Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142006 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Girsang, Benny Parlindungan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pemberdayaan masyarakat melalui kelompok dalam Program Kredit Taskin Inkra. Juga dibahas tentang faktor pendukung dan penghambat proses pemberdayaan. Program Kredit Taskin Inkra untuk mengatasi kemiskinan bertujuan untuk meningkatkan kegiatan usaha ekonomi produktif keluarga-keluarga yang tergabung dalam kelompok Taskin lndustri Kecil dan kerajinan rakyat guna meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Peraksanaan Program Kredit Taskin Inkra di Kecamatan Porsea merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Toba Samosir dengan PT. Bank Sumatera Utara dengan memberikan kredit modal usaha kepada kelompok taskin berdasarkan tanggung jawab bersama (tanggung renteng).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive dan snowball sampling terhadap aparat pemerintah daerah, tim teknis, petugas pendamping, kepala desa, tokoh masyarakat dan Kelompok Tenun Siragi dengan jumlah 20 orang. Hasil penelitian dianalisa dengan mengaitkan kebijakan program dan kerangka pemikiran tentang kemiskinan, pembangunan daerah, industri kecil, pemberdayaan masyarakat serta partisipasi.
Dalam tahap sosialisasi, peserta tidak hanya mendengar namun diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada hal yang kurang dimengerti. Selanjutnya peserta sosialisasi ikut berpartisipasi untuk mensosialisasikan program di desa masing-masing, membantu tugas dari tim teknis, sehingga tujuan sosialisasi dapat tercapai. Dalam tahap pelaksanaan, peran petugas pendamping memberdayakan kelompok terlihat pada kegiatan pembinaan tehnis dan manajemen usaha, khususnya pengajuan usulan kredit dan pelaporan.
Pelaksanaan proses pemberdayaan masyarakat terlihat sejak awal, pembentukan kelompok merupakan syarat utama untuk memperoleh kredit taskin inkra, diserahkan sepenuhnya kepada para pengusaha industri kecil dan pengrajin tanpa campur tangan dari pihak manapun. Dalam tahap pelaksanaan kegiatan pembinaan tehnis dan manajemen usaha dilakukan petugas pendamping dengan cara diskusi kelompok, anggota kelompok memperoleh penambahan pengetahuan dan keterampilan tentang ragam ulos untuk souvenir dan pemasaran ulos secara bersama-sama. Variasi ulos untuk meningkatkan pendapatan mereka dan pemasaran bersama dapat mengurangi waktu pemasaran yang dapat dipergunakan untuk mempercepat pembuatan ulos. Dalam kegiatan penyusunan usulan kredit dan pelaporan, petugas pendamping turut membantu diminta oleh anggota kelompok, namun pada dasarnya, sepenuhnya diserahkan kepada kelompok.
Dalam pelaksanaan Program Kredit Taskin Inkra masih terdapat faktor penghambat baik dari anggota kelompok maupun dari petugas pendamping. Faktor penghambat dari anggota kelompok adalah rendahnya tingkat pendidikan yang didominasi tamatan SD dan SLTP, usia diatas 40-an juga berpengaruh terhadap rendahnya motivasi belajar bidang admisnistrasi serta pembuatan laporan. Untuk mengatasinya petugas mengadakan kunjungan rumah dan mengingatkan pentingnya laporan untuk perbaikan kebijakan atau pengembangan program. Faktor penghambat yang lain adalah kurangnya koordinasi petugas pendamping dalam pembagian tugas serta proses administrasi (pengisian formulir) yang cenderung menyulitkan anggota kelompok.
Disamping faktor penghambat juga terdapat faktor pendukung seperti prilaku masyarakat yang terbuka, ikatan kekeluargaan antara anggota kelompok serta lokasi yang strategis. Merujuk kepada faktor penghambat di atas, dikemukakan saran yang sekiranya dapat diterapkan pada program yang akan datang yakni ; kepada pemerintah daerah, diperhatikan peran masing-masing petugas pendamping serta dilakukan pemantauan dan pembinaan oleh tim teknis, di masa mendatang para suami hendaknya ikut diberdayakan dengan memantapkan peran pendamping dari BKKBN, sekiranya memungkinkan dibentuk lebih dari satu kelompok pada program yang akan datang karena tampaknya dana dapat dikembangkan; kepada anggota kelompok, direncanakan pengembangan usaha; kepada petugas pendamping, secara berkata mengawasi pembuatan ulos agar kualitas dan motif ulos tetap terjaga, pendamping dari Kantor Koperasi berperan dalam pemasaran dan pembentukan Koperasi.
ix + 6 bab + 134 halaman + 3 lampiran + Bibliograf 48 buku + 8 Peraturan Perundang-undangan dan lain-lain (1977 s/d 2002)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Meerada Saryati Aryani
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui proses pendampingan Guswil DKI dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui kredit mikro, serta mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan pendukung yang dihadapi oleh Guswil DKI dalam proses pendampingan tersebut. Fenomena ini diambil karena persentase masyarakat miskin semakin bertambah dan salah satu usaha yang telah dilaksanakan oleh masyarakat miskin untuk keluar dari belitan kemiskinan adalah keterlibatannya dalam dunia kerja. Menurut sebagian besar masyarakat menyebutkan kredit sebagai prioritas kebutuhan, karena selama ini masyarakat miskin selalu mengalami diskriminasi dalam hal kredit, dan Guswil DKI sudah menjawab permasalahan ini dengan memberikan kredit mikro dengan model pendampingan.
Penelitian untuk melihat proses pendampingan ini merupakan penelitian deskriptif, dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan studi dokumentasi, pengamatan langsung dan wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih secara purposive. Sasaran yang diteliti adalah kelompok AI Alam dan Dahlia yang berlokasi di Cilincing serta kelompok Mugi Sukses yang berlokasi di Manggarai. Seluruh penelitian membutuhkan waktu selama 7 bulan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam memberikan pendampingan, Guswil DKI berpedoman pada tahapan kegiatan yang telah ditetapkan oleh Bina Swadaya yaitu kegiatan penumbuhan kelompok, kegiatan penguatan kelompok dan terakhir mengakses kelompok dengan lembaga keuangan mikro.
Dalam tahap penumbuhan kelompok menunjukkan kegiatan pendamping mulai dari sosialisasi kegiatan pendampingan terhadap lembaga pemerintah, lembaga non pemerintah, masyarakat dan kelompok-kelompok yang ada di wilayah tersebut. Sehingga pendamping memperoleh data jumlah masyarakat yang akan menjadi sasaran penumbuhan kelompok. Berdasarkan data tersebut, pendamping melakukan sosialisasi kembali terhadap masyarakat melalui pertemuan-pertemuan sehingga calon anggota kelompok tertarik untuk membentuk kelompok yang akan memperoleh pendampingan dari Guswil DKI.
Setelah kelompok terbentuk, pendamping memberikan penguatan kepada kelompok, berpedoman pada 5 Bidang Hasil Pokok yang telah ditetapkan oleh Dina Swadaya yaitu meliputi bidang keorganisasiannya, administrasi, permodalan, usaha produktif dan bidang jaringan. Dan berdasarkan hasil penelitian, pendamping sudah dapat melaksanakan peran dan ketrampilannya namun masih belum menyeluruh.
Dan proses pendampingan yang terakhir namun bukan kegiatan terminasi adalah kegiatan mengakses kelompok dengan lembaga keuangan mikro. Berdasarkan hasil penelitian, Guswil DKl akan mengakses kelompok yang dinilai sudah masuk klasifikasi B atau A, hanya dengan Bina Masyarakat Mandiri (BMM). Pada tahap ini pendamping masih melakukan pendampingan terhadap kelompok-kelompok, namun frekuensi kehadirannya sudah berkurang. Sehingga terlihat bahwa sebenarnya kelompok masih belum dapat mandiri seutuhnya karena masih ada ketergantungan terhadap pendamping.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan, bahwa dalam melaksanakan kegiatan pendampingan ada beberapa kendala-kendala yang berasal dari dalam diri si pendamping seperti keterbatasan tenaga dan waktu, keterbatasan pengetahuan tentang masyarakat serta tidak adanya terminasi yang ditetapkan oleh Bina Swadaya. Selain itu, ada juga kendala yang berasal dari luar diri pendamping seperti anggota kelompok yang tidak rutin hadir dalam pertemuan, anggota tidak tepat waktu memberikan angsuran dan aparat pemerintah yang kurang mendukung. Namun pendampinganpun dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar karena didukung oleh ketrampilan- ketrampilan pendamping berkomunikasi dengan orang lain sehingga pendamping memperoleh dukungan sepenuhnya, serta kemauan dan pendamping untuk selalu mau belajar guna menambah wawasan dan pengetahuannya. Selain itu, faktor kesediaan dari anggota kelompok untuk mau bekerja sama dengan pendamping, jaringan kerjasama yang sudah terbentuk, dukungan dari keluarga dan masyarakat serta turunnya kredit yang tepat waktu merupakan dukungan dari luar yang juga memegang peranan penting dalam pelakanaan pendampingan.
Berdasarkan temuan lapangan ini, maka direkomendasikan kepada Guswil DKI dan Bina Swadaya untuk meningkatkan kualitas pendampingan dengan melakukan evaluasi tidak hanya dan aspek ekonominya saja melainkan juga dari aspek sosial dari masyarakat. Hal ini penting, karena cukup sulit membedakan pendampingan untuk pemberdayaan dengan pendampingan untuk pemperdayaan. Pemberdayaan akan menghasilkan masyarakat yang mandiri, dan mampu berkembang sesuai dengan daya kreatif dan kebijakannya, sedangkan pemperdayaan akan menghasilkan masyarakat yang tidak mandiri, tergantung nasibnya pada orang lain."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Sujana
"Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan Program Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPMM) dalam rangka memberdayakan pengrajin kelambu di Desa Blawe, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri. Penelitian ini penting mengingat program LEPMM merupakan program yang menekankan pola "bottom up planning", dengan tujuan memberdayakan ekonomi masyarakat. Program LEPMM juga ditujukan dalam rangka mengatasi dampak krisis ekonomi yang telah menyebabkan kondisi masyarakat terpuruk. Kondisi masyarakat yang terpuruk akibat krisis ekonomi dapat dilihat dari perubahan-pentbahan yang sangat drastis terhadap aspek-aspek seperti jumlah pengangguran, jumlah penduduk miskin, inflasi, pendapatan riil per kapita dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan hal itu program LEPMM di Desa Blawe ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat, khususnya yang bekerja di sektor kerajinan kelambu yang merupakan sentra industri kecil yang menyerap banyak pekerja. Namun demikian, bagaimana proses dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program LEPMM, apakah telah membawa perubahan menuju kemandirian masyarakat, khususnya pengrajin industri kelambu merupakan hal yang harus dikaji. Untuk itu diperlukan suatu penelitian yang menganalisa proses pemberdayaan serta faktor-faktor yang dapat mendorong dan menghambat menuju kemandirian pengrajin.
Penelitian ini merupakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui proses studi kepustakaan, observasi lapangan, dan wawancara dengan informan. Selama dilakukan penelitian, penentuan informan dilakukan dengan metode selective purposive sampling, yakni pengambilan informan terpilih dengan maksud-maksud tertentu, sehingga diharapkan dapat memperoleh data yang relevan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya program LEPMM dapat dirasakan manfaatnya bagi pengrajin kelambu di Desa Blawe. Namun demikian masih banyak kekurangan-kekurangan dalam proses pelaksanaannya. Baik dilihat dari proses dan partisipasi masyarakat, peran pemerintah maupun pendampingan. Peran pemerintah terlihat dominan dalam tahap persiapan program, sedangkan pengrajin lebih banyak terlibat dalam tahap pelaksanaannya.
Peran pemerintah yang dominan harus ditunjang oleh data yang mendukung, serta keterbukaan dalam menerima input yang positif baik dari masyarakat, kalangan asosiasi, atau organisasi non pemerintah lainnya. Demikian pula dengan program yang dilaksanakan harus bisa berlanjut dan terintegrasi dalam suatu kerangka kebijakan yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak. Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemandirian pengrajin maka diusulkan kegiatan-kegiatan yang terintegrasi sebagai berikut penbinaan, diklat, promosi produk, dan perbaikan sarana dan prasarana transportasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohd. Ichsan
"Penanggulangan kemiskinan dengan menitikberatkan pada masyarakat sebagai pendekatan operasional, merupakan wujud komitmen pemerintah dalam merealisasikan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program penanggulangan dan pengentasan kemiskinan.
Untuk tujuan ini dipertukan program-program pembangunan gampong melalui upaya-upaya terobosan dalam bentuk gerakan pembangunan yaitu GEMA ASSALAM' (Gerakan Masyarakat Aceh Darussalam). Program pembangunan Gema Assalam merupakan pengembangan lebih lanjut dari program pembangunan gampong masa sebelumnya dalam penanggulangan kemiskinan, dengan menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasionalnya. Masyarakat gampong dengan difasilitasi oleh aparat pemerintah merupakan subyek utama sekaligus pemanfaatan potensi yang ada di gampong sehingga mampu memutuskan sendiri kegiatan pembangunan secara musyawarah sesuai dengan kebutuhan masyarakat gampong setempat.
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pemberdayaan masyarakat melalui Program Gema Assalam terutama untuk mengetahui apakah telah terjadi proses pemberdayaan didalam usaha ekonomi produktif, serta untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan tersebut.
Penelitian ini menggunakan tipe pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan Program Gema Assalam. Data diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sedangkan pemilihan para informan pertama-lama dilakukan melalui teknik purposive sampling, yaitu dengan memilih secara mendalam dan bisa dipercaya untuk dijadikan sumber data, dan selanjutnya dipadukan dengan teknik snowball sampling, dan informan pertama tersebut diminta memberikan petunjuk tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pemberdayaan (empowerment) yang dilakukan oleh Program Gema Assalam mulai terlihat dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan kegiatan sampai tahap pengawasan hal ini dapat dilihat dari adanya partisipasi dari masyarakat pada tahapan-tahapan tersebut (bottom-up planning) terutama pada pembentukan kelompok usaha ekonomi produktif. Sudah mulai nampak terjadinya transfer daya (power) kepada masyarakat baik itu berbentuk kesempatan atau peluang. Transfer pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), modal (capital) sehingga diharapkan lerjadi peningkatan kapasitas masyarakat. Akan tetapi pelaksanaan kegiatan Program Gema Assalam di Mukim Biskang ini masih belum dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat miskin yang merupakan sasaran dari program ini, hal ini dapat terlihat dari penggunaan dana yang sangat besar untuk kegiatan fisik yang tidak langsung menyentuh masyarakat miskin. Hal ini juga diakibatkan oleh pengawasan yang dilakukan belum optimal dan juga rendahnya peran lembaga swadaya masyarakat.
Pada saat pelaksanaan Program Gema Assalam ini terdapat beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung terlihat dari adanya partisipasi masyarakat. Sedangkan faktor penghambat adalah sumber daya manusia yang masih rendah, kondisi geografis lokasi kegiatan yang kurang mendukung, dominasi yang besar dari Imum Mukim dan lemahnya penegakan aturan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahmud
"Krisis moneter yang menimpa bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 hingga akhir tahun 2000 ini, belum ada tanda-tanda akan berakhir, bahkan telah berubah menjadi krisis multidimensi. Krisis tersebut, selain berdampak pada perubahan tatanan dalam segala aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, juga telah mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah angka kemiskinan. Sebelum terjadinya krisis atau tepatnya akhir tahun 1996, jumlah penduduk miskin tercatat 21.854.800 jiwa (11 %) dan total pend uduk Indonesia (BPS, 1997,25-26). Namun dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan hasil Susenas BPS, sampal Juni 1998, jumlah penduduk yang berkategori miskin meningkat cukup tajam yakni mencapai 79,40 juta jiwa. Ini berarti, dalam kurun waktu kurang dan dua tahun, pertambahan angka penduduk miskin mencapai 363,30 %.
Tetapi yang Iebih menarik diperhatikan untuk dikaji dan diteliti dan peningkatan jumlah angka kemiskinan tersebut, adalah realitas dan dimensi masalahnya. Kemiskinan ternyata tidak hanya dialami dan didominasi oleh penduciuk yang berlatar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki ketrampilan dan keahlian, tidak mempunyaí pekerjaan tetap, malas, bodoh dan hal-hal lain yang telah didirikan dan diidentikkan dengan keberadaan orang-orang miskin, sebagaimana anggapan yang berlaku selama ini.Tetapi juga bisa menimpa dan menghimpit masyarakat yang memiliki ketrampilan an keahlian di bidang tertentu serta memiliki tingkat ketekunan dan keuletan yang tinggi dalam bekerja.
Diantara masyarakat yang memiliki ketrampilan dan keahlian serta keuletan dan ketekunan dalam bekerja itu, namun masih dihimpit oleh masalah kemiskinan adalah masyarakat Desa Banyumulek Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencahaniar' sebagai pengrajin gerabah. Salah satu indikator bahwa pekenjaafl mereka didasarkan atas ketrampilan dan keahlian yang disertai dengan keuletan dan ketekunan dalam bekerja, aclalah gerabah-gerabah yang dihasilkan oleh pengrajin telah menembus pasar mancanegara dan suclah rnendapatkan pengakuan standar mutu internasional, dengan diterìmanya Iso 9002 pada awal tahun 2000 ini. SelaIn itu, gerabah juga merupakan salah satu komoditas eksport dan Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan nilai devisa yang dihasilkan menempati urutan ketiga setelah komoditas mutiara dan batu apung. Hanya saja, ketrampilan dan keahlian yang dimiliki pengrajin tersebut belum dapat mengangkat dan mengeluarkan mereka dan situasi cian himpitan kemiskinan yang dialaminya.
Berbagai upaya dan program telah diluncurkan, balk oleh pemenintah maupun swasta untuk memberdayakan pengrajin. Misalnya melalui program IDT, Diktat, pemagangan dan bantuan modal usaha, namun belum menghasilkan manfaat yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan hidup pengrajin. Ironisnya lagi, program-progam yang diluncurkan tersebut, manfaatnya Iebih banyak dirasakan oleh pengusaha gerabah atau pemifik modal (‘bos', istitah setempat) yang memodali pengrajin dalam berusaha.
Penelitian ini menemukan bahwa salah satu hal mendasar yang menyebabkan pengrajin tidak bisa keluar dan lilitan kemiskinan adalah terbatasnya kemampuan mereka dalam mengakses pasar secara Iangsung, baik pada tingkat pasar domestik maupun pacla pasar globaL Keterbatasan ¡ni, setain dipicu oleh SDM pengrajin yang masih Iemah dalam membangun relasi dengan dunia di luar lingkungannya, juga karena ketiadaan modal (finansial) yang menunjang dan mendukung upaya dimaksud. Kelemahan pengrajin ini dimanfaatkan secara optimal oleh pengusaha gerabah untuk mencari keuntungan yang sebesar besarnya. Termasuk dalam menetapkan harga secara sepihak. Dengan demikian, pengrajin tidak memiliki 'bargaining position' yang signifikan atas pelaku pasar gerabah.
Berdasarkan temuan tersebut, dipandang perlu bagi semua pihak terutama pemerintah dan lembaga-lembaga pemberdaya lainnya termasuk LSM dan pengusaha gerabah untuk memperkuat komilmennya dalam upaya mengentaskan kemiskinan pengrajin. Dengan adanya komitmen yang kuat, diharapkan tercipta komunikasi dan kerjasama serta koordinasi yang sinergis dan produktif dalam rangka pembinaannya, dengan tetap memperhatikan dimensi pemberdayaan, guna menunjang upaya pengentasan kemiskinan pengrajin secara komprehensif dan berkesinambungan. Selain ¡tu, perlu juga dipikirkan untuk mendirikan pusat informasi pasar gerabah yang bisa langsung diakses oleh pengrajin. Penelitian yang diabstraksikan di atas bersifat deskriptif kualitatit, sehingga dalam pelaksanaannya tidak menguji suatu teori atau pun hipotesis tertentu. Melainkan hanya mempelajari dan mencani sebab sebab kemiskinan pengrajin, disamping menjawab pertanyaan mengapa program pemberdayaan yang diluncurkan belum melepaskan mereka dan kemiskinan. Karena ¡tu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ferdian
"Pelaksanaan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi pada kemandirian Pemerintah Daerah untuk bisa mengupayakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mampu mengajak masyarakat lokal menggali dan mengembangkan potensi ekonomi yang mandiri, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya Pengembangan potensi ekonomi masyarakat lokal yang mandiri, tidak terlepas dari kondisi perkembangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat lokal, yang mana kegiatan usaha kecil dan menengah mendominasi hampir di seluruh daerah di Indonesia.
Tesis ini meneliti tentang suatu dimensi yang lebih khusus mengenai pengembangan usaha kecil di daerah melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), dengan memberikan kredit lunak kepada kegiatan usaha milik masyarakat yang dikategorikan pada usaha masyarakat menengah ke bawah. Implementasi program tersebut memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif sebagai perwujudan proses pemberdayaan masyarakat (Community Empowernment).
Penelitian ini dilakukan di Kota Sabang, mengingat sebagian besar masyarakat Kota Sabang bermata pencaharian sebagai pedagang dan pengusaha indistri rumah tangga.Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) ini diharapkan dapat mengembangkan ekonomi masyarakat di Kota Sabang yang berpotensi dengan cara meningkatkan nilai tambah produksi melalui pembentukan dan pendayagunaan kelembagaan, mobilisasi sumber daya, serta jaringan kerja pengembangan usaha menengah ke bawah sesuai kompetensi ekonomi lokal. Dengan adanya program ini pendapatan dan volume produksi usaha kecil akan meningkat dan pada akhirnya akan mampu menciptakan lapangan kerja produktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggambarkan proses pemberian kredit lunak dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat sebagai upaya peningkatan usaha kecil masyarakat di Kota Sabang dan sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut. Dalam penelitian ini, penulis memilih informan dengan menggunakan teknik Snowball Sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam {in-depth interview) secara semi struktur dan pengamatan langsung terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian kredit lunak melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER).
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) tersebut, Pemerintah Kota Sabang membentuk panitia pelaksana. Dengan adanya tanggung jawab yang telah dipercayakan kepada panitia, panitia merumuskan enam tahapan yang akan dijalankan untuk mendapatkan kredit lunak dari pemerintah. Tahapan tersebut yaitu: tahap pertama meliputi kegiatan pengajuan dan pengagendaan proposal serta penyeleksian tahap awal; tahap kedua meliputi kegiatan pengajuan proposal kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai Dinas teknis, studi kelayakan jenis usaha, survey lapangan, dan merekomendasikan kembali ke panitia; tahap ketiga yaitu survey lapangan yang dilakukan oleh tim teknis dan tim gabungan; tahap keempat yaitu pengumumam penerima dana bantuan; tahap kelima yaitu pengambilan rekomendasi oleh penerima bantuan; dan tahap terakhir yaitu pencairan dana yang dilakukan di PT. Bank BPD Kota Sabang. Tahapan tersebut dirumuskan guna tertib administrasi serta mengantisipasi timbulnya kecurangan dari berbagai pihak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program PER melalui pemberian kredit lunak kepada masyarakat Kota Sabang telah berjalan seperti yang diharapkan pemerintah setempat. Namun program itu masih terkesan hanya proyek pemberian kredit dana dengan bunga ringan karena sangat sedikit dari proses itu yang menggunakan konsep pemberdayaan. Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan usaha kecil masyarakat ditekankan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri (self-reliant communities). Konsep pemberdayaan hanya tercermin pada pembelajaran bagi masyarakat tentang cara membuat proposal permohonan bantuan dana. Pemberdayaan masyarakat belum menyentuh keseluruhan aspek dalam tahapan pemberian kredit lunak kepada pengusaha kecil. Padahal suatu program yang mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan. Pertama, agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, Kedua, sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat melalui pengalaman dengan merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Program ini adalah program pemberdayaan ekonomi masyarakat bukan proyek pemberian dana kredit dengan bunga ringan.
Perlu adanya kerjasama yang lebih intensif antara aparat pemerintah Kota Sabang dengan masyarakatnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Sehingga terjalin suatu komunikasi aktif stakeholders dengan pemerintah menuju pengembangan masyarakat madani. Masyarakat yang berkembang akan membentuk suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslim Taruna
"Tesis ini merupakan hasil peneiitian yang dilakukan untuk melihat keterkaitan pendekatan spiritual dalam upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan cara membandingkan pola kemitraan usaha yang dilakukan 2(dua) perusahaan yang bermitra/bekerjasama dengan kelompok-kelompok pengrajin bagian-bagian sandal kayu di Tasikmalaya. Perusahaan pertama adalah yang mencantumkan secara khusus pendekatan spiritual yaitu PT. Cahaya Timur Ruhama dan perusahaan lainnya tidak mencantumkan pendekatan spiritual secara khusus yaitu CV. Arti Wood Natural.
Masalah yang diteliti adalah mengenai perbedaan pola kemitraan usaha antara PT. Cahaya Timur Ruhama dan CV. Arti Wood Natural dengan para pengrajin sandal/pengusaha kecil, perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh para pengrajin/pengusaha kecil dan benefit (keuntungan) yang dirasakan oleh para pengrajin (Target group) terhadap kemitraan dengan kedua perusahaan. Dari tiga pertanyaan tersebut diharapkan dapat menjawab peranan pendekatan spiritual dalam memberdayakan ekonomi masyarakat.
Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Data tersebut diperoleh melalui studi pustaka, pengamatan dan wawancara terhadap responden secara mendalam. Untuk teknik pemilihan informan, digunakan tipe snowball sampling atau bola salju, informan pertama memberikan petunjuk kepada peneliti tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan pendekatan spiritual yang diterapkan oleh PT. Cahaya Timur Ruhama mempengaruhi keberhasilan kemitraan usaha, karena kemitraan usaha antar mereka dengan para pengrajin sandal dilandasi dengan landasan spiritual yaitu iman dan kasih sayang dan dalam tahapan kemitraan perusahaan terlebih dahulu melakukan pembinaan insan terhadap SDM yang akan diberi amanat untuk mengelola kemitraan usaha sehingga menjadi SDM yang siap bekerja ikhlas. Sedangkan CV. Arti Wood Natural kemitraan usaha yang mereka lakukan lebih cenderung dilandasi kepentingan ekonomi yaitu mencari keuntungan secara bersama-sama, dan tahapan kemitraan yang dilakukan mirip dengan tahapan kemitraan yang sering dilakukan oleh perusahaan yang melakukan kemitraan. Temuan lainnya adalah dari segi pendapatan pengrajin yang didapatkan melalui kemitraan tidak jauh berbeda dan bila dibandingkan dengan harga pasaran di Tasikmalaya harga yang dipatok kedua perusahaan relatif lebih tinggi. Sedangkan dari benefit yang dirasakan oleh para pengrajin, dari segi pendapatan (lahiriah) relatif sama, tapi dari segi batiniah (ruhaniah) mereka lebih banyak mendapatkan ketika bermitra dengan Ruhama yaitu mendapatkan motivasi keimanan dan jalinan kasih sayang laksana keluarga yang menyelaraskan para pengrajin dengan Ruhama.
Permasalahan yang timbul adalah pertama, menurunnya produksi sandal refleksi yang dikelola Ruhama. Kedua, adanya sikap CV. Arti Wood Natural yang cenderung mengeksploitasi para pengrajin.
Dari hasil penelitian ini direkomendasikan : 1) kepada PT Cahaya Timur Ruhama agar secara intensif mempublikasikan pola kemitraan usaha yang mereka terapkan, diantaranya bekerja sama dengan pemerintah. 2) Kepada kedua perusahaan agar bekerjasama agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. 3) CV. Arti Wood Natural sebaiknya mencontoh pola kemitraan yang dilakukan oleh Ruhama terutama untuk menjalin kerjasama dengan pengrajin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feri Satriansyah
"Tesis ini meneliti tentang profil pengrajin kain tenun adat Sambas dan upaya peningkatan peran koperasi dalam pemberdayaan pengrajin. Perhatian terhadap pengrajin ini sangat penting dilakukan karena sejak awal keberadaannya hingga sekarang ini belum mengalami perkembangan yang berarti, dan terlebih lagi belakangan ini keadaannya sangat memperhatikan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: mengidentifikasi lebih lanjut dan mendalam berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin kain tenun adat Sambas, dan mencoba memberikan solusi melalui peningkatan peran koperasi dan institusi lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini kombinasi antara metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Metode kuantitatif hanya disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya diberikan analisis deskriptif yang akan dikaitkan pula dengan temuan dari penelitian lain yang sejenis. Adapun penelitian ini dilakukan di desa Tumok Manggis Kabupaten Sambas, dengan jumlah responden sebanyak 32 orang pengrajin.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan dengan didukung data primer dan sekunder, maka penulis menarik beberapa kesimpulan. Pertama, permasalahan-permasalahan yang dihadapi pengrajin antara lain: sulit dalam mendapatkan modal, sulit dalam mendapatkan bahan baku, sulit dalam memasarkan, dan pembinaan yang diberikan masih kurang. Kedua, Pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan pemberdayaan pengrajin, di dalam melakukan pemberdayaan tersebut harus ada yang memberi kemampuan atau keberdayaan dalam hal ini yang paling tepat adalah Koperasi, BUMN dan Pemerintah. Namun selama ini peran dari institusi tersebut masih kurang. Terutama Koptenas atau koperasi tenun adat Sambas sebagai wadah yang dimiliki pengrajin kain tenun adat Sambas sampai saat ini perannya sangat dirasakan kurang. Berdasarkan hasil temuan di lapangan ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut antara lain : Sumber daya manusia pengurus masih rendah, pendelegasian tugas antara ketua terhadap bawahan terlalu berlebihan, kurang keseriusan pengurus dalam pengelolaan koperasi.
Untuk itu perlu keseriusan pihak terkait untuk membantu membenahi Koptenas agar dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan pengrajin sebab dengan berfungsinya koperasi tentu akan berdampak terhadap pencapaian proses pemberdayaan pengrajin, terutama dalam hal pinjaman modal, penyediaan bahan baku dan membantu dalam memasarkan. Begitu halnya dengan peran BUMN juga harus ditingkatkan terutama dalam hal pinjaman modal, hendaknya pinjaman modal ini dapat merata keseluruh pengrajin, sebab dengan banyaknya modal yang dimiliki pengrajin akan berpengaruh juga dalam proses pemberdayaan pengrajin. Peran pemerintah juga masih dirasakan kurang terutama dalam hal pembinaan untuk meningkatkan sumberdaya pengrajin, dan peningkatan hasil produksi. Kendala alokasi dana yang masih kurang yang dihadapi pemerintah dalam memajukan usaha industri kecil di Kabupaten Sambas semoga secepatnya mendapatkan jalan keluarnya karena dengan alokasi dana yang besar akan memudahkan pihak terkait dalam hal ini Sub Dinas Perindustrian untuk melakukan proses pemberdayaan pengrajin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Somantri
"Telah banyak program pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani, tetapi hasil program belum dapat mengentaskan petani dari kemiskinan dan ketidakberdayaan. Kehadiran Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan Nasional (Proksidatani) dimaksudkan sebagai suatu upaya meningkatkan keberdayaan petani dan kelompok tani agar menjadi subyek pembangunan. Dengan perkataan lain, meningkatnya kemandirian atau daya saing petani dan kelompok tani maka akan berdampak kepada hasil produksi usaha tani dan dapat mewujudkan kesejahteraan petani serta tercapainya swasembada pangan nasional. Akan tetapi yang menjadi menarik untuk dikaji adalah bagaimanakah karakteristik program yang mengandung unsur pemberdayaan tersebut dan bagaimana pula implementasinya dilapangan.
Untuk melihat karakteristik program digunakan pendekatan dari Korten tentang derajat kesesuaian antara kebutuhan pihak penerima dengan program, prasyaratan program dengan kemampuan mengungkapkan kebutuhan oleh organisasi pelaksana. Pemikiran Korten dipakai karena keberhasilan suatu program pembangunan yang dilaksanakan akan terkait erat dengan kesesuaian tiga arah tersebut. Kemudian, dari segi implementasi program dilihat dari pandangan Lewin yang mengungkapkan strategi-teknik dalam melakukan usaha perubahan yaitu mulai dari tahap: (a) pengembangan kebutuhan akan perubahan, (b) membentuk relasi perubahan, (c) bekerja ke arah perubahan yang terdiri dari; klarifikasi dan diagnosa permasalahan sistem klien, menelaah kemungkinan untuk mencari penyelesaian dan tujuan kegiatan, transformasi dari niat menjadi upaya perubahan yang nyata, (d) generalisasi dan stabilisasi perubahan (e) terminasi relasi perubahan.
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif karena penelitian ini menggambarkan mengenai karakteristik dan implementasi program dalam meningkatkan keberdayaan petani dan kelompok tani, sedangkan pendekatan yang dipakai adalah kualitatif sebab penelitian ini menekankan pada sisi proses implementasi program. Untuk itu, teknik observasi partisipasi dan wawancara mendalam digunakan dalam menggali data dilapangan. Kelompok tani dan petani padi sawah di desa Cileunyi Kulon kecamatan Cileunyi kabupaten Bandung Jawa Barat diambil sebagai kasus hanya sebatas untuk melihat gambaran (kasus) antara karakteristik program (blue print) dengan implementasinya dilapangan, kemudian sampel penelitian yang digunakan adalah teknik snowball dan untuk menganalisa data yang telah diperoleh digunakan teknik editing (editing analysis style).
Berdasarkan temuan lapangan, program Proksidatani di desa Cileunyi Kulon hanya dikenal oleh kelompok petani tertentu yaitu petani yang dekat dengan pelaksana program, sedangkan petani yang miskin atau yang kurang dekat dengan pelaksana program kurang memahami program tersebut. Pemilihan kelompok sasaran menjadi subyektif dimana petani yang berhak untuk memperoleh program tidak diprioritaskan, sehingga tujuan program yang semula dapat meningkatkan keberdayaan petani dan kelompok tani dari kemiskinan menjadi salah sasaran dan jatuh kepada petani yang tidak layak untuk menerima program. Pengenalan dan penggalian potensi wilayah menjadi terbatas pada pemenuhan prasyarat guna mencairkan "bantuan" dari pemerintah pusat. Koordinasi persiapan pelaksanaan program menjadi mandul dan terbatas pada usaha pencairan bantuan semata. Koordinasi yang semestinya menjadi suatu usaha kerjasama antara pelaksana dan penerima program untuk meningkatkan keberdayaan petani dan kelompok tani menjadi terbatas dikalangan kelompok elit desa. Dengan demikian, analisis data menjadi kurang tepat dan hanya terfokus pada pilihan data yang dapat mendukung atau membenarkan rencana pemberian bantuan atau pencairan kredit usaha tani semata.
Tujuan bantuan yang semula sebagai rangsangan atau komponen pelengkap menjadi suatu target utama. Prioritas masalah (bantuan) untuk meningkatkan pendapatan dan kemandirian petani dan kelompok tani menjadi tidak jelas dan lebih menguntungkan elit desa. Program usaha peningkatkan keberdayaan petani belum dipahami secara tepat dan cermat oleh pelaksana ditingkat bawah. Unsur bantuan dalam komponen program akhirnya menjadi suatu bibit bagi nepotisme dan kolusi baru ditingkat bawah. Dengan adanya distorsi antara rencana dan implementasi maka keberlanjutan atau generalisasi dan stabilisasi belum berjalan dan tidak sesuai dengan harapan. Ukuran terminasi relasi kegiatan hanya diukur oleh habisnya bantuan yang telah dialokasikan dan tidak bersandar pada terbentuknya petani atau kelompok tani yang kuat dan berdaya. Oleh karena itu, suatu program yang akan diluncurkan kepada masyarakat ternyata diperlukan persiapan sosial yang matang dan sosialisasi secara terus menerus dengan memakai berbagai teknik seperti dengan pelatihan petani kader, seleksi penerima secara tepat atau pemilihan kelompok sasaran dan evaluasi secara terbuka oleh masyarakat sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>