Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160413 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Gunadi
"ABSTRAK
Artritis gout umumnya disertai hiperurikemia, walaupun pada keadaan akut kadar asam urat dapat normal. Hiperurikemia dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh sehingga mengakibatkan penyulit, cacat dan kematian, juga selain itu dianggap sebagai salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK). Terjadinya PJK pada hiperurikemia dianggap antara lain karena degenerasi endotel pembuluh darah sebagai akibat langsung asam urat. Hiperurikemia sering disertai hiperlipidemia dan peningkatan agregasi trombosit yang dikaitkan dengan PJK maupun kelainan pembuluh darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prevalensi dan fenotipe hiperlipidemia serta membuktikan hubungan antara hiperurikemia dengan hiperlipidemia dan peningkatan agregasi trombosit pada penderita artritis gout primer.
Telah diteliti 30 orang laki-laki penderita hiperurikemia artritis gout primer dan sebagai kontrol 30 laki-laki artritis non gout yang berobat jalan ke poliklinik Reumatologi RSCM yang memenuhi kriteria.
Pemeriksaan meliputi kadar asam urat serum, standing serum kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL, elektroforesis lipoprotein dan agregasi trombosit.
Pada kelompok penderita didapatkan kadar asam urat serum rata-rata 9,94 mg/dL (7,1 - 14,4 mg/dL), sedangkan pada kelompok kontrol 5,5 mg/dL (4,1 - 6,7 mg/dL). Pada kelompok penderita didapatkan 21 orang (70%) dengan obesitas, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hanya 2 orang (6,7%) dengan obesitas. Pada kelompok penderita, 24 orang (80%) menunjukkan kadar trigliserida di atas batas normal, dengan hiperlipoproteinemia tipe IV. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hanya 8 orang (26,4%) dengan hiperlipoproteinemia tipe IV, 1 orang (3,3%) tipe lib dan sisanya normal. Terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05) kadar trigliserida kedua kelompok. Didapatkan korelasi yang baik antara kadar asam urat dengan kadar-trigliserida (r = 0,7641). Pada kelompok penderita, 7 orang (23,3%) dengan kadar kolesterol total di atas nilai normal, sedang pada kelompok kontrol hanya 1 orang (3,3%). Perbedaan ini bermakna (p <0,05), tetapi didapatkan korelasi yang kurang balk antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol total (r = 0,2307). Radar kolesterol-HDL pada kelompok penderita didapatkan 16 orang {52,8%) lebih rendah dari nilai normal. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya 5 orang {16,6%.). Perbedaan ini bermakna (p{0,05) dan didapatkan korelasi yang terbalik antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol-HDL (r = - 0,1782). Pada kelompok penderita, 8 orang (26,4%) dengan kadar kolesterol-LDL yang lebih tinggi dari normal, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 1 orang (3,3%), perbedaan ini bermakna (p<0,05). Tidak didapatkan korelasi antara kadar asam urat dengan kadar kolesterol-LDL (r = 0,0356). Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya perbedaan agregasi trombosit kelompok penderita dan kontrol. Demikian pula tidak didapatkan korelasi antara kadar asam urat dengan agregasi trombosit, kecuali bila kolesterol total > 250 mg/dL dan LDL > 160 mg/dL (r = 0,74 dan r = 0,63).
Delapan puluh persen penderita hiperurikemia artritis gout primer dengan hiperlipoproteinemia tipe IV. Yang menunjukkan hipertrigliseridemia saja dan hipertrigliseridemia dengan hiperkolesterolemia masing- masing 56,7% dan 23,37. Kadar K-HDL penderita yang lebih rendah dari normal lebih banyak daripada kontrol secara bermakna (p < 0,05). Kadar asam urat berkorelasi baik dengan kadar trigliserida (r = 0,7641), sedangkan dengan kadar kolesterol total korelasinya tidak baik (r = 0,2307) dan tidak didapatkan korelasi dengan agregasi trombosit.
Disarankan agar dilakukan pemantauan kelainan kadar lipid pada penderita hiperurikemia artritis gout primer. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak terutama dengan kolesterol total > 250 mg/dl dan kolesterol LDL > 160 mg/dL juga hubungan radikal bebas dengan hipertrigliseridemia. "
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeti Hariyati
"[ABSTRAK
Latar Belakang:Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit inflamasi sendi autoimun yang multi-sistemik persisten, eksaserbatif dan progresif. Anti-mutated citrullinated vimentin antibodies (Anti MCV) adalah autoantibodi golongan anti citrullinated protein antibody (ACPA) yang memiliki sensitifitas sama namun lebih spesifik dibandingkan dengan anti cyclic citrullinated protein (Anti CCP). Anti MCV berkaitan erat dengan gen HLA DRB1*04 yang berperan penting dalam patogenesis AR. Studi korelasi anti MCV dengan destruksi sendi dan aktifitas penyakit masih kontroversial dan karakteristik pasien AR di Indonesia yang berbeda, menjadi alasan penting dilakukannya penelitian ini.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara kadar anti MCV dengan destruksi sendi dan aktifitas penyakit pada pasien artritis reumatoid
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada 37 pasien AR berdasarkan kriteria EULAR/ACR 2010 yang berobat di poliklinik Reumatologi RSCM periode September-Nopember 2014 dengan metode consecutive sampling. Anti MCV diukur dengan metode ELISA. Penilaian destruksi sendi menggunakan skor Sharp yang dimodifikasi Van der Heijde (SSvH) sedangkan aktifitas penyakit dinilai dengan disease activity score (DAS) 28 meliputi DAS 28-CRP dan DAS 28-LED. Korelasi anti MCV dengan destruksi sendi dan aktifitas penyakit dinilai dengan uji korelasi Spearman serta p untuk kemaknaan. Data penyerta lain adalah data demografis, jenis dan dosis terapi, status gizi, faktor reumatoid (FR), CRP, LED, dan darah tepi.
Hasil: Sebanyak 37 subjek diikutsertakan pada penelitian ini, dengan 34 (91,9%) adalah perempuan. Anti MCV positif ditemukan 26 subjek (70,3%), sedangkan FR positif ditemukan 21 (56.%). Median anti MCV didapatkan 26 IU/ml (minimal 10 IU/ml, maksimal 151 IU/ml) termasuk titer rendah. Median SSvH yaitu 31 (2-107), dengan nilai median erosi 5(0-49) dan joint space narrowing (JSN) 26 (0-64). Rerata nilai DAS 28-CRP 2,69 (SB 1,34) dan median DAS 28-LED 4,08 (2,10-5,97) yang masing-masing termasuk dalam kelompok aktivitas penyakit rendah dan sedang.Pada analisis bivariat didapatkan korelasi positif yang lemah antara anti MCV dengan SSvH sebesar r = 0,393 (p=0,016) dan korelasi positif yang lemah antara anti MCV dengan skor DAS 28-CRP (r=0,365, p=0,013) namun tidak ada korelasi antara anti MCV dengan skor DAS 28-LED.
Simpulan: Terdapat korelasi positif lemah yang bermakna antara titer anti MCV dengan destruksi sendi dan skor aktivitas penyakit DAS 28-CRP, korelasi antara titer anti MCV dengan skor DAS 28-LED tidak ada.;

ABSTRACT
Background:Rheumatoid Arthritis is a multi-systemic, persistent, exasperated and progressive auto immune joint inflamation disease. Anti-mutated citrullinated vimentin antibodies (Anti MCV) is an auto antibody in the category of anti citrullinated protein antibody (ACPA) that has same sensitivity but more specific compared with anti cyclic citrullinated protein (anti CCP). Anti MCV is closely related to gen HLA DRB1*04 which has important role in pathogenesis of rheumatoid arthritis. Study on correlation between anti MCV and joint destruction and disease activity is still controversial and the different characteristics of AR patients in Indonesia become a strong reason for this study.
Objective:The aim of this study was to described the correlation between anti-mutated citrullinated vimentin (anti MCV) with joint destruction and disease activity of in rheumatoid arthritis patients.
Methods:This is a cross-sectional study on 37 RA patients based on criteria of EULAR/ACR 2010 who came to Rheumatology outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital, period of September ? November 2014 with the method of consecutive sampling. Anti MCV is measured with ELISA method, while joint destruction is scored with Sharp score modified with Van der Heijde ( SSvH ). disease activity score (DAS) 28 is used in disease activity covering DAS 28-CRP and DAS 28-LED. Correlation between anti MCV and joint destruction as well as disease activity is measured with Spearman correlation test with p for significance. Other supporting data include demography, type and dose of therapy, nutrition status, rheumathoid factor, CRP, LED, and peripheral blood.
Results:37 subjects were taken into this study, with 34 (91,9%) are women. Positive anti MCV was found in 26 subjects (70,3%) while positive FR was found in 21 subjects (56%). Median of anti MCV was obtained 26 IU/ml (minimal 10 IU/ml, maximal 151 IU/ml )which is including in low titer. Median of SSvH was 31 (2 ?107) with erosion median score of 5 (0-49) and joint space narrowing (JSN) of 26 (0-64). Average score of DAS 28-CRP was 2,69 (SD1,34) and median score of DAS 28-LED was 4,08 (2,10-5,97), each of which is included in low and medium disease activity. In bivariate analysis it?s found that there is a weak significant positive correlation between anti MCV and SSvH of r = 0,393 (p=0,016) and between anti MCV and score of DAS 28-CRP (r= 0,365 , p=0,013) but there is no correlation between anti MCV and score of DAS 28-LED.
Conclusion:There is a weak significant positive correlation between anti MCV and joint destruction and level of disease activity score DAS 28-CRP. Apart from that, there is no correlation between anti MCV and DAS 28-LED., Background:Rheumatoid Arthritis is a multi-systemic, persistent, exasperated and progressive auto immune joint inflamation disease. Anti-mutated citrullinated vimentin antibodies (Anti MCV) is an auto antibody in the category of anti citrullinated protein antibody (ACPA) that has same sensitivity but more specific compared with anti cyclic citrullinated protein (anti CCP). Anti MCV is closely related to gen HLA DRB1*04 which has important role in pathogenesis of rheumatoid arthritis. Study on correlation between anti MCV and joint destruction and disease activity is still controversial and the different characteristics of AR patients in Indonesia become a strong reason for this study.
Objective:The aim of this study was to described the correlation between anti-mutated citrullinated vimentin (anti MCV) with joint destruction and disease activity of in rheumatoid arthritis patients.
Methods:This is a cross-sectional study on 37 RA patients based on criteria of EULAR/ACR 2010 who came to Rheumatology outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital, period of September – November 2014 with the method of consecutive sampling. Anti MCV is measured with ELISA method, while joint destruction is scored with Sharp score modified with Van der Heijde ( SSvH ). disease activity score (DAS) 28 is used in disease activity covering DAS 28-CRP and DAS 28-LED. Correlation between anti MCV and joint destruction as well as disease activity is measured with Spearman correlation test with p for significance. Other supporting data include demography, type and dose of therapy, nutrition status, rheumathoid factor, CRP, LED, and peripheral blood.
Results:37 subjects were taken into this study, with 34 (91,9%) are women. Positive anti MCV was found in 26 subjects (70,3%) while positive FR was found in 21 subjects (56%). Median of anti MCV was obtained 26 IU/ml (minimal 10 IU/ml, maximal 151 IU/ml )which is including in low titer. Median of SSvH was 31 (2 –107) with erosion median score of 5 (0-49) and joint space narrowing (JSN) of 26 (0-64). Average score of DAS 28-CRP was 2,69 (SD1,34) and median score of DAS 28-LED was 4,08 (2,10-5,97), each of which is included in low and medium disease activity. In bivariate analysis it’s found that there is a weak significant positive correlation between anti MCV and SSvH of r = 0,393 (p=0,016) and between anti MCV and score of DAS 28-CRP (r= 0,365 , p=0,013) but there is no correlation between anti MCV and score of DAS 28-LED.
Conclusion:There is a weak significant positive correlation between anti MCV and joint destruction and level of disease activity score DAS 28-CRP. Apart from that, there is no correlation between anti MCV and DAS 28-LED.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Yuliharni
"Nyeri sendi merupakan salah satu gangguan pada sistem muskuloskeletal yang mengalami perubahan akibat proses penuaan. 66 % lansia yang tinggal di komunitas mengalami nyeri sendi. Nyeri kronis memiliki implikasi besar bagi kesehatan, fungsi, dan kualitas hidup lansia. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh latihan yoga ringan terhadap nyeri sendi dan status kesehatan lansia di Kota Depok. Desain penelitian ini menggunakan quasi experimental dengan pendekatan pre and post with control group. Intervensi yang diberikan berupa latihan yoga ringan. Pengambilan sampel dengan cara multistage random sampling dengan jumlah sampel 74 lansia. Instrumen penelitian yang digunakan adalah indeks WOMAC nyeri dan survey kesehatan Short Form-12 (SF-12). Analisis bivariat menunjukkan latihan yoga ringan berpengaruh terhadap tingkat nyeri (p=0,000) dan status kesehatan (p=0,0000). Latihan yoga ringan layak dijadikan sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk menurunkan nyeri sendi dan meningkatkan status kesehatan lansia.

Joint pain is one of the problems in musculoskeletal system associated with aging process. Approximately 66% older person in the community experiencing joint pain. Chronic pain has a big impact on older person health, function, and quality of live. The aim of this study was to identify the effect of gentle yoga exercise on joint pain and health status of elderlies at Depok's City. The design of this study was quasi experimental with pre and post with control group. Gentle yoga exercise was used as the intervention of this study. A total number of 74 older person was taken using multistage random sampling. The instruments used were WOMAC pain and health survey Short Form-12 (SF-12). Bivariate analysis showed pointing out gentle yoga exercises affected the level of pain (p = 0.000) and health status (p = 0.0000). Gentle yoga exercises could be one of the nursing intervention to decrease joint pain and improve health status in older person.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T45621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rosariah Ayu
"Latar belakang: Perdarahan sendi berulang merupakan morbiditas utama pada pasien hemofilia karena dapat menimbulkan artropati hemofilik yang menyebabkan keterbatasan gerak dan disabilitas sehingga menurunkan kualitas hidup. Penelitian bertujuan mengetahui korelasi pemeriksaan klinis sendi, penilaian aktivitas fungsional dan kualitas hidup pada anak hemofilia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang di RSCM pada Agustus−November 2022 pada anak 4−16 tahun, hemofilia A atau B derajat sedang atau berat yang mengalami perdarahan sendi berulang. Penelitian dilakukan dengan menilai HJHS, PedHALshort serta Haemo-QoL dan mencari korelasi skor HJHS dengan skor PedHALshort dan Haemo-QoL.
Hasil: Sebanyak 95 subyek hemofilia, dengan hemofilia A (77,3%) dan 70,1% hemofilia berat. Skor HJHS median 4 (1−9), skor PedHALshort median 74,5 (62,73-89,09), skor Haemo-QoL mean (SD) 74,51 (15,58). Skor HJHS berkorelasi negatif sedang dengan PedHALshort (r= -0,462, p< 0,0001), skor HJHS berkorelasi sedang dengan Haemo-QoL (r= 0,469, p< 0,001).
Simpulan: Semakin tinggi skor HJHS menunjukkan adanya kerusakan pada sendi maka semakin rendah skor PedHALshort dan semakin tinggi skor Haemo-QoL yang menunjukkan semakin terganggu aktivitas fungsional serta kualitas hidupnya.

Background: Recurrent joint bleeding is the major morbidity in patient with hemophilia that can cause hemophilic arthropathy causes limitation of daily activities, disability, and reducing quality of life. Research objective are to determine the relationship between the clinical evaluation of joints, the assessment of functional activity determined and assessment of the quality of life with HJHS, so we can diagnose arthropathy, prevent disability and better management.
Methods: Study with cross-sectional design at RSCM on August-November 2022, children aged 4-16, with moderate or severe hemophilia A and B with recurrent joint bleeding. The study was conducted by assessing HJHS, PedHALshort and Haemo-QoL, determine the relationship between HJHS with PedHALshort and Haemo-QoL score.
Result: A total of 95 hemophilia subjects, with hemophilia A (77.3%) and 70.1% severe hemophilia. HJHS median score 4 (1-9), PedHALshort median score 74.5 (62.73-89.09), Haemo-QoL mean (SD) 74.51 (15.58). The HJHS score had a moderate negative correlation with PedHALshort (r= -0.462, p<0.0001), the HJHS score had a moderate correlation with Haemo-QoL (r= 0.469, p<0.001).
Conclusion: The higher of HJHS score indicates a joint disorder, the lower of PedHALshort and the higher of Haemo-QoL indicates the more impaired functional activity and poorer quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill, 2006
616.723 HAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
McNabb, James W.
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2015
616.72 MCN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yanto Ciputra
"Latar belakang. Transfusi trombosit ditujukan untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pada pasien trombositopenia. Trombosit dapat mengalami aktivasi walaupun tidak terjadi perdarahan sehingga dapat menimbulkan suatu keadaan yang disebut hiperagregasi seperti pada trombosit dari seseorang dengan hiperlipidemia. AABB menganjurkan untuk membuang semua produk darah yang berasal dari donor dengan plasma yang lipemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh status lipid donor trombosit aferesis terhadap fungsi trombosit dan kadar malondialdehid selama penyimpanan.
Metodologi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik pada 31 sediaan trombosit aferesis yang berasal dari donor trombosit aferesis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sediaan trombosit aferesis dibagi menjadi dua grup, yaitu grup hiperlipidemia dan normolipidemia. Dilakukan pengujian terhadap kandungan trombosit, fungsi agregasi dan kadar MDA pada hari pertama, kedua dan keempat penyimpanan.
Hasil. Terjadi peningkatan kandungan trombosit selama penyimpanan pada kedua grup, yang berhubungan dengan proses apoptosis. Pada hari keempat terjadi kenaikan kandungan trombosit yang lebih banyak pada grup hiperlipidemia. Pada hari kedua didapatkan perbedaan yang bermakna pada agregasi trombosit dengan agonis ADP 2 μM. Pada hari keempat didapatkan perbedaan kadar MDA yang bermakna. Didapatkan korelasi yang positif dan bermakna antara kolesterol total, LDL dan trigliserida terhadap kadar MDA. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kolesterol total, trigliserida dan kadar MDA terhadap agregasi trombosit.
Simpulan. Status lipid donor meningkatkan terjadinya apoptosis trombosit aferesis, lebih sensitif terhadap agonis ADP dan peningkatan kadar MDA. Perlunya mengingatkan donor trombosit aferesis untuk diet rendah lemak sebelum proses aferesis dilaksanakan. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk menentukan kadar lipid yang masih dapat ditoleransi.

Background. Platelet transfusions is intended to prevent and resolve bleeding in patients with thrombocytopenia. Platelet activation may have occured although there were no bleeding that can lead to a condition called hyperaggregation as in someone with hyperlipidemia. AABB recommends to dispose of all products from donors with plasma lipemia. This study aimed to determine the effect of lipid status of the donor platelet apheresis to platelet function and levels of malondialdehyde with in storage.
Methodology. This study used descriptive analytic design in 31 platelet apheresis concentrates. Samples were divided into two groups, hyperlipidemia and normolipidemia. The assay for the content of platelets, aggregation functions and levels of MDA was tested on the first day, second and fourth of platelet storage.
Results. An increase in the content of platelets during storage in both groups, which are associated with the process of apoptosis. On the fourth day there was higher of contents platelets in hyperlipidemic grup than normolipidemic grup. There were significant difference in platelet aggregation with ADP 2 μM at second day and levels of MDA at fourth day. There were positive and significant correlations between total cholesterol, LDL and triglyceride to the levels of MDA. There were no significant correlation between total cholesterol, triglycerides and MDA levels to platelet aggregation.
Conclusion. Improved of the lipid status of the donor platelet apheresis will increase platelet apoptosis, more sensitive to agonist ADP and increase MDA levels. The need to remind donors platelet apheresis to a low fat dietary before apheresis process implemented. Need for further research to determine the lipid levels that can still be tolerated.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Puspa Handini
"ABSTRAK
Sindrom metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik yang terdiri dari obesitas, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi. Setiap komponen dari sindrom metabolik sebagai faktor risiko mayor kardiovaskular. Dislipidemia sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Penanganan sindrom metabolik memerlukan tatalaksana yang menyeluruh baik farmakologik maupun non farmakologik. Penelitian menunjukkan bahwa akupunktur dapat memperbaiki dislipidemia seperti menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL serta meningkatkan HDL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa terhadap profil lipid dan lingkar perut penderita sindrom metabolik. Uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol sham dilakukan pada 50 penderita sindrom metabolik yang dialokasikan secara acak menjadi kelompok terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa kelompok elektroakupunktur atau kelompok terapi kombinasi elektroakupunktur sham dan medikamentosa kelompok kontrol . Kadar kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida dan lingkar perut digunakan untuk mengukur keluaran penelitian. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna lingkar perut kelompok elektroakupunktur sebesar -4,00 -5,00 ndash; -2 cm dibandingkan kelompok kontrol 0,00 -2 ndash; 3,00 cm

ABSTRACT
Metabolic syndrome is a group of metabolic abnormalities including obesity, insulin resistance, dyslipidemia and hypertension. Each component of the metabolic syndrome is a major cardiovascular risk factor. Dyslipidemia is a major risk factor for cardiovascular disease. Treatment of metabolic syndromes requires a comprehensive management of both pharmacologic and nonpharmacologic. Study showed that acupuncture can improve dyslipidemia such as lowering total cholesterol, triglycerde, LDL and increasing HDL. This study aims to determine the effectiveness of combination therapy of electroacupuncture and medicatian on lipid profile and waist circumference of metabolic syndrome patients. Single blinded randomized clinical trials with sham control were performed on 50 patients with metabolic syndrome that randomized into a combination group of electroacupuncture and medication electroacupuncture group or a combination group of sham electroacpuncture and medication control group . Total cholesterol levels, HDL, LDL, triglycerides and waist circumference used to measure the study outcomes. The results showed that waist circumference in electroacupuncture group decreased significantly 0f 4,00 5,00 ndash 2 cm compared to the control group of 0,00 2 ndash 3,00 cm, p"
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rozaimah Zain Hamid
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Kemampuan asam asetilsalisilat (ASA) dalam menghambat agregasi trombosit, sering dikaitkan dengan pencegahan infark jantung. Dewasa ini, dalam upaya menurunkan resiko terjadinya infark jantung, ada kecenderungan menggunakan ASA dengan dosis makin kecil. Sehubungan dengan itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui berapa lama, dan apakah ada perbedaan yang bermakna antara intensitas antitrombotik beberapa tingkat dosis ASA (50 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg). Kemampuan agregasi trombosit diukur dengan metode baru yang berdasarkan intensitas transmisi cahaya. Hasil pemeriksaan tercermin sebagai suatu kurva agregasi trombosit. Disain yang dipakai adalah rancangan pola silang, dengan 11 orang sukarelawan sehat yang setelah diacak, masing-masing mendapat 4 tingkat dosis ASA dengan selang waktu 2 minggu. Bahan pemeriksaan terdiri dari 'platelet rich plasma', 'platelet poor plasma' dan adenosin difosfat yang berkadar akhir 10 uM, sebagai agregator. Parameter hambatan agregasi trombosit adalah berkurangnya nilai agregasi maksimal dan atau meningkatnya reversibilitas kurva agregasi trombosit, disbanding nilai sebelum mendapat ASA. Data dianalisis dengan ANOVA dua arah dan 'Planned comparison'. Untuk data dengan distribusi tidak normal, dipakai tes non parametrik (tes Friedman).
Hasil dan Kesimpulan: Bila berdasarkan adanya salah satu parameter hambatan agregasi trombosit, maka ASA 50 mg, 100 mg, dan 200 mg per oral dapat menghambat agregasi trombosit selama 4 hari, sedangkan ASA 300 mg selama 5 hari (p > 0,01). Namun bila berdasarkan adanya kedua parameter hambatan agregasi trombosit, maka ASA 50 mg dapat menghambat agregasi trombosit pada 3 jam sesudah pemberian obat, sedangkan ASA 100 mg dan 200 mg, sampai 4 hari sesudah pemberian ASA. Intensitas antitrombotik ke empat dosis ASA, pada hari yang sama setelah makan obat, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p}0,07). Untuk menyatakan hambatan agregasi trombosit, kriteria peningkatan reversibilitas kurva agregasi lebih peka di-banding kriteria pengurangan nilai agregasi maksimal.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: The ability of acetylsalicylic acid (ASA) to inhibit the platelet aggregation is related with its use to the prevention myocardial infarction. Currently there is a trend to use small doses of ASA for this purpose. In this context, the present trial was conducted to find out how long the antithrombotic effect persist after small oral doses of ASA, and also to observe whether in the same days different small doses of ASA exert significant difference in their anti-thrombotic intensity. The antithrombotic effect of ASA was measured according to the method described by Born which was based on light transmission. The results were recorded as platelet aggregation curve. Eleven healthy volunteers participated in this trial after giving their' informed consents. Each subject received single doses (i.e. 50, 100, 200 and 300 mg) of ASA in a randomized and cross-over design. Wash out period between doses was 2 weeks. Materials being tested included platelet rich plasma, platelet poor plasma and adenosine diphosphate (aggregating agent) with final concentration of 10 uM. Inhibition of platelet aggregation by ASA was evaluated using two parameters, i.e. decrease of maximal aggregation and/or increase of aggregation curve's reversibility (compared to their pre-ASA values). Data was analysed with two way ANOVA and planned comparison test. Friedman test was used for non-Gaussian data.
Results and conclusions: If criterion of platelet aggregation inhibition is based on one of the two criteria mention above, ASA 50, 100, and 200 mg inhibited platelet aggregation for four days; meanwhile the 300 mg dose did it for five days (p < 0,01). If criterion of platelet aggregation inhibition is based on both of the above mentioned criteria, however, ASA 50 mg inhibited plate-let aggregation at 3 hours after dosing; meanwhile the 100 and 200 mg doses did it for four days. There is no significant difference in antithrombotic intensity between the four doses in the same days after drug administrations (p > 0,01). In addition, reversibility of platelet aggregation curve is a more sensitive parameter than maximal aggregation for measuring platelet aggregation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tan Lina
"Tujuan: mengetahui pengaruh pemberian diet rendah kalori seimbang yang dihitung berdasarkan defisit 1000 kkal/hari dari diet dan olahraga erobik yang disesuaikan dengan kemampuan maksimal berolahraga masing-masing individu terhadap berat badan (BB), indeks massa tubuh (MT), tebal lipatan Kulit total (TLK), massa lemak (ML), profil lipid, dan volume oksigen maksimal (VO2max).
Tempat : Pusat kebugaran Fit'n Chic, Kelapa Gading.
Metodologi : Setelah mendapat persetujuan etik dari Panitia Penilai Etik Penelitian, FKUI diperoleh 26 orang perempuan peserta program penurunan berat badan yang bersedia mengikuti penelitian Penelitian ini merupakan studi eksperimental pre- dan pasca- tes dengan menggunakan subyek yang sama sebagai kontrol dan perlakuan. Masing-masing individu mendapat diet rendah kalori seimbang dan olahraga erobik selama 12 minggu. Diet rendah kalori seimbang diberikan berdasarkan pengurangan pemberian kalori/defisit sebesar 1000 kkal/hari dengan perhitungan diet dikurangi rata-rata antara 600 sampai dengan 800 kkal dan energi yang dikeluarkan selama olahraga erobik yang diprogramakan rata-rata antara 200 sampai dengan 400 kkal. Sebelum diberikan olahraga erobik dilakukan tes Cooper untuk menilai kemampuan maksimal masing-masing individu dalam berolahraga. Olahraga erobik diberikan dengan intensitas 60-80% kemampuan maksimal, frekuensi 5 kali seminggu, lama 60 menit. Diet yang diberikan rata-rata 900 - 1100 kkal/hari.
Hasil : Terjadi penurunan berat badan secara bermakna (p < 0,05) dari 73,6 ± 11,17 kg menjadi 64,9 ± 10,08 kg (penurunan 11,81%); Penurunan IMT secara bermakna (p < 0,05) dari 29,62 ± 4,53 menjadi 26,10 ± 4.0 kg/m2 (perubahan 11,88%); Penurunan TLK secara bermakna (p < 0,05) dari 103,31 ± 18,39 mm menjadi 64,53 ± 14,13 mm (perubahan 37,54%); penurunan ML secara bermakna (p < 0,05) dari 35,60 ± 3,07 menjadi 24,96 ± 4,46 % (perubahan sebesar 29,89%); penurunan TG secara bermakna (p < 0,05) dari 126,23 ± 44,82 menjadi 109,89 ± 32,89 mg/dL (perubahan 12,94%); penurunan KT secara bermakna (p < 0,05) dart 206,15 ± 22,93 menjadi 182,12 ± 14,09 mg/dL (perubahan 11,66%); penurunan LDL secara bermakna (p < 0,05) dart 130,77 ± 25,11 menjadi 109,27 ± 17,83 mg/dL (perubahan sebesar 16,44%). Terjadi peningkatan VO2max secara bermakna (p < 0,05) dari 27,87 ± 2,75 menjadi 33,70 ± 2,75 ml/kg BB/min (perubahan 20,92%). Terjadi sedikit peningkatan HDL sebesar 0,62 mg/dL (1,24%) yang secara statistik tidak bermakna.
Kesimpulan: Dengan diet rendah kalori seimbang dan olahraga erobik dengan dosis yang disesuaikan kemampuan masing-masing individu sangat efektif untuk menurunkan berat badan, IMT, tebal lemak bawah kulit, persentase massa lemak, memperbaiki profil lipid, dan meningkatkan VO2maks.

Objective: To determine the effects of balanced LCD and endurance exercise with appropriate individual maximal capacity on body weight, body mass index (BM), total skin fold (TSF), percent body fat (BF), lipid profiles, and V02 max
Location: Fit'n Chic fitness centre, Kelapa Gading.
Methods: Twenty six overweight women were studied in a pre and post test, using control group as the same subjects as the treatment group. Subjects received a balanced LCD and endurance exercise for 12 weeks. Balanced LCD was given based on energy deficit 1000 kkal/day from diet and exercise. Deficit from diet was 600 to 800 kkal. The calorie from the diet was given within 900 - 1100 kkal/day and energy expenditure from endurance exercise was 200 to 400 kkal. All subject bad to undergo Cooper test for designing the intensity of the endurance program. Endurance exercise 60 - 80% V02max for 60 minutes, 5 days a week. The procedures followed were in accordance with the ethical Committee of the Department of Medicine, University of Indonesia.
Results: Balanced LCD and endurance exercise, decreased body weight 8,7 kg (11,81%) (p< 0,05) from 73,6 ± 11,17 to 64,9 t 10,08 kg BM1 decreased 11,88% (p < 0,05) from 29,62 t 4,53 to 26,10 ±4.0 kglm2), TSF decreased 37,54% (p < 0,05) from 103,31 t 18,39 to 64,53 ± 14,13 mm , percent BF decreased 29,89% (p < 0,05) from 35,60 t 3,07 to 24,96 ± 4,46 % , TG decreased 12,94% (p < 0,05) from 126,23 t 44,82 to 109,89 t 32,89 mg/dL, total cholesterol decreased 11,66% (p < 0,05) from 206,15 ± 22,93 to 182,12 ± 14,09 mg/dL, LDL decreased 16,44% (p < 0,05) from 130,77 ±25,11 to 109,27 ± 17,83 mg/dL, VO2max increased significantly (p < 0,05) before 27,87 ± 2,75 , after 33,70 t 2,75 ml/kg BW/min (changed 20,92%). IIDL increased not significantly (p > 0,05) from 32 ± 14 to 37 ± 16 mg/dL. The balanced LCD and endurance exercise with exact dose appropriate to individual performance resulted in significant weight loss, reduced BMI, TSF, percent BF, and improved lipid profiles and VO2max."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>