Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155904 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agnes Usindi T. Soekatjo
"Yang menjadi dasar tanggung jawab pengangkut (darat, laut dan udara) dalam sistem hukum kontinental adalah adanya perjanjian pengangkutan. Dilihat dari jenis prinsip-prinsip tanggung jawab pengangkut yang dikenal di dunia ini, yang berlaku di Indonesia adalah prinsip tanggung jawab mutlak. Perjanjian pengangkutan itu sendiri merupakan kesepakatan antara pengangkut dan penumpang; pengangkut berkewajiban untuk mengangkut penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat, sedangkan penumpang berkewajiban memberikan upah pengangkutan kepada pengangkut. Konsekuensi adanya perjanjian pengangkutan ini menimbulkan kewajiban bagi pengangkut untuk mencapai suatu hasil, bukan hanya sekedar menyelenggarakan pengangkutan. Jika kewajiban tersebut tidak terlaksana dengan baik, pengangkut dinyatakan melakukan wanprestasi (Pasal 1243 KUHPer). Bukti adanya perjanjian pengangkutan adalah karcis penumpang (Pasal 85 Ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). Merupakan kewajiban pengangkut untuk mengasuransikan tanggung jawabnya itu; jika tidak mengasuransikannya, pengangkut akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (Pasal 86 Ayat (3) juncto Pasal 124 Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). KUHP secara tegas melarang pengangkut untuk tidak bertanggung jawab sama sekali atau terbatas untuk segala kerugian yang disebabkan oleh alat pengangkutannya, laik laut kapal, dan tidak cukupnya pengawasan dalam kapal. Penumpang yang hendak menggunakan jasa pelayaran PT PELNI dibebani kewajiban untuk membayar iuran wajib dan premi asuransi tambahan, setiap kali membeli karcis kapal laut. Kewajiban penumpang untuk membayar sendiri asuransinya tersebut diatur dalam Pasal 3 Ayat (la) Undang-Undang No. 33 Tabun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan. Itu sebabnya PT PELNI tidak memberikan ganti kerugian kepada penumpang yang mengalami musibah kapal, kecuali untuk musibah kapal yang dinyatakan sebagai musibah nasional (misalnya tenggelamnya Kapal Tampomas II). Ganti kerugian yang diberikan oleh pihak asuransi (PT Jasa Raharja, PT Jasaraharja Putera dan PT Arthanugraha) dalam hal terjadinya kecelakaan kapal laut, adalah untuk kematian, cacat tetap, biaya rawatan, dan biaya penguburan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutjipto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S22775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Sita Damayanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S23480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. Saefullah Wiradipradja
Yogyakarta: Liberty, 1989
343.097 8 SAE t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Prasnya Paramitha
"Skripsi ini membahas subrogasi dalam asuransi dan kewajiban penanggung jawab pengangkut angkutan laut dalam hal antara PT. Asuransi AXA Indonesia melawan PT Pelayaran Surya Bintang Timur. Subrogasi merupakan salah satu prinsip yang memiliki peran penting dalam asuransi
terutama dalam hal kerugian obyek pertanggungan yang disebabkan oleh pihak-pihak ketiga. Namun dalam kasus ini Majelis Hakim tampak tidak konsisten dalam menerapkan asas subrogasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pertanggungan. Sehubungan dengan tanggung jawab pengangkut di bidang pengangkutan Laut, Majelis Hakim dalam kasus tersebut tidak mempertimbangkan pertanggungjawaban pembawa yang dapat melepaskan sebagian atau seluruh tanggung jawabnya kepada tertanggung untuk menentukan apakah terdapat kewajiban bagi pengangkut untuk melakukan pembayaran kompensasi. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, dimana penulis menggunakan tiga pendekatan yaitu hukum, konseptual, dan studi kasus. Dari hasil penelitian ini masih ada Majelis Hakim yang belum memahami prinsip subrogasi dan ketentuan asuransi tanggung jawab pengangkut angkutan laut sebagaimana dimaksud pada hukum dan peraturan yang berlaku.

This paper discusses the subrogation in insurance and liability
person in charge of sea transportation carrier in the case between PT. Insurance AXA Indonesia against PT Pelayaran Surya Bintang Timur. Subrogation is one of the principles that has an important role in insurance especially in the case of loss of the insured object caused by third parties. However, in this case the Panel of Judges appeared to be inconsistent in applying the principle of subrogation in accordance with the provisions of the insurance laws and regulations. In connection with the responsibility of the carrier in the field of Sea transportation, the Panel of Judges in this case does not consider the liability of the carrier who can relinquish part or all of his responsibility. to the insured to determine whether there is an obligation for the carrier to pay compensation. This research is a juridical-normative research, where the authors use three approaches, namely legal, conceptual, and case studies. From the results of this study there is still
The Panel of Judges does not yet understand the principle of subrogation and the provisions of liability insurance for sea transport as referred to in applicable laws and regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Vidya Noorlaela
"Pengangkut bertanggung jawab atas kerusakan barang yang timbul saat penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut. Skripsi ini membahas tanggung jawab pengangkut kepada perusahaan asuransi atas kerusakan barang saat pengangkutan laut berdasarkan peraturan pengangkutan barang melalui laut di Indonesia dan menganalisis tanggung jawab pengangkut kepada perusahaan asuransi atas kerusakan barang saat pengangkutan laut berdasarkan kasus antara PT Asuransi AXA Indonesia melawan PT Pelayaran Bintang Putih. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kasus antara PT Asuransi AXA Indonesia melawan PT Pelayaran Bintang Putih dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 511/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst. jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 104/Pdt/2020/PT DKI. Skripsi ini menyimpulkan bahwa pengangkut bertanggung jawab kepada perusahaan asuransi yang telah memperoleh hak subrogasi atas kerusakan barang saat pengangkutan laut, di mana kerusakan barang yang ditanggung oleh perusahaan asuransi merupakan salah satu hal yang menimbulkan tanggung jawab pengangkut berdasarkan Pasal 41 ayat (1) huruf b UU Pelayaran. Dalam putusan hakim yang menentukan bahwa PT Pelayaran Bintang Putih tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang yaitu kacang kedelai kuning yang ditanggung oleh PT Asuransi AXA Indonesia telah sesuai dengan peraturan pengangkutan barang di Indonesia, di mana kerusakan barang tidak disertai dengan adanya dokumen yang dapat menunjukan bahwa kerusakan barang ditimbulkan karena kesalahan PT Pelayaran Bintang Putih selaku pengangkut. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan adalah dengan memperhatikan prinsip tanggung jawab karena kesalahan (fault liability) pada pengangkut, sebaiknya pemilik barang yang akan mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengangkut teliti dalam menyiapkan bukti-bukti yang dapat menunjukan secara nyata bahwa kerusakan barang merupakan kesalahan dari pengangkut agar dapat dibuktikan dalil gugatannya di pengadilan.

The carrier is responsible for damage to the goods arising during the transportation of goods by sea. This thesis discusses the responsibility of the carrier to the insurance company for damage to goods during sea transportation based on the regulations for transporting goods by sea in Indonesia and analyzes the responsibility of the carrier to the insurance company for damage to goods during sea transportation based on the case between PT Asuransi AXA Indonesia and PT Pelayaran Bintang Putih. The research method used in this thesis is normative juridical research with a case approach between PT Asuransi AXA Indonesia and PT Pelayaran Bintang Putih in the Decision of the Central Jakarta District Court Number 511/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst. jo. DKI Jakarta High Court Decision Number 104/Pdt/2020/PT DKI. This thesis concludes that the carrier is responsible to the insurance company that has obtained the right of subrogation for damage to goods during sea transportation, where damage to goods borne by the insurance company is one of the things that gives rise to carrier’s responsibility under Article 41 paragraph (1) letter b of the Shipping Law. In the judge's decision which determined that PT Pelayaran Bintang Putih was not responsible for damage to the goods, namely yellow soybeans which were borne by PT Asuransi AXA Indonesia in accordance with the regulations for the transportation of goods in Indonesia, where the damage to the goods was not accompanied by documents that could show that the damage to the goods was caused by the mistake of PT Pelayaran Bintang Putih as the carrier. Based on the research results, one suggestion that can be made is to pay attention to the principle of the carrier fault liability, it is better for the owner of the goods who will file a claim for compensation to the carrier to be careful in preparing evidence that can clearly show that the damage to the goods is a mistake from the carrier so that the argument for his lawsuit can be proven in court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahnidar Lukman
" BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupannya manusia selalu saling membutuhkan satu sama 1ainnya, karena manusia adalah merupakan mahluk sosial. Demikian pula dalam memenuhi kepentingan-kepentingan, baik untuk mempertahankan hidup dan mencukupi kesejahteraan mereka. Sudah merupakan kenyataan, bahwa dunia ini telah dikaruniai oleh yang Maha kuasa dengan berbagai-bagai macam kekayaan alam. Namun kekayaan alam itu tersebar diberbagai tempat. Di satu tempat dihasilkan beberapa jenis keperluan manusia, sedangkan di tempat lain diciptakan pula benda lain yang juga dibutuhkan oleh manusia tersebut.
Oleh karena itu untuk memenuhi keperluan mereka diperlukan pengangkutan untuk saling mengirimkan hasil-hasil produksi mereka. Pengangkutan tersebut berguna untuk membawa hasil-hasil dari suatu negara ke negara lain ataupun dari suatu daerah ke daerah lain. Begitu pula dalam rangka memenuhi keperluannya dan mencapai maksudnya, manusia perlu berkunjung ke suatu negara lain ataupun ke daerah lain, dan untuk hal ini pun diperlukan pengangkutan. Salah satu jenis pengangkutan yang cukup penting ialah pengangkutan melalui laut dengan mempergunakan kapal laut. Sebagaimana diketahui negara Indonesia adalah merupakan negara kepulauan meliputi daratan laut. Darat meliputi ±1,9 juta Km persegi dan laut ± 3 juta Km persegi dan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam ketatapan MPR tahun 1973, TAP MPR No. 1V/ MPR/1978 jo TAP MPR No. II/MPR/1983, ditegaskan bahwa Wawasan Nusantara meliputi :
a. adanya satu kesatuan Politik.
b. adanya satu kesatuan dalam bidang Sosial Budaya.
c. adanya satu kesatuan Ekonomi.
d. adanya satu kesatuan Pertahanan dan Keamanan 1) .
Untuk mancapai prinsip Wawasan Nusantara tersebut harus dapat diciptakan suatu perhubungan yang aman dan tertib. Pengangkutan taerupakan sarana yang utama. Hubungan dari kota ke kota atau dari pulau ke pulau maupun hubungan dengan negara lain, tergantung dari kelancaran pengangkutan.
Pada saat ini, sudah tidak mungkin lagi untuk membatasi diri, berbicara hanya dalam ruang lingkup satu negara. Begitupun Indonesia yang telah ikut dalam pergaulan dunia umumnya dan perdagangan internasional khususnya, harus berperan secara aktif agar jangan sampai ketinggalan dalam mewujudkan komunikasi yang lancar, tertib, dari aman. Disamping pengangkutan melalui udara dan darat, pengangkutan di laut merupakan alat yang penting. Oleh karena itulah perlu diberikan perhatian yang besar terhadap pengaturan dan pembinaan di bidang pangangkutan laut.
Tentang hukum pengangkutan laut di Indonesia saat ini berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (UU-Per) dan sebagian besar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (UU D).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diberlakukan di Indonesia pada tahun 1947 berdasarkan asas konkordansi. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku karena menyangkut hal persetujuan pengangkutan, juga karena ada lax generalis antara lain mengenai hipotek yang terkait dengan hipotek kapal laut. Buku ke III dari Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang berjudul Tentang Perikatan mengatur persetujuan pada umumnya dari persetujuan-persetujuan tertentu, Sedangkan mengenai segala hal yang berhubung?.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto T. Suriaatmadja
Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005
341.46 TOT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>