Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191495 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Darmansjah
"Pada kesempatan hari ini yang merupakan tonggak dalam hidup saya, perkenankanlah saya mengemukakan isi hati saya, yang telah mengarahkan dan menggerakkan saya untuk mengabdi pada ilmu yang saya cintai, yaitu Farmakologi.
Untuk hadirin yang mungkin tidak semua mengerti apa yang dimaksud dengan ilmu yang disebut Farmakologi ini, perlu saya jelaskan bahwa Farmakologi mempelajari kerja obat, sifat obat dan nasib obat di dalam mahluk hidup. Dengan sendirinya ilmu ini mempersoalkan efek baik dan buruk obat bila digunakan pada manusia maupun hewan. Farmakologi dalam konteks Fakultas Kedokteran (manusia) tentu menaruh tekanan pada pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan adanya banyak masalah mengenai obat yang akan saya uraikan kemudian, jelaslah bahwa tidak hanya Farmakologi saja yang hams berperan tetapi pengelolaannya membutuhkan partisipasi dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta serta profesi kesehatan dan masyarakat sendiri yang berkepentingan. Namun demikian Farmakologi, inherent dengan ilmu yang dipelajarinya, merupakan ilmu dasar dalam pengelolaan penggunaan obat, dan perlu mendapatkan fokus yang proporsional di Indonesia di masa mendatang."
Jakarta: UI-Press, 1983
PGB 0123
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
"Drugs stagnation is an effect of poor logistics systems in the health services industry, partycularly at the Public Health Centre. This was evident as drug stagnation at the "Puskesmas Mentikan KOta Mojokerto" for the 2005 year is stated at 15,44%...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Salmi Sabirin
"Rumah sakit sebagai suatu sarana penyelenggaraan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu. Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Untuk dapat terselenggaranya pelayanan fannasi dengan baik, maka diperlukan pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai dengan baik
Pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan di rumah sakit, baik dilihat dari sudut kepentingan pasien maupun kepentingan rumah sakit. Pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai perlu dilaksanakan dengan baik supaya ketersediaan obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jenis, jumlah dan waktu yang tepat dapat terlaksana dengan baik. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RSUP Bukittinggi yang mempunyai masalah dibidang logistik farmasi vaitu terjadinya penumpukan dan kadaluwarsa obat dan alat kesehatan habis pakai dalam jumlah yang cukup besar.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan metode telaah kasus dan pendekatan pemecahan masalah secara kualitatif, Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, FGD, observasi langsung dan telaah dokumen yang berhubungan dengan siklus logistik (perencanaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian) obat dan alat kesehatan habis pakai. Validasi data dilakukan dengan cara triangulasi sumber dan metode.
Dari penelitian tersebut didapatkan hasil penelitian bahwa yang menyebabkan terjadinya penumpukan dan kadaluwarsa obat dan alat kesehatan habis pakai adalah tidak terdapatnva Formularium, metode dan prosedur perencanaan yang kurang tepat, pengendalian dan pengawasan yang lemah serta tidak adanya sistem informasi manajemen yang terpadu.
Sebagai saran untuk memperbaiki hal tersebut adalah pihak rumah sakit perlu sesegera nungkin menetapkan Formularium untuk dijadikan standar perencanaan dan pemakaian obat dan alat kesehatan habis pakai, metode perencanaan dilengkapi dengan memasukan indika[or-indikator epidemiologi prosedur perencanaan perlu bersifat bottom up dan melihatkan unit-unit yang terkait, perlu peningkatan pengendalian dan pengawasan serta pelaksanakan sistem informasi manajemen yang terpadu.

Analysis on Drug and Consumable Health Equipment Management in Pharmacy Installation of Bukittinggi General Hospital year 2004.Hospital as health service facility is demanded to provide good and high quality service. Pharmacy service is an integral part of hospital activities and services. In order to provide high quality pharmacy service, good management of drug and consumable health equipment is necessary.
Management of drug and consumable health equipment is important not only for the patient, but also for the hospital itself in order to improve the services offered. Good management is important as to maintain the availability of drug and health equipment in term of type, quantity, and appropriate timing. This study was conducted in Pharmacy Installation of Bukittinggi General Hospital which faced problems in pharmacy logistic i.e. the accumulation of and the expiration of drugs and consumable health equipments in large numbers.
This study was descriptive using case study and qualitative approach. Data was collected by in-depth interview, FGD, direct observation, and studying documents related to logistical cycle (planning, storing, distributing, and controlling) of drugs and consumable health equipment. Data was validated through source and method triangulation.
The study reveals that the causes of accumulation and expired drugs and consumable health equipment were unavailability of formula, inappropriate method and procedure, weak controlling and monitoring, and lack of integrated management information system.
To improve the situation, it is suggested to the hospital to set the formula to be used as planning and implementation standard of drug and consumable health equipment, to complement planning method with epidemiologic indicators, to make the planning in bottom up style, to involve related units, to improve controlling and monitoring system, and to conduct integrated management information system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
"Persoalan kontak dengan kebudayaan asing pada sebuah masyarakat selalu menarik perhatian para ahli antropologi. Dalam thesis ini saya ingin rnenggambarkan bagaimana unsurunsur sistem medis Barat masuk dan dipergunakan secara luas dalam masyarakat kota di Indonesia. Jakarta saya pilih sebagai lokasi penelitian ini karena pertimbangan penduduknya yang relatif lebih terbuka dan memiliki kesempatan lebih banyak bergaul dengan kebudayaan Barat. Unsur sistem medis Barat yang saya amati adalah obat-obatan yang tersebar, dikenal dan dipakai masyarakat luas. Saya ingin menjelaskan bagaimana masyarakat menggunakan obat-obatan Barat dan mengadopsi sistem medis Barat namun penggunaan itu dilandasi oleh ide yang berasal dari sistem medis tradisional.
Sebagai suatu produk kebudayaan asing, obat seharusnya dipahami,dalam konteks yang tepat sehingga penggunaannya bisa memberikan hasil yang maksimal. Hasil penelitian saya menunjukkan pengetahuan mengenai obat-obatan Barat yang kurang sehingga bayangan kerugian akibat efek samping suatu obat berubah menjadi ancaman. Ditambah dengan kesadaran yang rendah terhadap pranata medis (Barat) yang baru serta tanggungjawab yang kurang, ancaman tersebut bukan mustahil menjadi nyata."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayun
"The determination of pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride in influenza syrup medicine has been performed using TLC densitometric method. Pseudoephedrine hydrochloride and triprolidine hydrochloride were extracted using chloroform at pH 12 from the syrup, and separated using HPTLC silica Kieselguhr glass plates 60 F 254, 20x10 cm2 as stationary phase, and a mixture of methanol, ammonia and chloroform (40:2:30) as mobile phase. The plates were analyzed using Camag TLC Scanner 3 with UV-detector at 257 nm for pseudoephedrine hydrochloride and at 290 nm for triprolidine hydrochloride.
The results showed that the linearity, limit of detection, and limit of quantitation of the method for pseudoephedrine hydrochloride were 0.9999, 0.0064 ìg, and 0.2124 ìg respectively; while for triprolidine hydrochloride were 0.9999, 0.0076 ìg, and 0.0254 ìg respectively. The coefficient of variance (CV) of repeatability for the two substances were less than 2.0%; and the recovery values for pseudoepherine hydrochloride and triprolidine hydrochloride were 99.98 + 1.05% and 99.73 + 1,54% respectively. The result showed that the samples analysed contained pseudoephedrine hydrochloride 94.36% of the labeled ammount, and triprolidine hydrochloride 94.44% of the labeled ammount."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Henny F. Fachrudin
"Pengendalian adalah proses yang digunakan oleh manajer untuk memastikan bahwa aktivitas yang sebenarnya sesuai dengan rencana. Pengendalian bermanfaat untuk mengevaluasi seluruh kegiatan. Keberhasilan tujuan manajemen farmasi akan tergantung dari unsur-unsur pengendalian yang ada. Instalasi Farmasi merupakan satu-satunya unit kerja dirumah sakit yang bertanggung jawab dalam pengelolaan barang farmasi dan mempunyai kedudukan yang sejajar dengan instalasi lainnya.
Kelebihan atau kekosongan persediaan obat dan alkes pada waktu tertentu menunjukkan bahwa pengendalian terhadap pengelolaan obat dan alkes di Instalasi Farmasi Rumah Sakit kurang baik.
Temuan di Instalasi Farmasi RSD Ciawi menunjukkan bahwa sistem pengendalian obat dan alkes kurang baik sehingga mengakibatkan overstock dan out of stock.
Penelitian ini dilakukan di RSD Ciawi yang bertujuan untuk menganalisa sistem pengendalian obat dan alkes kebutuhan dasar ruangan Rawat Inap di Instalasi Farmasi, tujuan khusus mengidentifkasi dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi setiap unsur pengendalian.
Penelitian merupakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data dan informasi mengenai sistem pengendalian Obat dan alkes kebutuhan dasar ruangan Rawat Inap diperoleh dengan cara in-depth interview terhadap pejabat struktural dan staf pelaksana. Pengumpulan data melalui telaah dokumen serta pengamatan di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengorganisasian yang belum efektif, kebijakan yang belum terarah, penyusunan rencana kerja belum optimal, pencatatan dan pelaporan yang belum baik, anggaran yang teratas dan belum terbentuknya pcngawasan intern.
Dalam pembahasan diulas tentang kondisi RSD Ciawi scat ini melalui wawancara, meneliti data sekunder serta pengamatan di lapangan dibandingkan dengan teori manajemen pengendalian logistik. Pembahasan menguraikan tentang struktur yang baik, menegaskan kembali uraian tugas tiap unit kerja, menyusun kebijakan tentang standar terapi dan formularium, proses pengendalian obat dan alkes di Instalasi Farmasi.
Kesimpulan yang didapat dari basil penelitian bahwa proses pengendalian obat dan alkes kebutuhan dasar ruangan di Instalasi Farmasi RSD Ciawi masih kurang optimal, sehingga banyak terjadi over stock dan out of stock.

Controlling is process used by manager to ensure that activity which in fact as according to plan. Useful controlling to evaluate entire all activity. Efficacy of pharmacy management target will be depended from existing operation elements. Pharmacy Installation is the single unit work at home pain in charge of in management of pharmacy goods and have to domicile the parallel ness with other installation.
Excess or blankness of supply of drug and medical equipment periodically indicate that control to management of drug and medical equipment. Unfavorable Installation Pharmacy Hospital.
Finding Installation Pharmacy of RSD Ciawi indicates that system control of drug and medical equipment. Unfavorable so that results over stock and out of stock.
This research is conducted in RSD Ciawi with aim to analyze system controlling of drug and medical equipment inpatient requirement of to lodge Installation Pharmacy, special target identify and analyze factors influencing each element.
Research is case study with approach qualitative. Data and information concerning system controlling drug of medical equipment inpatient requirement of to lodge to be obtained by interview in-depth to structural functionary and executor staff. Data collecting through document study and also perception in field.
Research result indicate that organization which not yet effective, policy which not yet directional, compilation of plan work not yet optimal, reporting and record-keeping which not yet good, limited budget and not yet been formed by internal control him.
Is under consideration commented by concerning condition of RSD Ciawi in this time through interview, accurate data of secondary and also perception in field compared to management theory operation of logistics. Solution elaborate concerning good structure, re-affirming the breakdown of duty every activity unit, compiling policy concerning therapy standard and of formularium, process controlling drug of and medical equipment in Installation Pharmacy.
Got conclusion of research result that process controlling of and medical equipment inpatient requirement in Installation Pharmacy of RSD Ciawi still less optimal, so that happened many over stock and out of stock.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20308
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weking, Joseph Micheal
"Upaya mengobati diri sendiri dalam masyarakat untuk mengatasi penyakitnya salah satunya melalui pemakaian obat. Obat yang boleh dipakai adalah obat bebas dan obat bebas terbatas yang dapat diperoleh di apotik, toko obat berijin maupun warung/toko/kios yang ada di lingkungan sekitarnya. Tentu saja ada banyak pertimbangan masyarakat memilih pengobatan sendiri menggunakan obat bebas maupun obat bebas terbatas. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian obat bebas terbatas (daftar W), dalam upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri.
Disain penelitian ini kros-seksional dengan metoda survei cepat pada 300 responden yang sakit satu bulan terakhir di Kabupaten Purwakarta. Data yang dikumpulkan meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan pengalaman pernah menggunakan obat, penghasilan, dana khusus/asuransi, harga obat, tempat memperoleh obat, keluhan sakit dan anjuran menggunakan obat.
Hasil penelitian menunjukkan sebaran responden menurut pemakaian jenis obat yaitu I45 (48,3 %) dan jenis golongan QBT, selebihnya tidak menggunakan OBT. Proporsi golongan obat yang digunakan responden adalah obat keras 14 %, obat bebas terbatas (OBT) 48,3%, obat bebas 23,7%, obat tradisional/jamu 1,7% dan narkotika hanya 0,3% (1 orang) serta 12 % menggunakan obat ramuan sendiri, istirahat dan ke dukun. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan pilihan pertama (72%) dalam upaya pengobatan. Apabila penggunaan obat temyata tidak menyembuhkan maka sebanyak 92,1 % akan membeli obat yang lain atau mencari pengobatan yang lain.
Uji statistik bivariat dilakukan pada 15 variabel bebas dan hasilnya hanya 7 variabel mempunyai hubungan bermakna dengan penggunaaan OBT. Ketujuh variabel tersebut yaitu pengalaman pernah menggunakan obat sebelumnya, pengetahuan tentang obat, tempat memperoleh obat, harga obat, , persepsi sakit, anjuran dan pengaruh iklan obat dalam menggunakan OBT, sedangkan variabel lainnya tidak terbukti mempunyai hubungan.
Penggunaan OBT dalam pengobatan cukup besar termasuk pengobatan sendiri, sedangkan pengetahuan masyarakat mengenai obat masih kurang, karena itu perlu agar masyarakat diberikan penyuluhan/informasi mengenai obat, Perlu dikembangkan penelitian khusus mengenai obat bebas terbatas dari aspek lain misalnya manfaat terapi, untung rugi dan efek samping obat.

Using medicine is one choice of self-medicine in community to heal their disease. The medicine that allowed by law to use is over the counter (OTC) drug and "obat bebas terbatas" (OBT or "pharmacist only") which can be gain in apotik, dispensary, drug store and warungltoko/kios. There are many reason in using over the counter drug and obat bebas terbatas. Knowing information and factors related to use OBT drugs in self-medicine in community is the objectives of the research.
Methodology of the study was cross-sectional design and rapid survey method had been done in 300 respondents in suffering condition whom used medicine on the last month took as samples people in district of Purwakarta. Variable to collect consist of sex, age, educational, knowledge and experience in using a medicine, job, income, health insurance, cost of medicines , places to get a medicine, perceptions of an illness, advised, and advertisement.
Classification of the drugs from 300 respondents who used medicine were 145 (48,3%) OBT (Daftar W or "pharmacist only"). Another drugs consist of 14% "obat keras" (the drugs on doctor's prescription only), 23,7% OTC ("obat bebas"), 1,7 % traditional medicine/jamu and one of them (0.3%) used narcotic drug and 12 % their own traditional medicine, traditional healer and home rest. Using OTC and "obat bebas terbatas (OBT')" was the first choice (72%) of medication including self-medication, if the medicinal had no effect, 92.1% of them continued the treatment with another medicine, or another alternative.
The bivariat-statistical test had been done for 15 variables but only 7 variables had significant relation due to use 0137'. Those were: medicinal knowledge, using medicine before, cost of medicine, places to get medicine, perception of illness, suggestions, advised and advertisement.
Using OBT treatment or self-medication was the most commonly, but the community stills lack of medicinal knowledge, therefore necessary the health staff give information/education about medicine. It is necessary to design the next research especially OBT in self-medication focus in therapy, benefit-risk and side effect.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delina Hasan
"Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap anggota masyarakat, pemerintah telah menyediakan tempat-tempat pelayanan kesehatan, antara lain puskesmas. Puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberi pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat. Untuk itu harus tersedia segala sumber daya, baik tenaga maupun sarana, termasuk obat-obatan.
Pengadaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan dasar/puskesmas berasal dari berbagai sumber, antara lain, Inpres, APBD, Askes dan lain-lain. Namun demikian belum juga dapat mencukupi kebutuhan obat untuk puskesmas. Banyak faktor penyebab ketidakcukupan obat di Puskesmas, salah satu di antaranya adalah belum terlaksananya perencanaan kebutuhan obat yang baik. Selama ini perencanaan obat sudah lama dilakukan, tetapi kualitas perencanaan tersebut belum baik. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa raja yang berhubungan dengan kualitas perencanaan kebutuhan obat. Kualitas perencanaan obat dilihat dari tiga aspek, yaitu, tingkat kekosongan obat, ketepatan jadwal perencanaan, dan kesesuaian jenis dan jumlah obat.
Penelitian ini dilakukan secara observasional dengan rancangan studi cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu, untuk memperoleh data primer dilakukan wawancara dengan kepala puskesmas dan pengelola obat, dan untuk memperoleh data sekunder dilakukan telaah dokumen yang ada di unit pengelolaan obat puskesmas. Kemudian data dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kualitas perencanaan kebutuhan obat, termasuk dalam faktor input adalah jumlah tahun pendidikan terakhir kepala puskesmas, lama bertugas diperencanaan pengelola obat dan data yang digunakan untuk menyusun perencanaan. Kondisi puskesmas di kabupaten Karawang tahun 1995/1996 sebagai berikut: 51.4% puskesmas mempunyai jadwal perencanaan yang tidak tepat, 70.3% puskesmas mengalami kekosongan obat dengan rata- rata kekosongan 2-4 bulan, 43,2% puskesmas mempunyai ketidaksesuaian dalam jenis obat dengan rata-rata tidak sesuai jenis 5%-10% dan 100% puskesmas tidak sesuai dalam hal jumlah obat antara yang direncanakan dengan yang dipakai. Dari basil penelitian tersebut, maka disarankan bahwa dalam penyusunan perencanaan, sebaiknya mengikuti langkah-langkah perhitungan yang ada di dalam buku pedoman, dengan menggunakan data LPLPO.
Supervisi yang diberikan kepada puskesmas, tidak hanya sekali dalam setahun, demikian juga dengan pelatihan, untuk meningkatkan kemampuan petugas perencana, sebaiknya supervisi dan pelatihan berkesinambungan.
Untuk menurunkan tingkat kekosongan obat, sebaiknya petugas penyusun perencanaan kebutuhan obat adalah pengelola obat yang berpengalaman dibidang tersebut. Untuk meningkatkan kesesuaian jenis dan jumlah obat, sebaiknya pemilihan kepala puskesmas dilakukan dengan lebih selektif, antara lain dengan mempertimbangkan jumlah tahun pendidikan terakhir. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, tentang kualitas perencanaan kebutuhan obat di GFK.

Factors Related to The Quality of Drug Planning in Puskesmas (Community Health Center) in Karawang DistrictIn order to achieve an optimal degree of health status for every member of the society, the government has provided health services points for the community, among other is community heath center. Community health center is the spearhead-in health services provision and it is expected that it will provide a good health services to the community. In doing so, the required sources, personnel, equipment and medicine should be appropriately available.
Drug supply for basic health services at the community health center coming from various sources, such as Inpres ("President instruction' from central government), APBD (Local government budget), and Askes (Insurance for civil service personnel). However, this supply has not been sufficient to meet the needs of the community health center. Many factors are identified as the cause of the insufficiency and one of which is the inability of the community health center to develop annual drug plan appropriately.
Drug planning has been practiced for a long time, however the quality of planning has not been adequate yet. Therefore the researcher wishes to know what factors are related to the quality of planning for drug needs.
The quality of drug planning is viewed from three aspects i.e., the level of drug shortage, the accuracy of planning schedule, and the appropriateness of drug in kind and volumes. This research has been done applying a cross sectional design. The collection of data is done through various ways, i.e., primary data is collected through interviews (using questionnaires) to head of community health center and drug manager as the respondents, while secondary data is collected from the available documents at the drug management unit of the community health center. The univariate, bivariate and multivariate analysis were then carried out.
The results showed that, there is a significant relationship between year of education with the appropriateness of drug in the kind and volume, between the duration of service in planning unit with the level of the drug shortages, between the used data and the accuracy of planning schedule, between the organization of the planning and the appropriateness of drug in kind and volumes, and between supervision and the accuracy of planning schedule. For fiscal year 1995/1996, drug planning and supply in Karawang district showed the following picture: 51.4 % of community health center failed to meet drug planning schedule, 70.3 % of community health center experienced 2 to 4 months drug shortages 43.2 % of community health center experienced incompatibility of drug in kind 5-10 % and volumes 100 %.
It is suggested that, the planning process should follow the calculation steps described in the guidance book using LPLPO. Supervision given to the community health center should not only carried out once a year, and in order to enhance the planning ability of planning of the personal , continued training should be provided. In order to reduce the level of the drug shortages, it is advisable that organizer dealing with the drug planning, must be handled by a drug manager who has experiences in that field. In order to enhance the appropriateness of drug in kind and volumes, it is advisable that the selection of any head of community health center must be more selective, among others by taking the . years of last education. A further research is necessary to be conducted concerning the quality of drug planning in GFK ( pharmacy warehouse district).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza E. Zamril
"Untuk memenuhi tuntutan terhadap perbaikan mutu pelayanan kesehatan masyarakat, dalam hal ini Rumah Sakit, aspek perbekalan farmasi memegang peranan penting. Untuk itu perlu adanya pelaksanaan manajemen dengan cara yang tepat agar tujuan utama yang ingin dicapai rumah sakit bisa tercapai karena persediaan obat juga melibatkan investasi yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen perbekalan farmasi telah optimal dilaksanakan, serta mengidentifikasi persediaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kebayoran dengan cara melihat besarnya nilai investasi, volume pemakaian, berikut nilai indeks kritis ABCnya. Penelitian bersifat 'operation research' dengan menggunakan pendekatan Nilai ABC indeks Kritis, dengan analisis deskriptif secara 'Cross Sectional', yakni data penggunaan obat periode Januari 1995 - Desember 1995. Populasi penelitian terdiri atas 375 jenis obat. Data primer dikumpulkan dengan wawancara kualitatif dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan.
Dari hasil penelitian didapat bahwa manajemen perbekalan farmasi pada Depot Obat rumah sakit Kebayoran belum berjalan baik hal ini terlihat dari masih banyaknya pelayanan yang tidak dapat dilayani, yakni sebesar 19%. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak optimalnya manajemen adalah pertama, sumber daya manusia yang kurang khususnya apoteker sehingga mengakibatkan tidak adanya perencanaan, sehingga tidak dapat mengantisipasi kebutuhan obat yang akan 'digunakan; kemudian sistem pembukuan yang ada tidak berjalan dengan baik sehingga mengakibatkan masih banyak terjadi kebocoran yang mengakibatkan keuntungan yang didapat tidak maksimal; dan yang terakhir adalah belum adanya formularium yang dapat digunakan sebagai pedoman pemakaian obat yang baik sehingga menimbulkan banyaknya jenis obat yang menumpuk. Temuan yang terpenting adalah bahwa Depot Obat ternyata hanya melayani pasien rawat inap saja, ini menyebabkan rumah sakit kehilangan oppotunity cost yang sangat besar, mengingat besarnya jumlah kunjungan rawat jalan yang berjumlah 28.513 kunjungan pada tahun 1995.
Berdasarkan analisis Indeks Kritis ABC, diperoleh data bahwa obat yang dipakai pada Depot Obat periode Januari 1995 - Desember 1995 terdapat 52 jenis obat (13,7%) yang selalu harus tersedia atau termasuk kategori A. Dengan nilai investasi sebesar Rp 110.013.578,- atau 62.53% dari nilai investasi keseluruhan. Untuk kategori B terdapat 231 jenis obat (61.6%) dengan total investasi sebesar Rp 58.036.200,-(33%) dan untuk kategori C terdapat 92 jenis obat (24.53%) dengan total investasi sebesar Rp 7.893.147,- (4.49%).
Untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Kebayoran khususnya dalam Penyediaan Perbekalan farmasi yang perlu dilakukan adalah mengangkat seorang apoteker yang bertugas sebagai kepala seksi farmasi yang bertanggungjawab atas perencanaan dan pengadaan obat secara berkala, menghitung EOQ (Economic Order Quantity) serta ROP (Reorder Point) dalam penyediaan obat, mengkoordinir para dokter untuk membuat formularium. Dengan demikian depot obat dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dengan juga melayani pasien rawat jalan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Depkes , 1994
615.1 IND d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>