Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164096 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Trimurti Parnomo
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian: Uji hambatan hemaglutinasi (HH) merupakan salah satu uji serologi yang secara luas dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap virus dengue baik sebagai konfirmasi diagnosis atau untuk tujuan serosurvei. Mengingat bahwa penyediaan antigen baku yang dipakai untuk uji ini secara teknis tidak mudah dilakukan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka dicoba. untuk mencari sumber antigen alternatif dari media biakan sel yang diinfeksi virus dengue tipe 2 (DV-2). Penelitian ini dilakukan terhadap 3 macam biakan sel yaitu sel BHK klon 21, sel Aedes albopictus klon C6/36 (C6/36) dan sel Aedes pseudascutella ris klon 61 (AP61). Untuk meningkatkan titer antigen yang terbentuk, maka dicoba menambahkan deksametason dan DMSO ke dalam media, disamping itu dilakukan juga presipitasi dengan PEG 6000. Selanjutnya reaktifitas dari antigen alternatif tersebut dibandingkan dengan antigen baku terhadap 62 pasang serum tersangka penderita demam berdarah dengue (DBD) dan 30 serum normal secara uji HH.
Hasil dan kesimpulan : Antigen (hemaglutinin) yang diproduksi oleh biakan eel AP61 dan C6/36 mempunyai titer yang lama tinggi. Penambahan deksametason 10-5M ke dalam media tanpa serum dapat meningkatkan titer hemaglutinin yang secara statistik tidak berbeda bila dibandingkan dengan titer yang berasal dari media yang mengandung serum dengan atau tanpa deksametason. Hasil uji HH menunjukkan, bahwa titer antibodi terhadap antigen alternatif yang telah dipresipitasi dengan PEG 6000 tidak berbeda bila dibandingkan dengan titer antibodi terhadap antigen baku. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antigen alternatif dapat dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus dengue secara uji HH.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan demam dan perdarahan. Selain itu terdapat efusi pleura yang diduga karena peningkatan permeabilitas vaskular. Berdasarkan tanda tersebut, diduga disfungsi endotel memegang peranan dalam patogenesis demam berdarah dengue.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pada demam berdarah dengue terjadi disfungsi endotel dengan memeriksa kadar sVCAM-1, von Willebrand factor dan petanda aktivasi koagulasi yaitu D dimer. Di samping itu ingin diketahui apakah ada hubungan antara petanda disfungsi endotel dengan beratnya penyakit. Desain penelitian ini potong lintang, kelompok kasus terdiri atas 31 penderita DBD dan kelompok kontrol terdiri atas 30 penderita demam bukan DBD. Kadar sVCAM-1 diperiksa dengan cara ELISA, vWF dengan cara enzyme linked fluorescent assay (ELFA) dan D-dimer dengan cara sandwich enzyme immunoassay.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar sVCAM-1 pada kelompok DBD dan kelompok kontrol berturut-turut adalah 1323 ng/mL dan 1003 ng/mL, sedangkan simpang bakunya berturut-turut 545 ng/mL dan 576 ng/mL. Rerata kadar vWF pada kelompok DBD dan kontrol berturut-turut 284% dan 327%, dengan simpang baku berturut-turut 130% dan 141%. Kadar sVCAM-1 tidak berkorelasi dengan jumlah trombosit, kadar albumin, kadar D dimer dan beratnya penyakit. Terdapat korelasi lemah antara kadar vWF dengan D dimer dan beratnya penyakit. ( r = 0,472 dan r = -0,450).
Kesimpulan: Hasil pemeriksaan sVCAM-1, vWF dan D dimer menunjukkan bahwa pada DBD terjadi disfungsi endotel. Namun tidak ada hubungan antara sVCAM-1 dengan beratnya penyakit, hanya ada hubungan yang lemah antara vWF dengan D dimer maupun beratnya penyakit.

Endothelial Dysfunction in Dengue Hemorhagic Fever. Dengue hemorrhagic fever (DHF) is characterized by fever, bleeding, and pleural effusion which may be caused by increased vascular permeability. Based on these findings it is assumed that endothelial dysfunction plays a role in the pathogenesis of DHF.
The aims of this study was to know whether endothelial dysfunction occurs in DHF by measuring sVCAM-1, vWF, and D dimer. The relationship between endothelial dysfunction and severity of the disease would also be analyzed. This was a cross sectional study which involved 31 DHF patients and 30 non DHF fever patients as control group. The level of sVCAM-1 was determined by ELISA method, vWF by enzyme linked fluorescent assay , and D dimer by sandwich enzyme immunoassay.
The results indicated that mean of sVCAM-1 level in DHF group and control group were 1323 ng/mL and 1003 ng/mL, while standard deviation (SD) were 545 ng/mL and 576 ng/mL respectively. The mean of vWF level in DHF group and control group were 284% and 327%, with SD 130% and 141% respectively. The level of sVCAM-1 did not correlate with platelet count, albumin level, D dimer level and severity of disease. There was a weak correlation between vWF level with D dimer and severity of disease ( r = 0,472 and r = -0,450 ).
Conclusion: The results of this study indicate that endothelial dysfunction occurs in DHF, but there is no correlation between sVCAM-1 with severity of disease, only a weak correlation between vWF with D dimer and severity of disease is found."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fadila Asmaniar
"Dalam beberapa tahun terakhir, Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi isu utama di antara masalah kesehatan di seluruh dunia. DBD adalah infeksi nyamuk yang bermanifestasi dalam berat penyakit seperti flu, dan mungkin berkembang menjadi komplikasi yang berpotensi mematikan yang disebut Dengue Syok Syndrome. Dengue sering ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis di seluruh dunia, terutama di daerah perkotaan dan semi-perkotaan. Dalam konkordansi untuk metode diagnostik dan pengembangan vaksin, variasi genetik terjadi. Di sini dianalisis genom 2 DENV menggunakan perangkat lunak Gentyx dalam rangka untuk mencari tahu apa genotipe dari DENV 2 serotipe.
Penelitian ini mengambil desain studi cross sectional di Jakarta 2010. Sampel diambil dari pasien DBD yang serum diuji dengan RT-PCR sebagai standar emas untuk mengkonfirmasi apakah pasien menderita DBD atau tidak. Sampel populasi dicurigai pasien DBD dari 5 kota di Jakarta dengan usia mereka mulai dari 14 sampai 60 tahun.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi karakteristik pasien dengue dan genotipe virus dengue. Selain itu, kami merancang primer untuk memperkuat dan mensekuens genom virus dengue galur Indonesia.
Hasilnya menunjukkan bahwa perempuan memiliki jumlah yang sedikit lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan DBD telah dikonfirmasi. DENV 2 ditemukan menjadi serotipe yang paling beredar di Jakarta. Selanjutnya, 14 sampai 20 tahun adalah kelompok paling dominan di antara semua kelompok umur. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih dari DENV 2 di Indonesia yang menggunakan cakupan yang lebih luas dari provinsi dan angka sampel yang lebih banyak.

In the past few years, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) has been a major issue among the worldwide health problems. DHF is a mosquito-borne infection that manifests in severe flu-like illness, and it might progress to a complication potentially leading to mortality termed as Dengue Shock Syndrome. Dengue is a frequent virus in tropical and sub-tropical regions, especially in urban and semi-urban areas. In concordance with diagnostic methods and vaccine development, genetic variation takes place. In this study we analyze the DENV 2 genome using Gentyx software in order to find out what the genotypes of DENV 2 serotypes are.
This research was designed in cross sectional study, taking place in Jakarta 2010. The samples were taken from DHF patients whose blood serum was tested by RT-PCR. The population sample were suspected DHF patient from 5 cities in Jakarta with their ages ranging from 14 to 60 years old. The study is conducted to evaluate the dengue patient's characteristics and genotype of dengue viruses. Moreover, we designed the primer to amplify and sequence Indonesian strain dengue virus genomes.
The result demonstrated that women have slightly higher numbers of confirmed DHF than male. DENV 2 is found to be the most circulating serotype in Jakarta. In addition 14 to 20 years old was the mot predominant among all of age groups. It was suggested to conduct more research of DENV 2 in Indonesia using wider coverage of province and also larger numbers of samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Tita Indriasti
"Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita DBD tertinggi di dunia. Riset ini bertujuan mengidentifikasi genotipe virus dengue serotype 4 yang beredar di Indonesia, khususnya Jakarta, pada tahun 2010. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui serotipe dengue yang beredar di Jakarta. Riset dengen metode cross-sectional ini melibatkan 100 sampel yang selanjutnya dibagi berdasarkan hasil konfirmasi RT-PCR, seks, usia dan daerah domisili. Prevalensi tertinggi ditemukan pada usia umur 14-20 tahun dan pasien yang bertempat tinggal di Jakarta Timur. Sedangkan, ratio penderita antara wanita dan pria tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Selain itu, dengan menggunakan software Genetyx, dapat diketahui bahwa genotipe yang bersirkulasi di Jakarta adalah tipe II. Selanjutnya, pembuatan primer dilakukan dengan program Primer Designer yang bertujuan untuk memperbanyak dan men-sequence whole genome dari DENV 4. Pada saat ini, data mengenai epidemiologi molekular terhadap infeksi dengue masih terbatas. Oleh karena itu, studi seperti ini penting untuk ditingkatkan agar tersedia informasi yang lebih lengkap mengenai genotipe yang beredar di Jakarta. Sebagai tambahan, penelitian semacam ini juga perlu dilakukan di daerah lain di Indonesia karena adanya variase genetik oleh virus dengue itu sendiri.

Over the past few decades, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) has become a global health problem. Indonesia is the one of the countries with highest cases in the world. This research is aimed to identify the genotype of serotype 4 in Indonesia, particularly in Jakarta, in the year 2010. The other objectives are to recognize the characteristic of dengue patients and to design primer for dengue serotype 4. This cross-sectional study involved 100 respondents who were later on categorized based on RT-PCR confirmation result, gender, age and domicile. The highest prevalence was found among patients of 14-20 years old and those who lived in East Jakarta. The predominant serotype circulating in Jakarta was DENV 2. Furthermore, by using Genetyx software, the genotype of serotype 4 circulated in Jakarta in 2010-2011 was type II. Next, whole genome of DENV 4 amplification and sequencing was carried out by using Primer Designer program. At present, the data about molecular epidemiology of dengue infection in Jakarta is still limited. Therefore, it is important to conduct other studies in this field in order to provide more complete information about genotype circulating in Jakarta. Furthermore, similar studies should be carried out in other areas in Indonesia to discover the other genotypes as the viral genetic may vary in different places."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Budi Utomo
"Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue telah menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Pengobatan baru bersifat antiviral yang menghambat aktivitas enzim yang berperan dalam replikasi di dalam tubuh sangat dibutuhkan saat ini. NS5 metiltransferase merupakan salah satu protein non struktural virus dengue yang diketahui dapat menjadi target inhibitor antiviral. Penelitian ini bertujuan menapis peptida siklis komersial yang dapat digunakan sebagai inhibitor NS5 metiltransferase virus dengue melalui molecular docking dan simulasi molecular dynamics.
Screening dilakukan melalui metode molecular docking berdasarkan nilai ΔGbinding. Stabilitas kompleks enzim-ligan dianalisis dengan simulasi molecular dynamics. Screening 300 peptida siklis komersial didapatkan ligan terbaik untuk masing-masing sisi ikatan SAM dan RNA-cap NS5 metiltransferase yaitu [Tyr123] Prepro Endothelin (110-130),amide,human dan Urotensin II, human berdasarkan nilai ΔGbinding, molecular weight (MW) dan uji ADME-Tox.
Hasil simulasi molecular dynamics menunjukan bahwa kedua ligan dapat mempertahankan interaksi dengan residu sisi aktif target. Ligan [Tyr123] Prepro Endothelin (110-130),amide,human dapat mempertahankan kestabilan konformasi kompleks enzim-ligan pada 310 K dan 312 K. Sedangkan ligan Urotensin II, human lebih reaktif pada 312 K dibandingkan pada 310 K. Oleh karena itu, kedua ligan dapat dijadikan kandidat inhibitor potensial untuk NS5 metiltransferase virus dengue.

Disease caused by dengue virus infection has become a major health problem in the world. New treatment is antiviral which inhibits the activity of enzymes that play a role in replication in the body is needed at this time. NS5 methyltransferase was one of dengue virus non-structural proteins which were known to be a target of antiviral inhibitors. This research aims to screen commercial cyclic peptides that was used as inhibitors of dengue virus NS5 methyltransferase by molecular docking and molecular dynamics simulation.
Screening was done through molecular docking method based on the value of ΔGbinding. Stability of complex enzyme-ligand were analyzed by molecular dynamics simulation. Screening of 300 commercial cyclic peptide obtained best ligand for SAM and RNA-cap binding site of NS5 methyltransferase recpectively based on ΔGbinding value, molecular weight (MW) and ADME-Tox test.
Result of molecular dynamics simulation show that both of the ligand can maintain interaction with the active site residues of target. Ligand [Tyr123] Prepro Endothelin (110- 130),amide,human can maintain stable conformation of complex enzyme-ligand at 310 K and 312 K. Meanwhile, ligand Urotensin II,human more reactive at 312 K than at 310 K. Therefore, both ligands can be used as a potential inhibitor candidates for NS5 methyltransferase of dengue virus.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42917
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Nita Sumadya
"Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegepty. Penyakit ini disebabkan oleh 4 serotipe virus yang berbeda, yaitu DENV 1, DENV 2, DENV 3, dan DENV 4. Salah satu penanggulangan penyebaran demam berdarah adalah dengan melakukan vaksinasi. Vaksin Dengvaxia merupakan vaksin penanggulangan demam berdarah terbaru yang diperuntukkan untuk seseorang yang pernah terinfeksi DBD dari suatu serotipe virus sedemikian sehingga vaksin tersebut dapat mencegah seseorang terinfeksi DBD untuk kedua kalinya dengan serotipe virus yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini mengkonstruksi model penyebaran penyakit demam berdarah dengan menggunakan dua serotipe virus dan intervensi vaksin Dengvaxia. Dari analisis model didapat empat titik keseimbangan, salah satu di antaranya merupakan titik keseimbangan bebas penyakit, sedangkan tiga titik keseimbangan lainnya menampilkan kondisi endemik dari serotipe tunggal masing-masing virus dan koeksistensi kedua serotipe. Bilangan reproduksi dasar (R0) dan eksistensi titik keseimbangan disajikan secara analitik, sedangkan kestabilan titik endemik ditampilkan secara numerik. Berdasarkan hasil simulasi numerik, dapat diketahui bahwa intervensi vaksin Dengvaxia berperan dalam mengurangi jumlah infeksi kedua dari penyakit Demam Berdarah Dengue.

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an infectious disease caused by 4 serotype of viruses, namely DENV 1, DENV 2, DENV 3, and DENV 4. One way to prevent the spread of dengue fever is by vaccination. Dengvaxia vaccine is the latest dengue fever control vaccine intended for someone who has been infected with DHF from a virus serotype so that the vaccine can prevent someone from being infected with DHF a second time with a different virus serotype. Therefore, this study constructs a model for the spread of dengue fever by using two virus serotypes and the intervention of the Dengvaxia vaccine. From the analysis of the model, four equilibrium points were obtained, one of which is a disease-free equilibrium point, while the other three equilibrium points represent the endemic conditions of a single serotype of each virus and the coexistence of the two serotypes. The basic reproduction number (R0) and the existence of the equilibrium point are presented analytically, while the stability of the endemic point is presented numerically. Based on the numerical simulation results, it can be seen that the Dengvaxia vaccine intervention plays a role in reducing the number of second infections from Dengue Hemorrhagic Fever.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hotmedi Listia Doriana
"Penyebaran demam berdarah dengue (DBD) Asia Tenggara semakin luas. Tiga negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Myanmar dan Thailand merupakan negara yang termasuk tingkat endemisitas kategori A. (WHO. 2006). Walaupun terapi DBD sudah banyak berkembang, masih terdapat pasien yang pada awal perawatan termasuk derajat I, II berkembang menjadi tejadi renjatan dilaporkan sebanyak 20%- 40% (Gubler. l998). Oleh karena itu, untuk mencapai target CFR di bawah 1% Indonesia perlu meningkatkan manajemen diagnosis klinis dan laboratorium di masa yang akan datang (Depkes. 2004).
Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement (ADB) (Gubler. 1997). Penelitian sero epidemiologi yang dilakukan Haalstead dkk selama tahun 1960 menimbulkan sangkaan ada hubungan antara infeksi sekunder dengan peningkatan risiko menderita DBD sehingga Haalstead 1988 mengatakan bahwa infeksi sekunder oleh virus dengue kasusnya menjadi lebih berat dibandingkan infeksi primer. Teori ini sampai sekarang masih menjadi kontroversial.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis infeksi terhadap kejadian syok sindrom dengue (SSD) di rumah sakit. Desain penelitian ini adalah studi kasus kontrol, dengan perbandingan 1:3 menggunakan data sekunder bersumber dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan diperoleh dari bagian anak dan penyakit dalam di tiga rumah sakit yaitu : Koja di DKI Jakarta, dr. Kariadi Semarang Jawa Tengah dan dr. Pirngadi Medan Sumatra Utara. Populasi studi berjumlah 96 (24 kasus dan 72 kontrol) adalah pasien yang telah didiagnosa DBD. Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat dan multivariat dengan uji chi square (x2) dan multivariat dengan analisis multiple logistik regresi ganda.
Hasil analisis bivariat penelitian ini tidak cukup bukti adanya hubungan infeksi sekunder dengan kejadian SSD (OR=l,O86 pada 95% CI: 0,350 - 3,364). Demikian juga tidak cukup bukti adanya hubungan jenis kelamin laki-laki dengan kejadian SSD (OR=1,321 pada 95% CI: 0,523 - 3.337). Umur <= 8 tahun mempunyai risiko terpapar SSD 2,6 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=2,600 pada 95% CI: l.004-6,739). Status gizi lebih mempunyai risiko terpapar SSD 1,7 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=l,706 pada 95% CI: 593-4,905). Trombosit lebih berisiko SSD 5,163 kali dibandingkan dengan yang tidak SSD (crude OR=5,l63 pada 95% CI: l,l 18-23.844). Hematokrit mempunyai risiko terpapar DSS 4,545 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=4,545 pada 95% Cl: 1,696-l2,18l). Perdarahan mempunyai risiko terpapar SSD 4,896 kali dibandingkan yang tidak SSD (crude OR=4,896 pada 95% CI: 1,814-l3,21l).
Hasil multivariat bahwa infeksi sekunder tidak berhubungan dengan kejadian SSD (adjusted OR=1,086 pada 95% CI: 0,350 - 1364) tanpa pengaruh confounding atau efek modifier dari kovariat yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyarankan kepada rumah sakit perlu lebih berhati-hati/waspada pada penderita DBD usia anak dengan status gizi baik agar tidak jatuh ke dalam kondisi yang semakin parah; early diagnostic bagi tersangka/penderita DBD agar mendapat penanganan yang lebih tepat maka rumah sakit dapat menggunakan Rapid Dengue Test (RDT) bila rumah sakit tidak melakukan pemeriksaan Hemaglutinasi Inhibisi mengingat pemeriksaan ini membutuhkan 2 sampel darah fase akut dan konvalense; diharapkan hasil pemeriksaan Hemaglutinasi Inhibisi dikirim ke Dinas Kesehatan dan Departemen Kesehatan guna data sero epidemiologi di Indonesia. Kepada pembuat kebijakan untuk memperkuat jejaring dengan rumah sakit dan laboratorium (regional) sehingga mendapatkan data hasil laboratorium yang sangat penting sebagai data dasar perencanaan program.

Spreading of dengue hemorrhagic fever (DHF) in South-East Asia increasing widely. Indonesia. Myanmar, and Thailand are three countries which have endcmisity rank of A category (WI-IO. 2006). Although DHF therapy has been improved a lot, in the first treatment still there is patient placed in I, II degree growing up to shock has been reported a number of 20%-40% (Gubler. 1998). Therefore, Indonesia has to intensify clinical diagnostic management and laboratory in the future to achieve the target of CFR under 1% (Depkes. 2004). Two theories applied to explain change of pathogenesis of DBD and SSD are secondary infection hypothesis (theory of secondary heterologous infection) and hypothesis of antibody dependent enhancement (ADE) (Gubler. 1997). Research of sero epidemiology done by Haalstead and friends during of year 1960 make a presumption of relation between secondary infection and increasing of suffering DHF forward Haalstead 1988 said that secondary infection caused by dengue virus became more severe than primer infection. Until now this theory is still controversial.
This study aim to investigate of the effect of type of infection to case of dengue shock syndrome (DSS) in hospital. Design of this research is control case study, with comparison 1:3 using secondary data stems from Board-of Research and Health Development of Health Department taken from department of pediatric and interna at three of hospital that are Koja in DKI Jakarta, dr. Kariadi in Semarang Center of Java and dr. Pirngadi in Medan - North Sumatra. Study of population of patient diagnosed IJHF are amount of 96 (24 cases and 72 controls). Analysis used are bivariat and multivariate analysis with chi square test (x2) and analysis of logistic multiple logistic of double regretion for multivariate.
Result of bivariat analysis is less evidence of correlation between secondary infection and case of DSS (OR=l ,086 at 95% Cl: 0,350-3,364). Likewise less of between male gender (0R=l,32l at 95% CI: 0,523-3337). Age 5 8 years old is more risk of DSS suffering 2,6 times than who not DSS (crude OR=2,60O at 95% Cl: 1.004-6,739). Nutrient status is more risk of 1,7 times than (crude 0R= l,706 at 95% CI: 593- 4_905). Trombocyte is more risk of 5.163 times than (crude OR=5,l63 at 95% Cl: l.l I8-23,844). Hematocryte gets more risk of 4,545 times than (crude OR=4,545 at 95% Cl: l_696-l2,l8l). Bleeding is more risk of 4.896 times than (crude OR=4,896 at 95% Cl: l,8l4-13,21 1).
Result of multivariate shows that there is not correlation between secondary infection and case of DSS (adjusted ORHI ,086 at 95% CI: 0,350-3,364) without confounding and modifier effect from kovariat investigated. Based on the result of this research author offer suggestion to hospital to be carefully to DHF patient of good nutrient status child age in order not to get more risk severely; early diagnostic for DHF suspected/patient need to be treated correctly using Rapid Dengue Test (RDT) in case of hospital not doing inspection Hernaglutinacy Inhibition correspond to this inspection needed 2 samples of acute phase blood and konvalense; it‘s supposed inspection result of Hemaglutinacy Inhibition given to Health Agency or Health Department for sero epidemiology need in Indonesia. For the policy maker to make a great networking with other regional hospital and laboratory in order to get data of important laboratory result as a basic data of program planning.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T33964
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Situngkir, Novita Mariana
"Di dalam tesis ini dibahas model matematika untuk mengontrol penyebaran penyakit demam berdarah dengan intervensi insektisida. Intervensi insektisida dimaksudkan untuk menekan jumlah nyamuk dewasa. Namun, efek samping dari intervensi ini dapat mengakibatkan resistensi pada tubuh nyamuk sehingga menjadi kebal terhadap insektisida tertentu. Dari model matematika yang terbentuk, analisa kestabilan dari state bebas demam berdarah dan state endemik demam berdarah ditunjukkan. Basic Reproduction Number yang merupakan indikator keendemikan dibahas. Dari kajian yang telah dilakukan, beberapa simulasi numerik ditunjukkan untuk menggambarkan skenario yang mungkin terjadi di lapangan.

We will discuss about the mathematical model of controlling the transmission of dengue fever if insecticide intervention conducted. Insecticide intervention is conducted to control the population of mosquitoes. However, the effect of this intervention has developed the r sistance of mosquitoes to the insecticide. From the mathematical model created, the stability analysis of free disease state and endemic disease state can be shown. The Basic Reproduction Number as the indicator of endemic will be explained. Numerical simulations show all possibility that could be happened."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aspas Aslim
"Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Jawa Barat pada tahun 1995 terjadi 3140 kasus DBD dengan Cale Fatality Rate (CFR) 3,9%. Di Kabupaten Indramayu setama 5 tahun terakhir (1992 - 1996), jumlah kasus DBD makin tinggi dan wilayah endemis DBD makin luas.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerawanan DBD di Kabupaten Indramayu, serta mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhinya. Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian dibuat rencana pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu.
Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kerawanan DBD dilakukan dengan memetakan wilayah endemis DBD tahun 1992-1996 dan menguji hubungan antara kerawanan DBD dengan kepadatan penduduk.
Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah kerawanan DBD menyebar menyusuri jaringan jalan propinsi, yang kemudian diikuti dengan penyebaran di sepanjang jalan kabupaten. Hal ini mengindikasikan adanya hubungan antara kerawanan DBD dengan mobilitas penduduk. Dengan uji X2 terbukti bahwa kepadatan penduduk berhubungan secara bermakna. dengan tingkat kerawanan DBD. Ditinjau dari segi pelayanan kesehatan, terlihat bahwa pelayanan promotif dan preventif (fogging, abatisasi, pemberantasan sarang nyamuk) untuk mengendalikan DBD masih belum memadai.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan justru setelah terjadi suatu kasus DBD, sehingga tidak berfungsi sebagai tindakan promotif dan preventif.
Disimpulkan bahwa 1). tingkat kerawanan DBD di Kabupaten Indramayu tahun 1992-1996 semakin meningkat, meskipun masih ada 68 desa yang selama 5 tahun tersebut tetap berstatus sebagai desa potensial DBD; 2). tingkat kerawanan DBD berhubungan dengan mobilitas dan kepadatan penduduk; dan 3). upaya promotif dan preventif belum dilaksanakan secara memadai, sehingga tidak menghasilkan efek promotif dan preventif.
Disarankan untuk mengupayakan pengendalian DBD dengan 3 strategi utama yaitu 1). meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat akan masalah DBD 2). meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan vektor DBD, terutama melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk; dan 3). memanfaatkan berbagai institusi kemasyarakatan yang ada untuk menggerakkan masyarakat dalam pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu.
Sebagai langkah tindak lanjut akan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyampaikan hasil analisis yang telah dilakukan kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Indramayu.
2. Membuat rencana kerja operasional yang rinci, serta mengusulkannya kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Indramayu.
3. Meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap DBD dengan memanfaatkan berbagai jalur komuikasi, yaitu radio daerah, dan pertemuan-pertemuan lintas sektoral atau R.apat Koordinasi Kabupaten yang dilaksanakan pada setiap tanggal 17.
4. Mengintensifkan dan memperluas cakupan fogging masal sebelum masa penularan (SMP) di semua desa endemis.
5. Melakukan abatisasi nasal setiap tiga bulan sekali di semua desa.
6. Mengintensifkan pelaksanaan fogging fokus segera setelah dilaporkan adanya kasus DBD.

Assessment of Dengue Hemorrhagic Fever's Endemicity at the Village Level in Indramayu District 1992-1996 and Development of Strategy and Plan of Action for Controlling Dengue Hemorrhagic Fever in Indramayu DistrictDengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the public health problems in Indonesia. In 1995, there was 3140 DHF cases in West Java with the case fatality rate of 3.9%. During the last 5 years (1992-1996) there was an increased case in Indramayu District, as well as a wider endemic areas.
This study aimed to assess the endemic of DHF in Indramayu District, and identify its potential related factors. Based on the results, a strategy and plan of action for controlling DHF in Indramayu District will be developed.
It was found that the endemic areas spread out along the province road, and followed by its spread along the district road. This result indicated that the people's mobility had some association with the DHF's endemic. The X2 tests showed a significant association between the DHF's endemic and the population density. Through a qualitative assessment, it was also found that promotive and preventive measures (fogging, abatisation, vector control) were not applied adequately, so that their function as promotive and preventive measures were not met.
It was concluded that 1). during 1992-1996 the DHF's endemic in Indramayu District was worse; 2). the DHF's endemic associated with the people's mobility and population density; and 3). promotive and preventive measures for controlling DHF's vector were not applied adequately.
It was suggested to control DHF in Indramayu District through 3 main strategies, i.e. 1). to improve the community's knowledge and awareness on DHF; 2). to improve community participation in controlling DHF's vector, and 3). to use any community's institution in controlling DHF.
Several follow up activities were planned to be done:
1. To report the result of this assessment to the governmental head of Indramayu District (Bupati).
2. To make a detail and comprehensive plan of action for controlling DHF in Indramayu District.
3. To improve the community's knowledge and awareness on DHF by using any means of communication such as district's radio and regular monthly intersectoral coordination meeting.
4. To intensify and extensity mass fogging in all endemic areas.
5. To do a mass abatisation in all villages.
6. To intensify focal fogging soon after a DHF case is reported.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"DBD masih menjadi masalah kesehatan di kota besar. DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah penderita DBD terbanyak di Indonesia. Untuk menanggulangi DBD, diperlukan gambaran kasus DBD di Kecamatan Gambir dan Sawah Besar, Jakarta Pusat pada tahun 2005- 2009 yang mencakup jumlah kasus, insidens, case fatality rate (CFR), dan puncak kejadian. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang untuk mengetahui jumlah kasus, insidens, CFR, dan puncak kejadian DBD di Kecamatan Gambir dan Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat tahun 2005-2009. Besar sampel dihitung dengan software EpiInfo, lalu diambil total sampling yang nilainya lebih besar dari perhitungan besar sampel. Variabel penelitian ini adalah status DBD yang didasarkan pada laporan oleh pelayanan kesehatan yang ada pada Sudinkes Jakarta Pusat. Didapatkan gambaran kasus DBD di Kecamatan Gambir dan Sawah Besar yang meliputi jumlah kasus, insidens, CFR, dan puncak kejadian tahun 2005-2009: terdapat kecenderungan adanya penurunan terutama pada jumlah kasus, insidens, dan CFR. Terdapat perbedaan proporsi kasus DBD berdasarkan kepadatan penduduk, namun tidak pada proporsi kasus DBD berdasarkan jenis kelamin. Terjadi pula pergeseran puncak kejadian kasus DBD.

Abstract
DHF is a health problem that still persists in major cities. DKI Jakarta is the province with the most DHF patients in Indonesia. In order to control DHF, a trend of DHF in Gambir and Sawah Besar District, Central Jakarta over the period of 2005-2009 needs to be obtained, consisting of the number of DHF cases, incidence, case fatality rate (CFR), and peak incidence of DHF. This research used cross-sectional method to acquire the number of cases, incidence, CFR, and peak incidence in both districts in 2005-2009. The number of samples was calculated using EpiInfo. Total sampling was used, the number of which was greater than the number of samples calculated earlier. The variable in this research was DHF status based on health care reports available in District Health Care of Central Jakarta. It was concluded that the trend of DHF is decreasing in Gambir and Sawah Besar District, particularly in number of cases, incidence, and CFR. There is a difference in case proportions based on population density, but none in case proportions based on sex. There is a shift of peak incidence in both districts."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>