Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Mardiati Soemardi
"Gangguan skizofreniform masuk ke dalam kelompok psikosis seperti skizofrenia, dengan perbedaan bahwa lama penyakitnya, termasuk fase-fase prodromal, aktif dan residual, adalah kurang dari enam bulan akan tetapi lebih lama dari dua minggu (PPDGJ II). Manschrek dan Petri (1978) menyebutkan bahwa gangguan skizofreniform masuk dalam golongan psikosis akut, yakni suatu psikosis yang terjadinya akut dan pulih kembali dalam keadaan semula dalam waktu singkat. Yang membedakannya dari gangguan skizofrenia adalah lamanya gangguan yang kurang dari enam bulan serta lebih sering ditandai dengan gejala emosi, ketakutan, kebingungan dan halusinasi-halusinasi yang jelas, dan kemungkinan kembali kefungsi pramorbid besar, bahkan tanpa terapi sekalipun.
Ciompi (1984) berpendapat fenomena psikosis berkembang dalam tiga fase, yakni fase pra-morbid, fase kedua dan fase ketiga. Fase pra-morbid merupakan kombinasi antara unsur biologik (genetik dan kelainan organik lain) dan pengaruh pengaruh psikososial yang membuat seseorang secara pramorbid peka terhadap psikosis. Ciri kepekaan tersebut berupa rendahnya toleransi kognisi dan emosi terhadap stres yang dihubungkan dengan tidak adekuatnya kemampuan mengolah informasi kompleks. Dalam fase kedua, kejadian-kejadian yang menimbulkan stres dalam kehidupan dapat menimbulkan episoda-episoda psikotik unik atau berulangnya episoda-episoda psikotik produktif akut. Fase ketiga merupakan evolusi jangka panjang yang lebih merupakan faktor psikososial daripada biologik.
Jatuhnya seseorang ke dalam gangguan psikosis bila kepekaan sistema saraf pusatnya tersentuh sampai mencapai titik kritis oleh situasi-situasi interpersonal dan kejadian-kejadian didalam kehidupannya yang tidak menguntungkan. Kepekaan ini menurut Ciompi dapat dikenali dari kebanyakan orang karena rendahnya penyaluran kemampuan kognitifnya (Jaw channel capacity)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umie Faizah
"[ABSTRAK
Latar Belakang. Pasien TB-MDR sedang menjalankan pengobatan akan memengaruhi kondisi kejiwaan yang dapat disebabkan dari obat-obatan TB-MDR dan atau stres psikososial. Tujuan penelitian adalah mendapatkan gambaran gangguan psikiatri pada pasien TB-MDR dan stres psikososial yang memengaruhi.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan subjek penelitian berjumlah 50 orang. Pengambilan sampel pada subjek menggunakan metode konsekutif. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah MINI ICD-10 dan Life Experiences Survey (LES) dari Irwin G. Sarason yang terdiri dari 60 item yang dinilai dengan skala likert -3 sampai 3. Pada subjek dinilai dampak positif dan negatif stresor menggunakan instrumen LES. Data demografi meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, jumlah anak, agama, suku, agama, pendapatan, tingkat pendidikan, obat-obatan yang digunakan dan jangka waktu pengobatan. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS untuk windows versi 20. Tingkat kemaknaan yang digunakan untuk uji statistik adalah p < 0,05.
Hasil. Proporsi gangguan psikiatri pada subyek TB-MDR adalah 62%. Proporsi gangguan psikiatri pada subjek TB-MDR terbanyak pada gangguan depresi (32%) diikuti dengan risiko bunuh diri (26%), gangguan panik (24%), gangguan anxietas menyeluruh (20%), gangguan depresi berulang (12%), gangguan psikotik (12%), gangguan agorafobia (8%), gangguan obsesif kompulsif (8%), agorafobia dengan gangguan panik (4%), anorexia nervosa (2%) dan gangguan berkaitan dengan zat psikoaktif (2%). Sebagian besar subjek mendapatkan regimen standar pengobatan TB-MDR mengalami gangguan psikiatri sebesar 58,1%. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia subjek dengan gangguan psikiatri sebesar <0,001, antara obat TB-MDR yang didapatkan dengan risiko bunuh diri (p<0,005) dan antara stresor psikososial dengan gangguan psikiatri.
Kesimpulan. Terdapat gangguan psikiatri pada subjek TB-MDR selama menjalani pengobatan. Kelompok subjek TB-MDR dengan gangguan psikiatri cenderung memiliki skor stres negatif yang lebih tinggi (lebih banyak yang mengalami stresor negatif) dibandingan dengan subjek tanpa gangguan psikiatri.ABSTRACT Background. Patients with Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) during treatment can influence psychiatric conditions caused by MDR-TB drugs and psychosocial stress. The objective of this research is to describe various psychiatric disorders in patients with MDR-TB and various psychosocial stress during the treatment.
Methods. Design of this study is a cross-sectional design with total 50 subjects. Subjects were selected through consecutive sampling methods. Instruments used in this study were the MINI ICD-10 and Life Experiences Survey (LES) of Irwin G. Sarason which consists of 60 items of Likert scale ranging from -3 to 3. Subjects were assessed using the positive and negative impacts of stressors with LES instrument. Demographic data observed consist of age, gender, marital status, number of children, religion, ethnicity, religion, income, education level, drugs taken and the length of treatment. Data were analyzed using SPSS for Windows version 20. The level of significance used for the statistical tests was p <0.05.
Results. Proportion of psychiatric disorders in subjects with MDR-TB is 62%. Proportion of psychiatric disorders in subjects with MDR-TB are depressive disorders (32%) followed by risk of suicide (26%), panic disorder (24%), anxiety disorder (20%), recurrent depressive disorder (12%), psychotic disorder (12%), agoraphobia disorders (8%), obsessive compulsive disorder (8%), agoraphobia with panic disorder (4%), anorexia nervosa (2%) and psychoactive substances associated disorders (2%). Proportion of psychiatric disorders in subjects getting standard treatment regimen for MDR-TB are 58.1%. A significant relationship is made statistically between age of subjects with psychiatric disorders, MDR-TB drugs with suicide risk and psychosocial stressors with psychiatric disorders.
Conclusions. Psychiatric disorders were found in subjects with MDR-TB during treatment. Subject groups of MDR-TB with psychiatric disorders have higher negative stress score (more likely to have a negative stressor) than subjects without psychiatric disorders. ;Background. Patients with Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) during treatment can influence psychiatric conditions caused by MDR-TB drugs and psychosocial stress. The objective of this research is to describe various psychiatric disorders in patients with MDR-TB and various psychosocial stress during the treatment.
Methods. Design of this study is a cross-sectional design with total 50 subjects. Subjects were selected through consecutive sampling methods. Instruments used in this study were the MINI ICD-10 and Life Experiences Survey (LES) of Irwin G. Sarason which consists of 60 items of Likert scale ranging from -3 to 3. Subjects were assessed using the positive and negative impacts of stressors with LES instrument. Demographic data observed consist of age, gender, marital status, number of children, religion, ethnicity, religion, income, education level, drugs taken and the length of treatment. Data were analyzed using SPSS for Windows version 20. The level of significance used for the statistical tests was p <0.05.
Results. Proportion of psychiatric disorders in subjects with MDR-TB is 62%. Proportion of psychiatric disorders in subjects with MDR-TB are depressive disorders (32%) followed by risk of suicide (26%), panic disorder (24%), anxiety disorder (20%), recurrent depressive disorder (12%), psychotic disorder (12%), agoraphobia disorders (8%), obsessive compulsive disorder (8%), agoraphobia with panic disorder (4%), anorexia nervosa (2%) and psychoactive substances associated disorders (2%). Proportion of psychiatric disorders in subjects getting standard treatment regimen for MDR-TB are 58.1%. A significant relationship is made statistically between age of subjects with psychiatric disorders, MDR-TB drugs with suicide risk and psychosocial stressors with psychiatric disorders.
Conclusions. Psychiatric disorders were found in subjects with MDR-TB during treatment. Subject groups of MDR-TB with psychiatric disorders have higher negative stress score (more likely to have a negative stressor) than subjects without psychiatric disorders. , Background. Patients with Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) during treatment can influence psychiatric conditions caused by MDR-TB drugs and psychosocial stress. The objective of this research is to describe various psychiatric disorders in patients with MDR-TB and various psychosocial stress during the treatment.
Methods. Design of this study is a cross-sectional design with total 50 subjects. Subjects were selected through consecutive sampling methods. Instruments used in this study were the MINI ICD-10 and Life Experiences Survey (LES) of Irwin G. Sarason which consists of 60 items of Likert scale ranging from -3 to 3. Subjects were assessed using the positive and negative impacts of stressors with LES instrument. Demographic data observed consist of age, gender, marital status, number of children, religion, ethnicity, religion, income, education level, drugs taken and the length of treatment. Data were analyzed using SPSS for Windows version 20. The level of significance used for the statistical tests was p <0.05.
Results. Proportion of psychiatric disorders in subjects with MDR-TB is 62%. Proportion of psychiatric disorders in subjects with MDR-TB are depressive disorders (32%) followed by risk of suicide (26%), panic disorder (24%), anxiety disorder (20%), recurrent depressive disorder (12%), psychotic disorder (12%), agoraphobia disorders (8%), obsessive compulsive disorder (8%), agoraphobia with panic disorder (4%), anorexia nervosa (2%) and psychoactive substances associated disorders (2%). Proportion of psychiatric disorders in subjects getting standard treatment regimen for MDR-TB are 58.1%. A significant relationship is made statistically between age of subjects with psychiatric disorders, MDR-TB drugs with suicide risk and psychosocial stressors with psychiatric disorders.
Conclusions. Psychiatric disorders were found in subjects with MDR-TB during treatment. Subject groups of MDR-TB with psychiatric disorders have higher negative stress score (more likely to have a negative stressor) than subjects without psychiatric disorders. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Kesulitan tidur pada Iansia selama dirawat dirumah sakit dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor : lingkungan, fisik, psikologis, spiritual. Judul dari penelitian adalah “Faktor yang
mempengaruhi kesulitan tidur pada Iansia selama dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta”.
Alasan dilakukan penelitian karena di Rumah Sakit Islam Jakarta Asuhan keperawatan
pada lansia belum spesifik dan masih bergabung dengan perawatan dewasa. Tujuan
penelitian untuk mengetahui apakah ada faktor-faktor tersebut diatas mempunyai
kesulitan tidur pada lansia selama dirawat di rumah sakit. Metode yang digunakan
deskriptif sederhana dengan penyebaran angket kepada 30 responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor rasa nyeri dan sakit 80 %, memikirkan penyakitnya 30 %,
lelah dan lemah 77 %, cahaya lampu 73 %, udara panas 70 %, lupa berdo’a 70 %.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah faktor nyeri dan memikirkan penyakitnya yang
paling mempengaruhi."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5191
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andry Kelvianto
"Gangguan psikiatri meningkatkan risiko penderitanya mengalami obesitas dan sindroma metabolik akibat interaksi faktor genetik, lingkungan, gejala penyakit psikiatri dan pengobatannya. Pengaturan asupan makan dan perubahan pola hidup tetap menjadi tatalaksana awal pada pasien dengan gangguan psikiatri. Penggunaan metformin telah disarankan dalam studi sebagai adjuvan dalam tatalaksana berat badan pada pasien gangguan psikiatri terutama yang menggunakan obat psikiatri dalam jangka panjang. Empat pasien rawat inap dengan gangguan psikiatri dipantau selama perawatan dan sebulan setelah rawat jalan dengan kontak per minggu. Dilakukan pencatatan masalah subjektif, objektif, riwayat peningkatan berat badan, riwayat pengobatan pola asupan serta pengukuran antropometri dan komposisi tubuh. Pola asupan harian dan 24 jam terakhir dikumpulkan dengan metode FFQ semi kuantitatif dan 24h dietary recall. Perencanaan terapi medik gizi dilakukan dengan restriksi kalori, peningkatan asupan protein, penyesuaian asupan karbohidrat, motivasi melakukan aktivitas fisik yang cukup dan pemberian metformin dengan dosis bertahap. Tiga pasien memiliki status gizi obes 2, 1 pasien memiliki status gizi obes morbid yang disertai massa lemak yang tinggi dan massa otot yang rendah. Seluruh pasien memiliki lingkar pinggang diatas normal, kadar kolesterol total, LDL yang tinggi dan HDL yang rendah. Tiga pasien tidak mematuhi preskripsi selama perawatan. Setelah rawat jalan, dua pasien memiliki caregiver yang memberikan pemantauan dan motivasi yang baik terhadap pasien selama sebulan dan terdapat penurunan berat badan, penurunan lingkar pinggang, dan perbaikan komposisi tubuh. Terapi medik gizi pada pasien dengan gangguan psikiatri membutuhkan kerjasama dengan caregiver agar dapat bermanfaat bagi pasien.

Patients with psychiatric disorders experienced an increased risk of obesity and metabolic syndrome due to genetic, environmental, disease symptoms and medication factor. Diet and lifestyle modification remained the firstline modalities for management of obesity in patients with psychiatric disorders. Metformin as an adjuvant therapy is recommended for preventing weight gain in patients especially with long-time psychiatric medication usage. Four inpatients with various psychiatric disorders were monitored during hospital stay and one month after discharge with weekly contact for monitoring. Subjective symptoms and objective signs, including history of weight gain, psychiatric medication history, intake pattern, anthropometric and body composition measurements were recorded. Daily intake pattern and 24 hour food intake were recorded and analyzed with semi-quantitative FFQ method and 24h food recall, respectively. Energy restriction, adjustment of protein and carbohydrate intake, physical activity encouragement and oral metformin administration with increasing dose were implemented in all patients. Three patients were grade 2 obese, one patients was morbidly obese with high fat mass and low muscle mass. All patients showed an increased waist circumference, high total cholesterol and LDL level, and low HDL level. Three patients failed to comply with nutrition prescription. After discharge, two patients had a supportive caregivers that gave an adequate monitoring and encouragement. Weight loss, reduced waist circumference, and better body compositition were found in 2 patients with supportive caregivers. Medical nutrition therapy on patient with psychiatric disorder will benefit greatly from supportive caregiver to bring benefit for patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2015
616.858 1 SYL g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Fitri
"Penelitian ini bertujuan untuk menegtahui faktor yang sangat berpengaruh terhadap gangguan tidur yang dialami lansia selama di rawat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif eksploratif. Sampel yang diambil adalah lansia berumur diatas 60 tahun sebauyak 42 orang (89,4%) yang dirawat di gedung A RSUPN CM.
Hasil penelitian ini menunjukkan 92,7 % lansia yang di rawat mengalami gangguan tidur. Faktor penyebab gangguan tidur yang berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas tidur lansia selama di rawat adalah keluhan nyeri yang dirasakan lansia. faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti jenis kelamin, perubahaan situasi, kebisingan dan pencahayaan tetap dikeluhkan oleh beberapa responden namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap gangguan tidur lansia.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah di Iakukan penelitian lebih mendalam tentang hubungan nyeri dengan gangguan tidur pada lansia.

This Research purpose to know factors that have an effect on to sleep disturbance that experienced elderly during experience treatment in hospital. Research Method that used is deskriptif-eksploratif. Population is elderly have an age above 60 years olds that taken care of in Gedung A RSUPN CM with sampel 42 people (89,4%).
Research result indicates that existed 92,7% elderly that take care of experience of sleep disturbance. Significant factor causes sleep disturbance at elderly during taken care of is bone pain sigh that felt elderly. Other factors, like: gender, the change of situation, noise and illumination are fixed griped by some responders nevertheless not have an effect on in signilicant to sleep disturbance elderly.
This recommendation from research is the need of conducted research more circumstantial about pain in bone relation with sleep disturbance at elderly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5779
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Handayani
"Latar belakang: Etiologi dari Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai penelitian terus dilakukan untuk menemukan etiologi sebenarnya dari GPP. Berbagai kemungkinan telah dipikirkan mengenai etiologi dari GPP, mulai dari faktor genetik sampai faktor-faktor risiko eksternal yang berperan untuk terjadinya GPP. Mengingat dampak buruk yang dapat terjadi apabila anak dengan GPP tidak diintervensi secara dini dan data mengenai faktor-faktor risiko eksternal sampai saat ini belum ada di Indonesia, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor risiko yang terkait dengan GPP sehingga dapat dilakukan beberapa tindakan prevensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan GPP pada saat kehamilan, proses kelahiran, keadaan saat anak lahir, riwayat medis anak dan riwayat keluarga dengan GPP.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross sectional terhadap anak dengan GPP dan anak NonGPP yang bcrobat jalan kc poliklinik psikiatri anak dan remaja RSUPNCM yang meincnuhi kriteria penelitian. Instrwnen yang digunakan adalah DSM IV untuk mendiagnosis GPP pada anak dan daftar isian dari faktor-faktor risiko selama kehamilan, kelahiran, riwayat medis anak dan riwayat keluarga dengan GPP.
Hasil : Telah didapatkan 57 anak yang diteliti terdiri dari 41 anak dengan GPP dan 16 anak dengan NonGPP. Dan berbagai faktor risiko yang diteliti terdapat dua faktor yang signifikan secara statistik yaitu faktor ibu yang mengkonsumsi ikan sewaktu hamil (p 0,01 ; OR 4,54 ; 95%C11,33-15,48) dan faktor keluarga lain (kakak/sepupu) yang menderita GPP (p 0,04 ; OR 4,13 ; 95%CI 1,02-16,68).
Simpulan: Hasil dari penelitian ini tidak seluruhnya mendukung penelitian penelitian sebelumnya. Interpretasi dari hasil penelitian ini cukup sulit mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan penelitian yang muncul. Faktor-faktor risiko yang kemungkinan berperan adalah adanya hubungan antara riwayat keluarga lain (kakak/sepupu) yang menderita GPP dan faktor risiko makan ikan laut pada ibu hamil. Faktor risiko makan ikan laut pada ibu hamil mungkin berperan, namun penelitian selanjutnya diperlukan untuk meneliti waktu yang tepat saat makan ikan laut, dan jumlah makanan ikan laut yang dimakan untuk mendapatkan hubungan yang lebih bermakna.

Background: The exact etiology of Pervasive Developmental Disorder (PDD) is still unknown although genetics and external risk factors have been associated with it. There are ongoing studies investigating the etiology of PDD. Early intervention is necessary due to its enormous negative impact on the child. The researcher would like to investigate the external risk factors associated with PDD since there are potentially modifiable. The purpose of this study is to find risk factors associated with PDD that may be present during pregnancy, birth, development of the child and family history associated with PDD.
Methods: This is a cross sectional study conducted at the child and adolescent psychiatric outpatient unit at RSUPN-CM. DSM IV criteria is used to establish the diagnosis of children with PDD and a questionnaire addressing parental characteristic during pregnancy, birth, child condition, development of the child and family history with PDD.
Result: A total of 41 subjects with PDD and 16 subjects with NonPDD are involved. From a number risk factors that has been studied only two factors were significantly correlated with PDD: maternal consumption of ocean fish during pregnancy with p=0,01;OR 4,54 ; 95%C1 1,33-15,48 and family history associated with PDD with p-0,04; OR 4,13; 95%CI 1,02-16,68 .
Conclusion: Our result do not support the findings of previous studies although' it is difficult to interpret present result due to many limitations. External risk factor such as maternal fish consumption during pregnancy may be a predisposing factor to the development of PDD. However, further studies are necessary to investigate the precise timing and amount of exposure to ocean fish that will cause eventual PDD in the child.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Rohdiana
"Gangguan pendengaran sensorineural merupakan salah satu komplikasi pada otitis media supuratif kronik (OMSK). Kelainan ini bisa bersifat sementara atau permanen dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Pemeriksaan audiometri konvensional, masking dan tes Sensorinural Acuity Level (SAL) dapat menilai seberapa besar kejadian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK dan faktor yang berhubungan.
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang bersifat deskriptif analitik yang dilakukan di Poli THT RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari-Mei 2015 melibatkan 73 telinga OMSK. Gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK didapatkan sebanyak 24,7% dan umumnya terjadi pada frekuensi tinggi. Tipe OMSK, durasi penyakit, dan tipe perforasi dapat memengaruhi gangguan pendengaran sensorineural dan secara statistik bermakna. Gangguan pendengaran sensorineural terjadi pada OMSK dan pemeriksaan audiometri yang benar dapat menentukan kejadian ini. Tipe OMSK, durasi penyakit, dan tipe perforasi memengaruhi kejadian gangguan pendengaran sensorineural pada OMSK.

Sensorineural hearing loss is one of the complications of chronic suppurative otitis media (CSOM). This order can be temporary or permanent and influenced by many factors. Conventional audiometry, masking, and Sensorineural Acuty Level (SAL) test can diagnose this incident. This study aims to determine the prevalence sensorineural hearing loss in chronic suppurative otitis media and related factors.
This study was a cross sectional descriptif analytic which done at ENT Department Cipto Mangunkusumo Hospital periode January to May 2015 involving 73 ears of CSOM. The prevalence of sensorineural hearing loss in CSOM is about 24,7% and generally occurs at high frequency. Type of CSOM, duration of disease, and type of perforation may affect sensorineural hearing loss and statistically significant. Sensorineural hearing loss accurs in CSOM and audiometry examination can determine this condition. Type of CSOM, duration of disease, and type of perforation influence the incidence of sensorineural hearing loss in CSOM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fijri Auliyanti
"Latar belakang. Gangguan tidur pada remaja memiliki prevalens yang tinggi dan dapat memengaruhi prestasi akademik di sekolah. Namun, sejauh ini di Indonesia, belum terdapat studi yang meneliti prestasi akademik pada remaja dengan gangguan tidur serta faktor yang berhubungan.
Tujuan. Penelitian ini untuk mengetahui: (1) prevalens dan pola gangguan tidur berdasarkan SDSC, (2) proporsi murid SMP dengan gangguan tidur yang memiliki prestasi akademik di bawah rerata, (3) hubungan antara: jenis kelamin, motivasi dan strategi belajar, nilai IQ, tingkat pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga, struktur keluarga, pendidikan di luar sekolah, adanya TV/komputer di kamar tidur, durasi tidur di hari sekolah, perbedaan waktu tidur dan bangun, dan prestasi akademik murid SMP dengan gangguan tidur.
Metode. Penelitian potong lintang analitik di lima SMP di Jakarta pada bulan Januari hingga Maret 2013. Skrining gangguan tidur dengan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children dilakukan terhadap 491 orang murid SMP di Jakarta. Murid yang memenuhi kriteria gangguan tidur diminta mengisi kuesioner motivasi dan strategi pembelajaran. Peneliti meminta nilai IQ subjek penelitian.
Hasil. Terdapat 129 subjek yang memenuhi kriteria gangguan tidur. Empat orang subjek di drop-out karena tidak memiliki nilai IQ. Prevalens gangguan tidur sebesar 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (70,2%). Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Sebagian besar subjek perempuan (71%), termasuk sosial ekonomi menengah ke bawah (58,9%), memiliki motivasi dan strategi belajar yang cukup (72,6%), dan mengikuti pendidikan di luar sekolah (87,9%). Tiga belas subjek yang memiliki nilai IQ di bawah rata-rata tidak diikutsertakan dalam analisis bivariat dan multivariat. Berdasarkan uji regresi logistik, faktor yang paling berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata secara berurutan, yaitu pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki.
Simpulan. Prevalens gangguan tidur pada murid SMP di Jakarta adalah 39,7% dengan jenis gangguan tidur terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Sebanyak 47,6% subjek memiliki prestasi akademik di bawah rerata. Faktor yang terbukti berhubungan dengan prestasi akademik di bawah rerata adalah pendidikan di luar sekolah (> 2 jenis, non-akademik), nilai IQ rata-rata, dan jenis kelamin lelaki.

Background. Sleep disorders are prevalent in adolescents and may influence their academic achievement at school. However, in Indonesia, no research has ever been done to study academic achievement in students with sleep disorders and related factors.
Objectives. This study aimed to define: (1) the prevalence of sleep disorders and their patterns based on the SDSC questionnaire, (2) the proportion of junior high school students having low average academic achievement, (3) the relationship between factors; i.e gender, motivation and learning strategies, IQ level, mothers' educational level, socioeconomic level, family structure, non-formal education, TV/computer set inside the bedroom, sleep duration during schooldays, bedtimewakeup time difference; and the academic achievement in junior high school students with sleep disorders.
Method. This was an analytical cross-sectional study, performed at five junior high schools in Jakarta between January to March 2013. Screening for sleep disorders, based on the Sleep Disturbance Scale for Children questionnaires, was done in 491 junior high school students. Students who fulfilled the criteria of sleep disorders, were asked to fill in the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). The IQ level of each subjects was also measured.
Results. There were 129 subjects who fulfilled the sleep disorders criteria. Four subjects were dropped out due to they didn?t have IQ level. The prevalence of sleep disorder in this study was 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep (70.2%). There were 47.6% subjects had low average academic achievement. As many as 13 subjects had low average IQ level and were not included in bivariate and multivariate analysis. Subjects mostly female (71%), with middle-low income (58.9%), had moderate motivation and learning strategies (72.6%), and attended non-formal education (87.9%). Based on the logistic regression analysis, the most influencing factors to the low average academic achievement are consecutively: the non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex.
Conclusion. The prevalence of sleep disorders in junior high school students in Jakarta are 39.7%, mostly difficulty in initiating and maintaining sleep. There were 47.6% subjects had low average grade. Factors related to the low average academic achievement are non-formal education ( > 2 types, non-academic), the average IQ level, and male sex.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>