Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Gitawati
"Ruang Lingkup Penelitian: Mekanisme terjadinya cedera sel akibat iskemia masih belum jelas, namun ada petunjuk kuat bahwa radikal bebas merupakan salah satu penyebab cedera sel ireversibel. Salah satu cara untuk meneliti peran radikal bebas adalah melalui suatu pendekatan tidak langsung, dengan melihat efek suatu obat yang pernah diteliti terhadap iskemia. Beberapa penelitian telah menunjukkan cedera sel akibat induksi iskemialreperfusi dapat dicegah dengan menghambat influks masif Ca++ ke dalam sel; hal ini mungkin terkait dengan netralisasi radikal bebas oksigen. Belum diketahui dapatkah verapamil juga mencegah kerusakan sel hati akibat iskemia global yang dilanjutkan reperfusi.
Penelitian ini bermaksud mengamati efek verapamil terhadap pengaruh iskemia global pada model perfusi hati ex vivo, menggunakan tikus W i s t a r (galur "P3M - BPPK" ), 21 ekor, dibagi acak dalam tiga kelompok: kontrol (K); iskemik tanpa verapamil (IS ); iskemik dengan verapamil (IV). Perfusi ( resirkulasi) menggunakan medium Krebs-Henseleit, dijenuhkan dengan gas karbogen (95% 02 : 5% C02), suhu 370 C dan pH 7,4 selama 15 menit, dilanjutkan iskemia global 60 menit dengan reperfusi 30 menit; verapamil (2.4 mg) dimasukkan ke dalam perfusat (300 ml) 15 menit sebelum iskemia. Viabilitas sel hati dinilai dengan mengukur aktivitas GPT perfusat pada menit ke- 15, 75, 105 dan histopatologi sel hati dengan melihat derajat penyerapan trypan biru pada akhir eksperimen.
Hasil dan Kesimpulan: Verapamil 0.008 mg/ml perfusat dapat mencegah cedera sel ireversibel setelah iskemia global selama 60 menit, yang ditunjukan dengan tidak adanya peningkatan aktivitas GPT yang bermakna (p<0.05) pada kelompok IV dibandingkan kontrol dan derajat penyerapan trypan biru minima!. Tetapi setelah 30 menit reperfusi tampaknya verapamil tidak dapat mencegah peningkatan aktivitas GPT (p<0.05), walaupun sel-sel hati masih relatif normal. Peningkatan aktivitas GPT agaknya lebih disebabkan perubahan permeabilitas membran daripada adanya kerusakan sel yang nyata. Mekanisme proteksi verapamil terhadap kerusakan sel hati tidak diketahui, mungkin tidak melalui penghambatan influks Ca++ berlebihan, karena medium digunakan bebas Ca++ ; kemungkinan mekanisme melalui penetralan radikal bebas oksigen masih perlu dibuktikan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T1936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Nurbani
"Ruang lingkup dan metode penelitian:
Alcoholic liver disease (penyakit hati alkoholik, ALD) merupakan salah satu komplikasi utama dari penyalahgunaan alkohol. Konsumsi alkohol kronik dapat menginduksi stres oksidatif pada jaringan hati dan ekstrahati karena ketidakseimbangan antara pro-oksidan dan antioksidan, menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak komponen selular dan menyebabkan peroksidasi lipid yang mengakibatkan steatosis (perlemakan hati), steatohepatitis (hepatitis alkoholik) sampai sirosis. Penelitian sebelumnya memperlihatkan pemberian likopen sebelum etanol kronik memberikan efek perlindungan pada kerusakan mitokondria hati tikus in vivo.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa likopen yang diberikan bersamaan dengan alkohol kronik dapat melindungi kerusakan hati tikus akibat alkohol. Untuk menilai efek proteksi likopen sehubungan dengan stres oksidatif yang ditimbulkan alkohol, dilakukan pengukuran kadar peroksida lipid (malondiatdehid, MDA), glutation (GSH), glutamat piruvat transaminase (GPT) jaringan hati dan plasma, serta pemeriksaan histopatologi jaringan hati.
Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih galur Sprague-Dawley, yang dibagi menjadi 5 kelompok secara acak, masing-masing terdiri dari 5 ekor. Kelompok I (kontrol), diberikan CMC (Carboxy Methyl Celulose) 1% (b/v) 1 ml/100 gBB/hari; kelompok II diberikan etanol 25% (b/v) 1 ml/gBB (2,5 g/kgBB)/hari; kelompok III, 1V, dan V, masing-masing diberikan etanol (2,5 g/kgBB/hari) dan likopen 50; 100; 200 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Seluruh hewan coba diterminasi dengan cara dekapitasi pada hari ke-28, sebelumnya tikus dipuasakan selama 24 jam. Darah diambil untuk pengukuran kadar MDA, GSH,dan GPT had dan plasma. Selain itu hati lobus kiri diambil untuk pemeriksaan histopatologis, sisanya untuk pengukuran MDA, GSH, dan GPT. Nilai rerata data ± SD kadar MDA, GSH, dan GPT dianalisis dengan uji Anova satu arah dan bila bermakna, dilanjutkan dengan analisa antar kelompok dengan uji Bonferroni. Skor patologi diuji dengan uji Kruskal-Wallis, dan bila bermakna dilanjutkan dengan perbandingan antara kelompok dengan uji Mann-Whitney. Seluruh uji statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS.
Hasil
- Pertambahan berat badan kelompok EtOH lebih kecil dibandingkan kelompok lainnya (kontrol dan likopen 200 mg/kg BB/hari, p<0.01; likopen 100 mg/kgBB/hari, p<0.05; likopen 50 mg/kgBB/hari p>0.05).
- Kadar MDA hati dan plasma meningkat lebih dari 2x lipat pada kelompok EtOH secara bermakna (0.001) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Likopen berbagai dosis dapat menurunkan peningkatan kadar MDA hati dan plasma ini secara bermakna (p<0.001). Di samping itu, likopen dosis sedang dan tinggi dapat menurunkan kadar MDA hati dan plasma sampai setara dengan kontrol.
- Penurunan kadar GSH hati dan plasma pada kelompok EtOH (p<0.001) dibandingkan dengan kelompok kontrol, dapat ditingkatkan oleh likopen berbagai dosis secara bermakna (p<0.001). Likopen dosis sedang dan tinggi meningkatkan penurunan ini mencapai nilai kelompok kontrol.
- Penurunan kadar GPT hati pada kelompok EtOH (p<0.001) dibandingkan dengan kelompok kontrol, dapat ditingkatkan oleh likopen berbagai dosis (p<0.001), likopen dosis tinggi dapat mengembalikan kadar GPT hati setara dengan kelompok kontrol. Peningkatan kadar GPT plasma pada kelompok EtOH walaupun secara klinik tidak bermakna (<3x lipat nilai normal), tapi secara statistik bermakna (p<0.001) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Likopen dosis sedang dan tinggi dapat mengembalikan kadar GPT hati setara dengan nilai kelompok kontrol.
- Pemberian etanol kronik menyebabkan akumulasi lemak sedang-berat dan nekrosis pada hati (skor patologi 3±0), perubahan patologi ini dicegah secara bermakna oleh likopen dosis rendah (skor patologi 2±0, p<0.01); likopen dosis sedang (skor 1.6± 0.55, p<0.005), dan dosis tinggi (1.4±0.55, p<0.005). Hanya likopen dosis sedang dan tingi yang dapat mengembalikan nilai skor patologi setara dengan kontrol.
Kesimpulan
1. Likopen dapat mencegah cedera hati akibat alkohol melalui aktivitas antioksidannya (scavenger radikal peroksida dan quenching oksigen singlet) yang diperlihatkan oleh adanya penurunan stres oksidatif dan perbaikan fungsi hati.
2. Suplementasi likopen dosis sedang (100 mg/kgBB/hari) dan tinggi (200 mg/kgBB/hari) dapat mengembalikan fungsi hati kembali setara dengan kelompok kontrol. Suplementasi likopen dosis kecil (50 mg/kgBB/hari) walaupun sudah dapat memberikan perlindungan dibandingkan dengan kelompok EtOH, tetapi belum dapat mengembalikan fungsi hati kembali setara dengan kelompok kontrol.

Alcoholic liver disease is one of the main complications of alcohol abuse. Consumption of chronic alcohol may induce oxidative stress in liver and extra hepatic tissues because of imbalance between pro-oxidant and antioxidant, this would result in free radical accumulation which destroy cellular component and lipid per oxidation leading to steatosis (fatty liver), steatohepatitis (alcoholic hepatitis), and sirosis. Previous studies showed that lycopene supplementation giving prior to chronic ethanol administration gave protection of liver mitochondria damage in rats in vivo.
This study was designed to investigate the effects of lycopene on liver damage in rats given at the same time with chronic alcohol by measuring the MDA, GSH, and GPT of liver tissue and plasma, as well as pathological change of liver tissue.
Twenty-five Sprague-Dawley rats were divided randomly into five groups. The first group received CMC 1%, 1ml/100 gBW daily (control); the second group received etanol 25%, 1 ml/gBW (2.5 g/kgBW) daily; the third, fouth, and fift group received ethanol and likopen 50; 100; 200 mg/kgBW daily respectively for 4 weeks.
All rats were scarified by decapitation at day 28, after over night fasting. Blood samples were used for measuring MDA, GSH, and GPT. The left lobe of liver was used for histopathological analysis and the remaining liver tissues were used for measuring MDA, GSH, and GPT.
One-way ANOVA with Bonferroni's posthoc tests were used for the determination of statistical significance as appropriate; data represented as mean SD. For comparison of pathological scores, the Kruskal-Wallis rank sum test and Mann-Whitney's posthoc test were used. A p value less than 0.05 was selected before the study as the level of significance. All statistical tests were carried out by means of SPSS.
Result
- Body weight gains in EtOH group was the smallest compared to other groups (control vs lycopene 200 mg/kgBW/d, p<0.01; lycopene 100 mg/kgBW/d, pe0.05; lycopene 50 mg/kgBW/d, p>0.05).
- Liver and serum MDA levels in EtOH group were increased significantly (p<0.001) more than 2-fold over control value; various doses of lycopene blunted this increase significantly. Moderate and high doses of lycopene ecreased liver and serum MDA levels, which were not significantly different from that of control values.
- Liver and serum GSH levels in EtOH group were decreased significantly (p<0.001) compared to control value; various doses of lycopene blunted this decrease significantly (p<0.001). Moderate and high doses of lycopene increase liver and serum GSH levels, which were not significantly different from that of control values.
- Liver GPT levels in EtOH group were decreased significantly (p<0.001) compared to control group; lycopene in various doses blunted this decrease significantly (p<0.001), lycopene high dose blunted this decrease which were not significantly different from that of control values. Serum GPT levels in EtOH group were increased significantly (p<0.001) compared to control group, although not clinically significant (less than 3-fold over control value). Moderate and high doses of lycopene blunted this increase which was not significantly different from that of control values,
- Chronic ethanol consumption caused moderate-severe fatty liver and necrosis (pathology score: 3 ± 0). These pathological changes were blunted significantly by small dose (pathological score 2±0, p<0.01); moderate dose (pathological score 1.6± 0.55, p<0.005) and high dose (pathological score 1.4±0.55, p<0.005) of lycopene. Only moderate and high doses of lycopene reversed pathologcal score which were not significantly different from that of control values.
Conclusions:
1. Lycopene prevented liver injury induced by alcohol through its antioxidant activities (scavenging peroxide radical and quenching singlet oxygen), showed by decreased oxidative stress and improvement of liver function.
2. Lycopene of moderate dose (100 mg/kgBW daily) and high dose (200 mg/kgBW daily) supplementation reversed liver functions which were not significantly different from that of control values. Although low dose of lycopene (50 mg/kgBW daily) gave protection compare to EtOH group, but it couldn't reverse liver functions which were not significantly different from that of control values.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermawan Setiadi
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Banyak senyawa diketahui dapat mempengaruhi aktivitas enzim mikrosom hati. Pengaruh doksazosin - suatu obat antihipertensi baru - terhadap aktivitas mikrosom hati belum diketahui. Untuk itu dilakukan penelitian efek pemberian doksazosin (D), i.p. terhadap kecepatan metabolisme aminopirin pada model perfusi hati tikus ex vivo, dibandingkan dengan pemberian fenobarbital (F) dan NaCl. (N). Juga dilakukan pemeriksaan pengaruh-penambahan doksazosin (FD) dan simetidin (FS) pada kelompok F.
Tiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus jantan galur Wistar. Perfusi dilakukan secara resirkulasi dengan larutan dapar Krebs- Henseleit sebagai cairan perfusat, yang dijenuhkan dengan campuran gas 95% 02: 002 5% (v/v). Kadar aminopirin pada cairan perfusi diperiksa dengan metode Brodie dan Axelrod. Diukur pula berat hati; kadar GPT pada serum, perfusat awal dan akhir; serta penyerapan tripan biru oleh inti sel hati. Kecepatan metabolisme aminopirin dinyatakan dengan nilai slope dari garis regresi penurunan kadar aminopirin dalam perfusat.
Hasil dan Kesimpulan: Berat badan tikus, kecepatan aliran perfusi serta nilai GPT serum, perfusat awal dan akhir dari kelima kelompok tidak berbeda bermakna. Tidak ada inti sel hati yang menyerap tripan biru pada semua sediaan histopatologik. Berat hati rata-rata kelompok D (5,78 g) tidak berbeda bermakna dengan kelompok N (5,60 g), sedangkan kelompok F (7,93 g), FS (8,03 g) dan FD (8,05 g) berbeda sangat bermakna dengan kelompok N (p <0,001). Perbandingan nilai slope yang diuji dengan i "comparison of slopes", ternyata slope kelompok D (-4,17x10 ) tidak berbeda dengan kelompok N (-37x10 ), tetapi berbeda bermakna dengan kelompok F (-8,56x10-) (p < 0,001). Slope kelompok Fl (-7,84xlO-'i berbeda bermakna dengan kelompok FS (-4,67x10 ) (p <0,01 tetapi tidak berbeda dengan kelompok F.
Dan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa doksazosin tidak bersifat induktor maupun inhibitor terhadap metabolisme aminopirin oleh enzim mikrosom hati pada percobaan perfusi hati tikus ex vivo.

ABSTRACT
The Effects Of Doxazosin On Aminopyrine Meetabolism In Perfused Rat LiverScope and Method of Study: Several hundreds synthetic and naturally occurring compounds with diverse structures are now known to in-crease the activity of microsomal enzymes. The effect of doxazosin - a new antihypertensive agent - on microsomal enzymes activities has not yet been investigated. This study was carried out to deter-mine the effects of doxazosin (D) on microsomal enzymes compared to NaC1. (N) and phenobarbital. (F). In addition, the effect of the addition of doxazosin (FD) to F group compared to addition of cimetidine (FS) was also evaluated.
The experiment was carried out on male rats of the Wistar strain; each group consists of 6 animals. Following treatment with the respective drugs, the livers were isolated and perfuse in a recalculating system with Krebs-Henseleit buffer, saturated with 95% 02 : 5% C02 (v/v,) at 37° C and pH 7.4. Aminopyrine was introduced into the perfusion medium, and its concentration measured at intervals during a 45-minute period by the method of Brodie and Axelrod. Additional measurements were: the liver weight; GPT activity in the serum and perfusate (initial and final); per-fusion flow rate; and try pan blue uptake by the hepatocytes.
Findings and Conclusions: There is no difference in body weight, per-fusion flow rate, and GPT activity in the serum and perfusates (initial and final) of the five groups. No trypan blue uptake by the hepatocytes was observed by microscopically analysis. There is no difference in total liver weight between the D group (5.78 g) and the N group (5.60 g), while the F group (7.83 g), FS group (8.03 g) and FD group (8.05 g) are significantly different compared to the N group (p <0.001). The rate of aminipyrine, metabolism rep-resented by slope of regression line of aminopyrine decreasing content in the perfusate against the time was tested by the comparison of slopes. The slope of the D. group (-4.7x10-) i not significantly different compared to the N group (3.87x10 ), but is significantly different to the F group (-8.56x10 ) (p <0.01). The slope of the FD group (-7.84x14 ) is significantly different compared to FS (-4.67x10-3) (p < 0.05), but is not significantly different compared to the F group.
Thus, it can be concluded that doxazosin is neither an inducers nor an inhibitor in the metabolism of aminopyrine by the liver microsomal enzyme in the isolated rat liver perfusion model.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marhaen Hardjo
"Ruang lingkup dan cara penelitian:
Telah dilakukan studi in vivo pengaruh pemberian tomat (Solarium iycopersicum Mill.) pada tikus yang diracuni dengan karbon tetraklorida (CCI4) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek perlindungan tomat, yang banyak mengandung likopen, terhadap kerusakan hati akibat pembentukan radikal bebas pada pemberian karbon tetrakiorida (CCI4), Penelitian ini menggunakan 28 ekor tikus jantan, strain Sprague Cawley (Rattus norvegicus), berumur kurang lebih 3 bulan dengan berat badan 180-200 gram, yang dibagi secara acak dalam 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 7 ekor. Kelompok I, mendapat diet standar dan bahan pengemulsi (pelvis Gummi arabici ,minyak kelapa, dan akuades), berlaku sebagai kelompok kontrol normal. Kelompok II, mendapat diet standar, dan diberikan emulsi tomat dengan dosis 35,19 mg/kg berat badan selama 8 hari berturut-turut. Kelompok III, mendapat diet standar, bahan pengemulsi, dan pada hari kedelapan diberikan dosis tunggal CCI4 sebesar 0,55 mglg berat badan. Kelompok IV, mendapat diet standar dan emulsi tomat dengan dosis 35,19 mg/kg berat badan dan pada hari kedelapan 2 jam setelah pemberian tomat diberikan dosis tunggal CCI4 sebesar 0,55 mg/g berat badan. Pemberian bahan pengemulsi, emulsi tomat dan CCI4 dilakukan melalui sonde lambung. Dua hari setelah itu tikus dimatikan, dilakukan pembedahan untuk mengambil hati dan darah. Kemudian dilakukan pemeriksaan senyawa dikarbonil, malondialdehid (MDA), dalam hati dan plasma, serta penilaian kerusakan histologis hati. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Window 11.0.
Hasil dan kesimpulan:
Ditemukan peningkatan yang bermakna kandungan MDA hati, senyawa dikarbonil hati, dan derajat kerusakan hati pada kelompok III dibandingkan dengan kelompok kontrol normal. Terjadi penurunan yang bermakna kadar MDA plasma dan senyawa dikarbonil plasma pada kelompok III dibandingkan dengan kelompok kontrol normal. Dan pada kelompok IV, baik kandungan MDA hati, senyawa dikarbonil hati dan derajat kerusakan hati, maupun kadar MDA plasma dan senyawa dikarbonil plasma, dapat dipertahankan mendekati nilai normal. Disimpulkan bahwa tomat yang mengandung banyak likopen dapat melindungi hati dari kerusakan akibat serangan radikal bebas pada keracunan CCI4.

An experimental study, in vivo, was investigated in rats. This study was conducted to investigate the ability of tomato to prevent liver cells damage by free radicals formed in CCI4 intoxication. Twenty eight male rats, strain Sprague Dawley, approximately three month old, weight 180-200 g, were divided randomly in four groups. The first group, served as a normal control group, received no treatment. The second group received tomato emulsion in a dose equivalent to 35,19 mg/kg body weight for 8 days. The third group was intoxicated with a single dose 0,55 mg CCl41g body weight. The rats of the fourth group, received tomato emulsion in a dose equivalent to 35,19 mg/kg body weight for 8 days consecutively, and after two hours they are intoxicated with a single dose 0,55 mg CC141g body weight. Forty eight hours after the administration of CCI4, the rats were sacrificed. Malondialdehyde (MDA) and dicarbonyls compounds, formed in the presence of free radicals in CCI4 intoxication, were determined in liver homogenates and plasma serum. Further more, the livers were taken for histological examination.
This study showed that CCI4 intoxication significantly increased the MDA and dicarbonyls level in the liver. In contrast, those level significantly decreased in the plasma. Further, CCI4 intoxication caused significantly increased liver cells damage. Administration of tomato emulsion significantly decreased the MDA and dicarbonyls level in the liver and prevent significantly increased level of liver cells damage, however, the MDA and dicarbonyls level significantly increased in the plasma
This study suggested that tomato contain high lycopene (80-90% from carotenoids in tomato fruit) could reduce free radicals formation caused by CC14 intoxication and prevent occurrence of liver cells damage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 12472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cornelia Yasmin Gunawan
"mengalami kerusakan dan sirosis hati. Walaupun tidak ada data terbaru mengenai insiden kerusakan hati di Indonesia, Riskesdas 2013 menyampaikan adanya prevalensi yang tinggi dari persentase HBsAg, anti-HBs, dan anti-HBc. Selain itu, dalam kurun waktu 30 tahun (1980—2010), terdapat peningkatan tingkat kematian sirosis hati sebanyak 25,1%. Model hewan yang sesuai sangatlah penting dalam meneliti kerusakan hati. Karbon tetraklorida (CCl4) sudah lama digunakan untuk menginduksi fibrosis hati pada model tikus. Walaupun dapat menginduksi pengendapan jaringan ikat, regenerasi hepatoseluler, proliferase sel stelata, dan infiltrasi sel-sel inflamasi, kerusakan pada model tikus yang diinduksi CCl4 hanya merepresentasikan kerusakan hati sampai batas tertentu, mirip dengan kerusakan hati akibat obat. Dengan tujuan meniru kerusakan hati yang lebih parah, penelitian ini mengkombinasikan penggunaan CCl4 dengan asetilaminofluorena-2 (2AAF) karena 2AAF terbukti dapat menekan proliferasi hepatosit sehingga terjadi proliferasi sel oval yang berakibat pada proliferasi duktular. Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian observasional terhadap penelitian analitik eksperimental dengan bahan biologis tersimpan yang diambil dari Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan data primer eksperimental dengan 15 sampel yang dikategorikan dalam 3 kelompok: kontrol sehat, diinduksi CCl4, dan diinduksi 2AAF/CCl4, dan dianalis di bawah mikroskop dalam hal tingkat fibrosis, daerah cakupan fibrosis, dan jumlah proliferasi duktus. Analisis statistik yang digunakan meliputi uji Fisher, Shapiro-Wilk, Kruskal Wallis, dan Mann Whitney menggunakan program SPSS. Hasil: Kelompok 2AAF/CCl4 dan CCl4 memiliki perbedaan derajat fibrosis yang signifikan dengan kontrol sehat (p=0,024 dan p=0,048 secara berurutan), tanpa perbedaan signifikan di antara kedua kelompok tersebut (p=0,286). Perbedaan cakupan area fibrosis antara kedua kelompok juga tidak signifikan (p=0,055), walau kelompok 2AAF/CCl4 dan CCl4 berbeda signifikan dengan kontrol sehat (p=0,007 dan p=0,008 secara berurutan). Dalam hal proliferasi duktular, kelompok CCl4 tidak menunjukkan perbedaan signifikan dengan kontrol sehat (p=0,101), namun berbeda signifikan dengan kelompok 2AAF/CCl4 (p=0,000). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan derajat dan cakupan area fibrosis yang signifikan antara kelompok 2AAF/CCl4 dan CCl4. Namun demikian, terjadi proliferasi duktular yang secara signifikan lebih tinggi pada kelompok 2AAF/CCl4 dibandingkan kelompok CCl4 saja.

Background: In 2017, approximately 1.8% of adult in United States suffer from chronic liver disease and cirrhosis. Although there is not any recent data, Riskesdas 2013 showed a high percentage of HBsAg, anti-HBs, and anti-HBc prevalence in Indonesia. On top of that, in Indonesia, in the course of 30 years (1980—2010), liver cirrhosis mortality rate increased by 25,1%. In order to study liver disease, having an appropriate animal model is crucial. Carbon tetrachloride (CCl4) has been used to induce liver fibrosis in mouse model. Although able to induce connective tissue deposition, hepatocellular regeneration, stellate cells proliferation, and inflammatory infiltration, CCl4-induced rat models only represent liver injury to some extent, similar to drug-induced liver injury. In order to mimic a more severe liver injury, this study combined the use of CCl4 with 2- acetylaminofluorene (2AAF), as 2AAF has proven to be able to suppress hepatocyte proliferation and allow oval cells proliferation that leads to ductular proliferation. Method: This research design is an observational research on an analytic experimental study with stored biological material taken from the Department of Anatomy Faculty of Medicine University of Indonesia. This research uses experimental primary data, with 15 samples categorized into three groups: healthy control, CCl4-induced, and 2AAF/CCl4- induced, and analysed for the degree of fibrosis, fibrosis-affected area, and number of proliferating ductules under the microscope. A statistical analysis is then conducted using Shapiro-Wilk, Kruskal Wallis, and Mann Whitney by using SPSS programme. Result: There is a significant difference in the degree of fibrosis between both 2AAF/CCl4 and CCl4 groups with the healthy control (p=0,024 dan p=0,048 respectively), without any significant difference in between the two groups (p=0,286). The affected fibrosis area difference between the two groups is also insignificant (p=0,055), though the 2AAF/ CCl4 and CCl4 groups are significantly different to the healthy control (p=0,007 and p=0,008 respectively). For ductular proliferation, CCl4 group did not show any significant difference compared to the healthy group (p=0,101), but was significantly different to the 2AAF/CCl4 group (p=0,000). Conclusion: There is not any significant difference regarding the degree of fibrosis and its affected area between the 2AAF/CCl4 and CCl4 groups. However, there is a significant difference between the two groups in terms of ductular proliferation, in which the 2AAF/CCl4 group’s ductular proliferation was higher."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amaliah
"Pendahuluan. Cedera iskemia reperfusi CI/R merupakan fenomena kerusakan selular akibat hipoksia yang terjadi lebih hebat saat restorasi oksigen. Strangulasi usus merupakan kasus bedah tersering yang dapat menimbulkan CI/R pada hati sebagai organ yang langsung mendapatkan aliran darah dari usus. Tindakan destrangulasi dalam mengembalikan perfusi oksigen dan menilai viabilitas usus yang dilakukan intraoperatif dapat menimbulkan CI/R terutama pada kasus dimana kemungkinan besar usus akan dilakukan reseksi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh destrangulasi usus pada kasus strangulasi usus terhadap hati. Metode. Studi eksperimental pada tikus Sprague ndash;Dawley dengan membandingkan kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGOT , Serum Glutamic Pyruvic Transaminase SGPT , malondialdehyde MDA serum dan hati serta histopatologi derajat kerusakan hati pada kelompok perlakuan reseksi usus dengan destrangulasi D dan tanpa destrangulasi TD setelah dilakukan strangulasi usus selama 4 jam. Hasil. Tidak terdapat perbedaan kadar SGOT p=0.234 , SGPT p=0.458 , MDA serum p=0.646 dan MDA hati p=0.237 antara kontrol, kelompok D dan TD. Pada histopatologi derajat kerusakan hati terdapat perbedaan bermakna antara kontrol dengan kedua kelompok perlakuan p=0.006 , namun tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok D dan TD p=0.902. Kesimpulan. Tindakan destrangulasi sebelum reseksi pada kasus strangulasi usus tidak menimbulkan perbedaan kadar biomarker stress oksidatif dan derajat kerusakan hati dibandingkan dengan tanpa destrangulasi.
Introduction. Ischaemia-reperfusion injury IRI is cellular injury due to hypoxia with greater impact when oxygen restored. Intestinal strangulation are often in surgical emergency that cause IRI on liver that directly get blood from intestine. Destrangulation that performed intraoperatively as purposes to restored oxygen and to evaluate viability of intestine tissue, can cause IRI particularly on case with partly of intestine will be resected. This study is to investigate intestinal destrangulation effects on liver following intestinal IRI. Method. This is an experimental study using Sprague-Dawley to compare Aspartate Aminotransferase AST, Alanine Aminotransferase ALT, serum and liver malondialdehyde MDA, and histopathology of degree liver injury between group of resection following destrangulation D and without destrangulation WD after 4 hours strangulation of one loop intestine. Results. There were no significant difference on AST p=0.234, ALT p=0.458, serum MDA p=0.646 and liver MDA p=0.237 between control, D and WD group. Histopathology examination showed significant difference between control and both of treatment group p=0.006, but there was no significant difference between D and WD group p=0.902. Conclusion. Destrangulation before resection on the intestinal strangulation cases doesn rsquo;t cause different of oxidative stress biomarker level and degree of liver injury, compare to intestinal resection without destrangulation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzul Husna
"Hati merupakan organ yang berperan penting dalam metabolisme zat terutama obat-obatan sehingga organ ini rentan terhadap kerusakan. Salah satu obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati adalah doksorubisin. Hal ini disebabkan karena struktur kimia dan proses metabolisme doksorubisin dapat membentuk sejumlah metabolit yang bersifat radikal bebas. Radikal bebas yang diproduksi doksorubisin menyebabkan berkurangnya antioksidan endogen, mengganggu keseimbangan besi intraselular sehingga mencetuskan kerusakan oksidatif. Berdasarkan hal tersebut, kerusakan oksidatif yang dipicu oleh doksorubisin dapat dicegah dengan pemberian antioksidan eksogen. Salah satu bahan bioaktif yang terbukti memiliki efek antioksidan adalah mangiferin. Efek antioksidannya berhubungan dengan sifat scavenging radikal bebas dan sifat kelator besinya. Pemberian senyawa ini diasumsikan dapat melindungi atau mencegah kerusakan oksidatif sel.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek protektif mangiferin terhadap kerusakan hati pada tikus yang diberikan doksorubisin. Pada penelitian ini, tikus dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor tikus. Tikus pada kelompok perlakuan diberikan injeksi doksorubisin intraperitoneal (dosis kumulatif 15 mg/kgBB) dan kelompok kontrol diberikan minyak jagung oral. Mangiferin (dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB) dan silymarin diberikan secara oral selama lima minggu. Setelah lima minggu, tikus dimatikan, darah dan jaringan hati dikumpulkan untuk analisis histopatologi dan penentuan SGOT, SGPT, MDA, SOD dan GSH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksorubisin dengan dosis kumulatif 15 mg/kgBB selama dua minggu dapat menyebabkan kerusakan sel hati, meningkatkan kadar MDA, dan menurunkan pertahanan antioksidan endogen di hati. Pemberian mangiferin 50 dan 100 mg/kgBB selama lima minggu dapat mengurangi kerusakan sel hati yang ditandai dengan penurunan aktivitas SGPT dan SGOT, penurunan kadar MDA, dan peningkatan aktivitas SOD dan kadar GSH sel hati (p < 0.05). Perbaikan pada parameter-parameter ini mengindikasikan bahwa mangiferin memiliki efek proteksi terhadap kerusakan hati pada tikus yang diberikan doksorubisin.

Liver is an organ that plays an important role in the metabolism of xenobiotics. However, since it is actively involved in drug metabolism, it is also subject to damage caused by toxic drugs or metabolites. One of the drugs that caused liver damage is doxorubicin. The liver damaging effect of doxorubicin is determined to its chemical structure and toxic metabolites which can produce free radical molecules. The free radicals produced by doxorubicin cause depletion of antioxidant in the body, disrupt the balance of intracellular iron and lead to oxidative stress. Based on this consideration, the oxidative stress induced by doxorubicin should be diminished by means of exogenous antioxidant administration. One of the bioactive ingredient that has been shown to have antioxidant effects is mangiferin; its antioxidant properties relate to free radical scavenging and iron chelating effect. This compound is expected to protect against or prevent oxidative damage caused by doxorubicin to cells.
This study aims to investigate the protective effect of mangiferin against liver damage-induced doxorubicin. There were five groups of rats, consisting five each group. The animals in the study groups were treated with intraperitoneal doxorubicin (cumulative dose 15 mg/kgBW for two weeks) and control group was given oral corn oil. Mangiferin (dose 50 mg/kgBW and 100 mg/kgBW) and silymarin were given daily by oral administration for five weeks. After sacrifice, blood and liver tissue samples were collected for histopathological analysis and determination of SGOT, SGPT, MDA, SOD, and GSH.
The results showed that administration of cumulative doses of doxorubicin to 15 mg/kgBW for two weeks caused liver cell damage, increased MDA level and decreased activities of SOD and GSH level in liver. The supplementation of mangiferin 50 and 100 mg/kgBW for five weeks reduced liver cell damage as shown by decreased activities of SGPT and SGOT, decreased MDA level, and increased activities of liver SOD and GSH levels. (p <0.05). These results showed that mangiferin has a protective effect against liver damage induced by doxorubicin in the rat.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Mulyaharti
"ABSTRAK
Teh adalah minuman yang sangat digemari oleh masyarakat. Teh mempunyai aroma yang wangi dan rasa yang khas. Dikatakan; bahwa penggunaan yang berlebihan, dari teh dapat mengganggu kesehatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Jurusan Farmakologi FK-UI, menyatakan bahwa ekstrak teh hijau dapat menyebabkan. keiainan kimroskopis hati pada mencit. Untuk melihat lebih jelas efek toksik dari ekstrak. teh hijau. ini maka dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh ekstrak teh hijau terhadap fungsi hati, degan meggunakan tikus sebagai hewan. percobaan. Pada penelitian ini tikus diberikan ekstrak teh hijau dengan dosis yang berbeda-beda. Kelompok pecobaan. di berikan ekstrak teh hijau setiap hari, dengan dosis 150 mg/ kg berat badan, 750 , mg/kg berat badan dan 3750 mg/kg berat badan, selama 90 hari. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pemberian ekstrak teh hijau dengan dosis rendah dan sedang tidak memengaruhi berat badan sedangkan pada dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan berat badan. Demikian pula dengan kenaikan aktivitas SGPT dan SGOT, hanya terjadi pada pemberian ekstrak teh hijau dengan dosis tinggi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Hernawati Purwaningsih
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan cara penelltian : Telah dilakukan panelitian eksperimental pada tikus jantan dan betina galur Wistar, berumur 2-3 buian dengan berat badan 110-160 g, untuk melihat efek proteksi kurkumin terhadap kerusakan hati yang ditimbulkan oieh parasetamol dosis toksik. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama dilakukan pada 70 ekor tikus, yang dibagi secara acak kedalam 7 kelompok, masing-masing kelompok terdin atas 10 ekor. Kelompok A - G secara bemrutan mendapat perlakuan sebagai berikut : A = kontrol sehat ( hanya mendapat akuades p.o.) ; B = kontrol sakit( parasetamol 2500 mg/kgBB p_o = par. + CMC 0,5 % ) ; C = par. + kurkumin p.o. = kur. 2,5 mg/kgBB ; D = par. + kur. 5 mg/kgBB ; E = par. + kur. 10 mglkgBB ; F = par. + ekstrak kurkuma 1000 mgIkgBB p.o. dan G = par. + N-asetilsistein 500 mglkgBB p.o. Paracetamol diberikan pada jam ke 0, sedangkan obat uji dibenkan pada jam ke 1, 3, 5, 22, 28, 46 setelah pemberian parasetamol. Tahap ke dua dilakukan untuk melihat efek kurkumin ternadap keracunan parasetamol melalui cara pembenan yang berbeda. Tahap ke dua diiakukan pada 18 ekor tikus, yang dibagi secara acak ke dalam 3 kelompok: K, L, M. Pada jam ke 0, terhadap setiap hewan coba diberikan parasetamol 500 mglkgBB IP, selanjutnya pada jam ke 1, 3, dst. seperti pada tahap I, setiap kelompok secara berurutan, diberikan CMC 0,5 % p.o. (kontrol), kurkumin 10 mglkgBB p.o. dan ekstrak kurkuma 1000 mglkgBB p.o. Tahap ke tiga terdin dari 33 ekor yang dibagi secara acak kedaiam 5 kelompok (N,O,P,Q,S). Pada jam ke 0, setiap hewan coba mendapat parasetamoi 2500 mglkgBB p.o. selanjutnya pada jam ke 1, 3, dst. kelompok N dan S secara bemrutan diberikan CMC 0,5 % p.o. (kontrol) dan arang aktif 2500 mglkgBB p.o. sedangkan terhadap kelompok O, P, Q, pada jam ke 1, 7, 22, 28 dan 46, berturut-turut diberikan kurkuminoid 20 mg ; 10 mg ; dan 2,5 mglkgBB IP_ Empat puluh delapan jam setelah pemberian parasetamoi, tikus dibunuh dengan cara xii ekapitasi setelah dibius dengan eter. Darah ditampung untuk pemeriksaan aktivitas SGPT dan SGOT. Hati tikus dieksisi, ditimbang dan dinksasi dalam larutan fonnalin-dapar 10 %, kemudian diproses tebih lanjut untuk pemenksaan histopatoiogik. Data diuji secara statistik dengan menggunakan metode analisis varians satu arah dan Kmskal-Wallis dengan batas kemaknaan p s 0,05.
Hasil dan kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok E yang
mendapat kurkumin 10 mgIkgBB p.o., memperiihatkan efek proteksi yang Iebih balk terhadap kemsakan hati tikus yang disebabkan oleh parasetamol dosis toksik, dibandingkan dengan kelompok lain. Efek proteksi ditunjukkan dengan menurunnya aktivitas SGPT, SGOT yang tidak berbeda bennakna (p>0,05) dibandingkan dengan kontrol sehat (kelompok A), menurunnya aktivitas SGOT yang berbeda bennakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol yang hanya mendapat parasetamol (kelompok B). Terdapat perbaikan gambaran histopatologik sel hati pada kelompok E (2,1_-g0,38) dibandingkan dengan kelompok B (3,1;0,31), tetapi tidak berbeda bermakna secara statistik (p>0,05). Walaupun demikian, gambaran histologik kelompok E menunjukkan
kerusakan yang berslfat reversibel, yang berbeda dengan kelompok B, yaitu berupa kerusakan yang irreversibel. Selain itu, pembengkakan hati yang teriadi pada kelompok E, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05) dibandingkan dengan konirol sehat. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kurkumin yang diberikan pada dosis 10 mg/kgBB p_o_ menunjukkn efek proteksi terhadap keracunan parasetamol pada tikus. Efek proteksi tersebut tampaknya tidak dilangsungkan lewat penghambatan absorpsi parasetamol di saluran cema.

Abstract
Scope and Method of Study: The purpose of this study is to investigate the possible protective effects of curcumin on liver damage induced by paracetamol in rat. The study was carried out on 110 - 160 g, 2-3 months old Vlhstar derived rats of both sexes, and was divided into three steps. The first step was intended to investigate the optimal dose of curcumin in reducing liver damage induced by paracetamol. The experimental animals were divided into 7 groups of 10 rats each randomly. All drugs were given orally, and were treated as follows : Group A : normal rats (were given
water only) ; B (paracetamol 2500 mg/kgBW) ; C (paracetamol 2500 mg/kgBW and curcumin 2.5 mg/kgBW) ; D (paraoetamol 2500 mg/kgBW and curcumin 5 mg/kgBW) ; E.(paracetamol 2500 mglkgBW and curcumin 10 mg/kgBW) ; F (paracetarnol 2500 mg/kgBW and curcuma extract 1000 mg/kgBW) and group G (paracetamol 2500 mg/kgBW and N-acetylcysteine 500 mg/kgBW), respectively. Curcumin, curcuma extract and N-acetylcysteine was given at 1, 3, 5, 22, 28, and 46 hours afterparacetamol. The second step was intended to investigate the effect of curcumin P.O. on llver damage induced by IP injection of paracetamol 500 mgIkgBW. The groups consist of control group (K), given only paracetamol, curcumin-treated group (L), 10 mg/kgBW P.O. and curcuma-treated rats (M), 1000 mg/kgBW P.O. The third step was intended to investigate the effect of curcuminoid IP on liver damaged induced by paracetamol 2500 mg/kgBW orally. This groups consist of control group (N), given only paracetamol; curcuminoid treated groups (O, P, Q) 1 20 mg ; 10 mg, and 2.5 mg/kg BW, respectively, given at 1, 7, 22, 28 and 46 hours after paraoetamol administration, and activated charcoal-treated rats, 2500 mg/kgBW orally (group S). Fourty eight hours afterthe administration of paracetamol, the experimental animals were ether anesthetized and decapltated. Blood were collected and SGPT XlV nd SGOT activities were determined ; the livers were excised, weighted, and 'fixed in 10 % buffered-formalin for making histologic preparations. Data were statistically analyzed using analysis of varians and Kruskal-Wallis methods.
Result and Conclusions: The results showed that curcumin of 10 mgIl
2,1 10,38 VS 3,1f_O,31), but not statistically difference from control. Moreover, the livers of the curcumln-treated are less. Swollen and that the lesions of the liver are better-intemis of reversibility to the full recovery than those of the rats treated with paracetamol only. The protective effects of curcumin might not be mediated by inhibition of absorption of paraoetamol in the intestine.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmida Ilyas
"ABSTRAK
Telah dilakukan pemeriksaan efek antihepatotoksik temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) terhadap efek hepatotoksik karbon tetrakiorida pada tikus. Percobaan ini dilakukan terhadap 21 ekor tikus yang dibagi secara acak menjadi tiga kelompok. Kelompok I merupakan ke1ompok kontrol, kelompok II diberi Cd 4 0,40 mg/9 BB dosis tunggal, dan kelompok III adalah kelompok yang diberi CC1 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal dan temulawak 500 mg/K-g empat kali dalam 48 jam. Tikus dimatikan 48 jam setelah perlakuan, darahnya dikumpulkan untuk pemeriksaan aktivitas GPT dan hati diambil untuk pemeriksaan histologi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian temulawak 500 mg/Kg BB, empat kali dalam 48 jam, dapat mengurangi efek hepatotoksik Cd 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal pada tikus. Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis optimum temulawak dan pemeriksaan efek temulawak terhadap bahan hepatotoksik lainnya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>