Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144003 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pada percobaan binatang kadar prolaktin serum yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya edema. Dari penelitian pada hewan dan manusia dengan hipertensi ditemukan perubahan kadar ion kalsium serum. Percobaan in vitro membuktikan bahwa kadar magnesium yang rendah dalam cairan ekstraseluler meningkatkan tonus dan kepekaan pembuluh darah untuk berkontraksi. Gejala edema, hipertensi, dan spasmus pembuluh darah dijumpai pada kehamilan dengan sindroma preeklampsi. Pada manusia kadar prolaktin serum belum pernah dihubungkan dengan terjadinya edema, perubahan kadar ion kalsium serum pada hipertensi masih kontroversial, dan kaitan antara kadar magnesium serum dan spasmus pembuluh darah pada preeklampsi belum diketahui secara jelas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kadar prolaktin, ion kalsium, dan magnesium serum pada preeklampsi, yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam menjelaskan permasalahan tadi. Kadar prolaktin ditetapkan dengan cara tera imunoradiometrik, kadar ion kalsium dengan cara elektroda selektif ion, dan kadar magnesium dengan spektrofotometri berdasarkan pembentukan kompleks dengan xylidil blue. Serum diperoleh dari 30 penderita preeklampsi dan 30 orang hamil normal dengan usia hamil antara 32 sampai dengan 43 minggu.
Hasil dan Kesimpulan: Dari analisa terhadap serum tersebut di atas, ternyata 1/ tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar prolaktin serum dan derajat edema, 2/ dijumpai korelasi bermakna antara kadar ion kalsium serum dan hipertensi, dan 3/ tidak ada perbedaan bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsi dan kehamilan normal. Pada preeklampsi didapatkan 1/ kadar prolaktin serum antara 61,7 - 376,7 ng/ml; 2/ kadar ion kalsium 0,99 - 1,19 mmol/L; dan 3/ kadar magnesium serum 1,5-2,4 mg/dL.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: In animal, an increase of serum prolactin was related td the development of edema. In animal as well as in hypertensive humans the serum level of ionic calcium was altered. In vitro studies showed that at low level of extra cellular magnesium the tone and contractibility of the smooth muscle of blood vessels was increased. The syndrome of edema, hypertension, and spasm of blood vessels were found in preeclamptic women. The role of prolactin in the development of edema in human was unknown, the changes of ionic serum calcium in hypertension are still controversial, and the relation between serum level of magnesium and the spasm of blood vessels in preeclampsia was unclear. This study was carried out to measure the serum level of prolactin, ionic calcium, and magnesium in preeclampsia, which may be used to clarify the problem. Prolactin was determined by immunoradiometric assay (Abbott), ionic calcium by ion selective electrode (AVL-980), and magnesium by spectrophotometry using xylidil blue. The determination was carried out in 30 subjects with preeclampsia and 30 normal pregnancies, both at 32 - 43 weeks of pregnancy.
Findings and Conclusions: Analysis of the subjects above revealed that: 1/ there was no correlation between serum prolactin and the degree of edema in preeclampsia, 2/ serum ionic calcium showed a good correlation with hypertension, and 3/ there was no difference in serum magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. In preeclampsia, the concentration of 1/ serum prolactin is 61.7 376.7 ng/mL; 2/ ionic calcium is 0.99-1.19 nmol/L; and 3/ serum magnesium is 1.5-2.4 mg/dL. In normal pregnancy, the concentrations are: 1/ serum prolactin 92.7-357.3 ng/mL 2/ serum ionic calcium 0.87-1.13 mmol/L, and 3/ serum magnesium 1.6-2.4 mg/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Bintang
"Tujuan penelitian cross sectional comparative ini adalah diketahuinya perbandingan antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dan kehamilan normal. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi dan Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sebanyak 46 orang ibu hamil yang terdiri dari 23 orang dengan preeklampsia dan 23 orang dengan kehamilan normal yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian ini. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran tekanan darah dan lingkar lengan atas, evaluasi asupan magnesium dengan metode FFQ semikuantitatif dan pemeriksaan kadar magnesium serum. Analisa statistik menggunakan uji t-test dan Mann Whitney. Uji karakteristik usia, usia kehamilan, paritas, pendidikan dan status gizi kedua kelompok homogen. Tidak ditemukan perbedaan rerata kadar magnesium serum pada preeklampsia (1,98 0,26 mg/dL) dengan kehamilan normal (1,89 0,21 mg/dL). Rerata asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah 233,6 (190,1;319,3) mg dibandingkan dengan kehamilan normal 380,1 (229,8;444,2) mg dengan p=0,024.
Kesimpulan: tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dengan kehamilan normal sementara asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal.

The aim of this cross sectional comparative study was to analyze serum level of magnesium in preeclamptic pregnancies and to compare them with those in normal pregnancies. The data was collected at RSUD Tarakan on October 2013. Out of 23 women with preeclampsia and 23 women with normal pregnancies that meet our inclusion criteria given their consents to join the study. Data collated including interviews, blood pressure and mid upper arm circumference (MUAC) measurement and intake of magnesium by semiquantitative FFQ method. Statistical analysis performed by t-test and Mann Whitney. The result of the characteristic test in two groups of study shows that both groups are homogenic. There was no different between magnesium serum level in women with preeclampsia (1.98±0.26 mg/dL) and normal pregnancy (1.89±0.21 mg/dL) While the mean daily intake of magnesium is significantly lower in preeclampsia 233.6 (190.1;319.3) mg than in normal pregnancy 380.1 (229.8;444.2) mg.
Conclusion: there was no significant different between serum magnesium level in women with preeclampsia dan normal pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisadelfa Sutanto
"Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang mengancam kesehatan ibu dan bayi Penelitian ini merupakan studi potong melintang yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar vitamin E dan MDA pada 48 subyek preeklampsia dan non preeklampsia di RS Tarakan Jakarta Penilaian mencakup wawancara sosio demografi riwayat obstetri asupan vitamin E dengan FFQ semikuantitatif LILA kadar vitamin E dan MDA serum Kategori usia usia kehamilan dan kadar MDA lebih tinggi pada preeklampsia Edukasi untuk perempuan usia reproduktif tentang pentingnya asupan makanan vitamin E yang cukup diperlukan untuk mencapai keberhasilan kehamilan.

Preeclampsia is a disorder of pregnancy that deteriorate mother and baby rsquo s health This study was a cross sectional study aiming to investigate differences in the levels of vitamin E and MDA of 48 subjects with preeclampsia and non preeclampsia in Tarakan Hospital Jakarta Assessment included interviews of socio demographic obstetric history vitamin E intake with semiquantitative FFQ MUAC serum vitamin E and MDA concentrations Categories of age gestational age and MDA levels were higher among preeclamptics Education for reproductive age women about the importance of sufficient intake of vitamin E foods is necessary to achieve successful pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novan Satya Pamungkas
"Latar Belakang: Kejadian preeklamsia dilaporkan berkisar 5-15% dari seluruh
kehamilan dan terkait erat dengan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.
Preeklamsia merupakan penyakit dengan berbagai teori (disease of theory) yang
menggambarkan ketidakpastian patofisiologi dan penyebabnya. Salah satu teori
patogenesis preeklamsia adalah peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif
merupakan ketidakseimbangan jumlah oksidan dan antioksidan dalam tubuh.
Peningkatan radikal bebas pada preeklamsia diduga menyebabkan penurunan
antioksidan endogen seperti superoksida dismutase (SOD) karena banyak antioksidan
tersebut yang terpakai untuk menanggulangi radikal bebas. Mengingat pentingnya
peranan SOD pada patogenesis preeklamsia, maka pemberian suplementasi SOD
diduga dapat memberi manfaat pada preeklamsia maupun kehamilan normal.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar SOD
pada kehamilan normal dan preeklamsia. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan
untuk mengetahui kenaikan kadar SOD pasca pemberian suplementasi SOD pada
kehamilan normal dan preeklamsia.
Metode Penelitian: Penelitian uji klinis ini dilakukan di RSCM, RSAB Harapan
Kita, RSIA Bunda, dan RSIA Brawijaya pada bulan September hingga Desember
2019. Subjek penelitian berasal dari Ibu hamil normotensi dan Ibu hamil preeklamsia
yang akan dilakukan tindakan operasi sesar berencana dalam waktu 2 minggu. Pada
subjek di kelompok uji, akan diberikan suplementasi Glisodin 2 x 250 U selama 14
hari. Dilakukan pengukuran kadar SOD serum pra- dan pasca- suplementasi Glisodin,
SOD plasenta, dan kadar Cu, Mn dan Zn serum. Data selanjutnya diolah dengan
menggunakan uji statistik dengan paket SPSS versi 15. Analisis data berupa analisis
univariat, bivariat dan multivariat.
Hasil Penelitian: Didapatkan 91 subjek penelitian yang terdiri dari 42 Ibu hamil
normotensi dan 49 Ibu hamil dengan preeklamsia. Dari 25 subjek penelitian yang
diberikan suplementasi Glisodin, 15 orang berasal dari kelompok Ibu hamil
normotensi dan 10 orang berasal dari kelompok Ibu hamil preeklamsia. Kadar Zn pada kelompok preeklamsia didapatkan lebih rendah bermakna dibandingkan pada
kelompok normotensi (45 (25,00-110,00) ug/dL vs 52,00 (36,00-88,00) ug/dL, p
0,025). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar SOD pra- dan pasca
suplementasi pada kelompok normotensi dan preeklamsia. Tidak terdapat
peningkatan bermakna kadar SOD pasca suplementasi , baik pada kelompok
normotensi maupun preeklamsia (+1,08 ± 2,45, p 0,069 dan +0,12 ± 2,04, p 0,721).
Satu-satunya perbedaan bermakna yang ditemukan adalah kadar SOD plasenta
dimana didapatkan kadar SOD plasenta lebih rendah pada kelompok preklamsia
dibandingkan normotensi (26,04 (10,49-91,16) U/mL vs 37,62 (13,58-105,40) U/mL,
p<0,001).
Kesimpulan: Kadar SOD plasenta pada kehamilan hipertensi atau preeklamsia lebih
rendah dibandingkan dengan normotensi. Tidak ada peningkatan bermakna kadar
SOD pasca-suplementasi dengan Glisodin pada kehamilan normotensi dan hipertensi
atau preeklamsia.

Background: Preeclampsia incidence varies between 5-15% from all pregnancy and
related to maternal and perinatal morbidity and mortality. Preeclampsia is a disease of
theory which describe uncertainty in its pathogenesis and pathophysiology. One of
the preeclampsia pathogenesis theory is the increasing oxidative stress level.
Oxidative stress is a condition caused by imbalance between oxidant and anti-oxidant
inside the body. Increased free radicals level in preeclampsia causing further
decreased in endogenous antioxidant level such as superoxide dismutase (SOD)
because antioxidant were used to neutralize free radicals. Given the important role of
SOD in the pathogenesis of preeclampsia, supplementation of SOD is thought to be
beneficial, both in the normal pregnancy and preeclampsia.
Objective: The aim of this study is to determine differences in SOD levels in normal
pregnancy and preeclampsia. This study is also aims to determine the increase in
SOD levels after SOD supplementation in normal pregnancy and preeclampsia.
Methods: This clinical trial study was conducted at RSCM, RSAB Harapan Kita,
RSIA Bunda, and RSIA Brawijaya in September to December 2019. The research
subjects came from normotensive pregnant women and preeclampsia pregnant
women who will undergo planned cesarean operations within 2 weeks. Subjects in
the test group will be given Glisodin 2 x 250 U supplementation for 14 days. Serum
SOD pre-and post-supplementation with Glisodin, placental SOD, and serum Cu, Mn
and Zn levels were measured. Data were then processed using statistical tests with
SPSS package version 15. Data analysis was in the form of univariate, bivariate and
multivariate analyzes.
Results: There were 91 research subjects consisting of 42 normotensive pregnant
women and 49 pregnant women with preeclampsia. Of the 25 study subjects who
were given Glisodin supplementation, 15 were from the group of normotensive
pregnant women and 10 were from the group of preeclampsia. The level of Zn in the
preeclampsia group was significantly lower than in the normotensive group (45
(25.00-110.00) ug/dL vs 52.00 (36.00-88.00) ug/dL, p 0.025). There were no
significant differences in pre- and post-supplementation SOD levels in the normotensive and preeclampsia groups. There was no significant increase in SOD
levels after supplementation, both in the normotensive and preeclampsia groups
(+1.08 ± 2.45, p 0.069 and + 0.12 ± 2.04, p 0.721). The only significant difference
found was placental SOD levels in which placenta SOD levels were lower in the
preeclampsia group than normotensive (26.04 (10.49-91.16) U / mL vs 37.62 (13.58-
105.40 ) U / mL, p <0.001).
Conclusions: Placental SOD levels in pregnancy with hypertension or preeclampsia
are lower than normotensive. There was no significant increase in post-Glisodin
supplementation SOD levels in normotensive and hypertensive or preeclampsia
pregnancy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Deny Rostika
"Di Indonesia, preeklampsia menempati presentasi tertinggi kedua penyebab kematian Ibu (24%). Sedangkan di RSUD Dr.R.Soedarsono Kota Pasuruan yang menjadi tempat penelitian dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi kalsium dan faktor-faktor terkait dengan kejadian preeklampsia. Desain penelitian cross sectional dimana pengambilan responden dilakukan secara purposif selama Maret 2012. Responden diperoleh sejumlah ibu hamil pada trimester II dan III berjumlah 148 orang. Analisis hubungan menggunakan uji Chi-square dengan a=0,05.
Hasil menunjukkan ada hubungan signifikan antarakejadian preeklampsia dengan umur, paritas, konsumsi kalsium, riwayat ANC, riwayat penyakit hipertensi dan riwayat penyakit keturunan preeklampsia. Sedangkan faktor yang lain tidak ada hubungan. Kejadian preeklampsia sebesar 9,5% merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berat. Upaya penting adalah meningkatkan pengetahuan ibu hamil mengenai gizi dan preeklampsia serta konsumsi kalsium baik dari suplemen ataupun sumber makanan sebagai salah satu cara pencegahan preeklampsia.

Pre-eclampsia is the second highest percentage cause mother dead (24%) in Indonesia. The percentage was increase in the last three years in Dr.R.Soedarsonohospital, Pasuruan, where this research was conducted. This research aims to find the relations between calcium intake and the factors related in pre-eclampsia. The research design was cross sectional, and the respondents had been taken purposively for March 2012. The number of respondents is 148 mothers who pregnancy in second and third trimester. The relations between the variables is analyzed by Chi-square test a =0,05.
The result showed that there was a significant relations between pre-eclampsia and age, paritas, calcium intake, history of ANC, blood pressure diseases, and pre-eclampsia inheriteddisease. However, there was not an assossiation to the other factors. The percentage of preeclampsia evidence (9,5%) is the serious problem for society. The most important efforts is improving woman's knowledge in nutrition and pre-eclampsia and enough calcium intake from supplement or their foods to prevent pre-eclampsia while they are pregnant.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marsudidjaja
"Latar Belakang: Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang berhubungan dengan kehamilan yang disebabkan oleh kecacatan dalam pembaharuan arteri spiral dalam pembentukan jaringan plasenta. Sebagai hipotesis utama, telah diusulkan bahwa pre-eklampsia terjadi akibat iskemia seluler di placenta. Dimana, hal itu mengarah ke produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang dapat menganggu fungsi jaringan plasenta. Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu mekanisme pertahanan yang melindung sistem vaskular placenta terhadap ROS.
Metode: Sebanyak 28 sampel jaringan plasenta (terdiri dari kehamilan normal, pre-eklampsia awal dan pre- eklampsia lambat) telah dihomogenisasi dan dipelajari untuk menguji aktivitas enzim SOD. Aktivitas spesifik SOD diukur dengan xanthine, xanthine oksidase (XOD) dan INT dimana aktivitas SOD dihitung melalui tingkat penghambatan atas reaksi superoksida (dihasilkan oleh substrat xanthine) dengan INT untuk membentuk warna formazan merah. Lalu, jumlah zat warna yang dihasilkan tersebut dihitung dengan spektrofotometri UV (505 nm).
Hasil: Rata-rata log aktivitas spesifik SOD untuk kehamilan normal, pre-eklampsia lambat dan pre-eklampsia awal masing-masing adalah 6.43 U/mg, 3.46 U/mg dan -0.18 U/mg. Analisis statistik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara aktivitas SOD dalam onset pre-eklampsia (dini dan akhir) dan juga antara kedua onset pre-eklampsia dengan kehamilan normal.
Kesimpulan: Aktivitas SOD pada pre-eklampsia awal mempunyai nilai terendah diikuti oleh nilai aktivitas SOD pada pre-eklampsia lambat. Dengan demikian, jaringan plasenta dalam pre-eklampsia awal memiliki stres oksidatif tertinggi dibanding dengan dalam kehamilan normal dan pre-eklampsia lambat.

Background: Pre-eclampsia is a pregnant-related syndrome caused by a defect in spiral arterial remodeling in placenta formation. It has been proposed as central hypothesis that pre-eclampsia is a product of cellular ischemia in the placenta. Therefore, leading to production of Reactive Oxygen Species (ROS) which began the disruption of the placental function. Superoxide dismutase (SOD) is one of the defense mechanism that protect the placental vascular system against ROS.
Method: A total of 28 placenta tissue samples (consist of normal pregnancy, early pre-eclampsia and late pre- eclampsia) were homogenized and studied for SOD enzyme activity assay. The specific activity of SOD was measured by xanthine, xanthine oxidase (XOD) and INT as the SOD activity is calculated by degree of inhibition of reaction of generated superoxide (produced by xanthine substrate) with INT to form red formazan dye. In which, the amount of dye is calculated by spectrophotometry UV (505 nm).
Result: The average log of specific activity of SOD is 6.43 U/mg, 3.46 U/mg and -0.18 U/mg for normotensive pregnancy, late pre-eclampsia and early pre-eclampsia respectively. The statistical analysis also revealed that there is significant difference between SOD activities of onset of pre-eclampsia (early and late) and also between both onset of pre-eclampsia with normal pregnancy (p<0,05).
Conclusion: SOD activity in early pre-eclampsia has the lowest value, seconded by late pre-eclampsia. Thus, placenta of early pre-eclampsia has the highest oxidative stress compare to in normal pregnancy and in late pre- eclampsia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ika Wardhani
"Salah satu zat yang berhubungan dengan disfungsi endotel pada preeklampsia adalah vascular endothelial growth factor (VEGF). Penelitian ini menyelidiki bagaimana kadar VEGF pada kultur sel endotel vena umbilikalis bila dipajankan dengan serum wanita hamil dengan preeklampsia. Kultur sel endotel vena umbilikalis primer dari 12 tali pusat wanita bersalin normal dengan bayi aterm dipajankan dengan 14 serum wanita hamil dengan preeklampsia dan 13 serum wanita hamil normal selama 24 jam. Kadar VEGF diukur dengan metode ELISA. Didapatkan rerata kadar VEGF setelah pemajanan serum selama 24 jam cenderung lebih kecil pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (3,7 ± 1,74 pg110.000 set) dibandingkan dengan hamil normal (3,99 + 1,79 pg110.000, sel) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,939, p>O,O5). Sabelum pemajanan, kadar VEGF pada 20% serum preeklampsia (33,31 + 0,89 pglml) lebih besar daripada kehamilan normal (32,81 _+ 0,76 pglml) namun tidak berbeda bermakna (p=0,132). Juga didapatkan rerata jumlah sel endotel yang hidup setelah pemajanan cenderung lebih besar pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (11,00 ± 5,91 x 104 sel/ml) dibandingkan dengan hamil normal (9,85- + 3,96 x 104 sel/ml) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,550, p>0,05). Rerata viabilitas sel endotel lebili besar pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (70,33 + 24,26 %) dibandingkan dengan hamil normal (68,02 + 16,05 °A) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,981, p>0,05). Kecenderungan ini memperlihatkan adanya peran VEGF pada sel endotel, namun bukan sebagai satu-satunya faktor yang terlibat pada patogenesis preeklampsia. Apakah VEGF yang meningkat pada serum penyandang preeklampsia diakibatkan oleh faktor-faktor dalam serum penyandang dan dihasilkan oleh sel endotel pada penelitian ini belum dapat dibuktikan.

It has been suggested that VEGF is involved in endothelial dysfunction which observed preeclampsia. This study investigate the production of VEGF during exposure of sera of preeclamptic women for 24 hours in the human umbilical vein endothelial cells culture (HUVEC). Primary HUVEC made from 12 aterm umbilical cords were exposed by 14 sera of preeclamptic women and 13 sera of normotensive pregnant women for 24 hours. Enzyme-linked immunoassay of VEGF was established The results showed VEGF in supernatan HUVEC exposed by preclamptic women sera were lower than normotensive pregnant women sera, with no significantly differences. VEGF level in 20% preeclamptic sera was likely be higher than normotensive pregnant women sera. The number and viability of endothelial cells after the 24 hours exposure of preeclamptic women sera seem to be more higher than normotensive pregnant women. These results suggest that VEGF may have an important role in the endothelial cells, but that they are not the primary factors involved in the pathogenesis of preeclampsia is the increasing level of VEGF in preeclamptic women sera due to factors on the sera and produced by the endothelial cells itself could have not been proved."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Feryanto
"Latar Belakang: Preeklamsia, yang menyerang sekitar 5%-7% wanita hamil dengan tekanan darah tinggi, proteinuria, dan risiko kerusakan organ, merupakan bidang medis kompleks yang masih perlu banyak dipelajari. Pada preeklamsia dimana terjadi inflamasi secara sistemik, kemungkinan terjadi perubahan kadar Delta Hemoglobin.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memahami perubahan kadar Delta Hemoglobin sebagai indikator inflamasi pada preeklampsia dan korelasinya dengan Omega-3 serta rasio sFLT-1/PlGF dalam serum pasien.
Metode: Dengan menggunakan metode pengambilan sampel konsekutif, penelitian cross-sectional ini mencakup analisis korelatif dan komparatif pada dua kelompok tidak berpasangan: pasien hamil dengan preeklampsia dan kehamilan normal.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan kadar Delta Hemoglobin pada preeklampsia lebih tinggi dibandingkan kelompok normal, sedangkan kadar total omega-3, EPA, DHA, dan ALA lebih rendah pada preeklamsia tanpa adanya korelasi yang signifikan antara Delta Hemoglobin dan Omega-3. Preeklampsia dikaitkan dengan tingkat sFLT-1, PlGF, dan rasio sFLT-1/PlGF yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok normal. Terdapat juga korelasi positif lemah yang ditemukan antara rasio sFLT-1/PlGF dan delta hemoglobin. Selain itu, terdapat korelasi positif sedang dan korelasi negatif sedang antara EPA dan rasio sFLT-1/PlGF.
Kesimpulan: Terdapat variasi nilai kadar Delta Hemoglobin dan parameter lainnya antara kelompok preeklampsia dan kelompok normal.

Background: Preeclampsia, which affects approximately 5%-7% of pregnant women with high blood pressure, proteinuria, and risk of organ damage, is a complex understudied medical field. In preeclampsia where there is systemic inflammation, there may be changes in Delta Hemoglobin levels.
Objectives: This study aims to understand changes in Delta Hemoglobin levels as an indicator of inflammation in preeclampsia and its correlation with Omega-3 and the sFLT-1/PlGF ratio in patient serum.
Methods: Using the consecutive sampling method, this cross-sectional study includes correlative and comparative analysis in two unpaired groups: pregnant patients with preeclampsia and normal pregnancies.
Results: The results showed that Delta Hemoglobin levels in preeclampsia were higher compared to the normal group, while total omega-3, EPA, DHA, and ALA levels were lower in preeclampsia without a significant correlation between Delta Hemoglobin and Omega-3. Preeclampsia was associated with higher levels of sFLT-1, PlGF, and sFLT-1/PlGF ratio compared to the normal group. There was also a weak positive correlation found between the sFLT-1/PlGF ratio and delta hemoglobin. Furthermore, there was a moderate positive correlation and a moderate negative correlation between EPA and the sFLT-1/PlGF ratio, respectively.
Conclusion: there are variations in the Delta Hemoglobin level values and other parameters between the preeclampsia and normal groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"Objektif. Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria. Di Indonesia, preelampsia/eklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. Stress oksidatif pada plasenta dan sistem sirkulasi menyebabkan disfungsi dan kerusakan sel endotel. Stres oksidatif di plasenta menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. HSP70 adalah molekul protein yang sangat penting untuk penyembuhan sel dan menjaga homeostasis. Tujuan penelitian untuk membandingkan kadar MDA dan HSP70 yang diproduksi di plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia berat, ringan dan kehamilan normal. Plasenta didonorkan secara sukarela dari ibu2 yang melahirkan dengan preeklampsia ringan (N=10), preeklampsia berat (N=10) dan kehamilan normal (N=10). Plasenta dikultur dengan RPMI dan FBS 20%, pada hari ke 3, supernatant diambil. Diperiksa kadar Malondealdehida (MDA), petanda untuk stres oksidatif dan kadar HSP70. Kadar MDA diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530nm. Kadar HSP 70 diukur dengan metoda enzyme-linked immunosorbent assay. Kadar rata2 MDA pada preeklampsia berat (7,13+5,36 nmol/ml), preeklampsia ringan (4,82+2,47 nmol/ml) dan hamil normal (4,87+2,4 nmol/ml). Kadar MDA pada preeklampsia berat paling tinggi, tetapi perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna. Kadar rata2 HSP70 pada preeklampsia ringan tertinggi (10,15+12,39 nmo/ml) dibandingkan dengan kadarnya pada preeklampsia berat (3,78 +3,07 nmol/ml) dan kehamilan normal (3,76+4,65nmol/ml), namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna. Walaupun demikian, kadar HSP sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis relatif tinggi. Hal ini tidak ditunjukkan pada preeklampsia berat. Kadar rata2 MDA dan HSP70 pada preeklampsia berat, ringan maupun hamil normal tidak berbeda bermakna. Kadar HSP yang sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis masih tinggi.

Objective: Preeclampsia is a disease in pregnancy and characterized by hypertension and proteinuria. Preeclampsia and eclampsia are the most causes of maternal and fetal mortality and morbidity in Indonesia. Placental and systemic oxidative stress caused endothelial cell dysfunction and injury. Placental oxidative stress also linked to fetal growth restriction. HSP70 is essential for cellular recovery, survival and maintenance of homeostasis. The purpose of this study was to compare the MDA, a marker for oxidative stress and HSP70 production in placental of severe preeclampsia, mild preeclampsia and normotensive pregnant women. Placenta were collected after delivery from normotensive pregnancies (N=10), severe preeclampsia (N=10) and mild preeclampsia (N=10). Placenta was cultured in RPMI and 20% FBS, and supernatant were collected in day 3. MDA was measured using spectrophotometer and absorbance read in 530nm. HSP70 was measured using enzyme-linked immunosorbent assay. The mean MDA concentration did not differ significantly between patients with severe preeclampsia (7.13+5.36 nmol/ml) and mild preeclampsia (4.82+2.47 nmol/ml) when compared with normotensive pregnancies (4.57+2.4 nmol/ml). The mean HSP70 concentration in mild preeclampsia is highest (10.15+12.39 nmo/ml) when compared with severe preeclampsia (3.78 +3.07 nmol/ml) and normotensive pregnant women (3.76+4.65nmol/ml), but the difference was not significant. Although the difference was not significant, is indicates homeostasis response in mild preclampsia women is relative good. This response was abated in severe preeclampstic women. Although MDA and HSP70 concentration did not differ significantly between groups, however the high HSP70 concentration is indicates homeostasis response relatively good in mild preeclamptic women."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan: Mengetahui hubungan derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan kejadian asfiksi neonatorum.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada rekam medis pasien preeklamsi berat di RSCM selama tahun 2008.
Hasil: Dari 171 kasus preklamsia berat yang terdapat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2008, hanya 168 kasus yang digunakan dalam penelitian ini sebab 3 kasus dieksklusi karena data tidak lengkap. Hubungan derajat proteinuria dengan terjadinya asfiksia atau tidak, diuji dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,000 yang berarti berdasarkan analisa statistik terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri terhadap terjadinya asfiksi. Penelitian dilanjutkan dengan mengunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,018 yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri dengan derajat asfiksi. Dari total 168 kasus preeklamsi berat, terdapat 41,1% bayi yang mengalami asfiksi dengan satu kasus kematian neonatal dini yang terjadi pada bayi dengan asfiksi berat.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan derajat asfiksi pada neonatus.

Objective : To know the relationship of proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia cases with outcome of asphyxia neonatorum.
Method : The design of this research is cross-sectional study in the Cipto Mangunkusumo Hospital during 2008.
Result : From 171cases of severe preeclamsia in the Cipto Mangunkusumo Hospital on 2008, only 168 cases can be used for this research because 3 cases are have no complete data. The relationship between level of proteinuri and asphyxia occurrence is examined based on Chi-Square with the p=0,000. So there is the correlation between proteinuri level and median Apgar score. The relationship between level of proteinuri and level of asphyxia is examined based on Chi-Square with the p=0,018. So there is the relationship between proteinuri level and asphyxia level. From 168 cases of severe preeclamsia, there are 41,1% neonates with asphyxia.
Conclusion : There is relationship between proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia and the level of asphyxia of neonates.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>