Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98404 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fuisal Muliono
"Selama kehamilan terjadi perubahan hormonal dan metabolik yang kompleks pada wanita hamil, yang dapat memperlihatkan gambaran klinik klasik mirip hipertiroid, sehingga diagnosis hipertiroid pada masa kehamilan menjadi lebih sulit. Perubahan hasil tes fungsi tiroid pada masa kehamilan lebih mempersulit lagi diagnosis tersebut, sehingga perlu dicari parameter yang relatif tidak dipengaruhi kehamilan. Diharapkan pemeriksaan kadar TSH dapat menggantikan parameter yang dipakai sekarang.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adakah perbedaan kadar TSH antara wanita hamil dengan wanita tidak hamil dan antara wanita hamil trimester II dengan trimester III. Selain itu untuk mendapatkan nilai rujukan kadar TSH pada wanita hamil.
Dari bulan April sampai September 1990 di UPF Bagian Patologi Klinik FKUI- RSCM telah dilakukan pemeriksaan kadar TSH-IRMA terhadap 30 orang wanita usia subur dan 60 orang wanita hamil trimester II, pemeriksaan diulang kembali pada kehamilan trimester III.
Kadar TSH-IRMA pada 30 orang wanita usia subur berkisar antara 0,4 - 3,1 mIU/l dengan nilai rata- rata 1,2 mIU/l. Kadar TSH-IRMA 60 orang wanita hamil trimester II berkisar antara 0,2 - 3,1 mIU/1 dengan nilai rata- rata 1,26 mIU/l. Nilai rujukan kadar TSH-IRMA wanita hamil trimester II adalah 0,29-3,73 mIU/1. Dan kadar TSH-IRMA pada 52 orang wanita hamil trimester III berkisar antara 0,2 - 3,3 mIU/1 dengan nilai rata- rata 1,17 mIU/l. Nilai rujukan kadar TSH-IRMA wanita hamil trimester III adalah 0,26-3,59mIU/1.
Hasil uji distribusi dari ke 3 kelompok data dengan tes Anderson Darling didapat distribusi log Gaussian.
Uji student's t test untuk membandingkan antara wanita usia subur sebagai kontrol dengan wanita hamil trimester II didapat kadar TSH-IRMA ke 2 kelompok tidak berbeda bermakna ( p=O,6955 ). Juga antara kontrol dengan trimester III dan antara trimester II dengan trimester III dengan p=0,7333 dan p=0,297.
Uji korelasi antara trimester II dan trimester III dengan Pearson's r product moment correlation didapat adanya korelasi antara ke 2 kelompok dengan r=0,5783 dan persamaan garis regresi y = 0,6251x± O,38O3.
Kesimpulan penelitian ini adalah kadar TSH wanita usia subur yang tidak hamil tidak berbeda dengan kadar TSH wanita hamil trimester II dan trimester III. Juga tidak terdapat perbedaan antara kadar TSH wanita hamil trimester II dengan trimester III.
Disarankan untuk melakukan penelitian serupa dengan subjek yang lebih banyak termasuk wanita hamil trimester I untuk mendapatkan nilai rujukan yang lebih memenuhi syarat.
Juga disarankan melakukan penelitian kadar TSH pada wanita hamil yang menderita hipo/ hipertiroid.

During pregnancy, there are hormonal and metabolic changes, which can mimic the classical picture of hyperthyroid, so diagnosis of hyperthyroid during pregnancy is difficult. The changes of thyroid function test results make the diagnosis even more difficult. It is necessary to find a parameter which is relatively not influence by pregnancy.
The aims of this study are to evaluate the differences of TSH level between pregnant women with non pregnant women and between pregnant women trimester II with trimester III. Beside these, to get the reference range of TSH level in pregnant women.
From April to September 1990 in Department of Clinical Pathology, Dr Cipto Mangunkusumo Hospital/ University of Indonesia, 30 women in child bearing period and 60 pregnant women trimester II had been evaluated their TSH-IRMA level, this test had been repeated in pregnancy trimester III.
TSH-IRMA level in 30 women was between 0,4-3,1 mIU/1 (mean : 1,2 mIU/1). In 60 pregnant women trimester II TSH level was between 0,2 - 3,1 mIU/l (mean 1,28 mIU/1). The reference range was between 0,29 - 3,73 mIU/1. In 52 women trimester III TSH-IRMA level was between 0,2 - 3,3 mIU/1 (mean : 1,17 mIU/1). The reference range was between 0,28 - 3,59 mIU/l.
The data of these 3 groups with Anderson Darling's test were found to be log Gaussian distribution.
TSH-IRHA level of pregnant women trimester II and trimester Ill were not significantly different from control. (p = 0,6955 and p = 0,7333). Also between trimester II and trimester III with p = 0, 297.
There is a correlation between trimester II and trimester III' with r = 0,5783 and regression line Y = 0,6251X ± 0,3803.
In conclusions, TSH level in non pregnant woman, did not differ to pregnant women trimester II and trimester III. There was no difference between TSH level trimester II; and trimester III.
We suggest to make the same evaluation with more subject included pregnant women in trimester I for getting more acceptable reference range.
Also we suggest to evaluate TSH level in pregnant women who suffer hypo/ hyperthyroidism.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurul Qomariyah
"ABSTRAK
Dalam upaya penatalaksanaan penderita penyakit kelenjar tiroid, harus dibuat diagnosis anatomik atau etiologik untuk mengetahui penyebab yang mendasari penyakit dan diagnosis fungsional untuk mengetahui status produksi hormon tiroid. Pemeriksaan laboratorium sangat berguna dalam membedakan fungsi kelenjar tiroid tersebut termasuk hipotiroid, eutiroid atau hipertiroid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemeriksaan TSH-sensitif metode IRMA dan ICMA dapat membedakan dengan jelas penderita hipertiroidisme dan kontrol eutiroid, dengan kata lain apakah pemeriksaan tersebut dapat dipakai sebagai uji saring untuk hipertiroidisme. Disamping itu ingin mendapatkan nilai rujukan TSH-IRMA dan ICMA yang dapat dipakai di UPF Patologi Klinik FKUI/RSCM.
Subyek penelitian adalah 35 penderita hipertiroidisme, terdiri atas 25 orang wanita dan 10 orang laki-laki, berusia 21-59 {30,2) tahun. Sebagai kontrol adalah 70 orang yang mempunyai fungsi kelenjar tiroid eutiroid, terdiri atas 40 laki-laki dan 29 perempuan, berusia 15-73 (37) tahun. Kriteria diagnostik didasarkan pada temuan klinik dan hasil pemeriksaan laboratorium FT4I. Terhadap subyek penelitian dan kontrol dilakukan pemeriksaan T4 total, T3U, TSH-IRMA (DPC) dan TSH-ICMA (Amerlite).
Hasil pemeriksaan kontrol: T4=4,1-15,1 (9,28) ug/dL; T3U = 19,3-33,0 (27,3)%; FT4I=0,81-3,59 (2,53); TSH-IRMA=O,25-3,60 (1,38) mIU/L dan TSH-ICMA=0,54-3,12 (1,34) mIU/L. Terdapat korelasi terbalik antara nilai T4 total, T3U dan FT4I dengan TSH-IRMA maupun TSH-ICMA. Tidak terdapat perbedaan nilai TSH kontrol laki-laki dan perempuan. Tidak terdapat hubungan antara umur dan nilai TSH. Nilai rujukan TSH-IRMA = 0,39-3,63 mIU/L, dan TSH-ICMA = 0,49-2,97 mIU/L.Hasil pemeriksaan penderita hipertiroid: T4 = 16,0->24 ng/dL; T3U=30,3-43,7 (38,3)7.; FT4I = 5,36->10,49; 31 (88,51.) orang mempunyai nilai TSH-IRMA dan ICMA tidak terukur dan, 4 Orang mempunyai nilai TSH-IRMA 0,09; 0,12; 0,16; 0,18 dan TSH-ICMA 0,06; 0,12; 0,13; 0,14. Nilai TSH-IRMA dan TSH-ICMA penderita hipertiroid berbeda bermakna dengan kontrol eutiroid. Terdapat korelasi antara nilai TSH-IRMA dengan TSH-ICMA (r = 0,9922). Nilai TSH-ICMA lebih rendah 6,6% dibanding TSH-IRMA. Nilai batas deteksi TSH-IRMA = 0,09 mIU/L dan TSH-ICMA = 0,04 mIU/L. Biaya per tes TSH-IRMA lebih mahal dibanding TSH-ICMA, karena pemeriksaan TSH-IRMA harus dilakukan in duplo. Pemeriksaan TSH-IRMA dan TSH-ICMA sensitif secara analitik dan klinik untuk diagnosis hipertiroidisme.
Kesimpulan penelitian ialah pemeriksaan TSH-IRMA dan TSH﷓ICMA mampu membedakan dengan jelas penderita hipertiroidisme dan kontrol eutiroid, dan dapat dipakai sebagai uji saring hipertiroidisme. Batas deteksi pemeriksaan TSH-ICMA lebih rendah dari pada TSH-IRMA. Nilai rujukan TSH-IRMA berbeda dengan TSH-ICMA.
Disarankan untuk melakukan penelitian serupa dengan subyek penelitian dan kontrol (penderita rawat tinggal dan rawat jalan) yang lebih banyak agar dapat ditentukan nilai batas TSH untuk diagnosis hipertiroidisme, dan mendapatkan nilai rujukan yang lebih memenuhi syarat. Disarankan pula untuk menilai kemampuan pemeriksaan TSH untuk memantau pengobatan hipertiroidisme dan pengobatan hormon tiroid.

In managing patients with thyroid diseases, an anatomical or etiological diagnosis should be made for knowing the basic causes, and functional diagnosis for knowing the thyroid hormone production. Laboratory tests are necessary to differentiate whether the condition is hypothyroid, euthyroid or hyperthyroid.
The goal of this study was to know whether TSH-IRMA and ICMA tests can clearly differentiate hyperthyroid patients from euthyroid, and whether this test can be used as the first test for hyperthyroidism. More over, to determine the reference range of TSH-IRMA and ICMA which can be used in the Departement of Clinical Pathology, Dr Cipto Mangunkusumo hospital / Faculty of Medicine University of Indonesia.
The subjects of this study were 35 patients with hyperthyroidism. They consist of 25 women and 10 men, who were 21-59 (30,2) years old. We took 70 people who were in euthyroid condition, about 15-73 (37) years old as controls. The criteria of diagnosis were based on clinical finding and FT4I test. Subjects and controls were examined for total T4, T3U, TSH-IRMA (DPC) and TSH-ICMA (Amerlite) levels.
Values of the controls were T4 = 4,1-15,1 (9,28) ug/dL; T3U = 19,3-33,0 (27,3)%; FT4I = 0,81-3,59 (2,53); TSH-IRMA = 0,25-3,60 (1,3B) mIU/L and TSH-ICMA = 0,54-3,12 (1,34) mIU/L. There was negative correlation between total T4, T3U or FT4I level and TSH-IRMA or TSH-ICMA. There was no difference between TSH level in male and female controls. No correlation was found between age and TSH level. The reference value of TSH-IRMA was 0,39-3,63 mIU/L and TSH-ICMA was 0,49-2,97 mIU/L.
The level of total T4, T3U and FT4I in hyperthyroid were 16,0->24 ng/dL, 30,3-43,7 (38,3)7 and 5,36-7.10,49 respectively. TSH-IRMA and TSH-ICMA value were undetectable in 31(88,5%) persons, and 4 persons have TSH-IRMA level of 0,09; 0,12; 0,16; 0,1B and TSH-ICMA level of 0,06; 0,12; 0,13; 0,14. TSH﷓IRMA and TSH-ICMA level in hyperthyroid were significantly lower than in euthyroid.
There was a good correlation between TSH-IRMA and TSH-ICMA (r = 0,9922). T5H-ICMA was 6,6% lower than TSH-IRMA. The detection limit of TSH-IRMA was 0,09 mIU/L and TSH-ICMA was 0,04 mIU/L. One TSH-IRMA test was more expensive than one TSH-ICMA test, because TSH-IRMA test must be performed in duplicate. TSH-IRMA and TSH-ICMA assays were analytically and clinically sensitive and specific for diagnosing hyperthyroidism.
In conclusion, TSH-IRMA and TSH-ICMA assays could clearly differentiate hyperthyroid from euthyroid patients, and suitable as screening tests for hyperthyroidism. The detection limit of TSH-ICMA was lower than T5H-IRMA. The reference range of TSH-IRMA was different from TSH-ICMA.
Further study with more subjects is still needed to determine TSH lower limit value for diagnosing hyperthyroidism and a more acceptable reference value. We suggest another study to evaluate TSH values in controlling treatment of hyperthyroidism and thyroid hormones supplementation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnawati Amqam
"ABSTRAK
Penggunaan jangka panjang insektisida klorpirifos (CPF) akan menimbulkan efek
pada Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan hormon-hormon tiroid
(triidiotironin/T3 dan tirotoksin/T4). Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
insektisida CPF terhadap kadar TSH dan hormon-hormon tiroid pada petani sayur
dari tinjauan aspek genetik populasi. Studi ini dilakukan dengan desain potong
lintang. Terdapat 273 petani sayur yang menjadi subjek, yang diambil pada tiga
populasi suku, yaitu Jawa, Sunda, dan Makassar. Terdapat variasi genetik
paraoxonase 1 (PON1) pada ketiga populasi dan alel Q banyak ditemukan pada
semua populasi. PON1 dapat menjadi prediktor terjadinya gangguan pada kadar
hormon-hormon tiroid dan TSH. TCP sebagai metabolit CPF merupakan biomarker
kemampuan metabolisme individu terhadap CPF. Pada masyarakat petani yang
terpajan klorpirifos, TCP urin yang tidak terdeteksi berperan dalam terjadinya kadar
FT3 rendah dan kadar TCP urin yang rendah berperan dalam terjadinya kadar FT4
tertil rendah dan kadar TSH tinggi. Efek CPF terhadap ketiga hormon ini diduga
terjadi melalui mekanisme terganggunya sistem neurotransmitter dan proses
deyodinasi pada perifer dan hati.

ABSTRACT
Long-term use of chlorpyrifos (CPF) insecticide will affects Stimulating Thyroid
Hormone (TSH) and thyroid hormones (triidiotironin/T3 and tirotoksin/ T4). This
study aimed to assess the effect of insecticide CPF on levels of TSH and thyroid
hormones of the vegetable farmers as the reviews of population genetic aspects. This
study was conducted with a cross-sectional design. There were 273 vegetable farmers
as subjects, taken in three population, namely Java, Sunda, and Makassar. There was
genetic variation of paraoxonase 1 (PON1) in a population of in the three populations
and Q alleles found in all populations. PON1 may be a predictor of causing
interference to the levels of thyroid hormones and TSH. TCP as CPF metabolite was
a biomarker of individual metabolic capabilities toward CPF. In exposed CPF
farming communities, undetected TCP urine played a role in occurrence of low FT3
levels while low levels of TCP urine play a role for lower tertile FT4 level and high
TSH level. CPF effect to the hormones possiblyoccured through the mechanism of
disruption of neurotransmitter system and deiodinase process in peripheral and liver"
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivaldi Ardiansyah
"Latar belakang. Profil hormon tiroid belum banyak dipelajari pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik (SNI). Prevalens disfungsi tiroid pada anak dengan SNI di Indonesia belum jelas. Beberapa studi mempunyai hipotesis bahwa hipotiroidisme pada SNI dapat terjadi akibat peningkatan ekskresi protein pengikat hormon tiroid dan hormon tiroid. Terapi steroid merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya hipotiroidisme.
Tujuan. Mengetahui angka kejadian hipotiroidisme pada anak dengan SNI aktif dan remisi.
Metode. Penelitian potong lintang yang dilakukan pada 103 pasien sindrom nefrotik idiopatik berusia 1-18 tahun di RSCM. Prevalens abnormalitas hormon tiroid adalah sebanyak 15,5% mengalami hipotiroidisme overt, 1,9% mengalami hipotiroidisme sekunder, 1,9% mengalami hipotiroidisme subklinis, 47,6% mengalami low-T3 syndrome, 10,7% mengalami low-T3 dan low-T4 syndrome dan sebanyak 22,3% subjek dengan status eutiroid. Sebanyak 16/103 subjek pada penelitian ini mengalami hipotiroidisme overt. Pada penelitian ini, seluruh subjek yang mengalami hipotiroidisme overt tersebut berasal dari kelompok SNI aktif. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara status SNI aktif dengan kejadian hipotiroidisme overt dengan nilai p <0,001. Pada penelitian ini, 13/16 subjek yang mengalami hipotiroidisme overt tersebut mengalami hipoalbuminemia Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara hipoalbuminemia pada SNI dengan kejadian hipotiroidisme overt dengan nilai p <0,001. Rasio protein/kreatinin urin sewaktu berkorelasi negatif dengan kadar T3, T4, dan T4 bebas serum (r=-0,563, p=<0,001; r=-0,586, p=<0,001; r=-0,405, p=<0,001), secara berturut-turut. Rasio protein/kreatinin urin sewaktu berkorelasi positif dengan kadar TSH serum (r=0,618, p=<0,001).
Kesimpulan. Prevalens abnormalitas hormon tiroid pada anak dengan SNI adalah sebanyak 15,5% mengalami hipotiroidisme overt. Proteinuria masif dan hipoalbuminemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipotiroidisme pada pasien anak dengan SNI. Pemeriksaan penapisan hipotiroidisme overt (TSH dan T4 bebas) dapat dilakukan pada kelompok SNI fase aktif dan/atau kelompok SNI yang mengalami hipoalbuminemia.

Background. Thyroid hormone profiles in Indonesian pediatric idiopathic nephrotic syndrome (INS) patient has not been fully studied. The prevalence of hypothyroidism in INS has not been established. Nephrotic syndrome is a common kidney disease among children which is characterized by proteinuria, hypercholesterolemia, hypoproteinemia, and edema. The urinary losses of proteins including albumin, thyroid hormone and thyroid-binding globulin might affect the thyroid hormone levels in those children. Glucocorticoid might also affect the occurrence of hypothyroidism in INS patients.
Objectives. To evaluate the prevalence of hypothyroidism in active and remission pediatric INS patients.
Methods. In this cross-sectional study included 103 pediatric INS patients. The thyroid hormone profiles included serum levels of triiodothyronine (T3), thyroxine (T4), thyroid-stimulating hormone (TSH), and free T4.
Results. In this study we recruited 103 children aged 1-18 years with active and remission phase INS. Of the 103 patients, 15.5% had overt hypothyroidism, 1.9% had subclinical hypothyroidism, and had 47.6% low-T3 syndrome and 10.7% had low-T3 and low-T4 syndrome. Of the 16/103 patients, 16 had overt hypothyroidism. All subjects with overt hypothyroidism are active INS patients. There was significant relationship between active INS and overt hypothyroidism. There was also significant relationship between hypoalbuminemia and overt hypothyroidism. The urinary protein/ creatinine ratio was significantly negatively correlated with serum T3, T4, and free T4 levels (r=-0.563, P=<0.001; r=-0.586, P=<0.001; r=-0.405, P=<0.001, respectively) as well as it positively correlated with TSH levels (r=0.618, P=<0.001).
Conclusion. Overt hypothyroidisms was observed in 15.5% pediatric patients with active INS. Massive proteinuria and hypoalbuminemia are risk factors of overt hypothyroidism in INS patients. Thyroid profile should be evaluated routinely in active and/or hypoalbuminemia subset of patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nerissa Nur Arviana
"Latar Belakang Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar yang terletak di bawah kartilago tiroid. Kanker tiroid merupakan keganasan yang muncul dari sel parenkim tiroid yang mana sel sel tumbuh secara tidak normal dari jaringan kelenjar tiroid juga berpotensi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Berdasarkan World Health Organization (WHO), data kanker tiroid di dunia pada tahun 2020 secara keseluruhan mencapai 586.202 kasus. Sementara, di Indonesia sendiri, kasus kanker tiroid pada tahun 2020 mencapai 13.114 dengan angka kematian mencapai 2.224 yang mana lebih banyak terjadi pada perempuan dengan jumlah 9.053 kasus. Berdasarkan penelitian, prevalensi kanker tiroid pada anak adalah 0,2-5 % dibandingkan dengan sekitar 30% pada orang dewasa. Melihat permasalahan ini, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kanker tiroid pada anak di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang belum ada datanya terutama berdasarkan karakteristik dan faktor risikonya. Metode Penelitian ini menggunakan metode observasional deksriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan berupa total sampling pada penderita kanker tiroid anak di RSCM periode 2016 hingga 2022.
Hasil Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi kanker tiroid pada anak di RSCM pada Tahun 2016 – 2022 sebsar 1,4%. Dengan karakteristik sosiodemografi, 95,7% berusia 11 hingga 18 tahun, 78,3% berjenis kelamin perempuan dan 21,7% berjenis kelamin laki- laki, serta 65,2% tinggal di perkotaan. Hasil lainnya menunjukkan 95,7% riwayat keluarga tidak ada dan 47,8% mempunyai BMI ideal. Hasil karakteristik klinis, 78,3% pasien dengan jenis kanker tiroid papilar, 87% pasien stadium1, 43,5% mengalami T2, 39,1% mengalami N1, dan 13% dengan M1. Terapi utamanya operasi sebanyak 86,9% dengan jenis total tiroidektomi sebesar 60%. Tidak terdapat perbedaan karakteristik antara jenis kanker tiroid papilar dan folikular.
Kesimpulan Penelitian ini memberikan angka prevalensi serta data deskriptif terkait persentase dan frekuensi masing-masing variabel yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya berupa analitik terkait prognosis dan mortalitas serta hubungan setiap variabel.

Introduction The thyroid gland is one of the largest endocrine glands which is located under the thyroid cartilage. Thyroid cancer is a malignancy that arises from thyroid parenchyma cells in which the cells grow abnormally from the thyroid gland tissue which also has the potential to spread to other parts of the body. Based on the World Health Organization (WHO), data on thyroid cancer in the world in 2020 reached 586,202 cases. Meanwhile, in Indonesia alone, cases of thyroid cancer in 2020 reached 13,114 with a death rate of 2,224 which was more common in women with a total of 9,053 cases. Based on research, the prevalence of thyroid cancer in children is 0.2 – 5% compared to about 30% in adults. Seeing this problem, this study aims to determine the prevalence of thyroid cancer in children at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for which there is no data, mainly based on the characteristics and risk factor.
Method This study used a descriptive observational method with a cross sectional approach. The sample used was total sampling in children with thyroid cancer at RSCM for the period 2016 to 2022.
Results The results of this study found that the prevalence of thyroid cancer in children at RSCM in 2016 - 2022 was 1.4%. With sociodemographic characteristics, 95.7% were aged 11 to 18 years, 78.3% were female and 21.7% were male, and 65.2% lived in urban areas. Other results showed that 95.7% had no family history and 47.8% had an ideal BMI. Results of clinical characteristics, 78.3% of patients had papillary thyroid cancer, 87% of patients had stage 1, 43.5% had T2, 39.1% had N1, and 13% had M1. The main therapy was surgery for 86.9% with total thyroidectomy at 60%. There are no differences in characteristics between papillary and follicular types of thyroid cancer.
Conclusion This research provides prevalence figures as well as descriptive data regarding the percentage and frequency of each variable which can be used as a reference for further research in the form of analytics related to prognosis and mortality as well as the relationship between each variable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Minanul Hakim
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti N. Gunawan W
"ABSTRAK
Pendahuluan
Di Indonesia berdasarkan data dari Badan Registrasi Kanker Indonesia, karsinoma tiroid dengan frekuensi relatif 4,43%, menempati urutan ke 9 dari 10 keganasan yang sering ditemukan. Pada tindakan pembedahan tiroid, umum dilakukan pemeriksaan potong beku intra operatif untuk menentukan keganasan pada lesi tiroid serta menentukan tindakan definitif dan jenis operasi yang akan dikerjakan. Pemeriksaan potong beku itu sendiri memiliki beberapa kelemahan antara lain biaya yang lebih mahal, waktu pembiusan yang lebih lama dengan segala risikonya, serta ketidaksediaan pemeriksaan ini di setiap rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai akurasi pemeriksaan triple diagnostik pada nodul tiroid yang terdiri dari klinis, ultrasonografi, dan aspirasi jarum halus (bajah), yang dibandingkan dengan standar baku emas pemeriksaan histopatologi sehingga nantinya diharapkan triple diagnostik ini saja sudah cukup untuk dapat dipakai dalam merencanakan terapi definitif.
Metoda
Dilakukan pengumpulan data pasien dengan nodul tiroid dari rekam medis dari periode 2010-2011. Dilakukan penghitungan dan penentuan kriteria ganas atau jinak dari masing-masing unsur triple diagnostik, yang terdiri dari data klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik), USG tiroid, dan bajah. Dilakukan analisis uji diagnostik dari triple diagnostik yang dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi pasca operasi sebagai standar baku emas.
Hasil
Terdapat 223 pasien dengan nodul tiroid. Dari jumlah tersebut data rekam medis yang lengkap didapatkan sebanyak 161 kasus. Jenis histopatologi terdiri dari karsinoma papiler (90,3%), folikular (3%), meduler (0,7%), anaplastik (6%). Didapatkan sensitivitas dan spesifisitas dari triple diagnostik pada nodul tiroid sebesar 77 % dan 94 %. Nilai prediksi positif 98%, nilai prediksi negatif 51,6%, dan akurasi sebesar 80,9%. Kombinasi dari pemeriksaan klinis, ultrasonografi dan bajah memberikan probabilitas ganas sebesar 92%.
Kesimpulan
Triple diagnostik belum dapat digunakan sebagai pemeriksaan yang ideal menggantikan pemeriksaan potong beku dalam menangani kasus nodul tiroid, tetapi pada kasus dengan unsur-unsur triple diagnostik yang konkordan ganas memiliki nilai prediksi positif (98%) dan probabilitas ganas (92%) yang tinggi sehingga pada kasus demikian memungkinkan untuk dilakukan tindakan definitif dengan tetap mempertimbangkan sensitifitas dan spesifitas unsur-unsur triple diagnostik pada masing-masing senter

ABSTRACT
Background
In Indonesia, based on data from Indonesian Cancer Registration Council, thyroid carcinoma with relative frequency of 4,43% ranks the ninth from the ten most common cancers in Indonesia. In thyroid surgery, it’s common to perform frozen section examination intraoperatively to determine malignancy and definitive operation. Frozen section has several limitations, for example: higher expense, longer duration of anesthetization, and it’s unavaibility in all hospital. The aim of this research is to evaluate accuracy of triple diagnostic, which is consisted of clinical findings, ultrasonography, dan fine needle aspiration biopsy, compared to golden standard of histopathological result, so that triple diagnostic only is enough to plan definitive treatment in patients with thyroid nodule.
Method
Data were collected from medical records from the period of 2010-2011. Each element of triple diagnostic was classified into either malignant or benign. Diagnostic test study was performed to analyze triple diagnostic which was compared to post operative histopathological result as a golden standard.
Results
There were 223 patients with thyroid nodule, but of all there were only 161 cases with complete medical record were compiled. Histopathological reports consisted of papillary carcinoma (90,3%), follicular (3%), medullary (0,7%), anaplastic (6%). Sensitivity and spesifity of triple diagnostic for thyroid nodule were 77% and 94%. Positive predictive value of 98%, negative predictive value of 51,6%, and accuracy of 80,9%. Combination of clinical findings, ultrasonography, and fine needle aspiration biopsy altogether gave probability of malignant of 92 %.
Conclusion: Triple diagnostic for thyroid nodule can not be used yet as ideal test to replace golden standard of histopatlogical result, but cases which concordant results of each triple diagnostic’s element have high both positive predictive value (98 %) and malignant probability (92 %). In cases as above, it is still possible to perform definitive operation while still considering both sensitivity and spesifity of all triple diagnostic’s elements in each center."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33095
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Eka Putra
"ABSTRAK
Pemeriksaan thyroid-stimulating hormon TSH) merupakan salah satu pemeriksaan utama dalam mendiagnosis kelainan pada kelenjar tiroid. World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemeriksaan kadar TSH menggunakan bahan serum. Penggunaan plasma dapat membantu pencapaian turn around time (TAT) laboratorium namun perbedaan hasil pengukuran antara serum dan plasma belum diketahui. Pada penelitian dibandingkan hasil pengukuran kadar TSH menggunakan tabung penampung serum dengan clot activator tanpa gel pemisah (Tabung I), tabung penampung plasma dengan antikoagulan heparin tanpa gel pemisah (Tabung II), dan tabung penampung plasma dengan antikoagulan heparin dan gel pemisah (Tabung III). Selain itu juga dilihat gambaran kadar TSH berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kadar glukosa darah sewaktu. Desain penelitian adalah potong lintang dengan menggunakan 89 subjek penelitian yang dipilih secara censecutive sampling. Didapatkan median kadar TSH pada tabung I, II, dan III secara berturut-turut sebesar 1,380 (0,032-7,420) µIU/mL, 1,380 (0,030-7,480) µIU/mL, dan 1,360 (0,030-7,460) µIU/mL. Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar TSH ketiga tabung secara statistik. Median selisih kadar TSH antara tabung II dan III dengan tabung I secara proporsional didapatkan sebesar -0,9% (-7,2 - 2,2)% dan -1,7% (-8,0 - 1,6)%. Penyimpangan kadar TSH tabung II dan III yang didapatkan telah sesuai dengan nilai ketidaktepatan yang dapat diterima menurut Ricos. Didapatkan gambaran median kadar TSH pada kelompok laki-laki dan perempuan secara berturut-turut sebesar 1,500 (0,032-4,250) µIU/mL dan 1,345 (0,058-7,420) µIU/mL. Median kadar TSH pada kelompok usia 31-40 tahun dan >61 tahun secara berturut-turut sebesar 1,190 (0,609-3,240) µIU/mL dan 1,730 (0,088-5,760) µIU/mL. Pada kelompok glukosa darah sewaktu <200 mg/dL didapatkan nilai median glukosa darah sewaktu pada kelompok kadar TSH di atas nilai rujukan, dalam rentang nilai rujukan dan dibawah nilai rujukan secara berturut-turut sebesar 175 (151-199) mg/dL, 89 (60-190) mg/dL, dan 107 (73-117) mg/dL. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa spesimen dari ketiga tabung penampung dapat digunakan untuk pemeriksaan kadar TSH tanpa memberikan perbedaan hasil yang bermakna baik secara statistik maupun secara klinis. Gambaran kadar TSH yang didapatkan menunjukkan nilai median kadar TSH lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, terdapat pola peningkatan kadar TSH pada kelompok usia yang lebih tua, dan nilai median glukosa lebih tinggi pada kelompok kadar TSH di atas rentang nilai rujukan.

ABSTRACT
Thyroid-stimulating hormone (TSH) is one of the important laboratory parameters in diagnosing the thyroid gland abnormalities. The World Health Organization (WHO) recommends using serum samples to measure TSH levels. The use of plasma samples can help to improve laboratory turn around time (TAT) but the difference of measurements results between serum and plasma samples is unknown. The aims of this atudy were to compare TSH levels using serum tubes with clot activator (Tube I), plasma tubes with heparin anticoagulants (Tube II), and plasma tubes with heparin anticoagulant and gel separator (Tube III), and to show an overview of TSH levels according to gender, age, and random blood glucose levels. A cross sectional study was conducted using 89 blood samples from subjects that were selected by consecutive sampling. The median TSH levels in tubes I, II, and III were 1.380 (0.032-7.420) µIU/mL, 1.380 (0.030-7.480) µIU/mL, and 1.360 (0.030-7.460) µIU/mL respectively. There were no statistically significant differences in TSH levels of the three tubes. The median TSH levels differences of tubes II and III compared to tube I were -0.9% (-7.2 - 2.2) and -1.7% (-8.0 - 1.6) respectively. Biases of the measurement results obtained were in accordance with the spesicified desirable bias according to Ricos. The median TSH levels of the male and female groups was 1.500 (0.032-4.250) µIU/mL and 1.345 (0.058-7.420) µIU/mL respectively. Median TSH levels of 31-40 years old age group and >61 years old age group were 1.190 (0.609-3.240) µIU/mL and 1.730 (0.088-5.760) µIU/mL respectively. In the group of blood glucose level <200 mg/dL, the median of blood glucose level according to above, within, and below reference range of TSH were 175 (151-199) mg/dL, 89 (60-190) mg/dL, and 107 (73-117) mg/dL. In conclusion, specimens from the three tubes could be used to examine TSH levels without giving neither statistically nor clinically significant difference. The measurement of TSH levels obtained in the study showed a higher median TSH levelin the male group compared to the female group, higher TSH levels in the older age group, and a higher median glucose level in the TSH group above the reference range of TSH.

"
2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Asih Lestari
"Latar Belakang: Tipe pemhedahan pada kanker tiroid papiler masih menjadi kontroversi. Multisentrisitas adalah salah satu alasan yang mendukung dilakukannya tiroidektomi total. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui frekuensi multisentrisitas kanker tiroid papiler di RSUPN Cipto Mangunkusumo serta faktor-faktor prediktif yang dapat memperkirakan adanya lesi multisentrisitas pada seorang pasien kanker tiroid papiler.
Subyek dan Metode: Penelitian dilakukan secara cross-sectional retrospektif terhadap data pasien yang menjalani completion thyroidectomy di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tahun 2004 sampai dengan 2009. Enam puluh dari 71 pasien dengan data yang lengkap dievaluasi usia, jenis kelamin. tipe pembedahan operasi pertama, interval operasi, komplikasi, dan hasil histopatologi lobus kontralateral. Basil Frekuensi multisentrisitas kanker tiroid papiler di RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan sebanyak 63,3%. Usia, jenis kelamin, serta subtipe histopatologi tumor tidak dapat dijadikan sebagai faktor-faktor prediktif terjadinya multisentrisitas (p > 0,05). Komplikasi yang terjadi herupa hipokalsemia (36,6%) dan suara serak (3,3%).
Kesimpulan: Frekuensi multisentrisitas kanker tiroid papiler di RSUPN Cipto Mangunkusumo cukup tinggi sehingga sebaiknya completion thyroidectomy dilakukan tanpa melihat kelompok risiko pasien. Completion thyroidectomy merupakan prosedur yang aman dengan heberapa komplikasi yang terjadi. Tidak ada variahel yang dapat dijadikan faktor prediktif terjadinya lesi multisentrisitas pada seorang pasien kanker tiroid papiler."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T58999
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifni Nursam
"Latar belakang: Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas utama untuk evaluasi nodul tiroid. Dependensi operator yang tinggi membuat nilai diagnostik USG relatif rendah terutama bagi operator yang minim pengalaman. Computer Aided Diagnosis (CAD) merupakan sistem terkomputerisasi yang mampu melakukan penilaian USG nodul tiroid dengan objektif, konsisten dan diharapkan dapat meningkatkan akurasi diagnostik USG dalam penilaian nodul tiroid. AmCAD adalah aplikasi CAD untuk penilaian nodul tiroid yang sudah tersedia saat ini, namun belum ada data mengenai penggunaan AmCAD di Indonesia, sehingga diperlukan penelitian untuk melihat kesesuaian penilaiannya dengan kriteria penilaian yang selama ini sudah digunakan Tujuan: Menilai kesesuaian AmCAD dan ACR TI-RADS dalam menentukan nodul jinak dan ganas tiroid berdasarkan gambaran USG. Metode: Data sekunder hasil USG pasien dengan nodul tiroid di Departemen Radiologi RSCM dari tahun 2015-2019 dilakukan penilaian oleh peneliti sesuai kriteria ACR TI-RADS, kemudian gambar yang sama dilakukan penilaian terpisah menggunakan aplikasi AmCAD. Kesesuaian AmCAD dan ACR TI-RADS dalam menentukan nodul jinak dan ganas tiroid dianalisis. Hasil: Sampel penelitian ini sebanyak 85 nodul tiroid (jenis kelamin terbanyak wanita, rerata usia 49,8 ± 13,9 tahun). Hasil analisis menunjukkan AmCAD dan ACR TI-RADS memiliki kesesuaian yang baik dalam membedakan nodul jinak dan ganas tiroid berdasarkan gambaran USG dengan nilai konkordans 87,1 % , Kappa Cohen R 0,570 (p 0,001). Kesimpulan: AmCAD dan kriteria ACR TI-RADS memiliki kesesuaian yang baik dalam melakukan penilaian nodul tiroid.

Background: Ultrasonography (USG) is the main modality for evaluation of thyroid nodules. High operator dependency makes the diagnostic value of ultrasound relatively low especially for operators who lack experience. Computer Aided Diagnosis (CAD) is a computerized system that is able to carry out ultrasound assessment of thyroid nodules objectively, consistently and is expected to improve the diagnostic accuracy of ultrasound in the assessment of thyroid nodules. AmCAD is a CAD application for the assessment of thyroid nodules that are currently available, but there is no data regarding the use of AmCAD in Indonesia, so research is needed to see the appraisal of the assessment with the assessment criteria that have been used so far. Objective: Assess the suitability of AmCAD and ACR TI-RADS in determine benign and malignant thyroid nodules based on ultrasound images. Methods: Secondary data on the ultrasound results of patients with thyroid nodules in the Department of Radiology RSCM from 2015-2019 were assessed by researchers according to the ACR TI-RADS criteria, then the same image was assessed separately using the AmCAD application. The suitability of AmCAD and ACR TI-RADS in determining benign and malignant thyroid nodules was analyzed. Results: The sample of this study was 85 thyroid nodules (most female sex, mean age 49.8 ± 13.9 years). The results of the analysis showed that AmCAD and ACR TI-RADS were well-suited in distinguishing benign and malignant thyroid nodules based on ultrasound images with concordance values ​​of 87.1%, Kappa Cohen R 0.570 (p 0.001). Conclusion: AmCAD and ACR TI-RADS criteria are well-matched in assessing thyroid nodules."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>