Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118918 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Paramita
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai terjadinya aktivasi endotel sebagai mekanisme palagenesis pada preeklampsia, dengan melihat pengaruh pajanan serum penderita preeklampsia pada kultur sel endotel vena umbilikalis terhadap produksi VCAM-1.
RANCANGAN PENELITIAN: Penelitian ini merupakan studi eksperimental. Kultur sel endotel yang padat (confluent) dipajankan dengan medium yang mengandung 20% serum dad wanita preeklampsia (n = 12) atau wanita hamil normal (n = 12) dengan usia, usia kehamilan dan paritas yang tidak berbeda berrnakna secara statistik. Setelah pajanan selama 24 jam, diukur kadar VCAM-1 terlarut (sVCAM-1) dalam supematan kultur sel endotel dari ke-2 populasi tersebut. Jumlah sel endotel hidup dari kultur sel endotel pasca pajanan dihitung, baik pasca pajanan serum preeklampsia maupun wanita hamil normal. Diukur juga kadar sVCAM-1 dalam medium yang mengandung 20% serum dari wanita yang sama, yang tidak dipajankan dengan preeklampsia.
HASIL: Kadar sVCAM-1 dalam supematan kultur setelah pajanan pada 10.000 set endotel selama 24 jam dengan serum preeklampsia (1.366 + 0.714 ng/ml) lebih tinggi secara bermakna (P < 0.05) dibandingkan setelah pajanan dengan serum wanita hamil normal (0.735 + 0.372 nglml). Jumlah sel endotel dari kultur sel endotel setelah pajanan dengan serum preeklampsia (9.00 x 104 + 3.77 x 104) lebih rendah dibandingkan setelah pajanan dengan serum wanita hamil normal (12.67 x 104 + 6.23); tetapi perbedaannya secara statistik tidak bermakna (P > 0.05). Kadar sVCAM-1 dalam medium kuttur yang mengandung 20% serum preeklampsia yang tidak dipajankan pada kultur sel endotel (11.0516 } 5.404 ng/lml) lebih tinggi dibandingkan serum wanita hamil normal (10.417 + 6.870 ng/ml); tetapi perbedaannya secara statistik tidak bermakna (P > 0,05)
KESIMPULAN: Pajanan serum penderita preeklampsia pada kultur sel endotel vena umbilicalis menyebabkan terjadinya peningkatan produksi VCAM-1 oleh sel endotel, sehingga dapat disimpulkan bahwa pads preeklampsia terjadi aktivasi endotel akibat adanya suatu zat dalam serum penderita preeklampsia.
Kata kunci: Preeklampsia, aktivasi endotel, kultur set endotel vena umbilikalis, Vascular Cell Adhesion Molecule-1.

The Effect Of Preeclamptic Sera Exposure To Human Umbilical Vein Endothelial Cell Culture To The Production Of Vascular Cell Adhesion Molecul-1 (VCAM-1)
OBJECTIVE: To determine endothelial activation as a pathogenic mechanism of preeclampsia, by identifying the effect of preeclamptic sera exposure to human umbilical vein endothelial cell culture on the production of VCAM-1.
STUDY DESIGN: The study was an experimental study. Confluent endothelial cell culture exposed to medium with 20 % preeclamptic sera (n=12) on women with normal pregnancy sera (n=12) with the same age, gestational age and parity. After 24-hour of exposure, cultured media were removed for measurement of VCAM-1. The concentration of sVCAM-1 in medium with 20 % sera from the same women that was not exposed to cultured endothelial cell were also measured.
RESULTS : The concentration of sVCAM-1 from 10.000 cultured endothelial cells media after 24-hour exposure with preeclamptic sera (1.366 + 0.714 nglml) was significantly higher than exposure with normal pregnant women sera (0.735 + 0.372). The amount of cultured endothelial cells after exposure to preeclamptic sera (9.00 x 104 + 3.77 x 104) was lower than after exposure to normal pregnant women sera (12.67 x 104 + 6.23); but the difference was not statistically significant (P a 0.05). Without exposure to cultured endothelial cells, the concentration of sVCAM-1 in the medium with 20 % preeclamptic sera was higher (11.0516 + 5.404 nglml) than in the medium with 20% sera from normal pregnant women (10.417 + 6.870 nglml), although the difference was not statistically significant (P > 0.05).
CONCLUSIONS: Exposure of human umbilical vein endothelial cell culture to preeclamptic sera increased the production of VCAM-1 by the endothelial cells. It was concluded that there was endothelial activation in preeclampsia caused by factor or factors in preeclamptic sera."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Aurora Sicilia
"Edema makula diabetik (EMD) merupakan penyebab tersering hilangnya penglihatan
pada pasien retinopati diabetik. Anti vascular endothelial growth factor (VEGF)
diketahui dapat memberikan perbaikan anatomi dan tajam penglihatan pada EMD.
Namun mayoritas kasus membutuhkan injeksi anti-VEGF berulang. Penelitian ini
menilai perubahan central macular thickness (CMT) dan tajam penglihatan setelah
terapi kombinasi intravitreal Bevacizumab (IVB) dan panretinal photocoagulation
(PRP) dibandingkan dengan monoterapi IVB berulang pada EMD. Dua puluh delapan
mata dengan EMD pada Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) berat
dirandomisasi ke dalam kelompok IVB berulang (n=14) dan kelompok IVB + PRP
(n=14). CMT dan best-corrected visual acuity (BCVA) dinilai sebelum dan 1, 2 dan 3
bulan setelah terapi. Median CMT menurun secara signifikan pada kelompok IVB
berulang (-136.5 μm) dan kelompok IVB + PRP (-114 μm). Median BCVA
meningkat secara signifikan pada kelompok IVB berulang (9 hutuf) dan kelompok
IVB + PRP (9 huruf). Tidak ditemukan perbedaan CMT dan BCVA yang bermakna
antara kedua kelompok studi pada akhir follow-up."
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Inflammatory response in the acute phase of ischemic stroke will trigger the process of neuroplasticity and determine the clinical outcomes. Angiogenesis and neurogenesis are induced by expression of vascular endothelial growth factor (VEGF) in the acute phase of stroke. The purpose of this study was to determine the association between VEGF serum level in acute of stroke with the clinical outcomes. This longitudinal cohort study was conducted on 64 patients suffering from first-attack of anterior circulation blockage as evidenced by cephalic diffusion-weighted magnetic resonance imaging (DWI). VEGF serum level was measured at 72 hours and 7 days after stroke and the clinical outcomes were assessed on day 30 post-stroke using the National Institutes of Health Stroke Scale ( NIHSS). VEGF level at hour-72 and on day-7 were 5.84+-0.736 ng/mL and 5.797 +-0.96 ng/mL, respectively (p>0.05). High VEGF levels at hour-72 can be used to predict poor clinical outcome 30 days after stroke (OR=6.5; 95% CI = 1.15-36.61 ; p=0.034). Subjects who have increasing levels of VEGF on day-7 compared to hour-72 tend to have better clinical outcomes on day-30 (NIHSS score =1.33 +-1.22 vs 3+-3.78; p=0.232). VEGF levels in the acute phase of ischemic stroke reflect the degree of brain damage, the dynamic of the increase in VEGF levels after a stroke was associated with better clinical outcomes."
UI-MJI 24:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"EPH Gestosis atau preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama kematian ibu dan bayi. Patofisiologi dan etiologi penyakit ini belum jelas. Salah satu teori menyatakan gejala yang timbul pada preeklampsia disebabkan oleh karena kerusakan sel endotel akibat serangan radikal bebas. Kerusakan sel endotel akan menyebabkan gangguan fungsi sel endotel antara lain penurunan produksi prostasiklin dan peningkatan permeabilitas sel endotel. Pernurunan prostasiklin menyebabkan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah berkurang sehingga terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan. Peningkatan permeabilitas sel endotel yang merupakan barier antara komponen-komponen darah dengan jaringan ekstravaskuler akan menyebabkan terjadinya edema. Peningkatan permeabilitas pada kapiler glomerulus akan mengakibatkan proteinuria.
Pada wanita penderita preeklampsia, aktivitas simpatis meningkat. Perangsangan simpatis akan menyebabkan peningkatan pembuluh darah. Penurunan produksi prostasiklin dan peningkatan aktivitas simpatis mungkin dapat menjelaskan peningkatan tekanan darah pada penderita preeklampsia. Wanita yang mempunyai riwayat pernah menderita preeklampsia memberikan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 20 mmHg dan diastolik > 15 mmHg pada Cold pressor test. Mungkin raja seseorang yang tonus pembuluh darahnya jenis hiperreaktor akan mempunyai kecenderungan menderita preeklampsia pada saat hamil.
Hasil sementara penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa serum penderita preeklampsia mempunyai efek toksik terhadap sel endotel dalam kultur namun kadar peroksida lipid tidak berbeda dengan kadar pada wanita hamil normal. Mungkin kerusakan sel endotel disebabkan antioksidan pada penderita preeklampsia lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. Kerusakan sel endotel dapat dicegah dengan antioksidan. Enzim superoksida dismutase (SOD) mendekomposisikan radikal oksigen sebelum radikal tersebut membentuk radikal yang lebih toksik. Sedangkan vitamin E dapat menghambat rantai reaksi peroksidasi sehingga menghambat pembentukan lipid radikal yang lebih toksik.
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah apakah wanita dengan riwayat preeklampsia mempunyai tipe pembuluh darah hiper reaktor ? Apakah enzim SOD penderita preeklampsia lebih rendah dari wanita dengan kehamilan normal ? Apakah pemberian vitamin E dapat mencegah kerusakan kultur sel endotel yang terpapar serum preeklampsia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengembangkan suatu upaya pencegahan EPH Gestosis (preeklampsia).
Teknik dan keterampilan laboratorium dalam penelitian ini ialah:
- pemeriksaan 'Cold pressor test'
- kultur sel endotel
- pewarnaan sel endotel
- pemeriksaan kadar SOD dalam darah"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Yogaswara
"Latar Belakang: Komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh disfungsi endotel menjadi salah satu penyebab mortalitas yang cukup tinggi pada pasien Artritis Reumatoid AR. Faktor Reumatoid RF merupakan autoantibodi yang sering dijumpai pada AR dan diduga dapat meningkatkan respon inflamasi dan disfungsi endotel. Sindroma metabolik dapat pula meningkatkan disfungsi endotel. Belum ada studi yang menilai korelasi RF dengan disfungsi endotel pada pasien AR tanpa sindroma metabolik.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR tanpa sindroma metabolik.
Metode: Penelitian desain potong lintang terhadap pasien AR dewasa yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo tanpa sindroma metabolik. Pengumpulan data dilakukan sejak Februari hingga Maret 2018 dari data penelitian sebelumnya yang diambil periode Februari 2016 hingga September 2017. Kadar RF dan VCAM-1 dinilai melalui pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA. Analisis korelasi antar kedua variabel dibuat dengan SPSS 20,0.
Hasil: Sebanyak 46 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebagian besar 95,7 subjek adalah perempuan dengan rerata usia 44,43 tahun, median lama sakit 36 bulan, dan sebagian besar memiliki derajat aktivitas sedang 52,2. sebagian besar pasien memiliki RF positif 63. Korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 memiliki kekuatan korelasi yang lemah tetapi tidak bermakna secara statistik r = 0,264; p = 0,076 . Subjek dengan RF positif memiliki kadar VCAM-1 yang lebih tinggi 626,89 vs 540,96 ng/mL.
Simpulan: Belum terdapat korelasi antara RF dengan VCAM-1 pada pasien Artritis Reumatoid tanpa sindroma metabolik.

Background: Cardiovascular complications caused by endothelial dysfunction become one of the highest causes of mortality in patients with Rheumatoid Arthritis RA . Rheumatoid Factor RF is an autoantibody that is commonly found in RA and is thought to increase the inflammatory response and endothelial dysfunction. Metabolic syndrome may also increase endothelial dysfunction. There have been no studies assessing correlation between RF and endothelial dysfunction in RA patients without metabolic syndrome.
Aim: To determine the correlation between RF levels with VCAM-1 levels in RA patients without metabolic syndrome.
Method: Cross sectional design study of adult AR patients treated in Rheumatology Polyclinic of Cipto Mangunkusumo General Hospital without metabolic syndrome. Data collection was conducted from February to March 2018 from the previous research data taken from February 2016 to September 2017. The levels of RF and VCAM-1 were assessed through blood serum testing using the ELISA method. Correlation analysis between the two variables was made with SPSS 20.0 for windows version.
Results: A total of 46 subjects were included in the study. Most 95.7 subjects were women with an average age of 44.43 years, median duration of 36 months, and most had moderate activity 52.2. Most patients had a positive RF 63. The correlation between RF levels and VCAM-1 levels had a weak correlation strength but was not statistically significant r = 0.264; p = 0.076. Subjects with RF positive had higher VCAM-1 levels 626.89 vs 540.96 ng/mL.
Conclusion: We did not found correlation between RF and VCAM-1 in Rheumatoid Arthritis patients without metabolic syndrome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Botefilia
"Tujuan: Menilai hubungan kadar VCAM-1, jumlah lekosit dan hitung jenis lekosit pada penderita preeklampsia
Metode: Rancangan penelitian adalah potong lintang dan data disajikan dalam bentuk deskriptif analitik. Penelitian dilakukan terhadap 32 orang penderita yang digolongkan sebagai preeklampsia dan dari 32 orang tersebut, 3 orang masuk kriteria preeklampsia ringan dan 29 orang masuk kriteria preeklampsia berat. Kelompok preeklampsia yang datang tidak dalam keadaan inpartu atau ketuban pecah maupun tidak ada tanda-tanda infeksi secara klinis sesuai kriteria inklusi. Kelompok kontrol pada penelitian ini berjumlah 34 orang wanita hamil normal, dengan usia kehamilan > 20 minggu baik elompok preeklampsia maupun kelompok kontrol. Penelitian berlangsung mulai bulan Juli 2004 sampai September 2004 di IGD dan PolikIinik Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo FKUI
Hasil: Rerata jumlah lekosit pada kelompok preeklampsia didapatkan 15.6191pL f 5.3571pL, sedangkan pada kelompok kontrol rerata 9.873/mL ± 3.494/mL. Dddapatkan perbedaan yang bermakna antara jumlah lekosit pada kelompok kontrol dan preeklampsia (p<0,001). terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar VCAM-1 antara kelompok kontrol dibandingkan kelompok preeklampsia (p<0,001) dengan rerata kadar VCAM-l kelompok preeklampsia 961,2 ng/ml dan pada kelompok kontrol 573,8 ng/ml. Kadar VCAM-1 pada preeklampsia dengan komplikasi 1137,9 ± 297,2 nglml juga meningkat secara bermakna jika dibandingkan tanpa komplikasi 805,3 ± 320,6 ng/ml (p=0,001), Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar VCAM-1 dan jumlah lekosit (p<0,001) dengan x0,528 menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Pada penelitian ini didapatkan nilai titik potong lekosit 14.400/mL dengan sensitivitas 73,3% dan spesifisitas 70,6% dan didapatkan nilai titik potong kadar VCAM-1 sebesar 805,25 ng/ml dengan sensitivitas 93,3% dan spesifisitas 82,4%.Terdapat perbedaan yang bermakna pada hitung jenis basofil (p<0,05), eosinofil (p<0,001), neutrofil (p<0,05) dan monosit (p<0,001) antara kelompok preeklampsia dan kelompok kontrol. Hanya pada hitung jenis limfosit tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan preeklampsia dengan p>0,05.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar VCAM- 1 dan jumlah lekosit antara kelompok kontrol dibandingkan kelompok preeklampsia Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar VCAM-1 dan jumlah lekosit dengan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Peningkatan jumlah lekosit dapat dipertimbangkan sebagai parameter perburukan preeklampsia, namun masih perlu dicari nilai prognostik titik potong jumlah lekosit sebagai prediktor perburukan preeklampsia dengan penelitian lebih lanjut.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rizki A.
"Latar Belakang: Ulkus diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus yang menjadi salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Di Indonesia, angka mortalitas ulkus diabetik mencapai 17-30%, dengan laju amputasi sekitar 15-30%. Pemberian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan oksigenasi endotel dan merangsang produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan faktor pertumbuhan paling spesifik dan poten untuk proses angiogenesis sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TOHB berpengaruh terhadap peningkatan kadar VEGF pasien ulkus diabetik.
Metode: Dilakukan penelitian uji ktinis eksperimental dari bulan Februari 2006 sampai April 2006 terhadap 12 pasien ulkus diabetik yang mendapat TOHB 3 X 30 menit per hari selama 5 hari (kelompok TOHB) dan 10 pasien ulkus diabetik yang tidak mendapat TOHB (kelompok non-TOHB, kelompok kontrol). Kadar VEGF pada kedua kelompok diukur pada hari pertama dan hari kelima.
Hasil: Pada kelompok TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1241,325 + 237,6533 pg/ml dan setelah 5 hari nilat rerata menjadi 1244,458 + 264,5641 pg/ml, (p = 0,583). Sedangkan pada kelompok non-TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1262,350 + 227,9603 pg/ml kemudian pada hari ke-5 nilai rerata menjadi 1112,460 + 220,3795 pg/ml, (p = 0,093). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna nilai rerata kadar VEGF antara kelompok TOHB dan kelompok nonTOHB pada hari pertama (p= 1) maupun hari kelima (p = 0,872).
Kesimpulan: Terapi oksigen hiperbarik selama 5 hari tidak meningkatkan kadar VEGF pada pasien ulkus diabetik.

Background: Diabetic ulcer is a complication of diabetes mellitus which one of the main health problem. In Indonesia the mortality rate of diabetic ulcer is about 17-30%, while the amputation rate is about 15-30%. Hyperbaric oxygen therapy (TOHB) increase endothelial oxygenation and stimulates vascular endothelial growth factor (VEGF) as the most specific and potent growth factor for angiogenesis and increases wound heating process.
Aim of the study: The aim of the study is to know if TOHB can increase the level of VEGF in diabetic ulcer patients.
Methods: Clinical experimental study was conducted from February 2006 until April 2006 of 12 diabetic ulcer patients who received TOHB 30 minutes, 3 times a day for 5 days (TOHB group) and 10 diabetic ulcer patients as a control group who did not receive TOHB (non-TOHB group). The VEGF level in both groups was measured on days 1 and 5.
Results: In TOHB group the mean level of VEGF on day 1 was 1241.325 + 237.6533 pg/ml and became 1244.458 + 264.5641 pg/ml (p = 0.583) on day 5, while in non-TOHB group the mean level of VEGF on day | was 1262.350 + 227.9603 pg/ml and became 1112.460 + 220.3795 pg/ml (p = 0.093) on day 5. There were no significant differentiation of VEGF level between TOHB group and non-TOHB, group both on day 1 (p = 1) and day 5 (p = 0.872).
Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy for 5 days did not increase the VEGF level of diabetic ulcer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T22682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UI Publishing, 2019
616.13 MAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Kurniawan
"ABSTRAK
Latar Belakang. Tindakan pembedahan radikal pada pasien dengan kanker seringkali menyebabkan komplikasi limfedema. Limfedema dapat diatasi dengan operasi transfer jaringan atau rekonstruksi limfatik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pembentukan pembuluh limfe baru dengan penambahan flap jaringan pasca diseksi kelenjar limfe, dilihat dari peningkatan ekspresi VEGF-C, infiltrasi makrofag, dan pembentukan fibrosis.Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pada 20 ekor tikus Sprague Clawley jantan berumur 8-12 minggu, yang dibagi rata kedalam tiap kelompok perlakuan, di Animal House Skill Lab Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Januari-Maret 2018. Tiap tikus akan menjalani diseksi, kemudian diacak untuk menerima flap jaringan maupun hanya diseksi inguinal, dan dievaluasi setelah 2 bulan. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada akhir penelitian untuk menilai pembentukan fibrosis dan dilanjutkan pemeriksaan immunohistokimia. Analisis data dilakukan dengan program SPSS 20.0.Hasil. Sebanyak 8 tikus 88.9 yang menerima flap jaringan menunjukkan hasil positif pada tes methylene blue dibandingkan 2 tikus 22.2 pada kelompok kontrol p < 0.05 . Pada 18 tikus tersebut, pewarnaan HE juga menunjukkan adanya pembentukan jaringan ikat pembuluh yang lebih lebar pada tikus yang diberi perlakuan, meski tidak signifikan secara statistik. Pemeriksaan immunohistokimia juga menunjukkan ekspresi VEGF-C yang lebih jelas dengan dominasi warna coklat pada tikus perlakuan p < 0.05 . Ekspresi protein CD68 juga lebih jelas pada tikus perlakuan meski perbedaannya tidak signifikan.Kesimpulan. Penambahan flap jaringan dapat membantu memperbaiki aliran limfa yang dibuktikan dengan peningkatan aliran limfe dan ekspresi VEGF-C.

ABSTRACT
Background. Radical surgeries for patients with cancer often cause lymphedema complications. Lymphedema may be solved with tissue transfer or lymphatic reconstruction surgery. This research aims to prove new formations of lymphatic vessels by the addition of tissue flap post dissection of lymphatic vessels, marked by increased expression of VEGF-C, macrophage infiltration, and fibrosis formation.Methods. This is an experimental study on 20 male Sprague Clawley mice aged 8-12 weeks, divided evenly for each experiment group, at Animal House Skill Lab Faculty of Medicine Universitas Indonesia from January-March 2018. Each mouse underwent dissection, randomized for flap addition or only inguinal dissection, and evaluated after 2 months. Histopathologic assessment was conducted at the end of study period to evaluate fibrosis formation and followed by immunohistochemistry analysis. Data analysis was conducted with statistical program SPSS 20.0Results. 8 mice 88.9 , which received tissue flap showed positive results on methylene blue test compared to 2 mice 22.2 from control group p < 0.05 . From the 18 mice, HE staining also showed wider formation of lymphatic connective tissue on flap-receiver mice, although it was not statistically significant. Immunohistochemistry analysis also showed clearer VEGF-C formation showed by brown coloration in flap-receiver mice p < 0.05 . Expression of CD68 protein was also clearer in flap-receiver mice although the difference was not significant.Conclusion. Addition of tissue flap may help improve lymphatic circulation proven by increased lymphatic circulation and VEGF-C expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Jimmy Falmer
"Latar Belakang: Malformasi vaskular terjadi pada 1-1.5% populasi, dengan 40-60% kasus anomali terjadi pada regio kepala dan leher karena anatomi vaskularnya yang kompleks. USG Doppler merupakan modalitas diagnostik pertama untuk menangani pasien dengan malformasi vaskular karena biayanya yang rendah, merupakan produk teknologi non-radiasi, serta kemampuannya untuk mengidentifikasi ciri-ciri aliran lesi. Studi ini ditujukan untuk menilai kesesuaian antara temuan klinis dengan temuan ultrasonografi pada pasien dengan malformasi venolimfatik, vena, dan limfatik.
Metode: Desain studi ini adalah potong lintang, dengan meggunakan data sekunder di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari Januari 2017 hingga Desember 2022. Didapatkan sebanyak 64 subyek dengan kriteria inklusi berupa tersedianya data lengkap berupa kulit kebiruan dan kompresibel pada temuan klinis serta aliran dan kompresibel pada temuan USG Doppler. Analisis data menggunakan perhitungan Kappa Cohen.
Hasil: Pada analisis kesesuaian antara temuan klinis warna kulit kebiruan dan komponen low-flow pada USG Doppler didapatkan besar nilai Kappa kesesuaian kuat (K = 0.664) yang bermakna (p = 0.000). Pada analisis kesesuaian temuan klinis kompresibel pada klini s dan kompresiebel pada USG didapatkan hasil measure of agreement Kappa kesesuaian sangat kuat (K = 1.000) yang bermakna (p = 0.000).
Simpulan: Terdapat kesesuaian kuat yang bermakna antara temuan klinis berupa warna kulit kebiruan dengan komponen vena dan temuan klinis berupa tidak ada perubahan warna kulit dengan komponen limfatik pada malformasi venolimfatik. Terdapat kesesuaian sangat kuat yang bermakna antara ada tidaknya tanda kompresibel pada temuan klinis dengan ada tidaknya tanda kompresibel pada temuan USG pada malformasi venolimfatik.

Background: Vascular malformations occur in 1-1.5% of the population, with 40-60% of cases of anomaly occurring in the head and neck region due to their complex vascular anatomy. Doppler ultrasound is the first diagnostic modality for treating patients with vascular malformations due to its low cost, non-radiation technology, and ability to identify flow characteristics of the lesion. This study aimed to assess the concordance between clinical findings and ultrasound findings in patients with venolymphatic, venous, and lymphatic malformations.
Methods: The design of this study was cross-sectional, using secondary data at Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2017 to December 2022. A total of 64 subjects were selected with inclusion criteria in the form of the availability of complete data in the form of bluish and compressible sign on clinical findings as well as flow and compressibility sign on Doppler ultrasound findings. Data were analyzed using Kappa Cohen.
Results: In the concordance analysis between the clinical findings of bluish skin color and the low-flow component on Doppler ultrasound, a strong concordance Kappa value (K = 0.664) was found, which was significant (p = 0.000). In the concordance analysis of compressibility sign on clinical findings and compressibility on ultrasound findings, the Kappa measure of agreement yielded a very strong suitability (K = 1,000) which was significant (p = 0,000).
Conclusion: There is a strong significant agreement between the clinical findings of a bluish skin color with a venous component and clinical findings of no change in skin color with a lymphatic component in venolymphatic malformations. There was a very strong significant concordance between compressibility signs on clinical findings and compressibility signs on ultrasound findings in venolymphatic malformations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>