migran tidak dikelompokan menurut umur, terutama umur pekerja, disamping itu alasan migran melakukan migrasi seperti alasan pendidikan, pernikahan, keluarga dan lain-lainnya turut mempengaruhi hasil tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Wesli
"Sejumlah peneliti mengajukan argumen bahwa motif utama penduduk melakukan migrasi adalah harapan yang bersifat ekonomi. Akan tetapi dalam studi ini ingin ditunjukkan bahwa keputusan yang dipertimbangkan oleh calon migran tidak hanya bersifat dikotomi - pindah atau tidak - tetapi lebih bervariasi, sebagaimana ditunjukkan oleh tujuan perpindahan yang dilakukan.
Dalam studi ini tujuan-tujuan migrasi dikelompokkan secara garis besar menjadi tujuan pasar kerja dan non pasar kerja, dan determinan yang mempengaruhi pilihan-pilihan tujuan migrasi tersebut adalah faktor-faktor sosio-demografis migran,jarak perpindahan. dan adanya relasi migran di tempat tujuan. Tujuan pasar kerja dikelompokkan lagi menjadi dua yaitu tujuan bekerja atau sudah mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan. dan tujuan mencari pekerjaan. Sedangkan tujuan non pasar kerja dikelompokkan menjadi kelompok migran tujuan pendidikan/pelatihan. ikut keluarga dan tujuan lainnya.
Dengan menggunakan konsep perpindahan antar desa/kelurahan dan batas waktu tinggal enam bulan di tempat tujuan hasil tabulasi data Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) tahun 1993 menunjukkan bahwa 47.8 persen responden-vang berusia 15 tahun atau lebih pada saat survei pernah melakukan perpindahan melintasi batas desa/kelurahan. Tidak ada perbedaan persentase yang mencolok antara migran perempuan dan laki-laki, karena persentase migran perempuan mencapai 49,5 persen. Sedangkan komposisi umur migran pada waktu melakukan perpindahan pertama kali, 83,5 persen migran pindah pada saat berusia muda atau 15-29 tahun, dan hanya 16,5 persen melakukan perpindahan pertama pada saat berusia 30 tahun lebih.
Tanpa memperhatikan variabel-variabel lain, tujuan migrasi penduduk usia kerja di Indonesia berdasarkan SAKERTI 1993 sebagian besar adalah tujuan non pasar -kerja. Hanya sekitar 25 persen tujuan migrasi penduduk usia kerja di Indonesia untuk 'bekerja' dan 'mencari pekerjaan', sedangkan 75 persen lainnya termasuk dalam kategori tujuan non pasar kerja. Jika diperhatikan jenis kelamin, tujuan non pasar kerja migran perempuan lebih rendah dibanding dengan migran laki-laki. Hanya sekitar 11 persen migran perempuan yang melakukan migrasi pertama karena 'bekerja' atau 'mencari pekerjaan'. sedangkan pada migran laki-laki tujuan pasar kerja cukup besar, yaitu mencapai 38,0 persen. Selain itu hasil tabulasi dalam studi ini menunjukkan hampir 74 persen migran yang melakukan perpindahan pertama memiliki relasi di tempat tujuan.
Tingkat pendidikan yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kemampuan migran untuk menganggur. dan tingkat pendidikan yang makin tinggi dianggap akan meningkatkan kemampuan migran untuk menganggur. Akan tetapi studi ini menghasilkan, disamping probabilitas mencari pekerjaan cukup kecil, ternyata probabilitas migrasi tujuan mencari pekerjaan cenderung makin kecil jika tingkat pendidikan migran makin tinggi. Seperti diduga, status belum kawin waktu melakukan perpindahan, akan meningkatkan probabilitas tujuan migrasi mencari pekerjaan, mengikuti pendidikan/pelatihan, dan memperkecil probabilitas migrasi tujuan non pasar kerja. Berbeda dengan dugaan semula, migrasi tujuan bekerja ternyata makin kecil probabilitasnya pada kelompok migran sudah kawin. Kemudian jarak perpindahan yang makin jauh diduga akan menyebabkan migrasi tujuan bekerja meningkat, tampak sesuai dengan hasil studi ini. Akan tetapi berbeda dengan dugaan, jarak yang makin jauh ternyata tidak memperkecil migrasi tujuan mencari pekerjaan. Sedangkan pengaruh adanya relasi migran di tempat tujuan menunjukkan bahwa adanya relasi di tempat tujuan meningkatkan migrasi tujuan bekerja, mencari pekerjaan, dan mengikuti pendidikan/pelatihan, tetapi mengurangi probabilitas migrasi tujuan ikut keluarga."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahfirin Abdullah
"ABSTRAK
Saat ini semakin disadari pentingnya penyebaaran kegiatan ekonomi dan pembangunan yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. Perkembangan kegiatan ekonomi luar Jawa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk dan mengurangi perpindahan penduduk ke Palau Jawa yang pada gilirannya akan mengurangi permasalahan kependudukan di Indonesia
Propinsi Lampung sejak lama menjadi daerah tujuan migrasi penduduk Pada jaman penjajahan, Lampung ditetapkan sebagai salah satu daerah kolonisasi oleh pemerintah penjajahan Belanda Pada jaman awal kemerdekaan hingga masa orde baru daerah Lampung juga dijadikan sebagai daerah penempatan transmigran.
Mengingat sejarahnya yang panjang sebagai wilayah penempatan transmigran, di Propinsi Lampung banyak terdapat wilayah dengan mayoritas penduduk pendatang terutama dari Palau Jawa sehingga banyak tempat tempat di propinsi Lampung yang mempunyai nama yang lama dengan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Karena penduduk yang berasal dari daerah lain jumlah cukup banyak, naaka hubungan antara penduduk Lampung dengan penduduk dari daerah lain, khususnya Jawa menjadi sangat intensif. Didukung dengan letak geografis daerah Lampung sangat berdekatan dengan Pulau Jawa, kondisi ini menyebabkan daerah Lampung merupakan salah satu tujuan utama transmigrasi swakarsa dari Pulau Jawa. Oleh karena itu, walaupun penempatan transmigrasi umum oleh pemerintah ke Lampung telah dihentikan sejak tahun 1980, tetapi penduduk Jawa yang masuk ke Lampung masih tetap besar. Mengingat sumber daya alam dan pembangunan masing-masing daerah atau kabupaten di daerah Propinsi Lampung juga berbeda-beda, maka distribusi atau persebaran penduduk tidak tersebar secara merata.
Melihat kenyataan-kenyataan yang telah disebutkan di atas, menarik untuk diselidiki faktor apa saja yang mempengaruhi migrasi masuk ke Lampung dan migrasi masuk antar kabupaten di Propinsi Lampung berikut karakteristik migran yang masuk ke Lampung. Dengan itu diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang migran sehubungan dengan karakteristik kependudukan individu migran itu sendiri (umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan lain-lain) dan karakteristik latar belakang daerah asalnya. Untuk tujuan itu, dalam penelitian ini digunakan data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985.
Ada dua tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pertama, memperoleh gambaran mengenai migran yang masuk ke Propinsi Lampung yaitu yang menyangkut karakteristik individu dan latar belakangnya. Kedua, melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi probabilita seseorang untuk melakukan perpindahan ke Propinsi Lampung baik yang berasal dari propinsi lain maupun yang berasal dari Propinsi Lampung sendiri (migrasi antar kabupaten).
Berkaitan dengan tujuan kedua di atas, akan dilihat berapa besar pengaruh dari masing-masing faktor yang bersangkutan dalam hal ini dilakukan dengan analisis inferens. Selain itu juga akan dilakukan analisis deskriptif mengenai karakteristik migran yang ada di Propinsi Lampung. Hal terakhir ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai migran yang ada di daerah tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu analisis deskriptif (analisa tabulasi silang) dan analisis inferens. Analisis inferens dilakukan dengan membuat fungsi multinomial logistic untuk mengetahui probabilita migrasi masuk ke Propinsi Lampung. Variabel babas yang digunakan dalam analisis adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan dua variabel kontekstual yaitu pendapatan per kapita dan peran sektor industri dalam PDRB. VariabeI kontekstual diperoleh dengan satuan analisis kabupaten (wilayah di propinsi Lampung) dan Propinsi untuk wilayah di luar Lampung.
Di antara penduduk muda (berumur di bawah 25 tahun) proporsi bukan migrannya adalah lebih kecil dibandingkan dari pada di antara penduduk tua (berumur 25 tahun atau lebih). Sementara itu proporsi migran antar Kabupaten di antara penduduk muda (di bawa 25 tahun) adalah sedikit lebih tinggi di banding pada penduduk umur tua, namun perbedaan proporsinya relatif kecil
Penduduk yang berpindah dan propinsi lain, baik dari Jawa maupun dari propinsi lainnya nampaknya terdiri dari orang-orang muda yang berumur di bawah 25 tahun. Hal ini terlihat pada beda proporsi migran dari propinsi lain di antara penduduk berumur kurang dari 25 tahun jauh lebih besar dibandingkan dengan yang berumur 25 tahun atau lebih. Pada penduduk muda proporsinya adalah sebesar 0,062 sedangkan pada penduduk tua hanya sekitar setengahnya atau sebesar 0, 031.
Kenyataan ini nampaknya sesuai dengan dugaan kita sebelumnya yang mana migran terdiri dari kaum muda yang produktif. Keputusan migran nampaknya merupakan keputusan ekonomi yang memperhitungkan kemungidnan memperoleh pekerjaan, dan jangka waktu bekerja di daerah tujuan. Pada penduduk muda, masa kerja di daerah tujuan adalah lebih lama dibandingkan dengan penduduk tua Semakin lama masa kerja di daerah tujuan semakin besar manfaat ekonomi yang diperoleh dari perpindahan yang telah dilakukan. Sebaliknya kesempatan ekonomi yang diharapkan oleh penduduk tua adalah lebih kecil, mengingat kemampuan yang semakin terbatas. Sementara itu masa kerja yang mungkin dapat dilakukan oleh penduduk tua lebih sedikit.
Nampaknya tidak ada perbedaan yang berarti antara laki-laki dan perempuan dalam hal proporsi bukan migran. Proporsi bukan migran pada laki-laki adalah 0,880 sedangkan pada perempuan sebesar 0,878. Proporsi migran antar kabupaten pada penduduk wanita adalah lebih rendah dibandingkan pada penduduk laki-laki, yang mana pada laki-laki proporsinya sebesar 0,081 sedangkan pada wanita sebesar 0,069.
Proporsi migran antar kabupaten pada laki-laki maupun perempuan adalah lebih besar dibandingkan dengan proporsi migran dan luar propinsi. Kendala jarak nampaknya menyebabkan probability pindah antar kabupaten menjadi lebih besar dari pada probability pindah antar propinsi. Selain itu, dalam propinsi yang sama pengetahuan mengenai kondisi daerah tujuan lebih dapat diketahui secara seksama. Sementara itu bagi penduduk asal luar propinsi informasi ini lebih terbatas.
Migran dari luar propinsi Lampung nampaknya lebih banyak yang berstatus belum kawin dari pada yang pernah kawin. Ini terlihat dari migran asal luar propinsi yang mana proporsinya lebih besar dikalangan penduduk belum kawin dibandingkan dengan pada penduduk yang pemah kawin. Pada penduduk yang berstatus belum pernah kawin proporsinya adalah sebesar 0,053 sedangkan pada penduduk yang pernah kawin proporsinya sebesar 0,04.
Kenyataan ini nampaknya berhubungan dengan beban yang harus dipikul dalam bermigrasi. Pada penduduk yang belum kawin beban yang harus ditanggung dalam perjalanan migrasi maupun beban moral dalam meninggalkan daerah asal adalah lebih rendah. Pada penduduk yang berstatus kawin, beban yang harus ditanggung lebih besar, misalnya harus membawa serta anak dan istri. Dalam kondisi yang belum pasti di daerah tujuan, adanya beban tanggungan ini bukan masalah sederhana. Biaya yang harus ditanggung, apalagi apabila migran tidak langsung memperoleh penghasilan yang cukup adanya beban tanggungan akan sangat memberatkan.
Variabel pendidikan formal nampaknya tidak begitu diperhatikan dalam menentukan keputusan migrasi ke dareah lampung. lni terlihat pada tidak adanya perbedaan proporsi migran menurut pendidikan Proporsi migran antar kabupaten pada penduduk berpendidikan tamat SD atau lebih adalah sebesar 0,074 dan pada penduduk yang berpendidikan lebih rendah adalah sebesar 0,075. Hal yang sama juga terjadi pada proporsi migran asal luar propinsi, yang mana pada penduduk yang berpendidikan rendah (tidak tamat SD atau tidak sekolah) maupun berpendidikan tamat SD atau lebih sama-sama sebesar 0,045.
Kenyataan ini diduga karena sebagian besar migran yang datang ke Propinsi Lampung tujuannya adalah bekerja di sektor pertanian (perkebunan). Pada sektor pertanian, pendidikan formal bukanlah suatu hai yang penting dalam menentukan penghasilan pekerja. pengalaman bertani dan bercocok tanam malah lebih diperlukan. Selain itu diperkirakan, pendatang ke propinsi Lampung, selain petani adalah pedagang sektor informal, yang mana sama halnya dengan pertanian, pendidikan formal bukan hal yang menentukan penghasilan pekerja.
Setelah kita perhatikan perbedaan proporsi migrasi berdasarkan variabel individu, sekarang mari kita perhatikan pengaruh variabel lingkungan terhadap proporsi migrasi. Keputusan migrasi nampaknya tidak dipengaruhi oleh kondisi perekonomian daerah. Bila dibandingkan proporsi migran pada penduduk yang daerahnya mempunyai PDRB perkapita rendah dengan yang tinggi nampak tidak ada perbedaan.
Variabel tingkat industrialisasi nampaknya mempunyai pengaruh yang berbeda antara kelompok migran maupun antara tingkat industrialissisi rendah dan tinggi. Pada Tabel 4 terlihat bahwa proporsi bukan migran lebih besar pada daerah yang tingkat industrialisasinya lebih tinggi. Sedangkan proporsi migran antar kabupaten daerah yang tingkat industrinya rendah proporsi migrannya tinggi.. Proporsi migran dari luas propinsi ternyata hampir tidak ada perbedaan menurut tingkat industrialisasi. "
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarno
"Salah satu tantangan yang dihadapi dalam pembangunan sosial ekonomi Indonesia berasal dari masalah kependudukan. Masalah tersebut terutama berkaitan dengan besarnya jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata.
Propinsi Sumatera Barat mempunyai karakteristik khusus dalam hal budaya merantau juga menghadapi permasalahan kependudukan terutama karena fenomena migrasi tersebut. Perpindahan penduduk itu akan menyebabkan tidak meratanya distribusi persebaran penduduk, dan juga akan mempengaruhi pertumbuhan jumlah penduduk di suatu daerah serta berpengaruh terhadap pembangunan daerah, karena penduduk hanya akan terkonsentrasi di daerah yang mempunyai daya tarik yang tinggi terutama Kota Padang sebagai ibukota Propinsi. Hai ini menyebabkan terjadinya kesenjangan antar daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat.
Dengan melakukan analisis interaksi spasial dapat diperkirakan daya tarik suatu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain di sekitarnya, sehingga dapat diketahui pola perpindahan penduduk yang cenderung ke daerah yang mempunyai daya tarik yang lebih tinggi.
Hasil penelitian secara empiris dengan menggunakan gravity model menunjukkan bahwa faktor jumlah penduduk di daerah asal dan daerah tujuan serta jarak berpengaruh terhadap migrasi di Propinsi Sumatera Barat, dimana jarak mempunyai pengaruh yang negatif terhadap migrasi, sedangkan jumlah penduduk daerah asal dan daerah tujuan mempunyai pengaruh positif terhadap migrasi. Dan juga diketahui bahwa kesempatan kerja juga berpengaruh terhadap migrasi.
Secara keseluruhan maka daerah yang daya tariknya paling tinggi dengan menggunakan variabel penduduk dan merupakan tujuan utama bagi penduduk Sumatera Barat untuk pindah adalah kota Padang, kabupaten Solok dan kabupaten Padang Pariaman. Sedangkan daerah yang daya tariknya paling rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto.
Dengan menggunakan variabel kesempatan kerja memperlihatkan pola yang sama dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, dimana tujuan utama penduduk utama untuk pindah adalah kota Padang, kabupaten Solok.
Dengan menggunakan model Feeney dapat diketahui bahwa sampai periode tahun 2010 daerah yang paling tinggi pertumbuhan penduduknya adalah kota Padang, kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan kabupaten Agam, sedangkan daerah yang pertumbuhan penduduknya rendah adalah kepulauan Mentawai dan kota Sawahlunto."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabir Ahmad
"Sulawesi Tenggara yang setiap tahunnya mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yakni untuk tahun 1980-1985 angka pertumbuhan rata-rata mencapai sebesar 3,52 per sen per tahun. Angka ini bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk Indonesia dalam periode yang sama (1980-1985) sebesar 2,13 per sen, maka laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara masih jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata penduduk Indonesia. Tingginya angka pertumbuhan tersebut diperkirakan salah satu penyebab adalah besarnya perpindahan penduduk dari daerah lain di Indonesia masuk ke Sulawesi Tenggara yakni, migrasi masuk pada tahun 1980 adalah sebesar 11,1 per sen dari jumlah penduduk Sultra pada tahun tersebut. Sedangkan tahun 1985 migrasi masuk adalah sebesar 14,3 per sen dari jumlah penduduk Sultra.
Untuk melihat arus perpindahan tersebut serta dampaknya terhadap produktivitas penduduk Sultra, maka dalam studi ini dilakukan dua pendugaan dengan tujuan yaitu, pertama, ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menarik migrasi masuk dan keluar ke dan dari daerah Sulawesi Tenggara. Ke dua, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, serta kaitannya dengan migrasi. Terakhir ini akan diungkapkan secara deskriptif.
Dalam menunjang pendugaan di atas, maka digunakan metode analisis regresi berganda dengan menggunakan data Agregat yang diperoleh dari publikasi Biro Pusat Statistik berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971, 1980, SUPAS 1985 dan SAKERNAS 1976, serta Sulawesi Tenggara Dalam Angka.
Dari dua pendugaan yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, faktor yang mempengaruhi tingkat migrasi masuk dan keluar di Sulawesi Tenggara yakni; Industrialisasi, Urbanisasi, Tingkat kesempatan kerja, Kualitas penduduk (penduduk yang berpendidikan tamat SLTA dan Akademi/peguruan tinggi), Kepadatan penduduk, Jarak dan Dummy dengan indikator; 1 untuk migrasi keluar dan 0 untuk migrasi masuk.
Dari variabel tersebut di atas bila dilihat secara relatifitas antara daerah asal dan daerah tujuan (Sulawesi Tenggara), madan nampak bahwa:
1. Industrialisasi di daerah asal lebih menarik relatif terhadap Sultra, sehingga tingkat migrasi masuk ke Sultra menjadi berkurang dan tingkat migrasi keluar cenderung semakin besar.
2. Urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal pertumbuhannya lebih tinggi relatif terhadap Sultra, sehingga Sultra lebih menarik relatif terhadap daerah asal. Akibatnya tingkat migrasi masuk semakin besar dan migrasi keluar semakin berkurang. Nadi semakin tinggi tingkat urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin besar tingkat migrasi.masuk ke Sultra. Urbanisasi dapat memiliki hubungan positif dan negatif terhadap migrasi.
3. Tingkat kesempatan kerja pertumbuhannya lebih cepat di Sultra bila dibandingkan daerah asal, maka hal ini lebih baik dan lebih menarik di Sultra relatif terhadap daerah asal, sehingga tingkat migrasi cenderung meningkat, dan migrasi keluar semakin berkurang.
4. Proporsi penduduk yang berpendidikan tamat SLTA berhubungan negatif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang keluar. lni relevan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan (kualitas) penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin sedikit migran masuk, sebab semakin tinggi kualitas akan semakin tinggi pula produktivitasnya pada akhirnya pendapatannya akan semakin tinggi pula. Sedangkan untuk proporsi penduduk tamat Akademi/perguruan tinggi mempunyai arah yang berbeda yakni, berhubungan positif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang ke luar. Ini menolak hipotesis yang diajukan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sulawesi Tenggara semakin besar pula tingkat migrasi masuk ke Sultra. Hal terjadi sebab, proporsi penduduk yang berpendidikan tinggi (tamat akademi/perguruan tinggi) di daerah asal lebih tinggi relatif terhadap Sultra. Berarti peluang bagi migran yang berpendidikan tinggi untuk meningkatkan produksi dan penghasilan masih terbuka lebar di daerah Sultra.
5. Jarak antara daerah asal (Sultra) dengan daerah Sultra (tujuan) memiliki hubungan negatif. Jarak merupakan proksi dari baiay transportasi, opportunity cost, phsychic cost. Untuk itu, semakin jauh jarak antara daerah asal (Sultra) dan Sultra (tujuan) semakin sedikit tingkat migrasi masuk dan keluar dari dan ke Sultra.
Ke dua, dengan menggunakan alpha 5 per sen, variabel yang berpengaruh (signifikan) terhadap produktivitas tenaga kerja adalah urbanisasi, dan kualitas penduduk (kecuali kematian bayi). Sedangkan variabel industrialisasi, dan pengeluaran pemerintah signifikan pada tingkat kepercayaan (alpha) 10 per sen. Variabel tersebut memiliki hubungan masing-masing urbanisasi negatif, kualitas tenaga kerja, industrialisasi, dan pengaluaran positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil ini (kecuali urbanisasi) menunjukkan bahwa semakin tinggi variabel tersebut akan semakin tinggi pula produktivitas tenaga kerja. Sedangkan variabel urbanisasi, semakin tinggi variabel ini akan semakin mengurangi produktivitas tenaga kerja.
Secara deskriptif memperlihatkan bahwa migran lebih banyak yang berpendidikan tamat perguruan tinggi, sedang non migran kebanyakan terkosentrasi pada jenjang pendidikan maksimal tamat SLTA. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja migran, lebih tinggi jika dibandingkan dengan non migran. Dan tenaga kerja migran memberi sumbangan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja Sultra. Sebagai bukti yakni, di satu pihak jumlah migrasi masuk (absolut) meningkat setiap periode, di pihak lain produktivitas tenaga kerja juga meningkat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T34
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Fanda Fadly
"Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang migrasi yang terjadi di Kelurahan Pondok Cina. Migrasi yang terjadi di Kelurahan Pondok Cina sangat berdampak pada kehidupan sosial masyarakat setempat. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat di Kota Depok, khususnya Kelurahan Pondok Cina. Oleh karena itu, dengan penelitian yang dilakukan ini diharapkan akan diperoleh gambaran dan pemahaman tentang terjadinya perubahan pola kehidupan sosial masyarakat di lingkungan Kelurahan Pondok Cina yang tidak terlepas dari kedatangan penduduk pendatang.
Untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat di Kelurahan Pondok Cina tersebut, diperlukan data yang didapat dari beberapa kasus. Untuk memperoleh data tersebut, maka dilakukan wawancara kepada beberapa penduduk, baik itu penduduk asli Pondok Cina yaitu Betawi, maupun penduduk pendatang. Penduduk pendatang pada umumnya datang dari berbagai daerah di Indonesia, yang kemudian menetap di Kota Jakarta dan akhimya pindah ke wilayah Pondok Cina. Selain dari wawancara, penelitian ini juga mengambiI data melalui beberapa dokumentasi dan observasi. Perubahan sosial yang terjadi di Kelurahan Pondok Cina dibatasi pada perubahan sosial di lapangan pekerjaan, perubahan sosial pada kehidupan keluarga, dan perubahan sosial pada pola gaya hidup."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhanadji
"Tesis membahas tentang migrasi orang Madura ke Surabaya yang dihadapkan kepada suatu tantangan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidup buatan di Surabaya. Agar bisa survive, migran harus dapat mengembangkan strategi adaptasi di Surabaya. Cara mengembangkan strategi adaptasi ini akan lebih banyak diperlihatkan dari perilaku ekonominya. Objek penelitian ini dalah warga masyarakat Kelurahan Sidotopo, Kecamatan Semampir, Kotamadya Surabaya. Penelitian ini mengacu pada teori Siagel dan Everet Lee tentang Migration theory, Donald Bogue tentang push-pull factor dan Bennet tentang Adaptive Orgamic.
Dari penelitian ini telah dikemukakan bahwa:
pertama, migrasi orang Madura ke Surabaya melalui expedisi militer telah terhadi sejak sebelum kerajaan Mojopahit berdiri, yaitu : bantuan pasukan Sria Wiraraja dari Madura kepada Raden Wijaya untuk mengusir tentara Tartar (Gina). Setelah jaman kemerdekaan, apalagi setelah pemerintah mencanangkan Repelita tahun 1969 dan kota Surabaya menjadi kota INDAMARDI (Industri, Dagang, Maritim dan Pendidikan) sejak tahun 1971 kepergian orang Madura semakin intensif dan menjadi pola kebiasaan yang terus mengalir melalui saluran (chanel) teman dekat, saudara atau kerabat sekampung. Faktor pendorongnya adalah (1) tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas dan bervariasai, (2) tidak ada hambatan psikologi? sosio dan budaya, (3) cerita sukses yang dibawa orang-orang Madura ketika pulang ke kampung halaman.
Kedua, dalam mengembangkan strategi adaptasi, orang Madura senantiasa melakukan diversifikasi usaha dan memiliki jenis usaha atau profesi yang sesuai dengan tuntutan lingkungan serta sesuai pula potensi yang dimilki oleh orang Madura sendiri.
Tiga, dalam perilaku ekonomi, orang Madura selalu menunjukkan semangat dan gairah yang tinggi dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi di Surabaya terutama dalam kegiatan ekonomi sektor informal. Perilaku ekonomi (pola produski, pola distribusi dan pola konsumsi) adalah bagian dari strategi adaptasi mereka dalam upaya mengembangkan kehidupannya sacara wajar di kota Surabaya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasri Bachtiar
"Usaha meringkas pemikiran ekonomi mengenai aspek-aspek yang mempengaruhi migrasi merupakan suatu hal yang tidak mudah. Seringkali ditemui resiko dimana hal-hal yang relevan untuk dianalisa terabaikan. Hal ini memungkinkan karena aspek-aspek yang mempengaruhi kemungkinan orang untuk pindah tidak hanya ditentukan oleh faktor ekonomi saja, namun juga ditentukan oleh faktor-faktor non ekonomi. Demikian pula, migrasi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh perbedaan potensi ekonomi daerah asal dan tujuan saja, tetapi terutama ditentukan oleh persepsi individu terhadap perbedaan tersebut dan kondisi lingkungan social ekonomi rumah tangga.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisa faktor-faktor apa yang mempengaruhi kemungkinan orang untuk pindah dari Kabupaten ke Kotamadya di Propinsi Sumatera Banat. Dalam hal ini, faktor faktor yang mempengaruhi kemungkinan pindah akan dilihat dari karakteristik individu calon migran itu sendiri, lingkungan sosial ekonomi rumah tangga dan perbedaan potensi ekonomi daerah asal dan tujuan.
Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa lingkungan daerah mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk pindah melalui perbedaan potensi sosial ekonomi daerah asal dan tujuan. Perbedaan potensi sosial ekonomi daerah asal dan daerah tujuan mempengaruhi keinginan seseorang untuk pindah melalui persepsinya terhadap kondisi tersebut. Persepsi ini akan positif bila harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik tinggi di daerah tujuan. Seseorang akan memutuskan untuk pindah ke daerah atau lapangan kerja tertentu bila memberikan penghasilan yang lebih tinggi dari keadaan sebelumnya. Seandainya lapangan kerja yang akan dimasuki oleh calon migran tersebut adalah sektor industri di daerah perkotaan, maka calon migran akan pindah dari sektor pertanian di daerah pedesaan ke sektor industri di daerah perkotaan. Oleh karena itu, variabel-variabel seperti proporsi nilai tambah sektor pertanian dan sektor industri serta pendapatan regional per-kapita merupakan variabel-variabel daerah yang mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk pindah.
Lingkungan sosial ekonomi rumah tangga mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk pindah melalui rekasinya terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga dimana individu itu berada. Kondisi sosial ekonomi rumah tangga ini di samping dapat dilihat dari status pemilikan tanah seperti yang telah dikemukakan oleh Suharso (1976) juga dapat dilihat dari jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan rata rata. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga akan menyebabkan semakin berkurangnya keinginan untuk pindah. Hal ini memungkinkan karena individu (kepala rumah tangga) tidak berani mengambil resiko untuk pindah. Sedangkan makin tinggi pendapatan rata-rata di tempat tujuan akan mendorong keinginan individu untuk pindah. dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraannya. Oleh karena itu, variabel-variabel seperti jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan rata rata merupakan variabel lingkungan sosial ekonomi rumah tangga yang mempengaruhi kemungkinan eseorang untuk pindah.
Meskipun lingkungan sosial ekonomi rumah tangga dan perbedaan potensi ekonomi daerah asal dan tujuan mempengaruhi kemungkinan orang pindah, namun semuanya itu tergantung kepada individu dari calon migran itu sendiri. Oleh karena itu, karakteristik umur dan pendidikan merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan pindah, setelah itu baru ditentukan ke arah mana perpindahan tersebut dilakukan.
Hasil temuan emperis membuktikan bahwa migrasi dari Kabupaten ke Kotamadya di Sumatera Barat umumnya bersifat selektif, baik dilihat dari umur maupun pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Kedua hal ini sangat mempengaruhi respon seseorang untuk pindah melalui reaksinya terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga dan daerah dimana ia berada. Secara umum dapat dikemukakan bahwa perpindahan tersebut dilakukan oleh orang orang relatif muda dan mempunyai tingkat pendidikan relatif tinggi. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan pola migrasi yang terjadi pada beberapa Propinsi lainnya di Indonesia.
Indikasi tersebut memperlihatkan bahwa efek dari migrasi dari Kabupaten ke Kotamadya akan menurunkan mutu modal manusia di daerah Kabupaten. Sebaliknya, efek migrasi ini akan meningkatkan mutu modal manusia yang ada di Kotamadya. Kedua hal ini pada gilirannya akan menyebabkan makin tingginya jurang perbedaan antara kualitas manusia antar daerah di Propinsi Sumatera Barat.
Hubungan antara pendidikan dan migrasi memperlihatkan bahwa orang orang yang berpendidikan tinggi mempunyai kemungkinan untuk pindah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak sekolah dan orang-orang yang tidak tamat sekolah dasar (SD). Hasil pengujian emperis memperlihatkan bahwa kemungkinan orang untuk pindah pada jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak sekolah dan orang-orang yang tidak tamat SD. Seandainya tingkat pendidikan tersebut dilihat dari lamanya sekolah, maka (orang-orang yang sekolah selama lebih dari 6 tahun mempunyai kemungkinan untuk pindah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang-orang yang sekolah kurang dari 6 tahun.
Hubungan yang negatif antara rasio pendapatan daerah Kabupaten relatif terhadap pendapatan di Kotamadya terhadap kemungkinan pindah memperlihatkan bahwa para migran sangat respon terhadap perbedaan pendapatan ini. Bagaimanapun juga, hubungan tersebut sangat tergantung kepada umur dan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa tingkat pendidikan dan umur seseorang mempengaruhi evaluasinya terhadap perkembangan ekonomi baik di daerah asal maupun di daerah tujuan. Untuk para migran yang relatif muda dan mempunyai tingkat pendidikan yang relatif tinggi mempunyai respon yang relatif berbeda dengan orang orang yang ralatif tua dan mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Dengan kata lain, respon untuk pindah karena adanya perbedaan pendapatan ini mungkin berbeda antara umur dan pendidikan pada kelompok masyarakat tertentu.
Hubungan yang negatif antara jumlah anggota rumah tangga dan migrasi memperlihatkan bahwa para migran sangat respon terhadap keadaan jumlah anggota rumah tangga . Hasil pengujian emperis memperlihatkan bahwa jumlah anggota rumah tangga mampu menahan keinginan untuk pindah. Indikasi ini memperlihatkan bahwa bagi migran yang berstatus kepala keluarga mereka tidak berani mengambil resiko untuk pindah karena tanggung jawab terhadap anggota rumah tangga lainnya (istri dan anak anak).
Indikasi diatas memperlihatkan bahwa bagaimanapun juga keadaan jumlah anggota rumah tangga juga mempengaruhi evaluasi seseorang terhadap kemungkinan untuk pindah, disamping faktor-faktor lainnya. Hal ini ditunjang pula oleh kondisi social budaya mayarakat minang yang cendrung untuk berpindah dan perpindahan ini tidak hanya dilakukan untuk menghindari ketergantungan kepada anggota rumah tangga yang bekerja tapi juga untuk meningkatkan taraf hidup keluarga secara keseiuruhan. Hal ini diperlihatkan pula oleh hasil temuan dimana pendapatan rata-rata yang diproduksi dari pengeluaran di daerah tujuan mendorong orang untuk pindah. Dengan kata lain makin tinggi pendapatan di daerah tujuan Akan mendorong kemungkinan orang untuk pindah ke daerah tersebut. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>