Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95791 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Doddy Sumaryono
"ABSTRAK
Upaya mempertahankan gigi adalah suatu tindakan yang mengutamakan tindakan penambalan dari pada pencabutan, pada gigi yang terkena penyakit karies gigi.
Manfaat tindakan penambalan gigi adalah (1) mencegah penjalaran penyakit karies, (2) mengembalikan bentuk anatomis gigi, (3) mengembalikan fungsi gigi yaitu untuk mastikasi, estetik dan fonetik, (4) mengurangi resiko hilangnya gigi asli oleh karena tindakan pencabutan, (5) mengurangi biaya untuk pemulihan kesehatan gigi (misalnya: biaya untuk pembuatan prothesa, bridge) sehingga dapat menekan ekonomi biaya tinggi pada masyarakat, (6) memberikan perasaan tenang dan hidup enak oleh karena tidak terganggu oleh sakit gigi sehingga dapat berkonsentrasi penuh dalam tugas sehari-hari, baik sebagai karyawan naupun pelajar dan sebagainya.
Pada pelayanan medik gigi di Puskesmas (1988) secara nasional tampak masih rendah, dimana didapatkan ratio Tambal : Cabut = 1 : 6 . Ratio Tambal : Cabut di DKI Jakarta {1988 /1989) dengan 5 Kodya-nya berkisar dari 1 : 1 s/d 1 : 3,6 dan didapat angka rata-rata = 1 : 2,5 per Kodya. Proporsi tambal di DKI Jaya adalah 1/3,5 = 28,57 = 29 2.
Target Pelita IV menurut Direktorat Kesehatan Gigi, ratio Tambal : Cabut = 1 : 1 , berarti Proporsi tambal = ½ = 0,50 = 50 % , dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Upaya mempertahankan gigi di DKI masih rendah dan masih perlu ditingkatkan lagi agar target Pelita IV dapat dicapai.
2. Perlu dilakukan penelitian upaya mempertahankan gigi untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi rendahnya upaya mempertahankan gigi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh faktor: tenaga Dokter Gigi, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan penderita yang berobat gigi terhadap upaya mempertahankan gigi di Puskesmas.
Penelitian dilakukan di 6 Puskesmas DKI Jakarta dengan melibatkan 17 orang Dokter Gigi pada bulan Mel s/d Juni 1991 dengan 409 responden sebagai sample. Responden adalah penderita yang berobat gigi di Puskesmas. Pengendalian sampel dilakukan pada umur dan jumlah kunjungan, umur dibatasi minimal 8 tahun dan jumlah kunjungan adalah minimal kunjungan ke-dua.
Hasil penelitian upaya mempertahankan gigi dengan mempergunakan ukuran ?performed treatment need" yaitu dengan membandingkan. F/DMF-T, didapatkan hasil upaya mempertahankan gigi baik (0,50 - 1,00) = 20,8 % dan upaya mempertahankan gigi kurang baik (0,00 - 0,49) = 79,2 %.
Hasil analisis dengan uji statistik Chi Square dan analisis regresi dengan MLR (Multiple Logistic Regression) didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak ditemukan adanya pengaruh faktor tenaga Dokter Gigi, khususnya peminatan spesialisasi kedokteran gigi terhadap upaya mempertahankan gigi di Puskesmas DKI 1991.
2. Tidak ditemukan adanya pengaruh faktor ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan gigi, khususnya alat rontgen dan alat endodontik terhadap upaya mempertahankan gigi di Puskesmas DKI1991.
3. Ditemukan adanya pengaruh faktor pada penderita yang berobat gigi di Puskesmas, khususnya status karies DHF-T, status ekonomi (kategori tinggi), status kebersihan mulut OHI-S (kategori sedang) terhadap upaya mempertahankan gigi di Puskesmas DKI, 1991."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Alamsjah
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan PWS Berta pengaruh PWS terhadap peningkatan cakupan imunisasi di D.K.I. Jakarta selama tahun 1990 dan 1991. Sumber data untuk penelitian ini adalah data primer yang diambil dengan wawancara dan data sekunder yang berupa hasil cakupan imunisasi (aksesibilitas, kelengkapan, ketidaksinambungan imunisasi ), catatan buku biru, buku PWS. Jumlah puskesmas yang diambil pada tahun 1989 adalah 299 buah , pada tahun 1990 adalah 306 buah dan pada tahun 1991 adalah 307 buah ; jumlah ini diluar puskesmas yang ada di Kepulauan Seribu.
Dalam penelitian ini digunakan tabulasi silang , analisa stratifikasi. Disamping itu juga digunakan analsis regresi logistik ganda, untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor yang diteliti dengan mengendalikan semua faktor lain yang ikut mempengaruhi asosiasi tersebut.
Dari hasil analisa data diperoleh hasil bahwa PWS bermanfaat didalam peningkatan proporsi puskesmas yang dapat mencapai target aksesibilitas dan kelengkapan imunisasi selama tahun 1990 dan 1991, juga peningkatan proporsi puskesmas dengan ketidaksinambungan ringan selama tahun 1990 dan 1991.
Dengan adanya penelitian ini dapat diketahui :
1.Pemantauan Wilayah Setempat di D.K.I. telah melembaga.
2.PWS bermanfaat didalam peningkatan proporsi puskesmas yang dapat mencapai target aksesibilitas dan kelengkapan imunisasi selama tahun 1990 dan 1991, juga peningkatan proporsi puskesmas dengan ketidaksinambungan ringan selama tahun 1990.
3.PWS merupakan alat manajemen sederhana yang praktis yang harus dimanfaatkan oleh jajaran kesehatan secara melembaga dalam semua siklus pengambilan keputusan untuk memantau penyelenggaraan program imunisasi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nobella Arifannisa Firdausi
"Skripsi ini menganalisis tingkat kesiapsiagaan Puskesmas di Provinsi DKI Jakarta dalam menghadapi bencana. Metode penelitian ini adalah metode penelitian kombinasi (mix-method). Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan  tinjauan dokumen. Pengumpulan data ini menggunakan pedoman dari PAHO: Evaluation of small&medium-sized health facilities series 4.  Variabel yang diteliti adalah potensi bencana di puskesmas, keselamatan struktural, keselamatan nonstruktural, dan aspek fungsional untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan bencana di puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kesiapsiagaan puskesmas X adalah 0,65 dan puskesmas Y adalah 0,6. Kedua nilai tersebut masuk ke dalam tingkat kesiapsiagaan B, yang artinya puskesmas X dan Y perlu melakukan intervensi dalam jangka waktu dekat karena masih berisiko untuk menghadapi bencana. Keselamatan struktural puskesmas X dan Y mendapat nilai 0,77 yang masuk ke dalam klasifikasi “a” yang berarti kondisi struktural puskesmas memadai untuk kejadian bencana. Keselamatan nonstruktural puskesmas X mendapat nilai 0,65 dan puskesmas Y mendapat nilai 0,63, kedua nilai ini masuk ke dalam klasifikasi “b” yang artinya aspek nonstruktural puskesmas masih berisiko untuk menghadapi bencana. Aspek fungsional puskesmas X mendapat nilai  0,53 dan  nilai puskesmas Y sebesar 0,39. Aspek fungsional kedua puskesmas masuk ke dalam klasifikasi “b” yang menunjukkan bahwa aspek fungsional masih berisiko untuk menghadapi kejadian bencana. Oleh karena itu, kedua puskesmas harus terus meningkatkan kesiapan fasilitasnya, baik dari segi keselamatan struktural, nonstruktural,  dan aspek fungsional.

The focus of this study is to analyze the level of disaster preparedness of Puskesmas (community health centers) in DKI Jakarta Province. This study used mixed method design. The data were collected by interviews, and triangulated by document reviews and observations. The questionnaire used in this study was adapted from PAHO: Evaluation of small&medium-sized health facilities series 4. Variables in this study included potential disasters at puskesmas, structural safety, nonstructural safety, and fuctional aspects to determine the level of disaster preparedness at puskesmas. The result shows that the disaster preparedness value is 0,65 at puskesmas X, and 0,6 at puskesmas Y. Both of these values classifies as B in the disaster preparedness classification, which means in both puskesmas X and Y, intervention measures are required in the short term, due to the present potential disaster risk. Structural safety of puskesmas X and Y values at 0,77, which classifies as “a” in the safety index, meaning the structure of puskesmas will function appropriately in times of disasters. Nonstructural safety of puskesmas X values at 0,65, while puskesmas Y values at 0,63. Both of these values classify as “b”, which means nonstructural aspects of both puskesmas X and Y are still at risk regarding disaster preparedness. Functional aspects of puskesmas X values at 0,53, while puskesmas Y values at 0,39. Both of these values classify as “b”, which means functional aspects of both puskesmas X and Y are also still at risk regarding disaster preparedness. Therefore, puskesmas X and Y must continue to improve the level of preparedness of their facilities, both in terms of structural and nonstructural safety, and functional aspects. 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1990
614.5996 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Suryani
"Prevalensi karies gigi di DKI Jakarta pada tahun 1988 adalah 86,7 % dengan DMF-T (Decayed, Missing Filling 'Teeth) 2,98. Survei UKS pada tahun 1990 menemukan bahwa 69 % siswa menderita karies gigi. Pada tahun 1996 prevalensi karies sebesar 93,7 % dengan DMF-T 2,66 pada kelompok umur 12 tahun. Jakarta Barat mempunyai data DMF-T pada anak sekolah sebesar 3,039 dan PTI hanya 6 %. Hasil screening mendapatkan bahwa kelainan gigi dan mulut menempati urutan tertinggi dari urutan 10 besar penyakit pada 2 tahun terakhir. Jakarta Barat belum mempunyai data tentang jumlah penduduk yang mempunyai kelainan gigi dan mulut. Pelaksanaan program UKGS belum dilakukan secara merata pada seluruh SD/MI di Kodya Jakarta Barat dan belum pernah dilakukan evaluasi dari manajemen program UKGS.
Berdasarkan hal diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang manajemen program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah di Puskesmas Kodya Jakarta Barat pada tahun 2002.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 7 Kepala Puskesmas, 1 PLH Koordinator Kesehatan gigi dan mulut Kodya dan diskusi kelompok terarah terhadap 8 Koordinator Kesehatan gigi dan mulut Kecamatan, 9 pelaksana UKGS dan 6 guru UKS.
Hasil penelitian menunjukan bahwa input sebetulnya sudah terpenuhi. Jumlah tenaga bila dibandingkan dengan indikator yang ada sudah mencukupi, namun penempatan tenaga dokter gigi belum sesuai dengan bidangnya sehingga program belum berja1an sebagai mana mestinya.
Diberlakukannya unit swadana Puskesmas, menyebabkan biaya bukan merupakan masalah bagi pelaksanaan UKGS. Pembuatan perencanaan yang tidak mengacu kepada pedoman dan belum dipahaminya program UKGS secara menyeluruh, menyebabkan kecukupan biaya yang ada tidak dapat memperlancar kegiatan program. Penggerakan pelaksanaan melalui lokakarya mini Puskesmas sudah dilakukan oleh Puskesmas namun hasil yang didapat belum optimal. Koordinasi lintas program sudah muncul yaitu dengan program UKS, namun koordinasi dengan lintas sektor belum sepenuhnya dilakukan oleh Puskesmas. Pengawasan dan pengendalian program UKGS belum mempunyai indikator yang jelas. Supervisi baru dilakukan oleh sebagian kecil Puskesmas. Cakupan yang didapat dari program UKGS pada tahun 2002 belum semuanya memenuhi target yang sudah ditentukan. Kurangnya pembinaan dan pengawasan dari tingkat Kodya serta belum jelasnya struktur UKGS di tingkat propinsi memperberat kondisi yang ada.
Dari hasil penelitian ini disarankan kepada Puskesmas agar penempatan dokter gigi sesuai dengan bidangnya, pemberdayaan tenaga non gigi, pembuatan perencanaan yang lebih matang dan peningkatan koordinasi terutama dengan lintas sektor. Peningkatan fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian dari tingkat Kodya dirasa sangat diperlukan.
Daftar bacaan : 30 ( 1992 - 2002 )"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavianus CH Salim
"Imunisasi BCG adalah salah satu cara pemberian kekebalan terhadap penyakit tuberkulosa yang diberikan pada bayi berumur 0 - 11 bulan. Dengan imunisasi ini diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian karena penyakit Tuberkulosa. Pada masa ini distribusi cakupan imunisasi BCG belum merata, ada daerah dengan cakupan yang tinggi tetapi ada juga yang cakupannya masih rendah.
Dari status imunisasi BCG yang tidak merata ini, dengan program pemerintah yang pada dasarnya sama diseluruh Indonesia, timbul pertanyaan karakteristik-karakteristik apa dari ibu yang menentukan status imunisasi BCG anak berumur 0-36 bulan di lokasi penelitian DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur.
Dengan analisis bivariat didapati bahwa di DKI Jakarta ada pengaruh frekuensi pemeriksaan kehamilan (ANC), pemilikan KMS, pendidikan ibu, pendidikan suami, penolong persalinan, pencarian pengabatan dan kontak dengan sumber informasi dan di NTT ada pengaruh frekuesi pemeriksaan kehamilan {ANC), pemilikan KMS dan status Keluarga Berencana terhadap status imunisasi BCG. Tetapi pada analisis selanjutnya (multivariat) ternyata yang berpengaruh terhadap imunisasi BCG di DKI Jakarta adalah kontak dengan sumber informasi, pemilikan KMS, pencarian pengobatan dan pendidikan suami yang dapat memprediksikan status imunisasi BCG sebesar 66.78 persen. Di NTT yang berpengaruh terhadap status imunisasi BCG adalah kontak dengan sumber informasi dan pemilikan KMS yang dapat memprediksi status imunisasi BCG sebesar 74.89 persen.
Supaya kita dapat meningkatkan status imunisasi BCG tentunya kita harus memperhatikan karakteristik-karakteristik tersebut diatas dan diberikan prioritas untuk diintervensi.

BCG Immunization Status of Child 0 - 34 Month Old in Accordance to Mother Characteristics in DKI Jakarta and NTT, in the year of 1991BCG immunization is one of many methods of providing immunity against Tuberculosis that can be given to the children 0 - 11 month old. By the immunization, it is expected that tuberculosis morbidity and mortality rate will decrease. At present, the distribution of BCG immunization coverage is still unequal; there are some areas with high coverage and others with low coverage.
With the government?s program which is almost equal throughout Indonesia, the inequality coverage of BCG immunization status, rises a question: Which of the mother characteristics that determine the BCG immunization status of children between 0 - 36 month old in DKI Jakarta and. NTT as the location of investigation.
From bivariat analysis it was found that in DKI Jakarta there were frequency of antenatal care, assistance in baby delivery, seek for treatment, ownership of Vaccination card and contact with source of information: and in NTT there were frequency of antenatal care, ownership of vaccination card and use of contraception, influenced the BCG immunization status.
But further analysis (multivariate) showed that in DKI Jakarta, contact with source of information, ownership of vaccination card, seek for treatment and husband's education influenced the BCG Immunization status. These can predict the BCG immunization status as much as 66.78 percent. In NTT only contact with source of information and ownership of vaccination card that influenced the BOG immunization status, which can predict the BC6 immunization status as much as 74.99 percent.
In order to increase the BCG immunization status, we? have to pay more attention to mother characteristics mentioned above and have to put priority for intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widjanarko Sunarjo
"Pembangunan kesehatan pada dasarnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sistim pelayanan kesehatan gigi-mulut di Pertamina adalah komprehensif, dengan sarana pelayanan yang cukup lengkap. Sarana yang lengkap dan jarak fasilitas kesehatan belum menjamin pemanfaatan fasilitas oleh populasi. Pemanfaatan fasilitas Poliklinik gigi di kantor pusat Pertamina belum optimal, dilihat dari segi kebutuhan perawatan gigi-mulut dan kunjungan berobat populasi yang membutuhkan perawatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi utilisasi poliklinik gigi di kantor pusat Pertamina diduga disebabkan karena demand/ kesadaran karyawan terhadap kesehatan gigi-mulut kurang, sikap karyawan terhadap pelayanan petugas kesehatan, adanya prefererisi karyawan dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi karyawan untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan yang disediakan oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dan analitik dengan pendekatan cross sectional. Dengan deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan utilisasi poliklinik gigi kantor pusat Pertamina dan analitik dimaksudkan mempelajari secara analitik pengaruh faktor-faktor yang berhubungan dengan utilisasi poliklinik gigi kantor pusat Pertamina yang disediakan oleh perusahaan.
Hasil penelitian yang didapatkan adalah gambaran tentang hubungan dan informasi perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi populasi untuk memanfaatan fasilitas poliklinik gigi kantor pusat Pertamina yaitu faktor umur, jumlah keluarga, pendidikan, golongan, pengetahuan kesehatan gigi-mulut, preferensi, sikap karyawan dan kebutuhan akan fasilitas pelayanan poliklinik gigi. Uji statistik yang dilakukan, dari delapan variabel ternyata yang mempunyai hubungan pada penelitian ini hanya empat faktor yaitu pendidikan formal karyawan, golongan karyawan, preferensi dan sikap karyawan terhadap petugas kesehatan. Setelah dilanjutkan uji statistik untuk melihat pengaruh delapan faktor tersebut terhadap utilisasi ternyata faktor sikap karyawan terhadap petugas yang mempunyai pengaruh dominan terhadap utilisasi. Dan utilisasi sebagai dependent variable 36 persen dapat diterangkan oleh faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa utilisasi poliklinik gigi kantor pusat Pertamina 22 persen tidak pernah memanfaatkan poliklinik gigi, 54,5 persen memanfaatkan poliklinik gigi dengan frekwensi jarang dan 23,5 persen memanfaatkan poliklinik gigi dengan frekwensi sering. Dari delapan faktor yang diduga ada hubungan dengan utilisasi hanya empat faktor yang secara statistik bermakna. Dan dari hasil uji statistik regress berganda hanya satu faktor yaitu sikap yang secara statistik dominan bermakna.
Saran dari hasil penelitian ini antara lain adalah mengingat faktor sikap yang paling dominan mempengaruhi utilisasi maka disarankan selektivitas petugas kesehatan yang bertugas dipoliklinik gigi, peningkatan aktivitas poliklinik secara penuh dalam waktu kerja dengan 3 dental unit yang ada, pengkatan dan rnotivasi pemeriksaan berkala karyawan dan rangsangan dan ketenangan kerja bagi karyawan yang bekerja di poliklinik kantor pusat Pertamina dengan perencanaan pembinaan personil untuk menunjang pelaksanaan tugas di poliklinik. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain diluar faktor yang telah diteliti."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessy Widiastuti
"Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) telah diberlakukan sejak tahun 1981. SP2TP secara potensial dapat berperan banyak dalam menunjang proses manajemen Puskesmas, baik untuk memenuhi aspek Perencanaan, Penggerakan, Pelaksanaan maupun Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian. Tujuan pelaksanaan SP2TP adalah didapatnya semua data hasil kegiatan Puskesmas dan data yang berkaitan serta dilaporkannya data tersebut kepada jenjang administrasi di atasnya sesuai kebutuhan secara benar, berkala, teratur guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan SP2TP di Puskesmas Pembina DKI Jakarta tahun 1997 dengan pendekatan sistem dan dilakukan dengan studi kualitatif yang didukung oleh data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pelaksanaan SP2TP di Puskesmas Pembina DKI Jakarta tahun 1997 belum berjalan secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar dilakukan perbaikan dari segi kualilas maupun kuantitas pada input , proses , output . Perbaikan ini harus dilakukan pada semua tingkatan mulai dari Departemen Kesehatan sampai dengan Puskesmas Kelurahan, agar pelaksanaan SP2TP disetiap jenjang administrasi kesehatan dapat berjalan dengan optimal.

The Implementation of SP2TP at Puskesmas Pembina DKI Jakarta in the Year of 1997The registration system and Integrated Report of Puskesmas ( SP2TP) have been put into effect since 1981. Potentially SP2TP has many roles in supporting the process of Puskesmas's management, both to fulfill the planning aspect, movement execution or supervision, control and judgment. The objective of SP2TP is to obtain data of all Puskesmas activities and data in relation there to also to report them to the superior administrative level suitable with the needs, in proper manner periodically and regularly order to support the public health management. The objective of research is to establish the SP2TP implementation at Puskesmas Pembina DKI Jakarta in 1997 by System-approach and qualitative study supported by primary and secodary data.
This research shows that the implementation of SP2TP in Puskesmas Pembina DKI Jakarta in 1997 has not been optimized. By virtue of this research the writer suggests improvement on quality and quantity of input, process, output. The improvements should be implementation in every level starting from the Ministry of Health to Puskesmas Kelurahan, so that the implementation of SP2TP in every health administration level can be optimized."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Karina Syafitri
"Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang mempunyai peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar. Upaya pelayanan kesehatan tersebut lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Fisioterapi merupakan pelayanan inovasi di Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis peran layanan fisioterapi dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan di enam Puskesmas Kecamatan di wilayah DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan metodologi peneltian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk melihat gambaran mendalam dari peran layanan fisioterapi di Puskesmas wilayah DKI Jakarta. Hasil dari penelitian ini pelayanan fisioterapi untuk kasus muskuloskeletal dapat berkunjung ke semua Puskesmas di wilayah DKI Jakarta. Pelayanan fisioterapi untuk kasus neurologi dapat dilayani di Puskesmas Kecamatan Koja, Matraman, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, dan Pancoran. Pelayanan fisioterapi untuk kasus kardiorespirasi dapat dilayani di Puskesmas Pasar Minggu, Koja, Kebayoran Lama, dan Pancoran. Peran layanan fisioterapi di Puskesmas berdasarkan Permenkes No.65 tahun 2015 yang tergabung dalam anggota tim hanya Puskesmas Kec. Pasar Minggu dan Puskesmas Kecamatan Matraman. Selain itu didapatkan kurangnya dukungan kebijakan, belum meratanya SDM fisioterapis di Puskesmas serta kurangnya keterampilan fisioterapis dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu masih dominannya layanan fisioterapi dalam upaya kuratif pada kasus di Puskesmas dibandingkan dengan upaya promotif dan preventif pada kelompok.

Puskesmas is a primary health facility that has an important role in providing basic health services. The health service effort prioritizes promotive and preventive efforts to achieve the highest degree of public health. Physiotherapy is an innovative service at the health center that provides health services that are promotive and preventive without compromising curative and rehabilitative efforts. The purpose of this study was to analyze the role of Physiotherapy services in efforts to provide health services in 6 District Health Centers in the DKI Jakarta area. This study uses a qualitative research methodology with a phenomenological. The results of this study are physiotherapy services for musculoskeletal cases to visit all Puskesmas in the DKI Jakarta area. Physiotherapy services for neurology cases can be served at Puskesmas of Koja, Matraman, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, and Pancoran Districts. Physiotherapy services for cardiorespiratory cases can be served at the Puskesmas Pasar Minggu, Koja, Kebayoran Lama, and Pancoran. The role of physiotherapy services in Puskesmas based on Permenkes No.65 2015 included in team members was only in the Puskesmas Kec. Pasar Minggu and Jatinegara, there was a lack of policy support, inequality in physiotherapy HR at the Puskesmas and a lack of physiotherapist skills in implementing public health services. The conclusion in this study is the dominance of physiotherapy services in curative efforts in cases in Puskesmas compared to promotive and preventive efforts in groups."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinon Resphati
"Indonesia termasuk negara yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya penyakit penyakit karies gigi dan penyakit periodontal. Dari laporan data kesakitan di Indonesia, pasien yang datang berkunjung ke Puskesmas, penyakit gigi dan mulut menduduki ranking 2atau 3 terbanyak selama Pelita. Jumlah Puskesmas di Indonesia yang telah melaksanakan kesehatan gigi dan mulut adalah 4.636 Puskesmas, dengan angka cakupan 5,64 % (Target Nasional adalah 4%), namun, belum dapat menggambarkan pencapaian nasional yang sebenarnya, karena pencapaian per propinsi belum merata per tahunnya. DKI Jakarta mengalami peningkatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dan saat ini memiliki 242 BPG Puskesmas. Sementara apabila dibandingkan dengan angka cakupan, menurun sejak tahun 1995/1996 hingga tahun 1997/1998, 3,50%. Melihat menurunnya angka cakupan di DKI Jakarta apakah ini disebabkan karena menurunnya kualitas pelayanan yang tidak memuaskan bagi pemakai jasa pelayanan sedangkan kepuasan pasien adalah salah satu indikator mutu pelayanan.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut di BPG Puskesmas DKI Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan di BPG Puskesmas Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik yang dilakakukan dengan pendekatan cross sectional secara kuantitatif. Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan lembar pertanyaan kepada pasien dan lembar pengamatan terhadap pelayanan BPG Puskesmas. Variabel-variabel yang diteliti adalah faktor lingkungan, peralatan medis, sumber daya manusia sebagai tenaga pelayanan (umur dan masa kerja dokter gigi), cara pemeriksaan dan cara pengobatan, karakteristik pasien (jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan), tingkat kepuasan pasien terhadap cara pemeriksaan dan cara pengobatan serta hubungan dokter gigi-pasien. Analisis data terdiri dari analisis univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 69,5 % pasien puas terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut di BPG Puskesmas dan 30,5 % menyatakan tidak puas. Hubungan antara dua variabel, diperoleh bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepuasan pasien. Tidak ada hubungan antara faktor lingkungan, peralatan medik, umur dan masa kerja dokter gigi, cara pemeriksaan dan cara pengobatan serta karakteristik pasien (jenis kelamin dan umur).
Saran yang diusulkan, agar memasyarakatkan standar pelayanan dan diadakan penyempurnaan pedoman penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas, dengan menyusun standar pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang baku. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan pembangunan kesehatan selama lima Repelita, telah meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat sehingga orientasi nilai masyarakat telah berubah. Masyarakat semakin menginginkan pelayanan kesehatan yang lebih balk. Dengan adanya standar pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas maka perlu diteliti lebih lanjut mutu pelayanan yang memuaskan pasien.

Indonesia is among the countries which indicate an increasing trend of carries and mouth diseases. From the morbidity data in Indonesia patients that visit the Puskesmas carries and mouth diseases rank second and third during the Fifth Year Plan. Number of Puskesmas in Indonesia that have provided carries and mouth diseases services is 4.636 units, with coverage 5.64% (National target is 4%). However, it does not represents the real national achievement, because it represent national target with unevenly distributed provincial target. The Special Region of the Capital City of Jakarta which has 242 units of BPG (Dental Health Clinic) experienced an increase in dental and mouth health services. Meanwhile, compared to the coverage figure, it decreased from 1995/1996 to 1997/1998 to 3.5%. The decreasing coverage in the Special Region of the Capital City of Jakarta probably due to the decreasing services quality which do not satisfy the users of the services, which the satisfaction of patients is one indicator of services quality.
Based on the above matters, .1 conducted a research to obtain information regarding the satisfaction of patients on the dental and mouth health in BPG of Puskesmas. This research was performed in BPG of Puskesmas in Central Jakarta and South Jakarta. This research is a descriptive and analytical one which was performed by using quantitative cross-sectional approach. Data collection was done by using questionnaire sheets filled in by patients and observation sheets of services of BPG Puskesmas. The variables observed are environmental factors, medical equipments, human resource as provider of services (age and tenure of dentists), examination and treatment method, characteristics of patients (sex, age and level of education), satisfaction level of patients on examination and treatment method and relationship of dentists and patients, The data analysis consists of univariate, bivariate and multivariate analysis.
Results of the research indicate that 69.5% of the patients are satisfied with the dental and mouth health services in BPG of Puskesmas and 30.5% stipulate that they are unsatisfied. Regarding the correlation between two variables, I obtained that there is a correlation between level of education and the satisfaction level of patients. There is no correlation between environmental factors, medical equipments, age and tenure of the dentists, method of examination and treatment and characteristics of patients (sex and age).
My suggestion is that improvement of guidance of services of dental and mouth health in Puskesmas by revising a standard of dental and mouth services. This is related to performance of health development during the Fifth Five Year Plan which has increased the welfare and education of people that their orientation have changed. The people want a better health services. With the standard of dental and mouth health services in Puskesmas, a further research on satisfaction level of patients is required."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>