Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158000 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ginting, Mastura
"Untuk membiayai belanja negara yang semakin lama semakin bertambah besar diperlukan penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri yakni sektor perpajakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pemeriksa pajak (fiskus) terhadap wajib pajak. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 1 (satu) kali, 2 (dua) kali dan 3 (tiga) kali sekaligus untuk mengetahui apakah pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional yang mengandalkan perhitungan uji statistika untuk mengetahui angka. rata-rata koreksi sebelum dan sesudah pemeriksaan dan pengaruh variabel babas (pemeriksaan) terhadap vanabel terikat (penerimaan PPh Badan).
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Pemeriksaan Pajak di Karawang. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yalani : penelitian perpustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian perpustakaan terutama dilakukan dengan penelusuran dokumentasi yang ada di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Karawang, sedangkan penelitian lapangan dengan mewawancarai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Karawang.
Populasi adalah jumlah rata-rata pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Karikpa Karawang sebesar 320 wajib pajak dan dari populasi ini ditarik 111 wajib pajak sebagai sampling yang diteliti (wajib pajak badan) dan tahun pemeriksaan 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, dan 2002. Sedangkan uji statistik dilaksanakan dengan one way Anova.
Hasil dari penelitian yang ada menunjukkan sebagai berikut :
1. Tidak ada perbedaan rata-rata koreksi yang signifikan antara wajib pajak yang diperiksa 1 (satu) kali, 2 (dua) kali maupun 3 (tiga) kali. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata koreksi yang dihasilkan oleh Penghasilan Peredaran Usaha (PPU), Harga Pokok Penjualan (HPP), Penghasilan Diluar Usaha (PDU), Pengurang Penghasilan Bruto (PPB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
2. Korelasi antara rata-rata koreksi PPU, HPP, PDU, PPB, dan PPh Badan tidak berkorelasi secara signifikan dengan jumlah koreksi PPU, HPP, PDU, PPB, dan PPh Badan.
Dari hal-hal di atas disarankan agar pemeriksaan tidak perlu dilakukan berulang-ulang pada wajib pajak yang sama. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan hanya sebagai fiingsi pengawasan saja.
Apabila pemeriksaan perlu dilakukan, hanya terhadap wajib pajak yang mempunyai indikasi jelas akan memberikan pemasukan terhadap penerimaan PPh Badan. Caranya dengan menjaring data wajib pajak melalui instansi lain, sehingga fiskus dapat segera mengenakan pajak.
Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penenimaan PPh Badan dan frekuensi pemeriksaan pajak tidak berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan PPh Badan.

To defray the larger state expenses, we need acceptance from within country namely taxation sector. This research has been conducted with an aim to reveal the circumstances resulting from the inspections of taxpayers by tax officers. Inspections have been conducted once, twice, and three times at a time for the purpose of concluding if these inspections are capable of increasing tax receipts.
This research used a co relational descriptive approach which relies on the determination of statistical tests to arrive at The average corrected figure prior to and after inspections and the impact of the independent variable, i.e., inspections, on the dependent variable, corporate income tax receipts.
Carried out in the Karawang Tax Inspection Office, the research caused the author to gather data in two manners: desk research and field research. Desk research was performed through the reviews of documentation which are kept by the Karawang TaxInspection and Examination Office and field research by means of interviews with the head of this office.
The population statistics amounted to 320 and 1I1 of them were made the sample statistics (corporate taxpayers) and the research covered the inspection years 1997 to 2002, inclusive. The statistics test was a one-way ANOVA.
The author's results show as follows:
1. There has been no significant average correction between those taxpayers which were subjected to one inspection, two inspections, and three inspections. This appears from the average correction made with regard to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation.
2. There is no significant correlation between the average correction made to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation, and sum of corrections made to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation.
For the reasons citied above, it is recommended that repeat inspections not be performed with respect to the same taxpayers and that inspections be carried out as part of the supervisory function only.
Where necessary, inspections should be performed for taxpayers who have clear signs of helping to increase corporate tax receipts. This may be done by way of gathering taxpayers information and data through other government agencies so that taxpayers are able to assess taxes immediately.
Based on the natters above, a conclusion can be drawn that inspections do not have any significant impact on corporate income tax receipts and that the frequency of tax inspections do not produce any significant co relation to increase in the receipts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Dolok
"Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah pungutan pajak penghasilan yang bersifat final dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan secara keseluruhan ? dan apakah telah memenuhi prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang berlaku umum ? Untuk membahas pokok permasalahan dan tujuan penelitian, penulis menggunakan metode deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait.
Pembahasan dan analisis masalah, diketahui bahwa pungutan pajak penghasilan final yang berlaku, hanya didasarkan pada aspek kemudahan pungutan pajaknya. Sedangkan aspek keadilan dan kepastian hukum dalam pemungutan pajak kurang mendapat perhatian.
Dilihat dari sudut pandang penerimaan, pelaksanaan pungutan pajak penghasilan final cukup berhasil dalam meningkatkan pajak penghasilan dari jasa konstruksi. Hal ini dibuktikan dari jumlah penerimaan yang meningkat setiap tahunnya yaitu dari Rp 293,14 milliar tahun 1996/1997 menjadi Rp 415,01 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 41,57 % dan Rp 560,39 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 91,16 % bila dibanding dengan tahun 1998/1997.
Akan tetapi bila dilihat dari kontribusi nya terhadap pajak penghasilan secara keseluruhan untuk masing-masing tahun yang bersangkutan, maka pungutan pajak penghasilan final tidak memberikan peningkatan yang cukup signifikan. Bila pada tahun 1996/1997 kontribusi pajak penghasilan jasa konstruksi adalah 1,08 % maka pada tahun 1997/1998 meningkat menjadi 1,21 % dan tahun 1998/1999 menurun menjadi 1,01 %. Keadaan ini terutama disebabkan penigkatan penerimaan pajak penghasilan yang setiap tahun cukup besar.
Untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan pajak, hendaknya peraturan yang berlaku, tidak membedakan sesama wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha yang sama, sebagaimana ditemukan pada peraturan bidang usaha jasa konstruksi yang membebaskan peredaran usaha di atas Rp. 1 (satu ) milliar dari pungutan pajak penghasilan final.
Atas pembahasan dan beberapa kesimpulan yang diperoieh, akhirnya penulis menyarankan agar pungutan pajak penghasilan final sebaiknya tidak diberlakukan bagi pengusaha jasa konstruksi, mengingat ketentuan tersebut tidak sesuai dengan kriteria keadilan dalam pemungutan pajak, baik ditinjau dari sudut keadilan horizontal maupun vertikal serta kurangnya kepastian hukum wajib pajak akibat peraturan atau ketentuan yang sering mengalami perubahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Winarti
"Penerimaan negara dari pajak sangat diharapkan bagi Indonesia, terlebih lagi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2001 ditargetkan sebesar 70 % dari seluruh penerimaan. Posisi ini menggantikan pinjaman luar negeri yang selama ini mendominasi sumber penerimaan dalam APBN. Oleh karena itu segala upaya untuk mencapai target tersebut harus diusahakan untuk menjamin keamanan APBN.
Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang umum dikenal adalah intensifikasi dan eksensifikasi. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih dari krisis moneter dan untuk mewujudkan sistim perpajakan yang adil, dimana semua Wajib Pajak yang berpenghasilan sama harus dikenakan pajak yang sama, maka penulis berusaha melakukan penelitian yang mendiskripsikan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak penghasilan dengan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tamansari.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa ekstensifikasi Wajib Pajak Penghasilan sudah dilaksanakan dengan beberapa kegiatan diantaranya penyisiran, pemanfaatan data internal, pemanfaatan data eksternal dan kerjasama dengan instansi lain. Sekalipun jumlah Wajib Pajak berhasil ditingkatkan tetapi tidak secara langsung dapat meningkatkan penerimaan negara karena banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga banyak Wajib pajak yang kehilangan penghasilan, kondisi politik yang kurang kondusif dan kerjasama dengan instansi lain yang belum baik. Oleh karena itu ekstensifikasi yang dilakukan harus ditindak lanjuti dengan intensifikasi.
Untuk meningkatkan kinerja maka dipaparkan bagaimana National Tax Administration Jepang memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak melalui public relation yang baik dan sosialisasi yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan kewajiban Perpajakannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Saktius Susilo
"Beban dan tanggungjawab untuk merealisasikan penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan pajak mengharuskan Direktorat Jenderal perpajakan melakukan reformasi aturan-aturan di bidang perpajakan. Rancangan Undang-undang (RUU) Perpajakan yang diajukan pemerintah mulai tahun 2005, pemerintah berencana menerapkan tarif tunggal untuk menggantikan tarif progresif Pasal 17 Pajak Penghasilan. Besaran tarif yang diusulkan adalah 28% dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun diturunkan menjadi 25%. Tarif tunggal diterapkan untuk wajib pajak badan dan berlaku sama untuk seluruh wajib pajak badan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan serta keadilan dan kesederhanaan tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan dibandingkan dengan tarif progresif pajak penghasilan. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data SPT Tahunan PPh Badan dan data primer berupa kuisioner. Responden penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang.
Menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini menggunakan dua (2) metode, yaitu penelitian asosiatif/hubungan dan metode komparatif. Dalam metode asosiatif, penulis mencari hubungan antara variabel tarif tunggal dengan variabel jumlah pajak terhutang sehingga akhirnya dapat diketahui seberapa besar pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Teknik sampling yang dilakukan adalah sampel random sederhana. Sedangkan dalam metode komparatif, penulis membandingkan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Dalam penelitian komparatif, penulis tidak melakukan teknik sampling artinya data yang digunakan adalah seluruh data SPT Tahunan PPh Badan. Setelah data terkumpul analisis dilakukan dengan menggunakan aplikasi software SPSS versi 13.00 dan dianalisa melalui statistik deskriptif, korelasi, regresi, uji signifikansi F serta uji beda T-Paired.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,788. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 1,613 + 0,629X, artinya setiap penambahan 1% tarif tunggal akan meningkatkan jumlah pajak terhutang sebesar 1,6134% atau sebaliknya. Selain itu terdapat terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Apabila diterapkan tarif tunggal sebesar 28%, jumlah pajak terhutang di Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang meningkat sebesar Rp 4.319.166,019,-. Tarif tunggal tidak mencerminkan keadilan vertikal karena wajib pajak yang berpenghasilan tinggi dan wajib pajak yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak dengan tarif yang sama. Keadilan horizontal akan tetap terpenuhi, dimana terlihat bahwa setiap wajib pajak badan akan membayar pajak atas laba mereka dengan tarif yang sama. Keadilan dalam pembebanan pajak akan tercapai karena dalam tarif tunggal, marginal rate tetap akan naik seiring dengan besarnya penghasilan yang dimiliki seseorang. Secara kuantitas, wajib pajak badan yang memperoleh laba yang lebih besar akan membayar pajak lebih besar daripada yang mempunyai laba lebih kecil. Akan tetapi tarif tunggal lebih sederhana dan mudah diaplikasikan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tarif pajak tunggal memberikan dampak atau pengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Selain itu, terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Aspek keadilan dalam tarif tunggal tetap terpenuhi.

Duty and responsibility of better realization of the receipt of tax has demanded the Directorate General of taxation to reform the regulations relating to taxation. In the Bill of Taxation which was proposed in the year of 2005, the government has planned to impose the flat tax as replacement of progressive tariff Article 17. The percentage of proposed tariff is 28% and it will be decreased into 25% within a period of 5 (five) years. Flat rate is imposed on the corporate taxpayer and prevail equivalently for all corporate taxpayers.
This research is aimed at identifying the effect of flat rate article 17 income tax on the total outstanding income tax, the difference of total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax as well as the fairness and simplicity of flat rate article 17 corporate income tax compared with the progressive tariff of income tax. Data being used in this research is secondary data in the form of annual tax return of corporate income tax and primary data in the form of questionnaires. The respondent of this research is corporate taxpayers in the working environment of Tax Service Office of Pangkal Pinang. According to the extent of its explanation. This research apply 2 (two) methods, namely associative methods and comparative methods. In the associative methods, the writer seek the correlation between the variable of flat rate and variable of total outstanding tax in order to identify the extent of effect of flat rate article 17 corporate income tax on the total outstanding income tax. The sampling technique being applied is simple random sampling. Whereas, in the comparative method, the writer compare total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. In the comparative research, the writer does not perform sampling technique, in which the data being used are all data annual tax return of corporate income tax. Upon collecting the data, analysis is performed by applying the software of SPSS version 13.00 and are analyzed through descriptive, statistic, correlation, regression, significance F Test and difference T-paired test.
Result of analysis reveal that there is a significant correlation between flat rate article 17 corporate income tax and total outstanding income tax in the value of 0.788. Regressional equation being obtained is Y = 1.613 + 0.629X which mean that every additional 1% of flat rate will increase total outstanding income tax of 1.613% or otherwise. Moreover, there is a difference on the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. If 28% flat rate is applied, then total outstanding income tax at the tax service office of Pangkal Pinang will increase in the value of IDR 4.319.166.019,- The flat rate deemed to be inadequate in properly reflecting the vertical fairness because the similar tax will be imposed on the taxpayers with high income and those with low income. Horizontal fairness will be remain satisfied, in which it may be seen that each taxpayers must pay the tax for their profit with the same tariff. Fairness in the tax imposition may be accomplished because, in the flat rate, the marginal rate will constantly raise in line with the extent of income obtained by an individual. Quantitatively, the corporate taxpayer may obtain higher profit are obliged to pay higher tax than those obtaining lower profit. However, viewed from the percentage of its effective tariff, the taxpayers will pay the tax in the same percentage. Moreover, flat rate is simpler and easier o be applied in the tax calculation. Thus, it may be concluded that the flat rate may cause an impact and effect on the total outstanding income tax. Furthermore, there is a difference in the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. The aspect of fairness in the flat rate remain to be satisfied."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 19475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelwati N.
"For the purpose of reaching target tax revenues, it is necessary to make breakthroughs and search for potential taxes at an optimum level through adequate information dissemination activities, excellent services and law enforcement. In addition, efforts to continue improving tax systems and procedures need to be made with due regard to the principles of fairness, equity, benefits and public ability with effect from the beginning of 2001 the government has changed its policy towards personal income taxpayers in that in their annual retums, these taxpayers have been required to include both their assets and liabilities at year end.
The main issue of this thesis is whether there is a detailed and accurate asset information presented by individual taxpayers, whether presented asset information can be used in tax inspection to determine the fairness of income, whether the policy of putting list of assets in the annual tax return is effective to tax inspection and assessment, and whether there is a difference in inspection procedures on annual tax return with the obligation to attach the list of assets.
This research is intended to discover how effective the inclusion above with respect to taxpayers who organize bookkeeping and those who do not has been with respect to tax inspections and assessment, using the variables of information details concerning the assets presented the accuracy thereof and to what extent assets information may be used for inspection purposes and the application of inspection procedures to personal taxpayers.
The author has used a qualitative method for which descriptions have been made, data gathered through desk and field research. The research object has been the results of tax inspections which have obtained through the distribution of questionnaires to the functional inspection personnel at the Karawang Tax Inspection and Examination Office. The sample population amounted to 36.
The authors findings show that the assets infomation contained in the armual returns of personal income taxpayers lacks details and suffers from a low level of accuracy such that it cannot be used to an optimum level for inspection purposes. In addition, differences are found in both the details and accuracy of the infomation presented and the utilization of assets information between those taxpayers who organize bookkeeping and those who do not.
Research outcome proves that from three approaches (source, process, and target) used to measure effectiveness, the inclusion of asset in the individual taxpayers annual return is not effective in respect to tax inspections and assessments shown is all variables used in the research . It is caused by the lack of taxpayers? awareness, lack of supervision to taxpayers and no penalty given. As a result, the research hypothesis should be rejected.
Results of the author's study into inspection procedures show that there is a significant difference between personal taxpayers who organize bookkeeping and those who do not, speciiically concerning evaluation procedures, tracking errors, correlation tests, confirmation and reconciliation. The research hypothesis should not be rejected.
Hence, the author concludes that the inclusion of list of assets in the individual annual tax retum is not effective to tax inspections and assessments, an the author recommends that for the inclusion of assets information to be effective, it is necessary to improve the implementation regulations relating to the transactions conducted by personal taxpayers and that the Head Oliice of the Directorate General of Taxation give a more convenient access to taxpayer information which it keeps.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Tursilo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benyamin Zulkarnaen
"Ditinjau dari kondisi wilayah pemungutannya dan karakteristik pajaknya, Pajak Hiburan (PHi) rnerupakan salah satu jenis pajak daerah yang cukup potensial sebagai sumber PAD Propinsi DKI Jakarta, namun perkembangan penerimaannya relatif belum menunjukan hasil yang menggembirakan, karena jika dibandingkan dengan penerimaan jenis pajak daerah lainnya yang dipungut langsung oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Propinsi DKI Jakarta, seperti PKB, BBN-KB, PHR, dan Pajak Reklame, penerimaan Pajak Hiburan menempati urutan yang terakhir dengan trend penerimaan yang cenderung tidak stabil. Kontribusi yang diberikan PHi terhadap PAD selama enam tahun terakhir tercatat rata-rata hanya sebesar 2,35 % dan terhadap penerimaan Pajak Daerah hanya sebesar 2,76 % dengan trend cenderung menurun, hal ini tentunya cukup memprihatinkan karena jika dilihat dari potensi yang ada, penerimaan dari PHi seharusnya mampu memberikan sumbangan yang lebih berarti terhadap PAD Propinsi DKI Jakarta. Berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor PITT telah dilakukan Dipenda, mulai dari yang umum seperti merubah bentuk susunan organisasi dan tata kerja, menetapkan kembali wilayah kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah, menambah SDM baru dan meningkatkan kualitas SDM yang ada, memperbaiki dan melengkapi sarana dan prasarana kerja, memberlakukan aturan formal Pajak Daerah (Perda No. 4 Tahun 2002 tentang KUPD), mengganti Perda No. 7 Tahun 1996 dengan Perda No. 7 Tahun 1998, dan mempersiapkan Perda yang baru sebagai pengganti Perda No. 7. Tahun 1998 untuk merevisi kebijakan-kebijakan perpajakan di dalamnya yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman namun semua usaha itu nampaknya belum membuahkan hasil yang optimal.
Dilatarbelakangi permasalahan tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Hiburan dan pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan PHi di Propinsi DK1 Jakarta, dengan tujuan untuk menemukan hal-hal yang mungkin menjadi penghambat penerimaan pajak hiburan, agar dapat diberikan setitik sumbang saran yang mungkin bermanfaat untuk mengoptimalisasikan penerimaan PHi di Propinsi DKI Jakarta. Landasan teori yang digunakan bertumpu pada tiga subsistem perpajakan yaitu (1) Kebijakan perpajakan, (2) Undang-undang perpajakan, (3) Administrasi perpajakan, ditambah dengan teori-teori lainnya yang relevan terutama yang berkaitan dengan upaya pengoptimalisasian Pajak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analilis dengan menyajikan data historis perkembangan penerimaan PHi dari tahun ke tahun dengan menggunakan tolok ukur upaya pajak, hasil guna dan daya guna yang dibantu dengan analisis migresi dan korelasi menggunakan SPSS versi 10.0, dengan hasil sebagai berikut :
1.Masih terdapat kelemahan dalam kebijakan perpajakan yang mengatur tentang pengelompokan objek dan penetapan tarif yang cenderung menimbulkan ketidakpastian, ketidakadilan dan membuka peluang bagi Wajib Pajak tertentu memilih tarif yang lebih rendah dari yang seharusnya.
2.Pemungutan PHi telah didukung oleh dasar hukum yang kuat yaitu UU No. 34 Tahun 2000 dan Perda No. 7 Tahun 1998 beserta peraturan pelaksanaannya yang proses penetapannya melibatkan peran serta masyarakat dan cukup tanggap terhadap dinamika perkembangan zaman.
3.Pengadministrasian PHi tidaklah rumit namun pelaksanaan pemungutannya belum dapat sepenuhnya menjaga dan memastikan Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakannya serta belum dapat menjaga dan memastikan tidak adanya objek pajak yang terlepas dari pengamatan atau tidak dilaporkan kepada fiskus.
4.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur upaya pajak menunjukan bahwa kinerja pemungutan PHi belum cukup baik, karena hanya mampu menyerap 17,8 % dari seluruh kemampuan bayar PDRB subsektor jasa hiburan Propinsi DKI Jakarta, dan PDRB subsektor jasa hiburan sendiri tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi penerimaan PHi.
5.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur hasil guna menjelaskan bahwa ukuran efektifitas administrasi perpajakan adalah relatif tergantung dari apa yang ingin dicapai, jika menggunakan tolok ukur target, maka pemungutan PHi bisa dikatakan efektif, namun jika menggunakan tolok ukur potensi maka pemungutan PHi tidak efektif. Potensi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap realisasi penerimaan, sedangkan penetapan rencana penerimaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi penerimaan.
6.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur daya guna dibantu dengan indikator-indikator kualitatif lainnya menunjukan bahwa pelaksanaan pemungutan PHi di Propinsi DKI Jakarta cukup efisien."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muti`ah
"Peranan masyarakat dalam pembiayaan pembangunan harus terus ditumbuhkan. Untuk meningkatan penerimaan pajak pada tahun 1983 telah dilakukan pembebanan perpajakan dengan mengubah sistem pemungutan pajak dari official assessment menjadi self assessment. Dalam penelitian ini pokok permasalahannya yaitu bagaimana sistem self assessment dapat meningkatkan penerimnaan pajak secara substansial.
Si stem self assessment memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melapor sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fiskus sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap Wajib pajak dengan baik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan pada KPP yaitu Seksi TOP, Seksi PPh Badan, Seksi Penerimaan dan Keberatan, dan Bagian Umum, melalui wawancara dan pengamatan langsung.
Penelitian dilaksanakan pada KPP "X" dengan temuan-temuan wajib pajak yang menjadi kewenangan KPP "X", wajib pajak yang memasukkan SPT, jumlah wajib pajak yang di periksa, kreteria wajib pajak yang di periksa, jumlah pemeriksa, hasil pemeriksaan dan penerimaan
Pembahasan dalam penelitian inibahwa jumlah pemeriksa SPT Wajib Pajak sangat kecil dari SPT Wajib Pajak yang haru di periksa, selisihnya tidak diadakan pemeriksaan bukan karena telah melaksanakan ketentuan perpajakan, tetapi karena tidak tertangani oleh petugas yang jumlah personilnya terbatas. Kreteria Wajib pajak yang di periksa Wajib Pajak yang lebih bayar yang menjadi sasaran utama, sebaiknya pemeriksaan dialihkan ke Wajib Pajak rugi dan Wajib Pajak kreteria khusus.
Daripembahasan dapat disimpulkan bahwa jumlah Wajib Pajak yang di periksa masih sangat minim, jumlah petugas sangat minim di banding jumlah SPT Wajib Pajak yang hares di periksa, Pemeriksaan sasaran utamanya adalah Wajib Pajak lebih bayar, Prosentase pemeriksa di banding jumlah Wajib Pajak yang perlu di periksa sangat kecil, penerimaan pajak dapat ditingkatkan bila dilakukan pemeriksaan, sedang saran adalah supaya diupayakan jumlah Wajib Pajak yang di periksa lebih banyak, melakukan penambahan jumlah pemeriksa pemeriksa, yang diutamakan yang di periksa adalab Wajib Pajak rugi dan Wajib Pajak criteria khusus.

The Execution Of Self Assessment System In Relation With Income Tax Collection Of The Body Of Tax Obligation (Study Case At X Tax Services Office)
The role of people in development leasing should be keep grown with pushing awareness, understanding and comprehension that the development is right, duty and responsible of the whole of people. The execution of national development should be based on self-ability, mainly if the citizen realizes the participation to pay tax To increase tax collection in year 1983 has been conducted tax reformation with changing tax collection system from official assessment becoming self assessment In this research, the main problem is how self-assessment system can increase tax collection substantially.
Self assessment system gives the confidence to Tax Obligation to account deposit and report himself/herself concerning the amount of tax should become debt in accordance with tax regulations. The government in this matters tax officer in accordance with his/her role should conduct construction, research and inspection to tax obligation properly.
Research Method used in this thesis is analysis description method, with- data collection technique in from of library and field research to relevant parties in this thesis (fish's) through deep interview.
This research is conducted at KPP X" with the finding of tax obligation becoming the authorization of KPP "X", tax obligation fills SPT, number of tax obligation inspector, the result of inspection and collection.
The discussion in this research that the number of inspector of SPT tax obligation is very small that SPT tax obligation should be inspected, the different was not conducted inspection not because it has conducted the tax stipulation, but because not handled by the limited number of officer. The criteria of tax obligation inspected more payable obligation tax becoming main target, for more payable tax obligation if it has been inspected for two years respectively, it should be better if changed position to loss tax obligation and tax obligation with specific criteria
From the discussion can be concluded that the number of tax obligation inspected was very minim, the number of officers were very minim if it was compared to the number of SPT tax obligation should be inspected was very small, tax income can be increased if it was conducted inspection, while the suggestion is in order to be efford more number of tax obligation inspection, conduct the addition of inspectors number, the main inspected is loss tax obligation and tax obligation with specific criteria."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rusjdi
"Income tax with references to Indonesian laws and regulations."
Jakarta: Indeks, 2006
336.24 MUH p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Maharani Kertapati
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengoptimalisasikan penerimaan pajak reklalne di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena penelitian ini berusaha menggambarkan suatu fenomena sosial sehingga bersifat rnenggambarkan fakta. Teknik pengurnpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, penelitian lapangan dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah faktor pendukung dalam optilnalisasi penerimaan pajak reklame yaitu: Adanya Koordinasi dan Kerjasama yang Baik Antar Instansi, Adanya Peraturan yang Jelas, Adanya Potensi Penerirnaan Reklame, Adanya Akurasi Data Yang Optimal (Up To Date), Adanya Pengawasan dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Reklame. Faktor penghambat yang mengakibatkan tidak optimalnya penerimaan pajak reklame yaitu: Kurangnya Tingkat Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas SDM yang Kurang Berkompeten, Sulitnya Birokrasi Pemasangan Reklame, Adanya Reklame Ilegal (Reklaine Liar). Serta Kebijakan Alternatif yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk Mengoptimalisasikan Penerimaan Pajak Reklame yaitu Meningkatkan Tarif Kelas Jalan dan mengeluarkan suatu kebijakan tentang peraturan perizinan yang jelas dan tegas yaitu berupa Mekanisme Izin Prinsip serta mengeluarkan kebijakan berupa pernberian sanksi terhadap pemasangan reklame-reklame liar.

The purpose of this study was to analyze the policy pursued by the city administration in optimizing tax receipts billboard in Jakarta. This study uses a qualitative research approach for this study sought to describe a social phenomenon that is describing the fact. Data collection techniques used in this research is literature study, field research and interviews. The results of this study is supportive factor in the optimization of the billboard tax revenue as follows: There is good coordination and cooperation Inter-Agency, There are clear rules, Advertising Revenue Potential, The Data The Optimal Accuracy (Up To Date), The Implementation Monitoring the Implementation of Advertising. Inhibiting factors that lead to not optimal Advertising Tax receipts as follows: Lack of awareness level of the taxpayer, The quality of human resources Less Competent, The difficulty of Installation Advertising Bureaucracy, Presence of Illegal Advertising (Advertising Liar). And the alternative policy which can be done by the Province Government of DKI Jakarta to optimize the advertising tax revenue that is with increasing Grade-Road Rates and issueing a clear and firm installation of billboards permitting policy and issueing a policy of imposing sanctions against the installation of wild-billboards."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>