Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141307 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bandung: Binatjipta, 1972
070 PER;070 PER (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suratna
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola hubungan antara pers dengan Lembaga Legislatif. Bagaimana pers sebagai salah media komunikasi massa dalam era reformasi ini melakukan fungsi kontrol atas DPR-RI Bagaimana tanggapan DPR-RI terhadap pers, dan bagaimana pengelolaan manajemen Humas Sekretarait Jenderal DPR RI sebagai mediator antara pers dan DPR-RI.
Kerangka pemikiran dari penilitian ini adalah bahwa pers sebagai salah satu media komunikasi massa memiliki fungsi informasi, hiburan, pendidikan dan kontrol sosial. Fungsi kontrol sosial pers ini sangat terkait dengan pelaksanaan kelembagaan pemerintahan termasuk DPR-RI. Pers dan DPR adalah merupakan sub sistem dari sistem politik, sehingga Dinamika hubungan kedua institusi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi politik yang sedang berlangsung. Reformasi telah mengubah wajah demokrasi Indonesia termasuk Pers dan DPR. Pers lebih bebas dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya sementara itu hubungan antar lembaga tinggi negara lebih ditengarai adanya parliament heavy. Adanya penguatan fungsi dua lembaga tersebut menyebabkan kedua hubungan menjadi menarik untuk diamati.
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara mendalam. Wawawancara dilakukan terhadap informan yang terdiri dari anggota DPR-RI, kelompok pers dan kelompok masyarakat.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pers di era reformasi diwarnai dengan semangat kebebasan yang sangat luar biasa. Hal ini disebabkan oleh karena adanya tuntutan perkembangan demokrasi. Pers Indonesia saat ini sedang mencari jati diri. Hal ini menyebabkan pers tidak mudah untuk diatur oleh siapapun, termasuk dewan. Saat ini belum jelas bentuk pers Indonesia.
Selain itu, Pers Indonesia yang baru saja bebas dari tekanan pemerintah dalam melakukan aktifitas jurnalistiknya merasa bahwa saat ini tidak ada suatu institusi yang dapat mengontrol pers. sehingga pers Indonesia saat ini merasa bebas untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki. Pers di era reformasi ini lebih suka menyerang siapa saja, hanya mengambil segi-segi negatif dari Dewan, dan tidak menempatkan isu tidak secara prosposional. Namun fungsi kontrol pers terhadap DPR-.RI dirasakan belum effektif. Hal ini disebabkan karena DPR di dalam era reformasi ini juga memiliki kekuasaan yang luar biasa.
Ristriksi politik yang mempengaruhi kehidupan pers, di era reformasi ini relatif sudah tidak dirasakan oleh pers. Namun Penyelesaian sengketa masyarakat dengan pers melalui lembaga peradilan yang mengacu pada KUHP, dirasakan sangat merugikan pers. Sementara ristriksi ekonomi yang berupa pertimbangan bisnis perusahaan pers mempengaruhi kebijakan redaksi.
Peran Bagian Pemberitaan dan Penerbitan (Humas) DPR RI dirasakan belum mampu membantu meningkatkan citra positif DPR-RI. Hal ini disebabkan karena kurang terbangunnya hubungan yang baik antara wartawan yang ada di DPR dengan Bagian Pemberitaan dan Penerbitan. Selain itu masih rendahnya kreatifitas Bagian Pemberitaan dan Penerbitan dalam membangun citra, lambannya kinerja staf karena mental pegawai masih diwarnai sebagai seorang birokrat, jumlah personil yang terbatas, kurang jelasnya otoritas kewenangan, serta anggaran yang belum memadai.
x + 108 halaman + Lampiran
Daftar Pustaka : 30 buku (Tahun 1971 s.d. 2003) + 2 Artikel."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henri Subiakto
"Pers yang fungsi utamanya sebagai sarana penberitaan, mempunyai konsekuensi isi yang disajikan agar senantiasa menggambarkan realitas yang terjadi di masyarakat. Tapi dalam prakteknya, pers berada pada posisi yang sulit ketika dihadapkan kuatnya hegemoni negara melalui elit-elitnya, yang merambah ke berbagai aspek sosial politik, termasuk sebagai pembuat berita (news maker), dan sumber berita yang acapkali menentukan definisi realitas. Jadinya, kemandirian pers mengungkap berita menjadi pertanyaan yang menarik. Apakah pers dalam menjalankan fungsinya mengungkap dan mendefinisikan realitas itu bertumpu pada kemampuan dan visinya sendiri, ataukah sudah tunduk kapada kekuatan elit negara yang hegemonik tadi?
Melalui penelitian dengan metode analisis isi pada peraberitaan di Harian Kompas dan Republika, pernasalahan di atas dicoba dijawab. Kemandirian pers yang diteliti itu khususnya menyangkut kemandirian dalam mengungkap isu-isu kemasyarakatan yang pada akhir-akhir ini memang kebetulan banyak menenuhi agenda pemberitaan.Persoalan konflik tanah, perburuhan, pencemaran lingkungan, korupsi dan kolusi, demokratisasi, SARA, dan isu-isu kemasyarakatan lain yang sejenis, menjadi fokus penelitian.
Hasilnya, kemandirian pers dalam mengungkap berita sifatnya fluktuatif. Terkadang pers dapat menampilkan beritanya dengan kemadirian yang tinggi, terutama pada isu yang tidak sensitif, dan jenis tertentu yang memang menyangkut kepentingan yang mendasar, seperti persoalan tanah, perburuhan dan pencemaran lingkungan. Tapi pada kesempatan lain, pers terpaksa kompromi dengan kekuatan politis yang ada di luar diri mereka. Pada isu-isu yang sensitif menurut "kacamata" elit penguasa, definisi realitasnya lebih banyak ditentukan oleh sumber informasi yang berasal dari elit negara. Jadinya, kemandirian pers dalam mengungkap berita, bukan sekadar persoalan ketersediaan atau keterbatasan sumber daya dan perangkat peralatan yang dimiliki. Tapi persoalan kemandirian pemberitaan akhirnya lebih berkait dengan persoalan iklim politik. Yaitu siapa yang mempunyai posisi yang dominan dalam sistem politik tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roos Anwar
"ABSTRAK
Tesis ini berusaha untuk menggambarkan bagimana peran pers Indonesia dalam pembangunan melalui penampilan informasi pembangunannya; sebagaimana diharapkan oleh pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga, agar media massa dapat menjalankan fungsi sebagai: penyampai informasi, memberikan pendidikan sekaligus hiburan serta melakukan kontrol sosial demi kepentingan masyarakat.
Khususnya, pers sebagai suatu institusi sosial tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat, karena pers berada dan berperan ditengah-tengah masyarakat. Pers dan masyarakat merupakan lembaga yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Sebagai lembaga masyarakat, pers dipengaruhi dan dapat mempengaruhi lembaga-lembaga masyarakat lainnya_ Demikian pula hubungannya dengan pemerintah, pers tidak dapat melepaskan diri dari lingkup kekuasaan pemerintah yang bersangkutan. Itu sebabnya, mengapa sistim kemasyarakatan dan sistim politik sangat menentukan corak serta sepak terjang maupun tingkah laku pers.
Dalam studi ini, peneliti memilih dua Surat kabar masingmasing mewakili harian pemerintah dan harian independen, yaitu harian Suara Karya dan harian Suara Pembaruan. Sampel penerbitan berjumlah 30 penerbitan per media yang mewakili periode penerbitan bulan September, Oktober dan Nopember 1990.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode analisis isi, dimana dari penampilan informasi kedua harian, Suara Karya dan Suara Pembaruan, ingin dilihat sampai sejauh mana kedua harian tersebut berperan sebagai pers pembangunan. Berita pembangunan yang disajikan dibagi dalam lima kategori; yaitu bidang pendidikan, pertanian, ekonomi, industri dan kesehatan. Dianalisis pula kategori berita pembangunan menurut bentuk penulisannya, dengan melihat frekuensi dan muatan isi (volume) berita pembangunan yang disajikan melalui halaman muka surat kabar dan halaman lainnya.
Studi ini ingin juga melihat sampai sejauh mana harian pemerintah maupun harian independen berani menampilkan tajuk rencana yang bersifat kritik (tidak mendukung) terhadap usaha pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah maupun tajuk rencana yang bersifat mendukung.
Dari data yang berhasil dikumpulkan, terlihat bahwa baik harian pemerintah maupun harian independen memuat sama besar berita pembangunan, berdasarkan frekuensi maupun volume (sentimeter kolom). Kedua media juga ternyata memberikan perhatian yang besar terhadap sektor ekonomi baik yang dimuat melalui halaman muka maupun halaman lainnya. Jika dilihat dari bentuk penulisan beritanya, berita langsung (straight news) dan karangan khas (feature) menempati posisi pertama dan kedua.
Dilihat dari isi berita pembangunan yang ditampilkan melalui tajuk rencanya, justru surat kabar independen lebih banyak mendukung kebijakan pembangunan pemerintah dibandingkan dengan harian pemerintah.
Sehingga dengan perkataan lain, ternyata pers pemerintah dan pers independen menurut studi ini, dalam menjalankan perannya sebagai pers pembangunan boleh dikatakan tidak lagi terikat oleh orientasi ideologis yang melatar belakangi masing-masing surat kabar tersebut.
Khusus untuk harian Suara Karya, peneliti melihat baik dari hasil studi maupun dari pengamatan sehari-hari, telah terjadi perubahan peran yang relatif cukup besar didalam melakukan kontrol sosial di era tahun 1990-an ini. Sedangkan untuk harian Suara Pembaruan, fungsi kontrol sosialnya tetap berjalan konsisten sesuai dengan misi yang diembannya."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artini. S
"ABSTRAK
Dalam era reformasi, pers sebagai medium berupaya menyampaikan informasi seakurat mungkin, agar masyarakat dapat memahami berbagai persoalan di lingkungannya.
LKBN Antara, sebagai kantor berita nasional yang secara struktural administralif berada di bawah Sekretariat Negara, dan secara kordinatif berada di bawah Departemen Penerangan, namun secara operasional harus berdiri sendiri, mempunyai tugas dan fungsi sebagai agenda setter.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran kredibiitas berita Antara sebagai agenda setter, dengan cara membandingkannya dengan dua harian terkemuka yakni Kompas dan Republika dalam mengangkat isu kontroversial kasus PT Freeport Indonesia (15 Oktober - 6 Noverrnber 1998).
Sebagai landasan teori untuk melihat permasalahan ini dipilih konsep-konsep yang relevan yakni agenda setting, agenda building dan intermedia agenda setting, gatekeeping, serta kredibilitas berita . Perspektif yang digunakan adalah struktural fungsional yang melihat pers, masyarakat dan pemerintah sebagai suatu sistem yang saling berkait dan isi media sebagai bentuk pelayanan pers kepada masyarakat dalam upaya mewujudkan suatu harmonisasi.
Analisis data yang dipakai adalah deskriplif kualitatif dengan unit analisis kredibilitas berita yang dilihat dari substansi berita, fairness penyajian, pemilihan sumber berita dan kontinuitas berita sebagai dimensi kredibiitas berita.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa empat dimensi kredibilitas berita Antara ketika mengangkat isu kontroversial kasus PT Freeport Indonesia, dibandingkan dengan dimensi yang sama dengan dua surat kabar terkemuka yakni Kompas dan Republika , maka tampak kredibilitas berita Antara masih Iemah, karena arah pemberitaan tidak konsisten dengan agenda media. Selain itu, struktural internal di redaksi serta siruktural di luar organisasi juga ikut berperan dalam proses keredaksian di LKBN Antara.
Agenda media yang tidak jelas akan mengakibatkan ketidakkonsistenan suatu arah pemberitaan sehingga banyak berita yang tenggelam begitu saja.
Dengan demikian, dimensi kredibilitas berita tidak hanya akurat, seimbang, dan berkedalaman saja, tapi juga harus konsisten dengan agenda media sehingga citra media pun akan menjadi kuat untuk merekat perhatian khalayak.
Pada tahapan inilah, agenda media yang satu akan menjadi agenda media lainnya juga (agenda setter). Arah pemberitaan yang konsisten ini merupakan prasyarat kantor berita sebagai agenda setter.
Dalam peliputan kasus yang sama, di mana Kompas dan Republika sebagai koran terkemuka dijadikan sebagai pembanding untuk melihat kredibilitas berita Antara, ternyata juga mengutip Antara. Ini menunjukkan berita-berita Antara sebenarnya memiliki kredibilitas sebagai agenda setter."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius P.S. Wibowo
"Pekerjaan penerbitan pers merupakan pekerjaan yang bersifat kolektif, artinya melibatkan beberapa orang, yaitu pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur, wartawan, penulis, pencetak, dan penerbit. Dalam kaitannya dengan sifat kolektif dari pekerjaan tersebut, timbul permasalahan tentang siapa yang harus bertanggungjawab secara hukum apabila pers memuat suatu tulisan atau menurunkan suatu berita yang sifatnya dapat sebagai tindak pidana. Menurut KUHP, dalam hal demikian maka beberapa orang tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara bersama-sama. Untuk menentukan hukuman masing-masing peserta harus dilihat lebih dahulu sejauh mana peranan masing-masing perserta dalam tindak pidana yang terjadi. Berbeda dengan KUHP, menurut UU Nomor 11 Tahun 1966 jo UU Nomor 04 Tahun 1967 jo UU Nomor 21 Tahun 1982 (UU Pokok Pers), dalam hal terjadi tindak pidana pers, yang dipertanggungjawabkan secara pidana cukup satu orang saja, yaitu pemimpin redaksi atau redaktur atau wartawan atau penulisnya sendiri. Pertanggungjawaban pidana demikian disebut waterfall system, sebab seseorang dapat mengalihkan pertanggungjawaban tersebut kepada orang lain. Undang-undang pers yang baru, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999, meskipun telah secara tegas menyatakan tidak berlaku lagi UU Pokok Pers, dalam prakteknya undang-undang tersebut masih dipergunakan. Melalui UU Nomor 40 tahun 1999 tersebut, dibuka kemungkinan untuk menuntut pertanggungjawaban pidana terhadap insan pers (pemimpin redaksi, redaksi, wartawan, dan lain-lainnya) sekaligus terhadap perusahaan persnya. Pertanggungjawaban pidana perusahaan pers ini, tidak dikenal di dalam UU Pokok Pers. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, J.C.T.
Bandung: Binacipta, 1980
323.44 SIM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas, 2001
070.4 HUM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Taufik
"Kajian ini berdasarkan dugaan apakah ada hubungan kepentingan antara pengusaha dan penguasa dalam bisnis pers, pada saat perkembangan pers menjadi industri. Dugaan adanya hubungan kepentingan karena pers Indonesia menjadi industri berproses di era Orde Baru yang otoriter.
Tesis ini meneliti keterlibatan konglomerat yang tidak mempunyai latar belakang penerbitan pers ke dalam industri pers yang sarat aturan. Di era Orde Baru, penerbitan pers termasuk bidang usaha yang berisiko tinggi, karena surat izin penerbitan setiap saat bisa dicabut, bila dianggap mengganggu stabilitas penguasa.
Sehingga yang menjadi pertanyaan, apakah ada kepentingan tertentu pengusaha dalam bisnis pers yang penuh risiko? Bagaimana kepentingan penguasa? Penelitan ini mengkaji studi kasus bisnis pers Group Bakrie yang memiliki tabloid GO (Gema Olahraga), harian Sinar Pagi, harian Berita Buana dan harian Nusra.
Untuk menganalisis masalah tersebut, penelitian ini menggunakan teori-teori pendekatan hubungan antara pemerintah dan swasta, kapitalisme Orde Baru dan pers sebagai alat produksi ideologi. Pengumpulan datanya dengan wawancara mendalam.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan izin penerbitan pers yang dikeluarkan pemerintah diberikan secara selektif dengan pertimbangan politis. SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) hanya diberikan kepada pengusaha yang mempunyai kedekatan hubungan dengan penguasa. Ini karena penguasa berkepentingan mengontrol pers.
Selain itu, terungkap bahwa dalam proses pemberian SIUPP, muncul penyelewengan kekuasaan. Adanya praktek kolusi karena pengusaha yang ingin mendapatkan izin penerbitan harus memberi imbalan kepada penguasa. Pengusaha melakukan investasi ke bisnis pers, selain karena melihat ada peluang keuntungan, tetapi juga ada motivasi untuk melakukan sinergi pers dengan bisnis lainnya. Bisnis pers dianggap bisnis strategis yang bisa membangun citra."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulhasril Nasir
"Kajian tentang kebebasan pers adalah studi yang tak hentihentinya. Bukan saja disebabkan pemahaman kebebasan pers itu berbeda-beda di tiap-tiap masyarakat, tetapi makna kebebasan pers itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan suatu masyarakat. Sementara itu, konsep tentang kebebasan pers lebih statis karena mengikuti struktur sosial dan sistem politik yang sudah ada (structural-functionalism) yang sifatnya impersonal dan terlembaga. Proses interaksi (interactionism) antara perkembangan masyarakat dengan konsep kebebasan pers yang statis itu yang kemudian menghasilkan bentuk "peran pers" dalam kurun waktu tertentu. Jadi, peran pers dapat dikatakan sebagai hasil interaksi yang bersifat impersonal dan sekaligus personal. Disebut personal karena terdapat sifat subyektif di dalamnya, yaitu dari kalangan yang terlibat dalam proses interaksi itu: wartawan (pers), pejabat (pemerintah) dan anggota (masyarakat).
Dengan kata lain, ketiga unsur tadi, pers, pemerintah dan masyarakat selalu mempunyai persepsi masing-masing tentang makna kebebasan pers. Bagaimana mereka memandang, menerjemahkan atau mengartikan peran pars itulah yang dalam konteks ini disebut sebagai "realitas subyektif."
Dalam penelitian kali ini, bukanlah kajian sekali, gus tentang persepsi ketiga kalangan itu, tetapi hanya dari sudut pandang kalangan pers saja. Alasannya adalah, pertama, pers adalah pelaku utama dalam menciptakan kebebasan pers, kedua, pers semakin dibebani peran dan tanggungjawabnya diantara inelemahnya fungsi lembaga penyampai aspirasi masyarakat yang ada, seperti DPR. Ketiga, dalam kondisi dan situasi seperti di atas, pers kadangkala berada pada posisi terpojok yang sebagian disebabkan karena ketidaktahuan kalangan non-pers terhadap realitas yang dihadapi pers, dan sebagian lagi terdapatnya pergeseran persepsi kalangan pers sendiri dalam membawakan peran mereka.
Dengan menggunakan metode wawancara dan pendekatan kualitatif, penulis berusaha mendapatkan persepsi kalangan wartawan terhadap kebebasan pers dewasa ini dengan bertitik tolak pada kasus pembredelan tiga media tahun 1994: Tempo, Detik dan Editor. Mereka yang diwawancarai adalah wartawan senior termasuk wartawan dari ketiga yang dibredel itu.
Dari data yang diperoleh menunjukkan terdapatnya perbedaan persepsi kalangan pers terhadap kebebasan pers, terutama dalam mengaktualisasikan peran mereka dalam masyarakat. Yang menarik adalah, mereka tetap menganggap masih ada kebebasan pers di Indonesia meskipun dengan cara menciptakan "jalan tikus" agar terbebas dari rambu-rambu pembredelan. Mereka pun meyakini, kalau pemerintahan berganti kehidupan pers akan lebih baik dari pada sekarang.
Selain itu, ditemukan pula bahwa kalangan pers sudah cukup siap dan mempunyai kiat sendiri dalam menghadapi tekanan baik dari kalangan pemilik modal(owner) atau dari pemodal besar dalam menjaiankan perannya. Caranya, antara lain, membuat rubrik khusus untuk publikasi bisnis, memperkuat profesionalisme dan solidaritas internal.
Dari penelitian ini pun dapat disimpulkan bahwa pers jauh lebih siap dibandingkan pemerintah (termasuk birokrasi) dalam mengantisipasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Tidak transparannya alasan-alasan pembredelan terhadap tiga media di pertengahan 1994 itu salah satu bukti pula bahwa pemerintah telah menempakan dirinya sebagai penguasa yang sesungguhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>