Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181447 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widurini Djohari
"BASTRAK
Kerusakan gigi molar satu rahang atas frekuensinya Cukup tinggi dan sering disertai kelainan pulpa. Perawatan saluran akar pada gigi ini memerlukan keterampilan yang ditunjang oleh pengetahuan anatomi dan morfologi a.l. panjang gigi, bentuk penampang saluran akar, jumlah akar, jumlah saluran akar, dan letak orifis. Dalam perawatannya sering dijumpai kesulitan menentukan letak apeks, karena pedoman ukuran yang ada berdasarkan ukuran gigi orang Amerika atau Eropa. Belum ada pedoman yang berdasarkan ukuran gigi orang Indonesia.
Dari sampel 50 gigi molar satu atas yang dicabut dari klinik gigi di Jakarta, diukur panjang gigi dari masing-masing apeks akar Palatal, Mesio Bukal, Disto Pukal ke bidang oklusal dengan mikrometer. Dihitung jumlah akar, jumlah saluran akar, dan dicatat bentuk penampang saluran akar 5 mm dari apeks, dan konfigurasi letak oriifis.
Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gigi rata-rata dari apeks akar palatal 19,47 mm, dari apeks akar mesio bukal 19,14 mm dari apeks akar disto bukal 18,41 mm. Dari hasil pengamatan, semua gigi mempunyai tiga akar, dan diperoleh lebih banyak gigi dengan tiga saluran akar (98 %). Dari gambaran konfigurasi letak orifis diperoleh bentuk "7" (60 %),lebih banyak dibanding bentuk "Y" (16 %) dan bentuk "T" (18 7.). Dari pengamatan bentuk penampang saluran akar, terbanyak diperoleh bentuk bulat pada akar disto bukal (82 7.), dan bentuk Blips pada akar palatal (36 %). Selain itu diperoleh pula bentuk ginjal pada akar disto bukal (4%), dan bentuk pipih pada akar mesio bukal (14 %).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widurini D.S.
"Kerusakan gigi molar satu rahang atas frekuensinya cukup tinggi dan sering disertai kelainan pulpa. Perawatan saluran akar pada gigi ini memerlukan keterampilan yang ditunjang oleh pengetahuan anatomi dan morfologi a.1. panjang gigi, bentuk penampang saluran akar, jumlah akar, jumlah saluran akar, dan letak orifis. Dalam perawatannya sering dijumpai kesulitan menentukan letak apeks, karena pedoman ukuran yang ada berdasarkan ukuran gigi orang Amerika atau Eropa. Belum ada pedoman yang berdasarkan ukuran-gigi orang Indonesia. Dari sampel 50 gigi molar satu atas yang dicabut dari klinik gigi di Jakarta, diukur panjang gigi dari masing-masing apeks akar Palatal, Mesio Bukal, Disto Bukal ke bidang oklusal dengan mikrometer. Dihitung jumlah akar, jumlah saluran akar, dan dicatat bentuk penampang saluran akar 5 mm dari apeks, dan konfigurasi letak oriifis.
Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gigi rata-rata dari apeks akar palatal 19,47 mm, dari apeks akar mesio bukal 19,14 mm dari apeks akar disto bukal 18,41 mm. Dari hasil pengamatan, semua gigi mempunyai tiga akar, dan diperoleh lebih banyak gigi dengan tiga saluran akar (98 %). Dari gambaran konfigurasi letak orifis diperoleh bentuk (60 %), lebih banyak dibanding bentuk "Y" (16 %) dan bentuk "T" (18 %). Dari pengamatan bentuk penampang saluran akar, terbanyak diperoleh bentuk bulat pada akar disto bukal (82 %), dan bentuk elips pada akar palatal (36 7). Selain itu diperoleh pula bentuk ginjal padaakar disto bukal (4%), dan bentuk pipih pada akar mesio bukal (14 %)."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Hidayat
"ABSTRAK
Impacted mandibular molars often caused by locking of the adjacent teeth, lack of space and many other reasons. Surgical extraction used to be the first choice in treating the severely impacted molars. In this article, firstly a horizontally impacted mandibular first molar and a mandibular second molar were diagnosed radiographically. By surgical crown exposure, combined with elastic traction, the teeth can be pulled occlusally into proper position. However, a thorough observation to control the position of the impacted molars during traction is still necessary."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Latief Nitiprodjo
"Seberapa besar efek adrenalin yang terdapat pada obat anestesi lokal dalam konsentrasi 1:80.000 dan 1:200.000 terhadap denyut jantung dan tekanan darah belum begitu jelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efek kedua macam obat tersebut terhadap denyut jantung dan tekanan darah. Tiga puluh dua pasien sehat, dengan usia antara 20-40 tahun, dengan indikasi ekstraksi lebih dari satu gigi di rahang atas, merupakan subyek penelitian ini. Pada kesempatan pertama ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:80.000 dan seminggu kemudian ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:200.000. Pengamatan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, dilakukan pada saat sebelum dilakukan penyuntikan obat anestesi lokal, kemudian berturut-turut 5 menit, 10 menit, 15 menit, pada saat ekstraksi, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit setelah ekstraksi gigi. Hasil penelitian menunjukkan adrenalin pada konsentrasi 1:80.000 sedikit meningkatkan frekuensi nadi, dan meningkatkan tekanan darah, meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna (t=1,28 p<0,05, dan t=0,18 p<0,05). Rata-rata selisih perubahan frekuensi nadi, tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang disebabkan oleh kedua macam obat tersebut secara statistik berbeda bermakna pada 5 menit, 10 menit dan 15 menit setelah penyuntikan. Sedangkan pada saat ekstraksi gigi, kemudian 5 menit,10 menit, dan 15 menitsetelah ekstraksi gigi berbeda tidak bermakna, kecuali untuk tekanan diastolik masih terdapat perbedaan yang bermakna."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Ninik Tridjaja
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herniyati
"ABSTRAK
This investigation conducted to evaluate the relationships between the size of teeth and carabelli's cups from 120 students of the Faculty of Dentistry a average of age of 20 years. The data of the size teeth and the carabelli's cups of the first permanent upper molars were obtained from the upper arch printing. In addition, corresponding measure meats were also mode is the mesio-distal and bucco palatal teeth. The scores of the carabelli's cups were based on the Dalberg's classification. The results showed that the number of the teeth which had score I with grooves were high (48; 40%), then followed by score 0 (the average of mesio palatal cups) Which comprised of 44 teeth (20%), score 3 (there were depressions shaped as a small "Y" alphabet) were 19 teeth (15,83%), score 5 (there were small cups), score 6 (three were medium cups), score 2 (there were pits) and score 4 (there were depression shaped as big "Y" alphabet which each comprised of the 12 teeth (10%); 7 teeth (5,83%); 6 teeth (5%) and 4 teeth (3,33%). None of the teeth had carabelli's cup with score 7 (there were cups with big size). The results of the measurements on mesio-distal and bucco palatal teeth were variable. The smallest mesio-distal and bucco-palatal teeth were 0,20 mm and the largest were 12,80 mm. In size showed that there was a significant relationship between the teeth size and carabelli's cups which the size of carabelli's cups was always in line the teeth size."
Journal of Dentistry Indonesia, 2004
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Henri Winangun
"Perikoronitis merupakan salah satu komplikasi dari adanya gigi molar tiga bawah yang impaksi. Keadaan ini dapat berkembang menjadi infeksi yang berbahaya, bahkan fatal. Literatur mengatakan bahwa kejadian ini akibat adanya suatu trauma dari gigi antagonisnya, yang menyebabkan masuknya kuman ke dalam jaringan sehingga menimbulkan radang / infeksi. Kejadian tersebut dapat terjadi pada berbagai klasifikasi impaksi, berkaitan juga dengan faktor umur, jenis kelamin, dan kebersihan mulut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kejadian ini pada gigi molar 3 bawah impaksi sebagian sehubungan dengan ada atau tidaknya trauma gigi antagonisnya.
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional, pada semua pasien perikoronitis yang datang di poliklinik gigi RSCM, dari bulan Pebruari sampai dengan Juli 1994. Pasien pasien tersebut diperiksa dan dicatat pada form khusus penelitian, dalam kelompok umur, jenis kelamin, kebersihan mulut dan kiasifikasi impaksi.
Hasil penelitian menunjukkan ditemukan 67 pasien perikoronitis, dengan ratio laki-laki: perempuan = 2:3. Trauma akibat gigi antagonis sebanyak 48 kasus {72%) dari seluruh kasus perikoronitis. Jumlah kasus tertinggi terjadi pada kelompok umur 20 - 29 tahun, dengan kebersihan mulut sedang. Menurut klasifikasi gigi impaksinya menunjukkan bahwa pada kelas I dan II relatif hampir sama banyaknya, pada posisi A jauh lebih banyak dari pada posisi B, dan sumbu terbanyak adalah vertikal. Tetapi dilihat dari ada atau tidaknya trauma gigi antagonis maka belum dapat disimpulkan secara hubungan kausal terhadap kejadian perikoronitis. Kesimpulan yang dapat diambil adalah memang cukup banyak ditemukan kasus perikoronitis dengan trauma gigi antagonis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
T-10028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Wuryan Prayitno
"Sejak zaman dahulu manusia telah diganggu oleh masalah gigi dan mencari berbagai macam cara untuk meringankannya. Penyembuh penyakit gigi pertama adalah seorang dokter, tetapi menjelang abad pertengahan para "barber surgeons" dari daratan Eropa telah melakukan kekhususan untuk perawatan gigi. Para praktisi belajar melalui "trial and error" dan observasi secara intensif, dan menjelang abad ke-15 mereka telah mengembangkan bidang yang baru ini lebih cepat dibandingkan dengan para dokter yang telah lama melakukan praktek ilmu kedokteran pada waktu itu. Kecepatan berkembang ini dua kali lipat pada abad ke-18 ketika Pierre Fauchard (1678-1761) melalui risalah besarnya "Le Chirurgien Dentiste" yang edisi pertamanya diterbitkan pada tahun 1728 dengan tegas menyatakan bahwa bidang kedokteran gigi merupakan profesi yang murni (a true profession). Tidak lagi terperosok dalam takhyul dan tidak merupakan cabang dari ilmu kedokteran, akhirnya sejak zaman itu, bidang kedokteran gigi dikembangkan dengan dasar prinsip-prinsip keilmuan yang rasional sebagai suatu profesi.
Akhir-akhir ini terbetik issue yang mengecilkan fungsi profesi kedokteran gigi. Perkenankanlah sebagai seorang anggota profesi tersebut, secara pribadi saya menghimbau kepada masyarakat luas bahwa keragu-raguan tersebut kalau memang ada, tidaklah perlu, karena profesi ini di Indonesia dengan jatuh bangun telah dirintis oleh para anggota profesinya, semenjak didirikannya Sekolah Kedokteran Gigi pada tahun 1928 (Stovit) di Surabaya. Selama hampir 65 tahun pendidikan kedokteran gigi di Indonesia telah berkembang menjadi 11 Fakultas Kedokteran Gigi pemerintah dan swasta. Ini membuktikan bagaimana kelompok profesi ini ingin berkembang, dan berkembang terus, agar dapat ikut mengembangkan dharma baktinya bagi kepentingan kemanusiaan. Di samping itu sejak tahun 1950 para dokter gigi di seluruh Indonesia telah mendirikan suatu wadah profesi yang disebut PDGI atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Demikianlah para hadirin sedikit pendahuluan sebelum saya menginjak pada kekhususan mengenai bidang Periodontologi."
Jakarta: UI-Press, 1993
PGB 0445
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Titi S. Soebekti
"ABSTRAK
Memilih ukuran gigi anterior atas dalam pembuatan Gigi Tiruan Penuh, memerlukan ketrampilan tersendiri.
Pada penelitian ini dicari tanda-tanda anatomik di wajah yang mungkin dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan ukuran gigi anterior atas. Tanda-tanda anatomik yang digunakan adalah ukuran lebar sayap hidung dan ukuran lebar Sudut mulut.
Sampel yang digunakan adalah mahasiswa FKG UI keturunan Deutero Melayu, serta memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Hasil yang didapat menunjukkan adanya hubungan antara ukuran lebar gigi anterior atas dengan ukuran lebar sayap hidung, dan ukuran lebar sudut mulut.
Selain itu hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran lebar sayap hidung mahasiswa FKG UI keturunan Deutero Melayu lebih lebar dari ukuran lebar sayap hidung mahasiswa FKG di Inggris dan populasi di Colorado. Sedang ukuran gigi anterior atas tidak menunjukkan adanya perbedaan. Sehingga pedoman yang umumnya digunakan dalam pembuatan gigi tiruan, khususnya Gigi Tiruan Penuh, bahwa garis yang ditarik dari tepi sayap hidung sejajar dengan garis tengah muka, akan melalui puncak tonjol kaninus atas, belum sepenuhnya dapat diterapkan."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sutadi Heriandi
"ABSTRAK
Mutans streptococci are considered as major bacteria in human dental caries, and S. mutans and S. sobrinus are the ones most commonly found in humans. It has been shown from previous study that the numbers of S. sobrinus in oral samples are usually underestimated, and the S. sobrinus colonies are often misidentified as S. mutans. The aim of this study was to identify S. mutans and S. sobrinus from dental plaque of children. Dental plaque samples were collected using sterile cotton swabs from first and second upper deciduous molars from 3 children. Samples of dental plaque were inoculated onto MSB-0.5% yeast extract-20% sucrose. Identification of S. mutans and S. sobrinus was performed using examination of colony morphology and biochemical analysis with inulin and rafinose. Identification results were then documented as digital images with Olympus Digital BX 51. S. mutans form convex, translucent colonies with rough margins, while the S. sobrinus colonies are translucent, circular, with pinpoints are smooth margins. Aglisining bubble often accumulates on top of the colony when excessive glucan is synthesized from sucrose. Biochemical analysis had showed positive reaction on S. mutans, and negative on S. sobrinus. From this study it can be concluded that S. mutans and S. sobrinus could be identified clearly with examination of colony morphology and biochemical analysis."
Journal of Dentistry Indonesia, 2004
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>