Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106367 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rozaimah Zain Hamid
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Kemampuan asam asetilsalisilat (ASA) dalam menghambat agregasi trombosit, sering dikaitkan dengan pencegahan infark jantung. Dewasa ini, dalam upaya menurunkan resiko terjadinya infark jantung, ada kecenderungan menggunakan ASA dengan dosis makin kecil. Sehubungan dengan itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui berapa lama, dan apakah ada perbedaan yang bermakna antara intensitas antitrombotik beberapa tingkat dosis ASA (50 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg). Kemampuan agregasi trombosit diukur dengan metode baru yang berdasarkan intensitas transmisi cahaya. Hasil pemeriksaan tercermin sebagai suatu kurva agregasi trombosit. Disain yang dipakai adalah rancangan pola silang, dengan 11 orang sukarelawan sehat yang setelah diacak, masing-masing mendapat 4 tingkat dosis ASA dengan selang waktu 2 minggu. Bahan pemeriksaan terdiri dari 'platelet rich plasma', 'platelet poor plasma' dan adenosin difosfat yang berkadar akhir 10 uM, sebagai agregator. Parameter hambatan agregasi trombosit adalah berkurangnya nilai agregasi maksimal dan atau meningkatnya reversibilitas kurva agregasi trombosit, disbanding nilai sebelum mendapat ASA. Data dianalisis dengan ANOVA dua arah dan 'Planned comparison'. Untuk data dengan distribusi tidak normal, dipakai tes non parametrik (tes Friedman).
Hasil dan Kesimpulan: Bila berdasarkan adanya salah satu parameter hambatan agregasi trombosit, maka ASA 50 mg, 100 mg, dan 200 mg per oral dapat menghambat agregasi trombosit selama 4 hari, sedangkan ASA 300 mg selama 5 hari (p > 0,01). Namun bila berdasarkan adanya kedua parameter hambatan agregasi trombosit, maka ASA 50 mg dapat menghambat agregasi trombosit pada 3 jam sesudah pemberian obat, sedangkan ASA 100 mg dan 200 mg, sampai 4 hari sesudah pemberian ASA. Intensitas antitrombotik ke empat dosis ASA, pada hari yang sama setelah makan obat, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p}0,07). Untuk menyatakan hambatan agregasi trombosit, kriteria peningkatan reversibilitas kurva agregasi lebih peka di-banding kriteria pengurangan nilai agregasi maksimal.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: The ability of acetylsalicylic acid (ASA) to inhibit the platelet aggregation is related with its use to the prevention myocardial infarction. Currently there is a trend to use small doses of ASA for this purpose. In this context, the present trial was conducted to find out how long the antithrombotic effect persist after small oral doses of ASA, and also to observe whether in the same days different small doses of ASA exert significant difference in their anti-thrombotic intensity. The antithrombotic effect of ASA was measured according to the method described by Born which was based on light transmission. The results were recorded as platelet aggregation curve. Eleven healthy volunteers participated in this trial after giving their' informed consents. Each subject received single doses (i.e. 50, 100, 200 and 300 mg) of ASA in a randomized and cross-over design. Wash out period between doses was 2 weeks. Materials being tested included platelet rich plasma, platelet poor plasma and adenosine diphosphate (aggregating agent) with final concentration of 10 uM. Inhibition of platelet aggregation by ASA was evaluated using two parameters, i.e. decrease of maximal aggregation and/or increase of aggregation curve's reversibility (compared to their pre-ASA values). Data was analysed with two way ANOVA and planned comparison test. Friedman test was used for non-Gaussian data.
Results and conclusions: If criterion of platelet aggregation inhibition is based on one of the two criteria mention above, ASA 50, 100, and 200 mg inhibited platelet aggregation for four days; meanwhile the 300 mg dose did it for five days (p < 0,01). If criterion of platelet aggregation inhibition is based on both of the above mentioned criteria, however, ASA 50 mg inhibited plate-let aggregation at 3 hours after dosing; meanwhile the 100 and 200 mg doses did it for four days. There is no significant difference in antithrombotic intensity between the four doses in the same days after drug administrations (p > 0,01). In addition, reversibility of platelet aggregation curve is a more sensitive parameter than maximal aggregation for measuring platelet aggregation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy
"Latar Belakang: Pelepasan gelembung gas inert akibat supersaturasi jaringan dengan perubahan tekanan dipercaya sebagai penyebab decompression sickness. Gelembung gas dapat dideteksi melalui USG Doppler tetapi sensitivitas dan spesifisitas terhadap decompression sickness dipertanyakan. Perubahan fisiologis tubuh berupa peningkatan agregasi trombosit diduga berperan dalam terjadinya decompression sickness. Peningkatan agregasi trombosit terbukti pada penyelaman 60 msw.
Tujuan: untuk membuktikan penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa dapat mengakibatkan peningkatan agregasi trombosit.
Metode: Penelitian eksperimental desain cross over dengan melibatkan delapan belas penyelam laki-laki dislambair. Semua penyelam akan melakukan penyelaman kering dengan udara pada tekanan 280 kPa selama 80 menit dengan kontrol masuk ke dalam RUBT tanpa ditekan pada periode pertama. Pada periode kedua kelompok perlakuan dan kontrol ditukar. Prosedur dekompresi disesuaikan dengan prosedur tabel dekompresi US Navy Revisi 6. Pengambilan darah dilakukan sebelum perlakuan, setelah periode pertama, dan setelah periode kedua. Pemeriksaan agregasi trombosit menggunakan induktor ADP, kolagen dan epinefrin.
Hasil: Setelah penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa selama 80 menit secara signifikan meningkatkan persentase agregasi maksimal trombosit dengan induktor ADP dari 86.94 ± 4.11 menjadi 90.46 ± 3.41, dengan induktor kolagen dari 91.94 ± 2.62 menjadi 94.69 ± 2.25, dan induktor epinefrin dari 86.65 (22.10-93.8) menjadi 90.25 (31-95.9) pada kelompok sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Tidak ditemukan peningkatan signifikan persentase agregasi maksimal trombosit pada kelompok sebelum perlakuan dengan kontrol.
Kesimpulan: Penyelaman tunggal dekompresi 280 kPa selama 80 menit meningkatkan persentase agregasi maksimal trombosit dengan induktor ADP, kolagen, dan epinefrin.

Background: The release of inert gas bubbles due to changes in tissue?s supersaturating with pressure change is believed to be the cause of decompression sickness. Gas bubbles can be detected by Doppler ultrasonography but sensitivity and specificity is poorly defined. Increased of platelet aggregation is estimated have a role in DCS. Increasing platelet aggregation has been proved in dive with depth 60 MSW.
Aim: To prove that a single decompression dives 280 kPa can lead to increased platelet aggregation.
Methods: Experimental studies with a cross-over design involving eighteen male dislambair divers. All divers will dive in air compression chamber at a pressure of 280 kPa for 80 minutes with control entry into air compression chamber without pressure in the first period. In the second period, treatment and control group exchanged. Decompression procedures adapted to the US Navy decompression tables procedures 6th Revision. Taking blood performed before the intervention, after first period, and after second period. Examination of platelet aggregation using inductors ADP, collagen and epinephrine.
Result: A single decompression dive 280 kPa for 80 minutes significantly increased the percentage of maximal platelet aggregation with ADP inductor from 86.94±4.11 to 90.46±3.41, with a collagen inductor from 91.94±2.62 to 94.69±2.25, and epinephrine inductor from 86.65 (22.10-93.8) to 90.25 (31-95.9) in before and after treatment group. Increasing percentage of maximal platelet aggregation was not significant in the before treatment group and control group.
Conclusion: A single decompression dive 280 kPa for 80 minutes can lead to increase the percentage of maximal platelet aggregation with ADP, collagen, and epinephrine inductors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riny Riyanti
"Latar Belakang: Terbentuknya gelembung dari gas inert yang larut pada jaringan selama proses dekompresi merupakan penyebab penyakit dekompresi. Gelembung gas ini dapat menyebabkan disfungsi endotel yang akan mengakibatkan agregasi trombosit. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian latihan fisik submaksimal akut sebelum penyelaman dapat mencegah peningkatan kadar agregasi trombosit.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain true experimental dengan jumlah sampel 40 orang yang dibagi atas 2 kelompok. Kelompok perlakuan diberikan latihan fisik submaksimal akut 24 jam sebelum penyelaman tunggal dekompresi 280kPa dengan bottom time 80 menit. Kelompok kontrol melakukan penyelaman yang sama tanpa melakukan latihan fisik 24 jam sebelumnya. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu diawal penelitian, sebelum penyelaman dan sesudah penyelaman.
Hasil: Pada kelompok perlakuan tidak ditemukan perbedaan yang bermakna p>0,05 pada kadar agregasi trombosit dengan induktor ADP, Kolagen dan Epinefrin setelah penyelaman, sedangkan pada kelompok kontrol didapat peningkatan yang bermakna p

Background: Bubbling created from an Inert Gas which is dissolved in tissue during a decompression process cause decompression sickness. This bubble can trigger endothelial activation and dysfunction leading to platelet aggregation. This research aims to prove that acute submaximal exercise during pre dive of decompression single dive can prevent platelet aggregation.
Method: This research used a true experimental design with samples of 40 people who are divided into 2 groups. The treatment group did submaximal exercise 24 hour before 280kPa decompression single dive with bottom time of 80 minutes. While the control group only did the dive, without previous exercise. Blood samples were taken 3 times, at the beginning of experiment, pre dive and after diving.
Result: The experimental group showed no significant difference p 0.05 on the aggregation indicated by ADP, Collagen and Epinephrine, in the control group showed a significant difference p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmanu Reztaputra
"Latar Belakang COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi sejak tahun 2020. Berbagai terapi telah dikembangkan akan tetapi terdapat laporan kejadian trombosis pasca COVID-19. Diduga salah satu mekanisme yang berperan adalah aktivasi trombosit oleh antibodi.
Hal tersebut dikemukakan akibat adanya temuan manifestasi mirip Heparin-Inducued Thrombocytopenia (HIT) pada COVID-19. HIT terjadi akibat adanya antibodi antiPF4/heparin yang berikatan dengan reseptor FcIIR di trombosit. Terdapat banyak penanda aktivasi trombosit, salah satunya P-selektin.
Tujuan. Mengetahui perbedaan rerata kadar antiPF4, P-selektin serum, serta agregasi trombosit antar derajat COVID-19.
Metode. Penelitian ini menggunakan sampel penelitian sebelumnya Hubungan Kadar 25-Hydroxy Vitamin D dengan Luaran Pasien Terkonfirmasi COVID-19 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Wisma Atlit pada Oktober 2021 sampai Januari 2022. Sampel serum tersebut disimpan di lab RSCM Kencana dan dilakukan simple random sampling. Pemeriksaan kadar P-selektin dan antiPF4 dilakukan dengan metode ELISA di Lab Diagnos, sedangkan agregasi trombosit pasca paparan serum di Lab RSCM.
Hasil. Dilakukan analisis pada 160 sampel. Berdasarkan severitas terdapat 21 orang termasuk COVID-19 berat/kritis dan sisanya ringan/sedang. Komorbiditas, penyakit jantung, ginjal kronik, DM tipe 2, dan serebrovaskular secara bermakna lebih banyak pada kelompok berat kritis. Kadar P-selektin secara bermakna lebih tinggi pada kelompok berat kritis (median 43791,79 vs. 39112,3 pg/ml). Selain itu juga didapatkan agregasi yang lebih tinggi pada kelompok berat-kritis dengan agonis ADP 10 dan 5 uM (median masing-masing 32,8 vs 13,8 dan 28,5 vs 11,1 persen). Tidak terdapat perbedaan bermakna antiPF4 antar derajat COVID-19.
Kesimpulan. Terdapat perbedaan bermakna kadar P-selektin dan agregasi trombosit antar derajat COVID-19.

Background. COVID-19 became pandemic since 2020. While its treatment was being developed there were reports of thromboses event after COVID-19. One mechanism suggested was platelet activation due to antibody because of observation similar manifestation with heparin-induced thrombocytopenia in COVID-19. Main culprit of HIT is antibody to PF4/heparin. Which bind FcIIR receptor in thrombocyte, leading to its activation. There are many markers of thrombocyte activation, one of them is P-selectin.
Objectives. Determine the mean difference of P selectin and antiPF4 levels in serum and thrombocyte aggregation between COVID-19 severity.
Methods. This study uses samples already taken before, in Association of 25-Hydroxy-Vitamin D Levels with Outcome of COVID-19 Patients research from October 2021 to January 2022. Serum was stored in -20 C degrees in RSCM Laboratory. We planned to
do a simple random sampling. P-selectin and antiPF4 measured with ELISA in Diagnos Laboratory. Thrombocyte aggregation was measured by Light Transmission Aggregometry in RSCM.
Results. A total of 160 subjects analyzed 21 of them had severe/critical COVID-19. Comorbidities, heart disease, diabetes type 2, cerebrovascular disease were significantly higher in severe/critical disease. The median of P-selectin is significantly higher in severe covid (43791,79 vs. 39112,3 pg/ml). As aggregometry we find significantly higher
aggregation in severe disease with 10 and 5 uM ADP agonist. There is no difference of antiPF4 levels between groups.
Conclusion. There is a significant difference in P-selectin level and maximal aggregation between severe and non-severe COVID-19.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Nurhidayat
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, dilakukan studi kinetika dan aktivitas anti platelet bromelain yang telah dimurnikan dari bonggol nanas Palembang Ananas comosus [L] Merr . Pemurnian enzim dimulai dengan isolasi enzim bromelain, kemudian dilakukan fraksionasi bertingkat menggunakan garam amonium sulfat dan dilanjutkan dengan kromatografi gel filtrasi dengan Sphadex G-50. Enzim kasar yang didapatkan dari tahap isolasi memilki aktivitas spesifik sebesar 53,580 Unit/mg. Fraksionasi dengan metode fraksinasi bertingkat menggunakan garam amonium sulfat menghasilkan fraksi enzim yang memiliki aktivitas spesifik tertinggi adalah fraksi dengan tingkat kejenuhan amonium sulfat 20 -50 , dengan aktivitas spesifik sebesar 230,970 Unit/mg dan tingkat kemurnian sebesar 8 kali lebih murni dibandingkan dengan enzim kasar. Pemurnian lebih lanjut dengan kromatografi Sphadex G-50 fraksi enzim bromelain mengalami peningkatan nilai aktivitas spesifik menjadi 431,548 Unit/mg dengan tingkat kemurnian sebesar 28 kali enzim kasar. Uji aktivitas fraksi bromelain termurni terhadap variasi pH dan suhu menunjukkan pH optimum bromelain pada pH 7 dan suhu optimum 37oC. Pada variasi konsentrasi substrat, dengan membuat plot kurva Michaelis-Menten dan Lineweaver-Burk, didapatkan konstanta Michaelis-Menten Km untuk bromelain adalah 0,777 dan nilai Vmaks sebesar 3,969 U/min. Uji aktivitas antiplatelet menunjukkan fraksi bromelain dari setiap tahap pemurnian memiliki kemampuan sebagai agen antiplatelet. Aktifitas antiplatelet tertinggi terdapat pada fraksi enzim termurni dengan nilai persen agregasi sebesar 48,64 dan persen inhibisi 47,583 . IC50 dari fraksi enzim termurni adalah sebesar 88,314 ?L/mL.

ABSTRACT
kinetic study and activity as anti platelet agent of Bromelain enzyme from Palembang Pineapple rsquo s core Ananas Comosus L Merr was performed. The purification step begins with the isolation of bromelain enzyme, then fractionation using ammonium sulfate and continued by gel filtration chromatography using sphadex G 50. Crude enzyme obtained from pineapple rsquo s core has specific activity of 53,580 Unit mg. Fractionation by multilevel saturity of ammonium sulphate salt showed highest activity at 20 50 level of saturation, with a certain Activity of 230,970 Unit mg and a purity level of 8 times purer from crude enzymes. Further purification by Sephadex G 50 chromatography has increased secific activity to 431,548 Units mg with a purity level of 28 times from crude enzymes. The purest bromelain fraction activity test against pH and temperature variations showed the optimum pH of bromelain at pH 7 and optimum temperature of 37oC. In the variation of substrate concentration, by plotting curves of Michaelis Menten and Lineweaver Burk, obtained Michaelis Menten Km constant for bromelain enzyme is 0,777 and vmax value is 3,969 U min. The antiplatelet activity test showed that fractions of the bromelain enzyme from each purification step showed the ability of an antiplatelet agent. Highest antiplatelet activity in the purest enzyme fraction with aggregate percent value of 48,64 and percentage of inhibition 47,583 . IC50 of the purest enzyme fraction, is 88,314 L mL"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Priyana
"Permasalahan
Jumlah penduduk di kota kota besar di Indonesia khususnya di Jakarta meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Kepadatan lalu lintas yang meningkat cenderung meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas. Akibatnya kebutuhan akan darah transfusi juga turut meningkat. Hal tersebut terbukti dari meningkatnya jumlah permintaan akan darah transfusi baik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) maupun di Palang Merah Indonesia (PMI). Selain untuk mengatasi perdarahan akibat kecelakaan lalu lintas, banyak keadaan lain yang memerlukan darah seperti perdarahan pada persalinan dan operasi. Pada beberapa penyakit hanya diperlukan bagian tertentu dari darah, oleh karena itu dilakukan usaha pemisahan darah menjadi komponen-komponen darah seperti konsentrat sel darah merah, konsentrat trombosit, konsentrat leukosit dan plasma. Dengan memisahkan darah menjadi komponen-komponen darah, maka pemakaian darah dapat lebih efisien, karena 1 kantung darah donor dapat digunakan oleh beberapa penderita sesuai dengan kebutuhan.
Di Indonesia darah untuk transfusi disediakan dan diproses oleh Lembaga Transfusi Darah Palang Merah Indonesia DKI Jakarta (LTD PMI DKI Jakarta). Darah tersebut berasal dari para donor sukarela yang dengan ikhlas menyumbangkan darahnya demi kemanusiaan. Untuk memenuhi permintaan darah yang makin meningkat, LTD PMI berusaha meningkatkan jumlah produksinya dengan meningkatkan jumlah donor darah (tabel 1 dan 2).
Agar dapat melayani permintaan darah setiap waktu, LTD harus mempunyai persediaan darah yang disimpan. Darah simpan ini diperlukan pada saat kebutuhan meningkat, pada saat jumlah donor menurun seperti pada bulan puasa dan untuk memenuhi permintaan akan golongan darah yang langka.
Walaupun LTD PMI DKI Jakarta telah berhasil meningkatkan jumlah produksinya untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat, tetapi kualitas produk PMI belum pernah diteliti. Padahal seperti pada pengobatan lain, keberhasilan pemberian darah atau komponennya tidak hanya tergantung pada kuantitasnya saja tetapi juga dari kualitasnya (1,2,3)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Amir Amrullah
"Penggunaan solven sebagai pelarut zat pewarna dalam industri sandal dan sol sepatu adalah sangat penting Solven digunakan untuk memberi warna ,menghaluskan dan mengeringkan hasil cetakan. Solven yang digunakan merupakan campuran dari 18 macam zat termasuk toluene, methyl iso butil ketone, methyl etil ketone yang dapat menyebabkan kerusakan bagi fungsi tubuh bila terinhalasi. Berdasarkan penelitian efek solven pada hewan coba , mekanisme terjadinya kerusakan organ adalah akibat terbentuknya senyawa radikal bebas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan inhalasi solven pewarna sepatu terhadap kadar radikal bebas darah. Penelitian dilakukan pada industri sandal dan sol sepatu, peserta adalah karyawan departemen 250 dan berasal dari ruang yang sama dan terpapar oleh solven yang sama, laki-laki ,usia 17-40 tahun, lama bekerja 5 tahun , tidak menderita penyakit kronik, tidak bekerja berat sebelumnya. Jumlah peserta yang memenuhi keriteria adalah menggunakan masker 7 orang , dan 11 orang yang tidak menggunakan masker. Responden diambil darahnya 2cc , kemudian di keringkan dan selanjutnya dihitung jumlah triplet radikal , biradikal ,radikal bebas dengan menggunakan alat elektron spin resonance.
Hasil penelitian semua responden mempunyai kadar radikal yang tinggi dan dari uji statistik diperoleh bahwa kadar radikal pada kelompok yang menggunakan masker lebih rendah dibanding kelompok yang tidak menggunakan masker. Dengan demikian penggunaan masker berhubungan dengan peningkatan kadar radikal. Penelitian ini sebaiknya ditindak lanjuti untuk mencari faktor-faktor penyebab tingginya kadar radikal pada pekerja.

The Comparisons of Blood Free Radicals Concentrations Due to Cronic Inhalation of Dipping Solvents Between Workers Who Is Used Masker And Workers No Used Masker In Shoe's Industry.Solven as solutions are important in shoe's Industry.The function are given colour, softener, and dryness of end product. Dipping Solvents are composed Of chemichal substances like toluene, methyl ethyl ketone, methyl iso butil ketone, etc. Many studies of animals have shown toluene, methyl ehtyl ketone, methyl iso butil ketone to be carcinogen and toxic on body . The mechanisme toxic are due to free radicals productions.
The purpose study is to showing a link between dipping solvents and blood free radical concentration. Responden are taken from 250 departemen , a man, 17-40 old age, had no cronic disease, did not heavy activity before. A total responden are 7 from masker group and 11 from no masker group. All responden to be taken 2 cc of blood, then dryed it, and count radicals with Electron Spin Resonance later.
A result, All responden had highly radicals concentrations. Statisticals test showing a worker used a masker has lower concentrations a blood radicals than workers no used a masker. A conclusions we get a link between used a masker and radicals concentrations. We offer that this research will be confirm for search any factors which caused highly radical concentrations in worker.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Pramanik Dewi
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ekstrak kering P. niruri mempunyai efek menghambat agregasi trombosit secara in vitro dan in vivo pada orang sehat. Parameter penilaian adalah adanya perubahan nilai agregasi trombosit (% maksimal) dan besar hambatan (%). Sebelum penelitian dilakukan uji validasi yang meliputi uji ketelitian (within-run), penentuan bahan pelarut, uji validasi metoda in vitro, penetapan kadar P. niruri, penentuan waktu inkubasi, dan variasi pemeriksaan agregasi trombosit hari ke hari (intra individu). Pemeriksaan agregasi trombosit dilakukan dengan menggunakan agregator Adenosin difosfat (ADP) dengan kadar akhir Id Kmolll dan alat Platelet Aggregation Chromogenic Kinetic System-4 (PACKS-4). Prinsip pemeriksaan menggunakan alat tersebut yaitu mengukur persentase perubahan intensitas transmisi cahaya yang dapat melewati plasma (PRP) setelah terjadinya agregasi trombosit. Pada penelitian in vitro, dilakukan inkubasi platelets-rich plasma (PRP) dengan larutan ekstrak kering P. niruri dalam 3 kadar selama 5 menit. Air suling ditentukan sebagai pelarut dan kadar ekstrak keying P. niruri ditetapkan 1.5, 3, dan 6 mg/mi. Pada studi in vivo digunakan desain penelitian paralel menyilang, tersamar ganda, acak dengan pembanding plasebo. Pada minggu pertama diberikan ekstrak kering P. niruri dengan dosis 300 mg atau piasebo, diminum sekali sehari selama 7 hari berturut-turut. Setelah periode bebas obat 14 hari, diberikan perlakuan sebaliknya dari perlakuan pertama. Pengukuran agregasi trambosit dilakukan pada awal dan akhir masa minum obat, kemudian ditentukan perubahannya. Penelitian ini mengikutsertakan 5 sukarelawan sehat untuk penelitian in vitro dan 16 orang sukarefawan sehat untuk in vivo. Subyek penelitian tidak minum obat selama 2 minggu terakhir. Analisis statistik penelitian in vitro dilakukan dengan menggunakan ANOVA satu arah, dan untuk in vivo digunakan paired Nest. Perbedaan dianggap bermakna bila diperoleh nilai p c 0,05.
Dari hasil uji ketelitian didapatkan nilai koefisien variasi 1,35 %. Dari penelitian in vitro didapatkan besar hambatan (%) agregasi trombosit oleh P. niruri pada kadar larutan P. niruri 0, 1.5, 3, dan 6 mg/ml berturut-turut adalah 0, 0, 3 dan 14% (p = 0.33). Dari penelitian in vivo didapatkan rerata nilai agregasi maksimal sebelum pemberian P. niruri 89.9% dan sesudah pemberian P. niruri adalah 86.9%, dengan nilai hambatan oleh P. niruri sebesar 3%. Rerata (Li- SD) perbedaan nilai agregasi maksimal sebelum dan sesudah pemberian plasebo serta sebelum dan sesudah pemberian P. niruri masing-masing adalah 4.6 (± 17.3)% dan 2.9 (±7.5)% (p= 0.194). Selama penelitian in vivo dicatat adanya keluhan : pusing 4 orang, mengantuk 1 orang dan sering buang air kecil 1 orang pada subyek yang mendapat ekstrak kering P. niruri, serta 1 orang pusing dan 1 orang mengantuk pada subyek yang mendapat piasebo. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pada penelitian in vivo, larutan ekstrak kering P. niruri dalam air sampai dengan kadar 6 mg/ml tidak mempunyai efek menghambat terhadap agregasi trombosit PRP orang sehat, dan pada penelitian in vivo ekstrak kering P. niruri 300 mg, sekali sehari, yang diberikan selama 7 hari berturut-turut juga tidak mempunyai efek hambatan terhadap agregasi trombosit orang sehat.

This research was conducted to find out whether dry extract of P. Niruri was effective to inhibit platelet aggregation, in vitro and in viva, on healthy human subjects. Parameter of examination was a change in value (% maximal) of platelet aggregation and extends of inhibition (%). For preliminary study, several validation tests were conducted which included precision test (within-run), determining the solvent material, validation test of in vitro method, determining the concentration of P. niruri, determining the incubation time and daily variation of examination of the platelet aggregation (intra-individual). Examination of the platelet aggregation was conducted by using Adenosin Diphosphate (ADP) as aggregating agent with final concentration 10 pmol/l and equipment Platelet Aggregation Chromogenic Kinetic System-4 (PACKS-4). The principle of the test is to measure the percentage of change of the intensity of the light that is able to pass through the platelets-rich plasma (PRP) after the occurrence of the platelet aggregation. On in vitro research PRP was conducted using the solution of dry extract P. niruri in 3 different concentrations for 5 minutes. Distilled water was chosen as the solvent for P. niruri extract and the concentrations prepared were 1.5, 3, and 6 mg/ml. On in vivo study, a randomized, crossover, parallel, double-blind, and placebo-controlled design was applied. in first week, 300 mg of P. niruri extract or placebo was given daily to the subjects for 7 days. After 14 days of wash out period, the procedure was repeated by giving alternative agent to the subjects. Measurement of platelet aggregation was done at the beginning and at the end of the each treatment period. This research involved 5 and 16 normal human subjects, for in vitro and in vivo studies, respectively and not on any drugs therapy for the last two weeks. Statistical test for in vitro study was ANOVA one way, and paired t-test was used for in vivo study. A difference was considered significant if p value < 0.05.
The coefficient of variation for the recovery test was 1.35%. In in vitro study, inhibition of platelet aggregation (%) by P. niruri of 0, 1.5, 3, and 6 mglml were 0, 0, 3 and 14%, respectively (p = 0.33). From in vivo study, mean maximum aggregation value before and after giving P. niruri were 89.9% and 86.9%, respectively, therefore the inhibition by P. niruri was 3%. Mean (SD) change of maximum aggregation value before and after giving placebo and before and after giving P. niruri were 4.6(±17.3%) and 2.9(t7.5%) (p = 0.194). During in vivo study, several adverse events in subjects given dry extract P. niruri were recorded: 4 persons had headache, 1 had drowsiness and 1 had frequent urination, while in subjects given placebo: 2 persons had headache and ; had drowsiness. From this in vitro study, it is concluded that up to the concentration of 6 mg/ml, dry % tract P. niruri solvent in water does not inhibit platelet aggregation activity and in in vivo study, dry extract P. niruri 300 mg, once a day for 7 days continuously, also does not affect platelet aggregation activity in healthy human subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ahlina Damayanti
"Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh latihan interval intensitas tinggi terhadap kadar laktat darah dan tingkat usaha pada dewasa sehat sedentary. Penelitian menggunakan desain uji pre-post. Subjek penelitian merupakan dewasa yang telah dinyatakan sehat dan tergolong sedentary secara aktifitas fisik. Semua subjek melakukan uji latih dengan basis laboratoium menggunakan alat Cardiopulmonary Exercise Testing dan mengikuti program berupa latihan interval intensitas tinggi dengan intensitas 80% berdasarkan heart rate yang diselingi dengan intensitas 40% selama 20 menit yang dilakukan tiga kali dalam seminggu selama empat minggu dengan menggunakan treadmill. Hasil keluaran penelitian ini berupa kadar laktat darah yang diukur dengan pengambilan darah kapiler serta tingkat usaha yang diukur menggunakan Rate of Percieved Exertion dari Skala Borg. Analisis statistik dilakukan untuk membandingkan kadar laktat darah dan tingkat usaha setelah melakukan latihan interval intensitas tinggi pasca latihan pertama dan pasca latihan ke dua belas. Hasil penelitian menyatakan bahwa dengan latihan interval intensitas tinggi, terdapat penurunan kadar laktat darah dan tingkat usaa pada dewasa sehat sedentary. Penurunan kada laktat darah serta tingkat usaha secara berurutan adalah sebesar 1,1 mmol/ L dan 2 pada Skala Borg dimana didapatkan berbeda signifikan dengan nilai p<0,0001. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menggunakan uji latih berbasis lapangan untuk penentuan peresepan latihan serta menentukan manfaat latihan interval intensitas tinggi pada populasi dengan faktor risiko penyakit kardiorespirasi sebelum dapat digunakan pada populasi sakit

This thesis was aimed to determine the effect of high intensity interval training (HIIT) on blood lactate levels and rate of percieved exertion (RPE) in sedentary healthy adults. The design used was pre-post study. Subjects was adults that was stated healthy and sedentary on physical activity. All subjects underwent laboratory based exercise testing using a Cardiopulmonary Exercise Testing equipment and given HIIT of 80% with a interval of 40% intensity based on heart rate with a total duration of 20 minutes, three times a week for four weeks using treadmill. Capillary blood was obtained to measure blood lactate level and Borg Scale was used to report Rate of Percieved Exertion. After the first and twelveth exercise, statistical analysis was performed to compare blood lactate level and RPE. The result of the study shows a decrease of blood lactate level and RPE after given HIIT in sedentary healthy adults. The reduction of blood lactate level and RPE consecutively was 1,1 mmol/ L and 2 on Borg Scale with a significant difference of p < 0,0001. Further research is needed using a field based exercise testing to determine exercise prescription and to obtain the benefit of HIIT in population with cardiovascular risk factor before utilizing in patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evira Putricahya, authot
"Human platelet antigen (HPA) merupakan salah satu antigen yang berpengaruh dalam keberhasilan transfusi trombosit, selain human leukocyte antigen (HLA). Ketidakcocokkan HPA akan menyebabkan platelet transfusion refractoriness (PTR). Berdasarkan penelitian sebelumnya, diketahui bahwa HPA alel 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 15 sering dikaitkan dengan proses terjadinya PTR. Penelitian bertujuan untuk mengetahui frekuensi gen pada HPA alel 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 15 pada populasi Indonesia dan membuat panel data HPA alel 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 15 dari donor, khususnya donor lestari, untuk peningkatan pelayanan transfusi trombosit di Indonesia. Genotyping dilakukan dengan menggunakan metode polymerase chain reaction- sequence specific primer (PCR-SSP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada populasi Indonesia, frekuensi gen HPA 1a dan 1b sebesar 0,97% dan 0.03%; frekuensi gen HPA 2a dan 2b sebesar 0,94% dan 0,06%; frekuensi gen HPA 3a dan 3b sebesar 0,52% dan 0,48%; frekuensi gen HPA 4a dan 4b sebesar 0,95% dan 0,05%; frekuensi gen HPA 5a% dan 5b% sebesar 0,97% dan 0,03%; frekuensi gen HPA 6a dan 6b sebesar 0,95% dan 0,05%; dan frekuensi gen HPA 15a dan 15b sebesar 0,51% dan 0,49%.

Human platelet antigen (HPA) is one of the antigens that influences the success of platelet transfusion, in addition to human leukocyte antigen (HLA). Human Platelet Antigen mismatch leads to platelet transfusion refractoriness (PTR). Based on previous research, it is known that the HPA alleles of 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 15, are linked to the PTR process. This aims of this research are to determine the genotypes of HPA alleles 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 15, and also to estimate the frequency of those alleles in Indonesia. The results will be put into the data panel, for improvement in platelet transfusion services for sustainable donors. Polymerase Chain Reaction-Sequence Specific Primers (PCR-SSP) was used in this research for allele detection. The result shows the frequency of those alleles are as follows; the frequency of HPA gene 1a and 1b are 0.97 and 0.03; HPA gene 2a and 2b are 0.94 and 0.06, HPA gene 3a and 3b are 0.52 and 0.48, HPA gene 4a and 4b are 0.95 and 0.05, GPA gene 5a and 5b are 0.97 and 0.03, HPA gene 6a and 6b are 0.95 and 0.05, and HPA gene 15a and 15b are 0.51 and 0.49.;Human platelet antigen (HPA) is one of the antigens that influences the success of
platelet transfusion, in addition to human leukocyte antigen (HLA). Human
Platelet Antigen mismatch leads to platelet transfusion refractoriness (PTR).
Based on previous research, it is known that the HPA alleles of 1, 2, 3, 4, 5, 6, and
15, are linked to the PTR process. This aims of this research are to determine the
genotypes of HPA alleles 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 15, and also to estimate the
frequency of those alleles in Indonesia. The results will be put into the data panel,
for improvement in platelet transfusion services for sustainable donors.
Polymerase Chain Reaction-Sequence Specific Primers (PCR-SSP) was used in
this research for allele detection. The result shows the frequency of those alleles
are as follows; the frequency of HPA gene 1a and 1b are 0.97 and 0.03; HPA gene
2a and 2b are 0.94 and 0.06, HPA gene 3a and 3b are 0.52 and 0.48, HPA gene 4a
and 4b are 0.95 and 0.05, GPA gene 5a and 5b are 0.97 and 0.03, HPA gene 6a
and 6b are 0.95 and 0.05, and HPA gene 15a and 15b are 0.51 and 0.49.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>