Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153894 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hubertus Hasan
"ABSTRAK
Dalam sistem perencanaan Pembangunan Nasional, Bappeda Tingkat II merupakan badan staf yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Bupati kepala derah Tingkat II Badan tersebut mempunyai tugas membantu Bupati Kepala Daerah Tingkat II dalam menentukan kebijaksanaan, evaluasi, monitoring pembangunan dan melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan di daerah dengan mengusahakan keterpaduan antara rencana nasional dan daerah. Salah sate fungsi dari tugas pokok tersebut adalah menyusun program-program tahunan sebagai pelaksanaan dan Pola Dasar Pembangunan Daerah dan Repelita Daerah.
Dalam menyusun program tahunan, khususnya program sosial tahunan kemampuan adnninistratif Bappeda Tingkat II Kabupaten Bandung, yang dijadikan sebagai studi kasus termasuk dalam kategori rendah. Sebab, cara merumuskan program/proyek sosiaal tahunan dan hasilnya belum mencerrminkan asumsi dasar, prinsip dan ciri ciri perencanaan sosial. Hal ini ditunjukan oleh program/proyek sosial tahunan yang dirumuskan masih bersifat penyediaan fasilitas pelayanan. Belum melihat aspek manusia sebagai pusat dan potensi pembangunan. Pendekatan dalam merunniskan program/proyek masm cenderung dari atas sehingga belum menampung aspirasi masyarakat bawah.
Hasil yang dicapai oleh Bappeda Tingkat II Kabupaten Bandung seperti tersebut di atas, temyata dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan ekstemal organisasi Bappeda Tingkat II Faktor internal yang mempengaruhi adalah struktur organisasi, sistem informasi manajemen, fasilitas partisipasi dan fasditas interaksi dengan lingkungan. Faktor tersebut belum berfungsi secara maksimal dalam merumuskan program-program sosial tahunan. Faktor eksternal yang mempengaruhi hasil kerja Bappeda Tingkat II adalah kedudukan Bappeda Tingkat II dalam sistem perencanaan nasional "
1995
T2499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S8221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Saul Elias Arikalang
"Perencanaan kesehatan adalah salah satu dari fungsi manajemen yang terpenting, yang harus dikerjakan lebih dahulu sebelum mengerjakan fungsi manajemen yang lain. Output perencanaan kesehatan tahunan Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung hingga saat ini kualitasnya masih rendah, padahal dilihat dari inputnya cukup memadai, diduga proses perencanaannya yang tidak benar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian secara mendalam tentang proses perencanaan kesehatan tahunan itu sendiri.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara secara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Adapun hasil temuan penelitian bahwa proses perencanaan kesehatan tahunan di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung masih jauh dari sempuma, langkah-langkahnya masih banyak yang tidak sesuai dengan prosedur tetap perencanaan kesehatan. Penyebabnya adalah kemampuan dan pengetahuan perencana masih kurang, struktur organisasi perencana rendah tidak sesuai beban kerjanya, mekanisme kerjasama lintas program dan lintas sektor tidak jalan.
Agar perencanaan kesehatan tahunan yang dihasilkan berkualitas proses perencanaannya perlu diperhatikan, kualitas Sumber Daya Manusia perencana perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif dan adekuat, pembinaan oleh atasan lebih diintensifkan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah struktur organisasi perencanaan di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung, perlu dibenahi lagi agar sesuai beban tugas yang diembannya. Menggalang kerjasama lintas program dan lintas sektor dengan memanfaatkan otoritas pemerintah daerah.

The Analysis of the Annual Health Planning Process in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung 1995/1996Health planning is one of the most important management functions which have to be done first before doing the other management functions. The quality of the annual health planning output in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung is still low so far, whereas the input is adequate. It is hypothesized that the process of the annual health planning needs conducting.
The research method used is the qualitative method by using an In-depth Interview and Focus Group Discussion. The result is that the process of the annual health planning in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung needs more improving, its steps are not in accordance with the porcedur of health planning. The causes are the skill and knowledge of planner still low, the structure of planning organization not in accordance with the work load, the mechanism of cooperation between cross-program and cross-sectoral not functioning.
In order to produce a qualified annual health planning, the planning process requires considerable attention, the quality of human resource of planner needs improving by conducting education and training intensively and adequately, the supervision by the head needs improving intensively. The other matters require considerable attention are the structure of planning organization in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung needs straightening so that it is in accordance with the work load, performed and the cooperation between cross-program and cross-sectoral needs supporting by using the authority of the local government.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faebuadodo Hia
"Pembangunan nasional sebagaimana yang telah diamanatkan di dalam GBHN, pada hakekatnya adalah untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan. Artinya, pelaksanaan pembangunan baru akan berhasil secara optimal apabila melibatkan seluruh masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah adalah mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1982 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D).
Pokok permasalahannya adalah bahwa masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari hasil partisipasi masyarakat (pola perencanaan dari bawah ke atas) dalam proses perencanaan pembangunan daerah dan adanya pandangan bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) lebih dominan dari pada perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah perencanaan pusat (perencanaan dari atas ke bawah) memang lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Kemudian untuk melihat implementasi partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas dengan studi kasus Kabupaten Dati II Lampung Utara. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Analisa dilakukan dalam bentuk kualitatif. Pengumpulan data dilakukan secara sekunder dan primer.
Hasil penelitian partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola dari bawah ke atas, berdasarkan pada analisa terhadap kajian penelitian atas realisasi dari usulan program pembangunan, menunjukkan bahwa rata-rata hanya 16,63% dari jumlah proyek yang diusulkan dari bawah (UDKP) yang dapat direalisasikan dan dalam hal dana hanya sekitar 20% yang akhirnya disetujui dan dilaksanakan dan temuan yang menarik dalam penelitian ini adalah bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah, perencanaan pusat (perencanaan dari atas) masih lebih dominan dari perencanaan daerah (perencanaan dari bawah ke atas). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah masih sangat rendah.
Kesimpulan dari studi ini adalah masih rendahnya realisasi usulan program pembangunan yang berasal dari partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah yang berpola perencanaan dari bawah ke atas dan masih dominan perencanaan pusat dalam perencanaan pembangunan di Kabupaten Dati II Lampung Mara, yaitu sumber dana dalam APBD, menunjukkan 82,77% dana yang berasal dari bantuan pusat dan kebijakan tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis terhadap pengelolaan anggaran dan penyusunan program pembangunan.
Saran atas hasil penelitian adalah perlu keseimbangan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah artinya adanya titik temu dalam proses pembangunan daerah, antara perencanaan pusat dengan perencanaan daerah dalam merealisasikan program pembangunan, sehingga program pembangunan bernuansa pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk peningkatan pemberdayaan potensi daerah dalam rangka pertumbuhan ekonomi daerah dan pedesaan. Dengan demikin tujuan dan sasaran pembangunan dapat mencapai hasil yang lebih optimal, efisien dan efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T2460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Rizal
"Penetapan 26 dari sekitar 300 Daerah Tingkat II sebagai Percontohan Otonomi Daerah merupakan tahapan awal dari serangkaian tahapan dalam melaksanakan Otonomi Daerah dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II di Indonesia. Namun, karena pertimbangan tertentu, tidak semua Daerah Tingkat II dapat melaksanakannya. Dengan demikian, Daerah-daerah Tingkat II di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu: yang sudah dan yang belum melaksanakan oonomi daerah.
Perbedaan Daerah Tingkat II dalam melaksanakan oonomi daerah tersebut akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas Camat sebagai bawahan langsung dari Bupati kepala Daerah Tingkat II. Oleh karena itu, bobot tugas Camat akan berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan bobot tugas Camat secara empires pada Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah, dalam hal ini Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung.
Penelitian dilakukan tidak hanya melalui studi kepustakaan, tetapi juga melalui studi lapangan. Hal ini dimaksudkan untuk memahami perbedaan bobot tugas Camat yang sesungguhnya terjadi di Daerah Tingkat II yang belum dan sudah melaksanakan otonomi daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bobot tugas Camat di kedua Daerah Tingkat II signifikan, khususnya dalam hal pelaksanaan asas desentralisasi. Bobot tugas desentralisasi Camat di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung lebih banyak dibandingkan dengan bobot tugas Camat di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Berkenaan dengan pelaksanakan asas dekonsentrasi, bobot tugas Camat relatif sama, sekalipun volume dan jenis kegiatannya agak berbeda. Namun, pertambahan urusan di tingkat kecamatan tidak diimbangi oleh perubahan kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan yang diperlukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang telah melaksanakan otonomi daerah lebih besar daripada bobot tugas Camat di Daerah Tingkat II yang belum melaksanakan otonomi daerah. Oleh karena itu, untuk mengimbangi pertambahan bobot tugas tersebut, perlu perubahan dalam kelembagaan, personil, perlengkapan, dan pembiayaan di tingkat Kecamatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eddy Rudianto
"Analisis kemampuan dan kemauan membayar masyarakat terhadap tarif pelayanan kesehatan bertujuan untuk mendapatkan gambaran kemampuan membayar (ATP) dan kemauan membayar (WTP) terhadap- tarif pelayanan kesehatan di Puskesmas Cikole Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, dikaitkan dengan adanya perubahan tarif dan Rp. 700,- menjadi Rp. 2000,- sesuai Perda No. X Tahun 1997. Penelitian merupakan analisis deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dengan mengadakan wawancara menggunakan kuesioner yang mengacu pada instrumen Survey Sosial Ekonomi Nasional 1995 terhadap keluarga yang pernah berobat ke Puskesmas setelah adanya kenaikan tarif. Hasil penelitian dideskripsikan melalui analisis persentase masyarakat yang "tersingkir" pada tarif tertentu. Hasil analisis antara lain terlihat masyarakat masih mempunyai kemampuan dalam membayar tarif Puskesmas sesuai Perda No. X Tahun 1997. Hal ini ditunjukkan dalam simulasi ATP1 (pengeluaran bukan makanan) dan ATP2 (pengeluaran non esensial), sedangkan bila disimulasikan dengan ATP3 (5% pengeluaran bukan makanan) maka sebesar 6% masyarakat akan "tersingkir ". Apabila biaya pelayanan berada di atas tarif yang ditetapkan yaitu misalnya ditambah dengan adanya pembebanan bagi pembelian jarum suntik, dimana tambahan biaya pembebanan juga meningkat dengan adanya kenaikan harga akibat krisis moneter akan mengakibatkan biaya pelayanan Puskesmas Cikole semakin tinggi, dan semakin banyak masyarakat yang tersingkir dari pelayanan Puskesmas. Turunnya kunjungan Puskesmas Cikole setelah diberlakukannya tarif baru - Rp.2000,- bukan sekedar disebabkan oleh adanya peningkatan tarif tersebut, tetapi merupakan dampak akumulatif dari adanya peningkatan tarif dan situasi moneter. Masyarakat yang tersingkir perlu didukung dengan program kartu sehat dan juga melaksanakan efisiensi biaya operasional untuk mengurangi pembebanan biaya pelayanan.

People's Ability to Pay and Willing to Pay Analysis upon the Health Service Tariff of Puskesmas Cikole, Kabupaten Daerah Tingkat II BandungPeople's ability to pay and willing to pay analysis upon the health service tariff' is aimed for getting the view of ability to pay and willing to pay upon the health service tariff at Puskesmas Cikole Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, related to the increasing tariff from Rp. 700,- to Rp. 2000,- according to Perda No. X /1997. This research is a descriptive analysis with cross sectional outline. The data gathered by carrying out interviews using questionaires according to " Survey Sosial Ekonomi Nasional 1995 " instrument to the families who have gone to get a medicaL treatment at the Puskesmas after the tariff increasing. The result of this reseach is described through the percentage analysis of people eliminated at a certain tariff. From the analysis, it seems that people still have the ability to pay Puskesmas tariff according to Perda No. X / 1997. This is shown in ATP 1 ( non - food expenses ) and ATP 2 ( non - essensial expenses) simulation, whereas if it was simulated by the ATP 3 ( 5% non - food expenses ), the 6 % of people will be eliminated. If the service cost is higher than the stated tariff; for example, addition with expenses for purchasing syringe, where the addition was also increased by the increasing prices as the result of monetary crisis, will make the service cost at Puskesmas Cikole higher, and more people will be eliminated from the Puskesmas services. The decreasing visits to Puskesmas Cikole after the new tariff Rp. 2000,-implemented, is not only because of the increase tariff; but also a cummulative effect from the increased tariff and monetary situation. The peoplie who are eliminated need to be supported by the " Kartu Sehat " program and also by carrying out operational cost efficiency to lessen cost burdening."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endjay Sendjaya
"Dengan ditetapkannya 26 Daerah Tingkat II Percontohan Otonomi Daerah di 26 Daerah Tingkat I, merupakan langkah terobosan dari Pemerintah dalam upaya mempercepat terwujudnya Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II. Untuk mengetahui jalannya pelaksanaan kebijaksanaan tersebut setelah 2 tahun berjalan. Tesis ini mencoba melakukan kajian evaluatif di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sebagai salah satu Daerah Tingkat II Percontohan di Jawa Barat.
Dari penelitian yang penulis lakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa pejabat yang sangat terkait dengan Percontohan Otonomi Daerah baik dari jajaran Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat maupun Pemerintah Daerah Tingkat II Bandung dan sumber lainnya, diketahui selain konsekuensi yang membawa perubahan pada kelembagaan, personil, perlengkapan maupun pembiayaan bagi Daerah Tingkat II Percontohan juga permasalahan - permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan koordinatif antar lembaga, kemampuan personil, sarana dan prasarana serta kemampuan dana daerah.
Dari permasalahan - permasalahan tersebut dilakukan analisis sehingga dapat diketahui faktor - faktor yang menjadi penghambat maupun pendorong terhadap jalannya pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran - saran untuk dijadikan bahan bagi yang berkepentingan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1979
S8384
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>