Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179393 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Palupi, Dian Setia
"Runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998, memiliki dampak tersendiri bagi perkembangan industri media massa di Indonesia, baik industri media cetak, maupun industri media elektronik. Dengan dihapuskannya ketentuan memiliki Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), maka setiap orang di Indonesia, memiliki hak yang sama untuk mengeluarkan pendapatnya, termasuk dapat mengurus ijin untuk mendirikan media sendiri, seperti koran, radio, dan televisi. Peranan TVRI yang sudah mulai berkurang sejak adanya televisi swasta di Indonesia, lebih tidak terlihat lagi, sejak munculnya televisi-televisi baru yang kian menjamur, baik yang dapat beroperasi secara nasional, seperti Metro TV, Trans TV, Lativi, TV 7, dan Global TV, maupun yang beroperasi di daerah tertentu saja, seperti Jtv di Surabaya, Menado TV, Bali TV, dan kabarkan akan segera muncul Batam TV.
Persaingan yang kian ketat antar televisi, baik persaingan dalam merebut pemirsa, maupun persaingan dalam merebut pasar ikian, mengharuskan sebuah stasiun televisi memiliki kekhasan tersendiri dalam setiap tayangannya, yang berbeda dengan stasiun televisi lainnya. Saat ini hanya ada dua stasiun televisi yang memang benar-benar menghadirkan sesuatu yang berbeda, yaitu Metro TV, yang menggebrak dengan menjadi stasiun televisi berita pertama di Indonesia, dan Global Tv, yang hanya menayangkan program musik, yang diambil dari MTV Asia.
Program benta di sebuah stasiun televisi, sebenarnya merupakan salahsatu program yang dijadikan andalan bagi semua stasiun televisi, karena dapat mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit bagi perusahaan. Kendati bukanlah dijadikan sebagai acara utama, dan dipasang pada jam jam tayangan utama (prime time), namun beberapa stasiun televisi, menayangkan berita, justru pada jam tayang utama.
Seluruh program berita kriminal ini, rata-rata memiiiki rating yang tinggi untuk kategori program berita, terutama program kriminal Patroli dan Buser. Dengan tingginya rating yang dimiliki, tentunya membuat program ini semakin menghasilkan pendapatan bagi stasiun televisi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan banyaknya program kriminal yang ada, maka akan membuat persaingan antara satu televisi dengan stasiun televisi lainnya. Masing-masing program kriminal ini tentunya dituntut oleh pemilik perusahaan, dan para share holder, untuk mempertahankan rating yang telah dicapainya, agar pendapatan yang didapat dari iklan akan terus bertambah, karena tingginya rating yang didapat oleh sebuah program acara, tentunya menentukan harga iklan (rate card) di sebuah stasiun televisi. Banyaknya program serupa inilah yang akhirnya menimbulkan persaingan atau kompetisi antar stasiun televisi, dalam memperebutkan pasar audience (audience share) dan perebutan slot iklan.
Berbagai strategi dilakukan oleh stasiun televisi ini untuk meperoleh rating dan pendapatan yang baik. Strategi yang dibuat mulai dari penempatan jam tayang yang tepat, hingga penempatan acara yang diperkirakan memperoleh rating tinggi, dijadikan sebagai alat agar acara yang dibuat dapat bersaing. Untuk Buser SCTV misalnya, sebelum tayangan Buser, pihak programming menyiarkan acara infotainment yang memang sangat digemari dan mendapatkan rating yang tinggi.
Untuk menentukan harga rate card iklan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jam tayang program, jenis program, rating yang didapat oleh program, dan juga harga rate card program sejenis di stsiun televisi lain. Khusus untuk tayangan berita memang sedikit berbeda dengan tayangan yang bersifat hiburan. Hal ini lebih dikarenakan tayangan berita lebih mencerminkan image stasiun televisi dibandingkan tayangan hiburan. Seburuk apapun rating yang diperoleh tayangan berita, tetap saja tayangan berita dipertahankan oleh stasiun televisi yang bersangkutan. Selain itu pendapatan yang diperoleh sebuah tayangan berita, termasuk tayangan berita kriminal, tidak terpengaruh dari besarnya rating. Dengan rating yang tidak tinggi, pemsukan yang didapat dari sebuah tayangan berita tidak akan berbeda jauh.
Kerjasama yang sangat baik haruslah dibina antar departemen yang bersangkutan, selain tentunya kerjasama di dalam departemen yang sama juga harus ditingkatkan. Rapat koordinasi dengan departemen-departemen terkait khususnya programming dan departemen sales dan marketing harus dilakukan secara kontinue dan berkesinambungan, agar mutu acara dan pendapatan perusahaan dari program yang bersangkutan dapat terkontrol dengan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Bahrul Ulum
"Penelitian ini membahas fenomena komersialisasi tayangan olahraga di media penyiaran, khususnya televisi. Penelitian ini membahas konsep komersialisasi dalam hubungannya dengan produksi tayangan olahraga, khususnya bulutangkis yang disiarkan secara langsung di Kompas TV. Dalam penelitian ini, juga dikaji kebijakan suatu institusi media komersial di Indonesia dalam ranah industri media penyiaran swasta di Indonesia. Untuk mengkaji hal tersebut, peneliti menggunakan perspektif kebijakan komersialisasi dan keterkaitannya dengan ekonomi media untuk mengetahui perilaku insitusi televisi terkait produksi tayangan olahraga. Hasil penelitian ini menunjukkan walaupun memilik tujuan ideal, media penyiaran televisi tetap meintikberatkan aspek-aspek komersial melalui berbagai kebijakan yang terkait produksi program tersebut.

This research will explore the phenomenon of the commercialization of sports in the broadcast media, especially television. Furthermore, this research willstudy the concept of commercialization in relation to the production of sports, especially badminton which was broadcasted live on Kompas TV. This study will also examinepolicies of a commercial media in the realm of private broadcast media industry in Indonesia. To study this, the researcher used a commercialization policy and economic perspective to determine the behavior of institution related to television?s sports program production. The results of this study indicate the interesting fact that the broadcasting media, television though it has an ideal goal but essentially keep doing commercialization through a variety of policies related to the production of the program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64893
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wininta Febri Handayani
"Penelitian ini terfokus pada fenomena program tayangan di delapan televisi swasta yang mengandung materi seksual. Materi seksual merupakan isi dari materi pornografi. Pornografi merupakan salah satu hal tertua yang ada di dunia ini. Sejak dahulu segala sesuatu yang dibalut dengan materi seksual selalu mengundang ketertarikan sekaligus perdebatan. Memasuki tahun 2002, persaingan antar stasiun televise swasta semakin tajam, terutama dalam hal memperebutkan share audience dan slot iklan komersial. Menyikapi hal ini, media televise melihat materi seksual sebagai pemikat yang sangat ampuh untuk meraih penonton dalam jumlah besar. Selain itu hal-hal yang bersentuhan dengan materi seksual akan selalu up to date dan terus dikonsumsi oleh masyarakat, walaupun dalam skala yang berbeda.
Program tayangan malam yang dimulai pukul 18:00 WIB hingga 03:00 WIB, memiliki kandungan materi seksual yang sangat kental, Beberapa mempertontonkan adegan bermaterikan seksual dalam bentuk yang vulgar, kendati sebagian lagi hanya diekspose samara-samar. Namun pada dasarnya tetap dapat menimbulkan rangasangan seksual dan mengundang birahi. Program tayangan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah program tayangan yang telah ditentukan peneliti dengan menggunakan teori purposive random sampling di delapan stasiun televisi swasta Indonesia yaitu RCTI, SCTV, Indosiar, TM, Trans TV, ANTV, TV7, dan Lativi, yang dimulai pukul 18:00 WIB hingga 03:00 WIB.
Peneliti melihat ada keterkaitan hubungan antara iklim persaingan antar stasiun televisi swasta dalam memperbutkan share audience dan iklan komersial dengan banyaknya frekuensi pemunculan materi seksual di delapan stasiun televisi swasta tersebut. Semakin banyak frekuensi pemunculan materi seksual pada sebuah tayangan, maka semakin tinggi pula share audience dan slot iklan komersial yang diperoleh sebuah stasiun televisi swasta. Oleh karena itu saat ini tayangan bermaterikan seksual marak kita saksikan di layar televisi.
Materi seksual yang digunakan sebagai alai ukur adalah materi seksual yang diambil peneliti dari Lembaga Sensor Film (LSF). Sehingga yang diukur pada saat pencatatan atau koding adalah pemunculan materi-materi seksual tersebut pada seluruh tayangan yang dijadikan sampel.
Peneliti mengaitkan frekuensi pemunculan tersebut dengan tingkat share audience dan jumlah slot iklan komersial tayangan yang bersangkutan dengan batasan materi seksual yang telah dijelaskan pada Bab IV. Ini ditujukan untuk memperoleh deskripsi pemunculan materi seksual secara detail di delapan stasiun televisi swasta tersebut.
Pengolahan data menggunakan SPSS versi 11.0 dan hasilnya peneliti menemukan bahwa korelasi atau hubungan antara frekuensi pemunculan materi seksual dengan share audience dan jumlah slot iklan komersial menghasilkan hubungan yang signifikan dan positif nmun cukup lemah.
Kesimpulan yang diambil peneliti adalah bahwa jika frekuensi pemunculan materi seksual tinggi atau banyak tidak selamanya akan menyebabkan share audience dan slot iklan komersial meningkat karena ada beberapa ha! lain yang mempengaruhi kedua hal tersebut, misalnya jam tayang dan tema tayangan. Namun bagaimanapun juga program tayangan yang dibalut dengan materi seksual selalu menarik perhatian penonton dan mendapatkan slot iklan yang cukup besar. Sehingga program tayangan dengan materi seksual yang kental tidak akan pernah dilewatkan penonton kapanpun jam tayangnya dan apapun temanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hofmann, Ruedi
Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia, 1999
384.55 HOF d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"A presentation of kerajaan sahuris a replacement program of Sahur Yuk Sahur, is one of the top programme at rans TV in Ramadhan 2006. The programme that has an empire embience pack in modern and traditional is interesting to discuss in the media sociology point of view. This paper discuss about the impact of the programme."
NIJUDKV
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Erica L.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006
384.55 PAN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cauzsa Citra Pratama
"ABSTRAK
Wawancara mendalam dilakukan kepada penggemar sepak bola dari rentang umur 12-35 tahun yang menghasilkan sebuah ide untuk membuat sebuah prototype program televisi tentang sepak bola berformat game show. Game show ?Gila Bola? ingin menampilkan berbagai permainan yang melibatkan dua kelompok suporter klub sepak bola yang bernaung di Indonesia. Permainan yang berhubungan dengan sepak bola dengan beberapa pengembangan, menyajikan tips & trik mengenai teknik bermain bola yang baik, serta obrolan menarik dengan pesepakbola profesional. Program ini memiliki durasi total selama 60 menit. Salah satu hal unik ?Gila Bola? adalah set-nya yang berada di luar ruangan dengan dipenuhi oleh properti yang menarik. Program ini bertujuan agar menumbuhkan kecintaan kepada sepak bola di tanah air, sehingga menciptakan sportifitas, saling menghargai antar sesama suporter dan antara suporter dengan masyarakat, memberikan rating-share yang tinggi, serta mendidik para pemirsanya. Program ini akan disiarkan secara live on tape setiap hari Minggu Pukul 14.00 WIB di stasiun televisi Global TV. Biaya produksi ?Gila Bola? untuk episode pertamanya diperkirakan mencapai Rp.186.360.000.

ABSTRACT
Depth interviews were carried out to football fans of the age range 12-35 years with an idea to create a prototype television program about soccer game show format. Game show "Gila Bola" want to display a variety of games involving two groups of football supporters clubs in Indonesia. Game related to football with some development, presents tips & tricks on playing the ball a good technique, as well as interesting conversation with a professional footballer. The program has a total duration of 60 minutes. One of the unique seliing point of "Gila Bola" is the set on the outdoor filled with interesting properties. The program aims to creates love for football in Indonesia, thus creating sportsmanship, mutual respect among fellow supporters and the supporters with the community. As well as giving a high rating-share and educate viewers. This program will be broadcast live on tape every Sunday At 14:00 pm on Global TV television station. Cost of production of "Gila Bola" for the first episode is estimated to reach Rp.186.360.000."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Ariane
"Segmen anak menempati posisi nomor dua setelah ibu-ibu. Tetapi sayangnya kualitas tayangan anak sangatlah tidak memadai. Sebagian besar tayangan anak bahkan sebenarnya tidak cocok ditonton oleh anak-anak. Ini merupakan masalah besar dalam industri televisi. Sebenarnya pihak pengelola televisi memiliki peranan besar dalam hal ini, khususnya kebijakan penayangan. Hal ini terkait bagaimana pengelola televisi melihat segmen anak. Kini, sebagian besar pengelola televisi melihat anak sebagai peluang mendapatkan keuntungan. Padahal, anak merupakan segmen yang khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang khusus.
Penelitian ini menggambarkan bahwa pengelola televisi masih kurang kepeduliannya terhadap hak anak untuk mendapatkan tayangan yang berkualitas. Anak harus mendapatkan tayangan yang berkualitas yang ditayangkan pada waktu yang tepat tanpa diselingi iklan-iklan yang membuat mereka konsumtif. Unsur-unsur tersebut seharusnya tercantum pada kebijakan tayang di setiap stasiun televisi.
Dalam kebijakannya, pengelola televisi tidak memikirkan bahwa kualitas tayangan adalah diatas segalanya dalam hal pemilihan suatu program. Mereka lebih menggunakan rating sebagai penentu kualitas suatu tayangan. Padahal seharusnya untuk tayangan anak, rating tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat ukur kualitas suatu program. Hal ini karena anak merupakan pemirsa yang khusus.
Kondisi tayangan anak seperti sejalan dengan apa yang diungkapkan Oliver Boyd-Barret yang menyatakan bahwa media komersial harus memenuhi kebutuhan pengiklannya serta sebagai audience-maximizing product (seperti seks dan kekerasan). Fairclough juga mengatakan bahwa media komersial merupakan profit making organization, dimana mereka menjual pemirsanya kepada pengiklan. Pengelola televisi cenderung menayangkan tayangan yang menguntungkan. Mereka memilih tayangan dengan rating tinggi walaupun secara kualitas isi buruk. Rating bagaikan dewa dalam dunia pertelevisian.
Kebijakan televisi swasta tidak mencerminkan kepedulian mereka terhadap anak. Dalam prakteknya pun banyak tayangan yang secara isi tidak sesuai untuk anak serta ditayangkan pada waktu yang tidak tepat untuk anak menonton. Banyaknya iklan yang menyisipi setiap tayangan juga merupakan hal yang memprihatinkan.

The segment of children is placed in the second after the women. But, unfortunately, the quality of the television programs for children is bad. Most of the television programs for children actually are not suitable for them. This is a big problem in television industry. Broadcasters' policy have big role. It is depend on, how they take the segment of children. Now, all broadcasters think that children are money. Actually, broadcaster should think that children are different from other segments. They have special need.
This research tells us that broadcasters do not care about children right. Children have right to get good quality of program in the right time and without any commercials that make them consumptive. That is a must. Broadcasters should provide children good quality of program.
In their policy, broadcasters do not think that the quality of the program is the most important than anything. They always use ratings as a tool to decide the quality of the program. It should not like that, because children are different.
The children's television program condition likes what Oliver Boyd-Barret in Media, Power and Knowledge said that commercial media organizations must cater to the needs of advertisers and produce audience-maximizing product (hence the heavy doses of sex and violence content). Fairclough said that the commercial broadcasting are pre-eminently profit making' organization, they make their profits by selling audiences to advertisers. Broadcasters make only profitable program. They choose only high ratings program, although the quality is bad. Rating is a god in television industry.
Broadcasters' policies tell us that they do not care that the quality is bad or the program is in a wrong time. Broadcaster should think that the programs have to be displayed in the right time and the commercials too.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cut Triana Dewi
"Kompetisi dalam industri media massa di Indonesia, khususnya televisi semakin ketat. Hal ini disebabkan karena munculnya semakin banyak stasiun televisi baru. Khalayak yang merupakan sumber pemasukan yang sangat berarti bagi media massa, tentu semakin diperebutkan. Dan semua stasiun televisi yang ada saat ini, berdasarkan data dari Media Scene, ada tiga stasiun yang lebih menonjol dibanding yang lainnya yaitu RCTI, SCTV, dan Indosiar. Ketiganya juga memiliki segmen pemirsa dan jenis program acara yang hampir sama. Kemampuan ketiganya dalam memenuhi kebutuhan pemirsa akan menentukan stasiun mana yang lebih unggul.
Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat pola penggunaan media oleh pemirsa, jenis kepuasan yang dicari pemirsa, serta kepuasan yang mereka peroleh, juga tingkat persaingan diantara ketiga stasiun televisi tersebut dalam memenuhi kebutuhan pemirsanya. Kepuasan yang diperoleh pemirsa diibaratkan sebagai "niche" atau celung yang menjadi keunggulan satu stasiun televisi dibanding yang lainnya.
Ada dua landasan teori yang digunakan yaitu Uses And Gratification dan Niche Theory. Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sahid angkatan 1998, 1999, dan 2000 yang berjumlah 78 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah single cross sectional survey. Untuk melihat perbedaan tingkat kepuasan yang diperoleh pemirsa, digunakan metode analisa varians satu jalan (Oneway Anova).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga stasiun televisi lebih banyak ditonton oleh pemirsa dari kategori light viewer. RCTI lebih mendapat perhatian untuk acara musik, drama, film sari lepas, program kebudayaan dan berita dalam negeri. Indosiar lebih menarik penonton pada program komedi, kuis, dan olah raga. Sedang SCTV hanya mendapat perhatian pada program berita luar negeri. Dua kebutuhan yang sangat dicari oleh khalayak dalam menggunakan media adalah terhibur dan relaks-santai.
Hasil analisa oneway anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kepuasan yang diperoleh dari masing-masing kelas penonton. Juga tidak terdapat perbedaan tingkat kepuasan yang diperoleh pemirsa pada ketiga stasiun televisi. Pemirsa menganggap ketiganya memiliki kemampuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa tingkat persaingan diantara RCTI, SCTV, dan Indosiar sangat tinggi karena ketiganya memperebutkan satu celung yang sama. Tidak ada celung khusus yang membuat satu stasiun lebih unggul dari yang lainnya.

Competition in mass media industry in Indonesia, specially, for television is more tightly. It is caused by the more emerging new television stations. Significantly, of courses the audiences (television watchers) as inputs more he cared with. Currently, for all existing television stations based on data from Media Scene, there are three remarkable stations than others, those are RCTI, SCTV, and Indosiar. Three those are having almost similar market segment and programs. The capability of them to satisfy their audiences will determine which station brand is leader.
The objective of this study is to see the pattern of mass media usage by audiences, the gratification sought by the audiences, and the gratification they obtained, as well as competition degree among those three stations in satisfying its audiences needs. The satisfaction they need is resembled as `niche' to be one leading television station than others. There are two theories being used : Uses and Gratification and Niche Theory.
Sample of this research is students in major Communication Science of Sahid University from generation 1998, 1999 and 2000. The total sample is 78 students. The used research method is single cross sectional survey. To see the differences on satisfaction level of audiences had been applied one way analysis of variance (One Way Anova).
This research result had indicated that more numerously, all three stations had been watched by the audiences from light viewer category. RCTI more having attention from programs of music, drama, non serial film, culture and domestic news. Indosiar that of comedy program, quiz, and sport. Whereas, SCTV that of foreign news. Two necessities being wanted by audiences in using mass media is feeling enjoy and relax.
Significantly, analysis result of one way Anova had indicated there is no difference on satisfaction being obtained by each audience category. Neither found the difference of satisfaction level obtained by audiences of all three television stations. The audiences had supposed that those three television stations having same capability in satisfying their needs. Hence, we may say that competition degree among RCTI, SCTV and 1ndosiar is very high because they should win one similar niche. There is no special niche making one station is leader than others."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>