Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89003 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeni Satva
"This research is related to the Role of Forestry industry on Local Economical Structure Development at West Kalimantan.
From existing problems, the following are formulated for research objective:
(1) To describe and analyze economical structure of West Kalimantan for last three years (2000 - 2002). (2) To decide the role of forestry manufacturing industry on labor for last three years and to estimate it for 2004 ? 2008. (3) To analyze and estimate local dynamic condition at West Kalimantan for 2004 - 2008. Means of dynamic condition here is all living aspects which cover economic, politics, social, culture and defense aspects
Used method is analysis-descriptive method with quantitative and qualitative data. Used data is secondary data, where there is hesitancy on secondary data or there is no secondary data which has been done with structured interview or questionnaire with involved officials.
For research objective on point (1), observed varible is agriculture, manufacturing industrial and trade sectors. And in order to answer research objective on point (2), observed variable is large and medium-scale industries, labor force, amount of employed population with junior high school graduated. And to answer point (3), observed varibie is politics, economical, social, culture and security.
The following is results of the research :
1. Economical structure on West Kalimantan which reflected from GDP (Gross Domestic Product) is still supported by agriculture, manufacturing industry, trade sectors and hotel and restaurants, and contribute 26.03% for agriculture sector, 23.27% for manufacturing and trade sector, and then hotel and restaurant contribute 20.97%. Totally those three sectors contribute to 70.27% for Gross Domestic Product which is a reflection of economical structure at West Kalimantan.
2. Total labor force in manufacturing sector on 2001 was around 43,153 which include timber manufacturing was around 34,957 or 79.52%, and food and beverage processing industry was around 3,729 or 6.64%, and rubber processing industry was around 2,215 or 5.13%. Totally those three industries can absorb around 40,901 or 94,7% of total labor force in large and middle-scale manufacturing industry.
3. Local dynamic condition which is seen from political aspect showed two majority races (Malay and Dayaks) as the cornerstone of population at West Kalimantan which even has different religious, however, they have higher political awareness as citizen under NKRI (The integrated Nation of the Republic of Indonesia). And from interaction at social culture aspects showed that in West Kalimantan is similar to other Indonesian regions which can be said as a harmonious living (Malay, Dayaks, Chinese, and outsiders) as long as under a certain boundary, the outsiders can adjust their living pattern (they can get along together)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Policies in forestry development have been based solely upo a view that forestry resources are assets of national development. The implication of such approach, among others, is that the business involved only a few people with big money. At the same time, indigenous people living in the forest can only be spectators. With the reform in all sectors, the development paradigm in forestry sector changed. The forestry development today and in the future is directed toward conservation resources rehabilitation and public participation in forestry development. This article is to expose how to involve the public in forestry development."
Hukum dan Pembangunan Vol. 33 No. 2 Juni 2003 : 239-245, 2003
HUPE-33-2-Jun2003-239
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Wiriadidjaja
"Hutan Indonesia merupakan hutan yang kedua terbesar di dunia setelah Brasil. Lebih dari tiga dekade dengan eksploitasi hutan tanpa terkendali membuat hutan-hutan tersebut semakin hilang dengan tingkat yang mengkhawatirkan. Studi terakhir tentang kehutanan mengindikasikan bahwa apabila tingkat kerusakan hutan tidak dapat ditahan, maka hutan yang tersisa akan hilang dalam waktu 10-15 tahun.
Selama bertahun-tahun Komisi Eropa telah membangun substansi program pembangunan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia di sektor kehutanan. Program kerjasama yang dikenal dengan Program Kehutanan Komisi Eropa - Indonesia (ECIFP) didasarkan pada keperluan untuk melindungi dan mengelola secara lestari sumber daya hutan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, pembangunan umum ekonomi Indonesia dan ekonomi global. Analisa penelitian difokuskan terhadap lima proyek ECIFP yang secara total kontribusi bernilai sekitar 110 juta Euro. Pada saat sekarang tinggal hanya satu proyek aktif yang tersisa yaitu Proyek Pengelolaan Kebakaran Hutan Sumatera Selatan.
Dalam implementasinya proyek-proyek tersebut menemui beberapa kendala yang banyak disebabkan oleh kondisi dalam negeri Indonesia, seperti lemahnya penegakan hukum dan tata pemerintahan yang belum stabil. Namun sisi kelemahan juga terdapat pada konsep kerjasama itu sendiri. Adanya perbedaan agenda antara Komisi Eropa dan Indonesia, serta kurangnya kepercayaan dan transparansi membuat proyek-proyek tersebut tidak efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Saat ini sedang dijalankan sebuah proyek baru dengan skala yang lebih kecil dibandingkan dengan proyek-proyek sebelumnya. Komisi Eropa dan pemerintah Indonesia dalam agenda kerjasama kali ini lebih memfokuskan kepada isu penataan pemerintahan yang baik, penegakan hukum dan perdagangan. Tujuan dari proyek yang disebut sebagai FLEGT ini adalah untuk memperkuat fasilitas pemerintah Indonesia dalam mengelola sumber daya hutan secara lestari, dan dengan demikian dapat mengatasi kegiatan pembalakan liar yang telah banyak terjadi

The forests of Indonesia are currently the second largest in the world, after those of Brazil. However they are disappearing at an alarming rate following more than three decades of uncontrolled exploitation. Recent studies indicate that, if the current rate of deforestation is not arrested, the remaining forests will disappear within 10-15 years.
The European Commission has had a substantial development co-operation program with the Government of Indonesia (Goal) in the forestry sector for many years. Previously known as the EC-Indonesia Forest Program (ECIFP), conserve and sustainable manage Indonesia's forest resources taking account of the welfare of local populations, general development of the Indonesian economy and global concerns. This research focuses on five of the ECIFP projects which had a total value of 110 million Euro. At the moment there is just one residual project active under the ECIFP: The South Sumatera Forest Fire Management Project (SSFFMP).
In the implementation phases, those projects met some challenges caused by the state condition of Indonesia, such as weaknesses in law enforcement and unstable governance. On the other side the concepts of the projects weren't relevant enough with the condition they had to face. Conflict of interests between European Commission and Indonesia, and lack of trust and transparency lead the projects to inefficiency and ineffectiveness.
Currently the European Commission and Government of Indonesia is focusing their agendas in a smaller scale project named Forest Law Enforcement, Good Governance and Trade (FLEGT). The project aims to build good governance in Indonesia, strengthen law enforcement and trade. Those aims are planed to strengthen the GoI's capacity in managing the forests sustainable and therefore able to tackle the increasing illegal logging activities."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Noor
"Hutan adalah suatu sumber daya dan lingkungan yang unik, karena secara umum menyediakan banyak manfaat. Hutan menyediakan keaneka ragaman biologi, binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang terbesar. Deforestasi yang ditingkatkan dapat mengurangi biodiversas dan berakibat dampak negatif seperti erosi lahan, penghabisan bahan gizi, penggenangan, peningkatan gas rumah kaca, gangguan dalam karbon yang beredar dan hilangnya produk hutan seperti berkenaan dengan farmasi, kayu dan bahan bakar. Namun demikian deforestasi dapat pula diakibatkan adanya alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang dilakukan oleh masyarakat secara individu atau kelompok dan pengusaha maupun pemerintah. Selain dari dampak negatif yang ditimbulkan akibat deforestasi tersebut dapatkah memberikan manfaat yang optimal dalain rangka meningkatkan sosial-ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Dimana pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti oleh pemerataan hasil-hasil pembangunan dengan melakukan peningkatan produksi di sektor kehutanan. Seperti yang dilakukan pemerintah kabupaten Kutai Timur sekarang ini dengan visinya Gerakan Daerah Pengembangan Agribisnis (GERDABANGAGRI) sebagai grand strategy pembangunan, yaitu model pembangunan agribisnis perkebunan dengan melakukan konversi hutan menjadi lahan perkebunan. Dengan memiliki hutan seluas 3.005.802 ha pada tahun 2000, kemudian pada tahun 2002 mengalami pengurangan menjadi 2.784.024 ha. Ini menunjukkan bahwa areal hutan yang mengalami penurunan sebesar 221.778 ha selama 3 Whim. Hal ini diakibatkan oleh kegiatan deforestasi baik itu untuk keperluan memenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu maupun kebutuhan untuk lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi strategi pembangunan pemerintah kabupaten Kutai Timur. Akibat lainnya adalah illegal logging yang tidak dapat dikontrol oleh pemerintah kabupaten, sehingga areal hutan mengalami penurunan khususnya diareal hutan lindung, hutan suaka alam dan wisata kabupaten Kutai Timur. Kemudian seberapa jauhkah kebijakan pemerintah kabupaten Kutai Timur dan kegiatan masyarakatlpengusaha yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap reforestasi dalam rangka melestarikan kembali areal hutan yang mengalami degradasi akibat adanya deforestasi.
Berdasarkan basil perhitungan secara struktural Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Kutai Timur Tabun 2000 dengan model pengganda rata rata dan Structural Path Analysis (SPA), terdapat adanya pengaruh langsung dan tidak langsung dari sektor Tenaga Kerja dan Modal terhadap kegiatan deforestasi. Kegiatan ekonomi yang mempengaruhi kegiatan deforestasi disebabkan adanya pengaruh Perdagangan, Restoran, dan Hotel (PRH) yang ditunjukkan oleh empat jalur Modal Swasta Dalam Kabupaten (MSDK) ke Kayu yang memiliki pengaruh global paling kuat adalah melalui PRH. Dengan kata lain pengaruh MSDK terhadap kegiatan penebangan hutan paling besar terjadi melalui PRH. Sektor PRH ini sangat besar pengaruhnya, karena sektor inilah yang banyak menggunakan kayu untuk keperluan usaha, bangunan, dan untuk bahan bakar. Hal ini ditunjukkan oleh upaya membangun hotel (Penginapan) dengan modal besar yang masih memerlukan kayu dan untuk keperluan memasak sebagian besar hotel menggunakan tungku dengan bahan bakamya kayu.
Secara meyeluruh dan pengaruh kegiatan ekonomi terhadap kegiatan reforestasi disebabkan adanya pengaruh sektor Tenaga Kerja Pertanian Bukan Penerima Upah & Gaji (TKPBUG). Sektor TKPBUG ini sangatlah besar pengaruhnya sebagai garnbaran kegiatan masyarakat/pengusaha yang bekerja di sektor pertanian. TKPBUG ini juga menggambarkan pemilik lahan yang berusaha dibidang pertanian dengan menanam beberapa jenis tanaman seperti sawit, karat, umbi-umbian, lada, dan lain sebagainya Hal ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun untuk mendapatkan keuntungan dari hasil panen pertanian. Adapun kegiatan dalam penanaman pemilik lahan dibantu oleh anggota keluarga mereka. Sektor inilah yang banyak melakukan kegiatan penanaman untuk keperluan sehari-hari dan usaha agar mereka dapat meningkatkan pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya dorongan kegiatan Rumah Tangga Bukan Pertanian Golongan Rendah dan Golongan Atas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20429
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Pustaka Latin, 2005
634.9 PEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harsanto Nursadi
"Berdasarkan UUD 1945 Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang artinya adalah ketika negara ini diproklamasikan bentuknya adalah suatu kesatuan utuh negara yang kemudian wilayahnya dibagi-bagi menjadi daerah-daerah. Pembagian daerah-daerah tersebut didasarkan pada suatu undang-undang tertentu yang disebut undang-undang tentang pembentukan Daerah. Pembentukan daerah tersebut disertai dengan penyerahan kewenangan pangkal dan kemudian kewenangan tambahan pasca pembentukan daerah otonom.
Penyerahan kewenangan tersebut lazim disebut dengan desentralisasi. Penyerahan kewewenangan tersebut pada kenyataannya selama ini (sebelum UU 22 Tahun 1999) sangat sulit untuk dilakukan secara penuh, karena yang terjadi adalah pelaksanaan pemerintahan yang tersentralisasi. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 mulai memberikan harapan kepada Daerah untuk merencanakan, menggali, menata dan mengelola kembali daerahnya sesuai dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat hukum di daerahnya.
Urusan kehutanan merupakan salah satu urusan pemerintahan teknis yang menemui sejumlah hambatan pada proses pelaksanaan pasca undang-undang pemerintahan daerah tersebut. Pada undang-undang tersebut urusan kehutanan terbagi kedalam beberapa pengaturan, yaitu bila termasuk kelompok sumber daya alam dan konservasi, Pemerintah Pusat berwenang untuk melakukan pendayagunaan, tetapi bila masuk kedalam kelompok sumber daya nasional, maka Daerah berwenang mengelolanya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini akan mencoba menjawab Bagaimanakah Persepsi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap pembagian kewenangan urusan kehutanan dilihat dari pelaku, tujuan dan strategi. Kemudian bagaimanakah pembagian kewenangan urusan kehutanan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terakhir Apakah pembagian kewenangan urusan kehutanan tersebut akan berdampak pada revealed comparative advantage (RCA) kehutanan di Sumatera Selatan.
Untuk menjawab pertanyaan pertama, dipergunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan cara mencari persepsi ahli menggunakan kuesioner. Pertanyaan kedua dijawab dengan mempergunakan content analysis terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan pembagian kewenangan urusan kehutanan. Terakhir, dipergunakan analisa potensi perekonomian dengan cara menghitung RCA terhadap total ekspor pertanian dan RCA terhadap total ekspor kehutanan bagi Provinsi Sumatera Selatan.
Berdasarkan analisis tersebut didapatkan jawaban pelaku adalah Pemerintah Daerah, kemudian tujuan adalah mengefektifkan pelaksanaan kebijakan hutan nasional dan dengan strategi penetapan. Kriteria dan standar yang jelas bagi pelaksanaan pemerintahan urusan kehutanan pada Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat berwenang pada pengelolaan dan pemanfaatan hutan pads tataran kebijakan dan juga pelaksanaan terutama bagi kawasan yang lintas Provinsi. Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan pengelolaan dan sebagian pemanfaatan hutan, terutama yang melintasi kabupaten/Kota dan Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang lebih bersifat lokalitas terhadap kawasan yang berada pada Kabupaten/Kota.
Terakhir, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan masih memiliki peluang untuk meningkatkan RCA. Sebagai dasarnya adalah luas sisa hutan secara de jure 41,61% dan kebijakan nasional untuk melarang ekspor kayu gelondongan dan bahan baku serpih akan kembali mendorong peningkatan produksi produk kayu di Daerah dan nilai tambah dari kayu terutama untuk ekspor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T5207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Inhutani I, 1986
634.9 SEM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Rianse
Bandung: Alfabeta, 2010
634.9 USM a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pramono Dwi Susetyo
Bogor: IPB Press, 2021
634.9 PRA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>