Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutanto Priyo Hastono
"Latar belakang. Angka kematian perinatal di Indonesia masih tinggi. Angka kematian perinatal pada tahun 1980 sebesar 46 per 1000 kelahiran dan pada tahun 1986 didapatkan angka kematian perinatal sebesar 40,5 per 1000 kelahiran. Salah satu faktor yang diduga mempunyai daya ungkit yang besar dalam menurunkan kematian perinatal adalah pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal yang baik akan dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan ibu selama hamil, sehingga dapat menyelesaikan kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
Tujuan. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara pelayanan antenatal dengan kematian perinatal.
Metode. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Studi Prospektif Keluarga Berencana dan Kesehatan di Kecamatan Gabus Wetan dan Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu. Jumlah sampel penelitian adalah 1284 ibu hamil anggota rumah tangga sampel studi KB-Kesehatan yang melahirkan bayi dari periode I Juni 1991 sampai dengan 30 Desember 1992 dan diamati minimal selama 3 bulan dari seluruh masa kehamilannya. Pelayanan antenatal dilihat dari segi kualitasnya, yaitu melihat pelayanan antenatal selain dari jumlah kunjungannya, juga memperhitungkan jenis pemeriksaan yang diterima selama masa kehamilan.
Hasil. Setelah dikontrol variabel kovariat penolong persalinan dan kondisi persalinan, risiko kejadian kematian perinatal pada ibu hamil yang memperoleh kualitas pemeriksaan buruk 5 kali lebih tinggi dibandingkan ibu hamil yang memperoleh kualitas pemeriksaan baik (OR=4,7, 95% CI:1,59-12,86, p=0,0037). Nilai Atributable Risk sebesar 78,5 %, artinya bila semua ibu hamil memperoleh pemeriksaan kehamilan dengan kualitas baik, maka akan menurunkan kejadian kematian perinatal sebesar 78,5 %.
Kesimpulan. Angka kematian perinatal pada penelitian ini adalah 40,5 per 1000 kelahiran. Kualitas pemeriksaan kehamilan yang baik akan dapat mengurangi risiko kejadian kernatian perinatal. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Nugroho
"Penelitian ini dilakukan karena masih tingginya angka kematian bayi di Kec.Sliyeg dibandingkan di Kec. Gabus Wetan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang beberapa karakteristik apakah yang menyebabkan masih tingginya angka kematian bayi di Kec. Sliyeg dibandingkan dengan di Kec. Gabus Wetan Kab. Indramayu Jawa Barat. Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan kasus adalah ibu yang mengalami kematian bayi pada periode Januari 1989 - Desember 1991, yang tercatat pada survey monitoring kerjasama antara Pusat Kelangsungan Hidup Anak (PUSKA), BKKBN dan DEPKES pada periode waktu yang sama. Data sekunder yang diperoleh dari PUSKA diolah secara statistik dengan teknik analisis distribusi frekuensi, uji kai kuadrat dan logistik regresi. Dari 8 karakteristik yang diteliti yaitu faktor ibu (Umur ibu, paritas ibu dan pendidikan ibu), faktor pelayanan pencegahan perorangan dan karakteristik lingkungan rumah tangga. ternyata pada uji gabung analisis bivariate hampir semuanya karakteristik menunjukan perbedaan bermakna terhadap risiko mengalami peristiwa kematian bayi kecuali pada karakteristik penolong persalinan ibu hamil tidak menunjukan perbedaan yang bermakna.
Hasil analisis hubungan antara beberapa karakteristik dengan kematian bayi, dengan teknik multivariate logistik regresi didapatkan bahwa tempat persalinan dan pemberian imunisasi bayi dengan kematian bayi bermakna. Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa faktor pelayanan kesehatan dan pencegahan perorangan sangat penting untuk diperhatikan dalam hubungannya dengan masih tingginya angka kematian bayi di Kec. Sliyeg dibandingkan dengan di Kec. Gabus Wetan. Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana penanganan masalah pelayanan kesehatan dan pencegahan perorangan di Kec. Sliyeg dan di Kec. Gabus Wetan. Beberapa saran yang dapat kami ajukan adalah yang pertama kali dalam jangka pendek; untuk meningkatkan intensitas program imunisasi bayi dalam pemberantasan penyakit-penyakit 6 besar pada bayi. Kedua adalah jangka panjang; memberikan suatu materi gerakan untuk penyuluhan ibu-ibu di dua kecamatan dengan disesuaikan pendidikan ibu di lokasi mengenai arti pentingnya kesehatan dan pemberian imunisasi bayi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Kustijadi
"Telah dilakukan penelitian Hubungan Pelayanan Antenatal dengan kejadian Kematian Perinatal di Kabupaten Bandung tahun 200l, dengan tujuan untuk mengetahui besamya hubungan pelayanan antenatal dengan kematian perinatal menggunakan rasio oddv bagi bayi yang dilahirkan oleh ibu yang memperoleh pelayanan antenatal tidak adekuat dibanding dengan bayi dari ibu yang memperoleh pelayanan antenatal adekuat. Rancangan penelitian adalah kasus kontrol tanpa matching dengan jumlah sampel seluruhnya 288 responden yang terdlri 144 kasus dan I44 kontrol. Kasus adalah bayi yang meninggal pada periode perinatal yang diketahui melalui laporan audit matemal perinata. Sedangkan kontrol adalah bayi lahir hidup dan tidak mati pada periode perinatal tlnggal diwilayah yang sama dengan kasus. Data diolah dengan analisa statistik univariat, bivariat, dan analisa multivariat menggtulakan negresi logistik. Perangkat lunak yang digunakan adalah program Epi Info versi 6, SPSS versi 10.
Penelitian menunjukkan bahwa hasil pada model akhir diketahui ibu yang memperoleh pelayanan antenatal tidak adekuat mempunyai risiko 4,37 kali untuk terjadinya kematian perinatal dibandingkan dengan ibu yang memperoleh pelayanan antenatal yang adekuat setelah dikontrol oleh variabel kontrol serta uji interaksi variabel pelayanan antenatal dan variabel paritas dan secara statistik bermakna p=0,000 (95 % Cl ; 2,594 - 7,784}. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian kematian perinatal pada penelitian ini adalah : paritas dan komplikasi kehamilan. Berdasarkan hal tersebut diatas pelayanan antenatal yang adekuat semakin perlu diupayakan sehingga berdampak terhadap penurunan kematian bayi pada umumnya dan kematian perinatal khususnya. Sedangkan operasional pelayanan kesehatan mengacu kepada Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan antenatal kesehatan dasar yang sudah ditetapkan oleh Departeman Kesehatan yaitu bahwa pemeriksaan antenatal untuk ibu hatnil setiap kali kunjungan harus lengkap dengan 5 T dan Rekuensi kunjungan ke sarana pelayanan kesehatan lebih dari 4 kali selama kehamilannya.

Threre is research about the relationship between Antenatal Care and Perinatal Mortality in Bandung District in Year 2001, with purpose to investigate measurement the relationship between Antenatal Care and Perinatal Mortality using Odds Ratio for bom babies from pregnant women who get inadequate antenatal care compare to bom babies from pregnant wo men who get antenatal care adequately. Design of the study is case-control without matching with respondents were 288 people which consist of 144 cases and controls. Case were infant who died during perinatal period which have been known from the matemal perinatal audit report. And control were infant who were free of death in live perinatal period who in the same area where the cases happened. Statistical analysis used in this study was univariate, bivariate and multivariate using unconditional logistic regression.. Computer software which were used are Epi info version 6 and SPSS version 10.
This research indicated that result of final model has known that pregnant women who get inadequate antenatal care was 4,37 times higher to loss their babies than those who get adequate antenatal care after controlled with control variable and variable interaction test, in statistically it is significant (p = 0,000 (95 % Cl : 2,594 - 1784). Other relations risk factors to perinatal mortality in this research are : paritas, and pregnant complication. Based to the above mentioned facts, the adequate antenatal care is more needed. As the result this effort will decrease generally the death of new bom babies and especially the death during perinatal. Meanwhile the operational care must be referred to standard operating procedure (SOP) which decreed by the ministry of health that is : The antenatal care for the pregnant women must fulfill the ?5T? thoroughly in every visit and at least makes 4 or more visits during her pregnancy.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T3751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilowati Ramelan
"ABSTRAK
Latar belakang
Angka kematian bayi (AKB) sudah sejak lama dipakai sebagai salah satu indikator status kesehatan masyarakat suatu negara. Angka ini di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 93 kematian per 1000 kelahiran pada tahun 1983 ( Utomo, 1984). Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga 1986 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan, didapatkan AKB sebesar 71,8 permil (Budiarso dkk., 1986). Meskipun angka tersebut menunjukkan perbaikan bila dibandingkan dengan AKB pada tahun 1983, namun masih merupakan AKB tertinggi di antara negara-negara anggota ASEAN. Pada tahun 2000 diharapkan angka tersebut dapat ditekan menjadi 45 permil (Dep. Kes. RI.1984).
Dari angka kematian bayi tesebut, kematian neonatal dini (KND) merupakan porsi terbesar. Vaughan (1987) memperkirakan bahwa sebagian besar (sekitar 61%) dari kematian bayi terjadi pada masa neonatal dini. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Barros dkk. (1987) meski persentase yang lebih rendah, 45%. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa penurunan AKND akan mengakibatkan penurunan AKB secara bermakna (Markum dkk., 1983). WHO memperkirakan bahwa AKND di Indonesia menduduki tempat tertinggi di negara-negara anggota ASEAN, ialah 32,9 permil (WHO, 1984). Upaya penurunan AKND secara khusus dapat dinilai sebagai bagian dari upaya ilmu kesehatan anak, namun secara. umum hal tersebut juga merupakan upaya pelayanan kesehatan menyeluruh yang melibatkan berbagai bidang dan keahlian.
Tinggi rendahnya AKND dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Faktor tersebut adalah faktor bayi itu sendiri, faktor ibu, faktor perilaku masyarakat khususnya perilaku ibu faktor sosial dan ekonomi, factor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan lain-lain. Masing-masing faktor tersebut tidak dapat dianggap
secara eksplisit berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan. Faktor bayi yang sudah banyak dikenal mempengaruhi AKND adalah berat lahir, masa gestasi, nilai Apgar, dan pelbagai penyakit neonatus khususnya sindrom gangguan pernapasan. Pelbagai faktor ibu yang ikut menentukan AKND antara lain adalah umur, pendidikan, penyakit selama masa kehamilan misalnya eklamsia, serta paritas.
Bayi baru lahir adalah hasil reproduksi yang dipaparkan pada lingkungan baru melalui proses persalinan. Hasil reproduksi tersebut dapat dinilai antara lain dengan berat badan bayi waktu lahir. Berat badan waktu lahir tersebut, di lingkungan kedokteran dikenal sebagai berat lahir, dinilai seba-gai salah satu
indikator tumbuh-kembang janin dari sudut gizi?
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Tjekden
"Angka kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan negara-negara anggota ASEAN. Untuk menurunkan angka kematian bayi diperlukan suatu pemahaman yang komprehensif tentang determinannya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari kejadian kematian dan tingkat benahan hidup bayi berdasarkan faktor-faktor kesehatan dan demografi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial yang terdiri dari analisis regresi logistik untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor kesehatan dan demografi terhadap kejadian kematian bayi serta proporsional hazard model untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor kesehatan dan demografi terhadap tingkat bertahan hidup bayi yang menggunakan data hasil SDKI 2007.
Temuan analisis deskriptif menunjukkan bahwa kejadian kematian bayi lebih banyak pada ibu yang berpendidikan dan kemampuan ekonomi rendah, tinggal di perdesaan, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan memenuhi ST, penolong persalinan bukan tenaga kcsehatan, tidak melakukan pemeriksaan bayi setelah lahir, melahirkan pada umur yang berisiko, jumlah anak tiga ke atas, jarak kelahiran di bawah dua puluh empat bulan, serta jenis kelamin anaknya laki-laki.
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa kematian neonatal dipengaruhi pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan ke1ahiran,jarak kelahiran, dan jenis kelamin anak. Untuk kematian postneonatal, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah penolong persalinan, pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahiran, jarak kelahiran, dan daerah tempat tinggal. Untuk kematian bayi, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahizan, jarak kelahiran, indeks kekayaan kuantil dan daerah tempat tinggal.
Hasil analisis proporsional hazard model menunjukkan bahwa tingkat bertahan hidup postneonatal dipengaruhi oleh penolong persalinan, pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahiran, jarak kelahiran, pcndidikan ibu dan daerah tempat tinggal. Untuk tingkat bertahan hidup bayi, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah pemeriksaan bayi setelah lahir, umur ibu saat melahirkan, urutan kelahiran, jarak kelahiran, jenis kelamin anak, pendidikan ibu dan daerah tempat tinggal.

Compared to other ASEAN countries, infant mortality in Indonesia is higher. To reduce infant mortality, we need comprehensive understanding about its determinants. Generally, this research’s aim is to study infant mortality and its survival rate based on health and demographic factors. In this research, method of analyses are descriptive analysis, logistic regression analysis and proportional hazard model analysis. Logistic regression analysis is used to examine influence of health and demographic factors on infant mortality. Proportional hazard model is used to investigate the impacts of health and demographic factors on survival rate of infant. This research uses the results of the 2007 Indonesia Demographic and Health Survey Data (IDI-IS).
The results of descriptive analysis show that the incidence of infant mortality is higher among infants from mothers with lower education and economic status. In addition, infant mortality is higher among babies from mother who lived in rural areas, had no antenatal care, were assisted non-professional health worker at delivery, had no postnatal check, gave births at high risk age, had more than three children, and had less than 24 months birth interval. Futhermore, baby boys had higher had higher mortality than baby girls.
The results of regression analysis on the factors of infant mortality show some interesting results. Neonatal mortality is influenced by the existence of postnatal check, mother‘s age at delivery, birth order, birth interval, and the sex of the baby. In posmeonatal case, the mortality is affected by the type of assistance at delivery, the existence of postnatal check, mother’s age at delivery, birth order, birth interval, and mother’s place of residence. In infant case, the mortality is influenced by the existence of postnatal check, mother’s age at delivery, birth order, birth interval, quintile index of welfare and mother’s place of residence.
The results of proportional hazard model show that survival rate of postneonatal is influenced by the type of assistance at delivery, the existence of postnatal check, birth order, birth interval, mother’s education level, and mother’s place of residence. Survival rate of infant is affected by the existence of postnatal check, mother’s age at delivery, birth order, birth interval, sex of infant, mother’s education level, and mother’s place of residence.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34008
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Brian Santoso
"Seluruh aspek kehidupan telah dipengaruhi oleh pandemi COVID-19 termasuk bidang kesehatan. Disisi lain, terdapat peningkatan jumlah penderita kanker setiap tahunannya. Hubungan karakteristik klinis kanker ginekologi dengan infeksi COVID-19 terhadap mortalitas belum banyak diteliti. Dalam penelitian ini digunakan metode retrospective cross-sectional yang menggunakan data pasien penderita kanker ginekologi dengan infeksi COVID-19 yang terdaftar pada Departemen Obstetri Ginekologi RSPUN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2020-2022. Penelitian ini menggunakan analisis uji Chi Square untuk menentukan variable yang akan dimasukan kedalam analisis regresi logistik backward stepwise. Dalam penelitian ini ditemukan usia >59 (OR, 0.020; Cl 95% 0.001-0.577; P= 0.023), anemia(OR,0.053; Cl 95% 0.005-0.565; P= 0.015), ARDS (OR, 50,010; CL 95%, 1,145-2185.101; P = 0.042), Hyperkalemia (OR, 11,189; Cl 95% 1,491-83.992; P = 0.019), Sepsis (OR, 18,386; Cl 95% 2,220-152.253; P= 0.007), ECOG >2 (OR, 12.859; Cl 95% 2.582-64.020; P= 0.002), and Degree of Severe-Critical COVID-19 (OR, 111.310; Cl 95% 3.961-3128.117; P= 0.006). Dapat disimpulkan ARDS, hyperkalemia, sepsis, ECOG >2, dan derajat COVID-19 berat-kritis memiliki signifikansi baik terhadap statistik maupun klinis dengan mortalitas, namun usia > 59 dan anemia secara klinis tidak memiliki signifikansi.

All aspects of life have been affected by the COVID-19 pandemic, including the health sector. On the other hand, the number of cancer patients is continuously increasing every year. The relationship between clinical characteristics of gynecological cancer with COVID-19 infection and mortality has not been widely studied. This study used a retrospective cross-sectional method using data on patients with gynecological cancer with COVID-19 infection registered in the gynecology department of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in 2020-2022. This study used chi-squared test analysis to determine the variables to be included in backward stepwise logistic regression analysis. In this study, it was found that age >59 (OR, 0.020; Cl 95% 0.001-0.577; P = 0.023), anemia (OR, 0.020; Cl 95% 0.001-0.578; p= 0.023), ARDS (OR, 48.796;  Cl 95%, 1.131-2105.921; P=0.043), hyperkalemia (OR, 10.960; Cl 95% 1.462-82.187; p= 0.020), sepsis (OR, 18.087; Cl 95% 2.192-149.271; P= 0.007), ECOG >2 (OR, 12.629; Cl 95% 2.538-62.854; P= 0.002), and degree of severe-critical COVID-19 (OR, 108.771; Cl 95% 3.917-3020.095; P= 0.006). It can be concluded that ARDS, hyperkalemia, sepsis, ECOG >2 and degree of severe-critical COVID-19 have both statistical and clinical significance with mortality, but age >59 and anemia have no clinical significance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qisthina Aulia
"Individu memiliki kecenderungan untuk munafik secara moral ketika memiliki kekuasaan. Mereka menilai pelanggaran moral yang dilakukan oleh dirinya lebih ringan dibandingkan orang lain meski berada dalam kondisi yang sama. Namun bagaimana jika individu diancam oleh kematian? Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih lanjut gejala kemunafikan moral pada mereka yang berkuasa. Peneliti menggunakan dua prosedur dalam mengukur kemunafikan moral berupa Skala Pelanggaran Moral (studi 1) dan Dilema Pembagian Tugas (studi 2). Sumber kekuasaan juga dimanipulasi berdasarkan kepribadian (studi 1) dan kedudukan (studi 2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ancaman kematian dapat membuat tingkat kemunafikan moral pada individu yang berkuasa mengalami penurunan.

Individuals have a tendency to morally hypocrite when they have power. They assess the moral offense committed by them is acceptable unlike everyone elsein the same condition. But how if the people are threatened by death? This study aims to look further symptoms of the moral hypocrisy of those in power. Researchers used two procedures to measure the moral hypocrisy by using a Moral Transgression Scale (Study 1) and Moral Dilemma (Study 2). Power sources are also manipulated by personality (Study 1) and position (Study 2). The results showed that the threat of death can make the individual level of moral hypocrisy decreased.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla
"Latar Belakang: COVID-19 telah ditetapkan WHO sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia dengan case fatality rate (CFR) di Indonesia mencapai 8,7% pada April 2020. Sampai saat ini belum ada biomarker prognosis untuk membedakan pasien yang membutuhkan perhatian segera dan menjadi prediktor mortalitas COVID-19 di ICU. Skor Simplified Acute Physiology Score 3 (SAPS 3) menilai kondisi pasien sejak pertama kali datang ke rumah sakit dan mengevaluasi data yang diperoleh saat masuk ICU dalam menentukan prediktor mortalitas 28 hari. Tujuan: Studi ini menganalisis hubungan skor SAPS 3 dengan mortalitas 28 hari pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSCM dan RSUI.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama bulan Maret-Agustus 2020. Sebanyak 208 subjek yang sesuai kriteria inklusi dianalisis dari data rekam medis. Data demografis dan penilaian skor SAPS 3 dicatat sesuai data rekam medis. Variabel SAPS 3 yang berpengaruh terhadap mortalitas 28 hari dilakukan analisis bivariat dan regresi logistik multivariat. Kesahihan dinilai menggunakan uji diskriminasi dengan melihat Area Under Curve (AUC) dan uji kalibrasi Hosmer Lemeshow. Titik potong optimal ditentukan secara statistik.
Hasil: Angka mortalitas 28 hari akibat COVID-19 periode Maret-Agustus sebesar 43.8%. Variabel SAPS 3 yang secara statistik berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap mortalitas 28 hari pasien COVID-19 di ICU adalah usia, riwayat penggunaan obat vasoaktif sebelum masuk ICU, penyebab masuk ICU (defisit neurologis fokal dan gagal napas), kadar kreatinin dan trombosit. Skor SAPS 3 menunjukkan nilai diskriminasi yang baik (AUC 80.5% Interval Kepercayaan 95% 0.747-0.862) dan kalibrasi yang baik (Hosmer-Lemeshow p=0.395). Titik potong optimal skor SAPS 3 adalah 39 dengan sensitivitas 70.3% dan spesifisitas 74.4%.
Kesimpulan: Skor SAPS 3 memiliki hubungan dengan mortalitas 28 hari pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU.

Background: COVID-19 has been declared as a Public Health Emergency of International Concern by WHO with case fatality rate (CFR) of 8,7% in April 2020 in Indonesia. Until now, there is no prognostic biomarker to differentiate patients who require immediate attention and be a mortality predictor for COVID-19 patients in ICU. Simplified Acute Physiology Score 3 (SAPS 3) score assessed the patient’s condition since the first time he came to the hospital and evaluated the data obtained in the first hour of admission to the ICU in predicting 28-days mortality. Goals: This study aims to analyze the correlation between SAPS 3 score and 28-days mortality caused by COVID-19 in the ICU RSCM and RSUI.
Methods: This retrospective cohort study was conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital from March to August 2020 on 208 subjects who met the inclusion criteria. Demographic data and SAPS 3 score were recorded, the data was taken from medical records. Bivariate and multivariate logistic regression was used to investigate the relationship between SAPS 3 variables and 28-days mortality. The validity of SAPS 3 score was assessed by measurement of the Area Under Curve (AUC) and Hosmer- Lemeshow calibration test. The optimal cut-off point was determined statistically.
Results: The mortality rate of COVID-19 in our study from March to August 2020 is 43.8%. Five SAPS 3 variables were found to be significantly associated with 28-days mortality of COVID-19 patients in the ICU (p<0.05) are age, use of vasoactive drugs before ICU admission, reason for ICU admission (focal neurologic defisit and respiratory failure), creatinine, and thrombocyte level. SAPS 3 showed a good discrimination ability (AUC 80.5% Confidence Interval 95% 0.747-0.862) and calibration ability (Hosmer-Lemeshow p=0.395). The optimal cut off point of SAPS 3 score was 39 with sensitivity 70.3% and specificity 74.4%.
Conclusion: SAPS 3 score have a correlation with 28-days mortality caused by COVID-19 in the ICU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Perepa, terence
India: World Health Organization - SEARO, 1984
312.24 PER p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harsya Dwindaru Gunardi
"Latar Belakang: Di negara maju, angka mortalitas gastroskisis adalah 5-10%, berbeda dengan di negara berkembang. Angka mortalitas gastroskisis mencapai 52% di Brazil, 43% di Afrika Selatan, 35% di Iran, dan 79% di Jamaika. Di RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM), sampai saat ini belum ada data mengenai angka mortalitas gastrosksis. Angka mortalitas gastroskisis di RSCM perlu diketahui karena karakteristik pasien yang diperkirakan berbeda dengan di negara maju. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka mortalitas gastroskisis di RSCM serta mengidentifikasi faktor risiko yang berpengaruh terhadap mortalitas gastroskisis, antara lain: usia kehamilan, berat badan lahir, jumlah operasi, usia saat operasi pertama kali, serta gastroskisis komplikata.
Metode: Metode penelitian ini adalah studi kohort retrospektif dengan total sampling seluruh neonatus yang menjalani operasi penutupan defek di RSCM dari Januari 2015 – September 2020. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi Square atau uji Fisher. Didapatkan 49 subjek neonatus dengan 7 data masuk kategori drop out sehingga 42 subjek diambil untuk dianalisis.
Hasil: Angka mortalitas neonatus dengan gastroskisis di RSCM tahun 2015-2020 adalah 69% (29 dari 42 subjek). Pada penelitian ini didapatkan usia saat operasi (<1 hari) berpengaruh menurunkan angka mortalitas gastrosksis (p = 0,005). Usia kehamilan, berat badan lahir, jumlah operasi, dan gastroskisis komplikata didapatkan tidak berpengaruh terhadap angka mortalitas gastroskisis.
Kesimpulan: Angka mortalitas gastrokisis di RSCM adalah 69% dan dipengaruhi oleh usia saat operasi.

Background: Unlike developing countries, the mortality rate of gastroschizis in developed countries is much lower, accounting at 5-10%. In developing countries, for example, Brazil, the mortality rate can reach up to 52%, 43% in South Africa, 35% in Iran, and 79% in Jamaica. Until recently, there are no data regarding gastrochizis-related mortality rate in Cipto Mangkunkusumo National Referral Hospital, Indonesia. This is important as it reflects patient characteristics that is different with developed countries. The objective of this research is to find out the mortality rate of gastroschizis in Indonesia along with other possible influencing risk factors such as; gestational age, birth weight, number of operations, age at closure, and the presence of complicated gastroschizis.
Methods: A cohort retrospective study with total sampling is used to document all neonates who undergo defect closure surgery from January 2015 to September 2020. Bivariate analysis is done using Chi Square test or Fisher test. A total of 49 neonates were documented, however 7 neonates were excluded due to drop out criteria, resulting in 42 neonates who were included in the analysis.
Results: The mortality rate of gastroschizis in Cipto Mangkunkusumo National Referral Hospital is 69% (29 out of 42 subjects). The age at closure is related to lower mortality rate (p = 0.005), while other factors such as gestational age, birth weight, number of operations, and the presence of complicated gastroschizis has no impact on mortality.
Conclusions: The mortality rate of gastroschizis in Cipto Mangkunkusumo National Referral Hospital is 69% and is influenced by age at closure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>