Tesis ini membahas tentang orang-orang Korea Selatan yang melakukan adaptasi antarbudaya di Indonesia melalui akomodasi komunikasi terhadap orang-orang Indonesia. Orang-orang Korea Selatan menghadapi budaya yang berbeda ketika di Indonesia dan mengharuskan mereka beradaptasi dengan budaya dan orang-orang Indonesia. Budaya yang berbeda bisa jadi memicu terjadinya masalah. Akomodasi komunikasi menjadi suatu aspek pendukung bagi orang-orang Korea Selatan untuk beradaptasi. Tesis ini berfokus untuk menjelaskan bagaimana sikap dan penggunaan bahasa orang-orang Korea Selatan dalam melakukan akomodasi komunikasi dengan orang-orang Indonesia dan alasan mereka dalam bersikap dan menggunakan bahasa tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologi dengan menggunakan Teori Akomodasi Komunikasi.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kesamaan karakteristik pada orang-orang Korea Selatan cenderung menjadikan mereka berperilaku sama ketika berakomodasi komunikasi untuk beradaptasi. Orang-orang Korea Selatan tetap mempertahankan dan memperlihatkan identitas budaya mereka sebagai orang Korea Selatan saat beradaptasi. Jumlah banyaknya orang-orang Korea Selatan ketika bersama orang-orang Indonesia menentukan apakah mereka akan berkonvergensi atau berdivergensi. Ketika jumlah mereka lebih banyak dibandingkan orang Indonesia, mereka cenderung melakukan divergensi, sebaliknya ketika jumlah mereka lebih sedikit, maka mereka cenderung melakukan konvergensi. Semakin lama orang-orang Korea Selatan tinggal di Indonesia, maka mereka lebih sering melakukan konvergensi terhadap orangorang dan budaya Indonesia. budaya kolektivisme orang-orang Korea Selatan yang ‘berkelompok’ membuat mereka sedikit susah untuk melakukan konvergensi dan beradaptasi dengan lebih terbuka terhadap orang-orang Indonesia
This thesis studies about South Korean people who do intercultural adaptation in Indonesia through communication accomodation toward Indonesian people. South Korean people face different cultures in Indonesia and they have to adapt with Indonesian people and culture. Different cultures can trigger problems. Communication Accomodation is an supporting aspect for South Korean people to adapt. This thesis focuses on explaining the attitude and the use languange of South Korean people and their reason in doing communication adaptation with Indonesian people. This reasearch is qualitative research using phenomonelogy approach with Communication Accomodation Theory.
The result of this research is similar characteristic of South Korean people tend to make them do the same attitude in doing communication accomodation to adapt. They keep maintaining and showing their cultural identity as South Korean people when they do the adaptation. The number of South Korean people when they are with Indonesian people determines whether they will do convergence or divergence. When their number is lesser than Indonesian people, they will diverge. On contrary, when their number is bigger than Indonesian people, they will converge. The longer time they stay in Indonesia, the more they converge toward Indonesian people and its culture. The collectivism culture of Korean people in “grouping” make them a bit hard to do wider convergence and adaptation toward Indonesian people.
"Perusahaan asing X merupakan salah satu pelaku bisnis mancanegara di sektor perbankan yang mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Dengan berdirinya perusahaan ini, adanya interaksi antarbudaya dalam internal perusahaan berpotensi menimbulkan konflik antara karyawan Indonesia dengan karyawan Tiongkok. Ting Toomey (dalam Gudykunts dan Kim, 2003) menjelaskan bahwa dalam penyelesaian konflik, individual atau kelompok memiliki situasi khusus untuk menyelamatkan muka atau harga dirinya yang terancam dan dipertanyakan. Penelitian kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus ini memfokuskan pada face negotiation antara karyawan Indonesia dan Tiongkok dalam meresolusi konflik. Hasil studi menunjukkan bahwa penerapan face negotiation theory tidak bisa seutuhnya diterapkan dalam setiap situasi. Ketika komunikasi antarbudaya melibatkan kepemilikan modal, tendensi penyelamatan muka dapat dilakukan selama tidak menggangu upaya pencapian profit. Pihak-pihak yang terlibat pada komunikasi antarbudaya ketika dihadapkan pada penyelamatan muka tetap mempertahankan tujuan perusahaan
Foreign company X is one of the foreign company in the banking sector that develops its business in Indonesia. With the establishment of this company, the intercultural communication within the employee caused conflict between Indonesian and Chinese employees themself. Ting Toomey (in Gudykunts and Kim, 2003) explains that in conflict resolution, individuals or groups have special situations to saving their face or threatened and questioned self-esteem. This study focuses on face negotiations between Indonesian and Chinese employees in resolving conflicts. The results of the study show that the application of a face negotiation theory cannot be fully applied in every situation. When intercultural communication involves capital ownership, the tendency to save face can be done as long as it does not interfere with efforts to capture profits. The parties involved in intercultural communication when faced with saving face still maintain the company`s goals
"