Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114732 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendarmin Syafei
"ABSTRAK
Telah di lakukan penelitian evaluasi variabel yang mempengaruhi keberhasilan kardioversi ('Direct Current Cardioversion') AF pasca-bedah katup mitral dan BMV, sel ama periode Pebruari 1987-November 1989 di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita-Jakarta. Variabel yang dimaksud adalah. data klinik, ekokardiografik, rontgenologik dan penyadapan jantung pra-bedah atau BMV. Merupakan evaluasi keberhasilan kardioversi jangka menengah (3tahun).
Keberhasilan kardioversi AF dinyatakan sebagai Angka bebas AF (satuan persen) keseluruhan (bedah dan BMV), dihitung sejak tindakan kardioversi dan Angka bebas AF dihubungkan dengan variabel-variabel tersebut di atas. Perhitungan secara metode tabel kehidupan menurut 'Kaplan Meir' dan.analisa multivariat model Regresi Cox.
Terdapat 58 penderita AF pra dan pasca-bedah atau BMV, yang diajukan ikut penelitian. Dua penderita langsung masuk ke irama sinus sebelum kardioversi, karena efek sulfas kinidin. Sehingga terdapat 56 penderita yang ikut penelitian (31 kelompok bedah, 25 kelompok BMV). Energi listrik yang digunakan rata-rata 241 ± 52 joule. Hasil awal kardioversi (irama sinus menetap selama 24 jam) adalah 43 penderita (77 %, 43 dari 56). Terdiri dari 25 kelompok bedah (81 %, 25 dari 31) dan 18 kelompok BMV (72 %, 18 dari 25). Pada akhir penelitian hanya 18 penderita yang tetap dalam irama sinus (12 kelompok bedah, 6 kelompok BMV).
Angka bebas AF jangka menengah secara keseluruhan 32 ±3,5 %. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara Angka bebas AF kelompok bedah dibanding kelompok BMV (37 +5 % vs 24 ±4%, p C 0,05).
Bila dihubungkan dengan lama AF, Angka bebas AF kelompok lama AF C 12 bulan lebih besar dibanding dengan kelompok lama AF 3 12 bulan (51 --8/. vs 21 +3Z, p C 0,05)- Angka bebas AF kelompok dimensi (anteroposterior) atrium kin i < 50 mm lebih besar dibanding kelompok dimensi atrium kiri ? 50 mm (42 +6Z vs 17 + 3 Z, p < 0,05). Angka bebas AF kelompok MVP 3 0,6 cm2 lebih besar dibanding kelompok MVP C 0,6 (39 + 5 Z vs 14 ± 3 Z, p < 0,05). Akan tetapi dalam perhitungan analisa multivariat, hanya lama AF yang bermakna, sebagai prediktor independen (p=0,0308).
Kesimpulan kardioversi AF penderita pasca-bedah katup mural dan BMV merupakan tindakan praktis, sebagai upaya mengubah AF ke irama sinus. Kesempatan irama sinus dapat dipertahankan pascakardioversi sampai jangka menengah 3 tahun, dari 56 penderita sebesar 32%.
Lama AF dapat dianggap sebagai prediktor independen, bahwa dapat bertahannya irama sinus dalam jangka menengah. Bila lama AF < 12 bulan, kesempatan di pertahankannya irama sinus sampai 3 tahun, cukup besar (51 %). Sebaliknya bila lama AF 3 12 bulan, kesempatannya, 21.
Tetapi sebaiknya bila tidak ada indikasi kontra, kardioversi AF terhadap penderita pasca-bedah katup mitral maupun BMV sebaiknya diberikan kesempatan. Walaupun lama AF telah berlangsung kronik, karena bila berhasil harapan dapat dipertahankannya irama sinus tetap ada. "
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Larasati
"Latar Belakang. Pada pasien katup mitral yang disertai fibrilasi atrium (FA), bedah ablasi dapat dilakukan bersamaan dengan bedah katup mitral. Dalam penelitian ini kami melakukan evaluasi keberhasilan jangka pendek terhadap pasien-pasien katup mitral yang dilakukan bedah ablasi FA di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Kami mempunyai hipotesis bahwa indeks volume atrium kiri pra-bedah dan pasca-bedah berhubungan dengan keberhasilan bedah ablasi FA jangka pendek.
Metodologi. Merupakan studi retrospektif. Semua pasien yang dilakukan bedah ablasi bersamaan dengan koreksi katup mitral dengan kriteria standard pada periode bulan Maret 2012-Januari 2015 dimasukkan dalam penelitian ini. Data pasien diambil dari catatan medik rumahsakit, termasuk data klinis, EKG, laboratorium, echocardiografi sebelum dan sesudah bedah ablasi. Evaluasi keberhasilan jangka pendek dilihat ada tidaknya FA selama masa hospitalisasi sampai 1 bulan pasca-bedah.
Hasil. Selama periode penelitian, sebanyak 46 pasien ikut dalam penelitian ini {laki-laki 19 (41,3%) dan wanita 27 (58,7%)}.Rerata umur 42,7 ± 9,6 tahun. Lima orang meninggal segera setelah bedah ablasi (8,7%). Tiga puluh pasien tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama sesudah tindakan bedah (65,2%). Rerata indeks volume atrium kiri pra-bedah pada pasien yang tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama lebih kecil dibanding dengan yang tetap dalam irama FA, tetapi secara statistik tidak bermakna (156,83 ± 84,3 vs 189,4 ± 92 ml/m2, p=0,256). Rerata indeks volume atrium kiri pasca-bedah pada kelompok pasien yang tetap dalam irama sinus lebih kecil dibanding dengan pasien dalam irama FA pada akhir bulan pertama ( 95,2 ± 55,4 vs 126 ± 43,9 ml/m2, p=0,029) secara statistik berbeda bermakna. . Sembilan belas pasien menggunakan obat penyekat beta (41,3%) ternyata 3 pasien menjadi FA (15,8%) sedang yang tidak menggunakan obat penyekat beta (27 pasien, 58,7%) ternyata 13 pasien (48%) yang secara statistik bermakna (p=0,023). Analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa indeks volume atrium kiri pasca-bedah adalah berpengaruh terhadap kejadian FA jangka pendek yang secara statistik bermakna (OR 1,02 (IK 95% 1,001-1,04, p=0,043)). Demikian pula penggunaan obat penyekat beta (OR 0,02 (IK 95% 0,001-0,364, p=0,008)).
Kesimpulan. Angka keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA pada pasien katup mitral adalah 65,2 %. Indeks volume atrium kiri pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA. Temuan tambahan lain dalam penelitian ini yaitu penggunaan penyekat beta pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA.

Background. Surgical ablation is commonly done in patients with chronic atrial fibrillation (AF) undergo mitral valve surgery. This study was designed to identify the relationship between pre-operative and post-operative left atrial volume indices (LAVi) and short term success of restoration sinus rhythm after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Methods. Data were collected retrospectively from our hospital medical record . These included electrocardiograms, laboratory, echocardiography before and after surgical ablation in all patients. Each patient was evaluated at the outpatient hospital clinic. The AF recurence was evaluated from the ECG recording within 1 month after surgery. Left atrial volume was calculated using modified Simpson's method. Volume was corrected by surface area.
Results: From March 2012 through January 2015, there were 46 patients who underwent surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery. The mean age was 42.7 ± 9,6 year-old. {males were 19 (41.3%) and females were 27 (58.7%)} Early mortality was found in 5 patients (8.7%). Sinus rhythm (SR) was restored and maintained within first month in 30 patients (65.2%) of the 46 patients. The pre-operative LAVi was smaller in patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in sinus rhythm, but statistically insignificant (156.83 ± 84.3 vs 189.4 ± 92 ml/m2, p=0.256). However, post-operative LAVi was smaller and statistically significant in those patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in SR (95.2 ± 55.4 vs 126 ± 43.9 ml/m2, p=0,029). Multivariate analysis using logistic regression analysis showed post-operative LAVi (OR was 1.02 (CI 95% 1.001-1.04, p=0.043) and beta blocker usage early post hospitalization (OR was 0.02 (CI 95% 0.001-0.364, p=0.008) were independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Conclusions: Short term success rate of the surgical AF ablation in patients with chronic AF and concomitant mitral valve surgery was 65,2%. Post-operative LAVi and post operative beta blocker therapy was independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Augustine Purnomowati
"Beberapa peneliti telah berusaha menentukan penderita mitrai stenosis yang “ideal” untuk
BMV tetapi belum ada keseragaman pendapat mengenai variabel prediktor keberhasilan
dini BMV; sedangkan kepustakaan di Indonesia mengenai hal ini masih sedikit.
Untuk mengetahui variabel-variabel prediktor keberhasilan dini BMV, diteliti ulang hasil
dini BMV pada 228 penderita stenosis mitrai yang menjalani BMV selama periode tahun
1993 dan 1994.
Mereka terdiri dari 74.6% perempuan dan 25.4% laki-laki, berusia rata-rata 36.8 tahun
dengan lama gejala rata-rata 23.7 bulan ( median 12 bulan ).
Hipertensi pulmonal terdapat pada 95% kasus, 51,3% diantaranya menunjukkan
hipertensi pulmonal berat.
Fungsi jantung NYHA kias 1,11,III dan IV berturut-turut ditemukan pada 4.4%, 58,3%,
32,9% dan 2.2%.
Gambaran EKG menunjukkan irama sinus normal pada 54.8% dan 45.2% fibrilasi atrium.
Skor mitrai 8 terdapat pada 67.8% (97 dari 143 penderita) dan > 8 pada 32.2 % ( 46
dari 143 penderita ).
Sesuai dengan kriteria penelitian, sebanyak 52.6% kasus menunjukkan hasil dini BMV
optimal, sub-optimal pada 46% dan gagal pada 1.3% kasus.
Pencapaian hasil dini BMV optimal adalah sebanding dengan peneliti lain bila memakai
kriteria sesuai peneliti yang bersangkutan.
Segera pasca-BMV terjadi perubahan hemodinamik yang sangat bermakna ( p < 0.001).
Melalui analisa logistik regresi ganda terdapat 4 variabel yang bermakna yaitu : EKG,
penebalan katup mitrai, tekanan rata-rata atrium kiri pra-BMV dan regurgitasi mitrai pra-BMV sebagai variabel prediksi keberhasilan dini BMV.
Dibandingkan peneliti-peneliti lain, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan pendapat mengenai variabel prediktor keberhasilan dini BMV.
Segera pasca-BMV terjadi penurunan tekanan rata-rata arteri pulmonalis yang sangat
bermakna (p < 0.001 ). Analisa logistik regresi ganda menunjukkan tekanan rata-rata
arteri pulmonalis pra-BMV sebagai variabel prediktor penurunan tekanan rata-rata arteri
pulmonalis pasca-BMV. Mengenai variabel prediktor penurunan tekanan arteri
pulmonalis ini, sayang sekali belum ditemukan kepustakaan yang dapat dijadikan
pembanding.
Komplikasi yaitu regurgitasi mitrai teijadi pada 24.5% kasus, angka ini lebih rendah
dibandingkan peneliti-peneliti lain yang mendapatkan angka MR pasca-BMV sebesar 35-
46%.
Seperti halnya peneliti lain, melalui analisa logistik regresi ganda tidak ditemukan variabel
prediktor regurgitasi mitrai pasca-BMV.
Komplikasi lain yaitu udem paru akut pada 1.7% dan 1.3% tamponade jantung yang
teijadi segera setelah pungsi transeptal.
Melihat perubahan hemodinamik yang sangat bermakna pasca-BMV dan frekwensi
komplikasi yang relatif kecil, maka BMV merupakan terapi alternatif yang cukup efektif dan aman bagi penderita mitrai stenosis simtomatis tertentu.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kejadian restenosis, mengevaluasi peijalanan klinik penderita dengan regurgitasi mitrai pasca BMV dan hipertensi pulmonal
yang menetap."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Wachyudi
"PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang adalah perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang ketenaga listrikan di Indonesia khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Tangerang berkewajiban untuk selalu meningkatkan bentuk pelayanan kepada pelanggan. Untuk meningkatkan bentuk pelayanan inilah diperlukan suatu kerjasama antara Area-area pelayanan dengan Area Jaringan, yang merupakan penyedia material-material yang dibutuhkan dalam hal pemasangan baru dan penambahan daya PT. PLN Distribusi Jakarta Raya khususnya Area Jaringan Gambir tidak memiliki suatu inventory planning dalam hal pengendalian persediaan material. Sering terjadinya kekosongan material yang dibutuhkan dan penumpukan material yang kurang dibutuhkan berlebih. Dalam pemesanan, PT. PLN Distribusi Jakarta Raya tidak mempunyai jumlah nominal dasar terhadap pemesanan suatu material. Pemesanan djlakukan apabila material-material yang dibutuhkan habis atau sudah menipis persediaannya. Penelitian ini mengusulkan untuk membuat suatu inventory planning yaitu program pengendalian persediaan masing-masing material dengan cara menghitung material yang dibutuhkan disesuaikan dengan kenaikan pelanggan untuk pemasangan baru dan penambahan daya per triwulan tiap tahunnya. Untuk mengetahui kenajkan pelanggan dilakukan analisis regresi antara kenaikan pelanggan dengan laju pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta yang berhubungan linier satu sama lain. Invenrory planning ditunjukan untuk menentukan reorder point dan safety stock dari setiap jenis material yang berbeda-beda. Jika inventory planing ini dijalankan maka tidak akan terjadi lagi kekosongan material yang dibutuhkan dikarenakan telah diketahui reorder point dan safety stock dari setiap jenis material yang berbeda disesuaikan clengan kenaikan pelanggan setiap tahunnya. Selain itu juga dirancang database untuk menghilangkan stock opname yang dilakukan setiap bulannya untuk mengetahui pergerakan material, menghemat penggunaan kertas, dan pergerakan material lebih termonitor dengan baik khususnya oleh bagian logistik sendiri."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S50214
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Suryawirawan
"ABSTRAK
Udara secara alami dalam kondisi normal (suhu dan tekanan ruang) mempakan suatu isolasi yang dapat memisahkan benda yang memiliki perbedaan potensial sehingga tidak terjadi hantaran arus listrik. Jika udara karena suatu hal kehilangan kuat isolasinya sehingga anrara berada yang memiliki perbedaan porensial terjadi percikan atau Ioncatan arus listrik maka kondisi ini biasa disebut dengan kegagalan isolasi udara.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan udara sebagai suatu medium isolasi ini, yaitu antara Iain : adanya elektron bebas akibat pengaruh dari Iuar, gradien tegangan antara elektroda (benda dengan perbedaan potensial), suhu (kelembaban), tekanan dan jarak antara elektroda. Skripsi ini mencoba membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kuat isolasi udara ini secara umum dan mengkhususkannya pada pengaruh jarak sela elektroda dan tekanan udara terhadap tegangan gagal yang terjadi.
Hukum Paschen menyarakan bahwa tegangan gagal yang terjadi merupakan fungsi dari perkalian jarak elektroda, d, dan tekanan, p, dalam suatu medan Iistrik seragam, memiliki suatu keunikan karena untuk harga pd yang sama dari kombinasi p dan d yang berbeda seharusnya memiliki tegangan gagal yang sama. Hal ini pula yang akan coba dibahas dalam Analisa Percobaan Kegagalan pada Isolasi Udara dengan Variasi Tekanan dan Jarak Elektroda (H ukum Paschen).

"
2001
S34292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhyka Soemarsono
"Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 20 Tahun 2002, sektor pembangkit tenaga listrik yang sebelumnya dimonopoli oleh PLN Disjaya dan Tangerang, saat ini terbuka untuk swasta. Dengan iklim persaingan industri yang ada, tidaklah mustahil jika nantinya pemerintah Republik Indonesia menghapus monopoli dalam sektor distribusi tenaga Iistrik. Untuk dapat bersaing dengan industri lain, PLN Disjaya dan Tangerang hams meningkatkan keunggulan bersaingnya. Salah satu cara untuk meningkatkan keunggulan bersaing adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan pelanggan. Peningkatan kualitas pelayanan juga diperlukan untuk mengurangi jumlah keluhan pelanggan yang tidak puas dengan pelayanan saat ini. Kemungkinan penyebab belum memuaskannya pelayanan saat ini adalah elemen pelayanan belum dikembangkan secara tepat.
Service Quality Function Dcpioyment (Service QFD) adalah salah satu metode yang cocok untuk pengembangan pelayanan pelanggan. Service QFD mampu menenjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi pelayanan yang memuaskan. Dalam Service QFD terdapat 2 elemen penting yaitu tingkat kepentingan pelanggan dan kinerja pelayanan. Ada satu elemen lagi yang juga signifikan dalam peningkatkan kepuasan pelanggan yaitu kemampuan perusahaan dalam memberikan elemen pelayanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pelayanan pelanggan dengan memperhatikan tingkat kepentingan pelanggan, kinerja pelayanan, dan kemampuan perusahan dalam memberikan elemen pelayanan. Tujuan spesifik penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi elemen pelayanan yang dibutuhkan dan prioritas pengembangan masing-masing elemen pelayanan.
Dari penelitian ini didapat 20 elemen pelayanan yang dianggap berkontribusi dalam usaha memuaskan pelanggan. Elemen-elemen pelayanan yang mendapat prioritas perlama dalam pengembangannya adalah pengembangan website dan survey pelanggan.

Andhyka Socnrarsono Service Development of PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang Using Service Quality Function Deployment Methodology xvi + 90 pages, 27 tables,l3 pictures, 5 appendices ABSTRACT As the issuance of Electricity Act No. 20 in 2002, electricity generating sector, formerly monopolized by PLN Disjaya dan Tangerang, is now open for private companies. Conceming industrial competitive atmosphere, it is likely for Government of Indonesia to abrogate monopoly in electricity distribution sector in the future. To compete with other industries in the future, PLN Disjaya dan Tangerang must improve their competitive advantage. One way to improve competitive advantage is by improving the service quality. The improvement of service quality is needed to reduce numbers of complaints from customers who are not satisfied with the recent service performance- The reason why they are not satisfied might be improper service elements development.
Service Quality Function Deployment (Service QFD) is one of the appropriate methods for service development. It is able to translate what the customers need (voice of customers) into the satisfactory service. In service QFD, there are two important elements, customer importance and service perfonnance. There is another element which is also significant in satisfying customers. It is the enterprise ability in providing service elements.
This study aims to develop the service by considering customer importance, service performance, and enterprise ability in providing service elements- The specific goals are to identify service elements needed and the development priority for each service element.
There are twenty service elements, which contribute in customer satisfaction, obtained from this study. The service elements which get the tirst development priority are website development and customer survey.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S50152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirya Ayu Graha
"Latar belakang: Salah satu terapi fibrilasi atrium adalah ablasi bedah yang disebut Cox-maze IV yang dilakukan bersamaan dengan operasi katup mitral (concomitant cox-maze IV). Keberhasilan Cox-maze IV di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah RSJPD Harapan kita cukup tinggi yaitu 88,13%. Penelitian ini untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral di RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional. Pasien dengan penyakit katup mitral dan fibrilasi atrium diperiode Januari 2012 sampai Desember 2017 dilakukan operasi katup mitral dan Cox-maze IV kemudian dievaluasi irama jantung 6 bulan pasca operasi. Irama yang dinilai adalah bebas fibrilasi atrium dan dinilai faktor-faktor yang berhubungan.
Hasil: Total subjek adalah 115 pasien dengan prevalensi bebas fibrilasi atrium 6 bulan pascabedah adalah 81.5%. Pascabedah mortalitas sebanyak 7 pasien (6,1%). Diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki odds ratio 2,91 artinya, pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki peluang 2,91 kali irama tetap fibrilasi atrium dibanding dengan pasien dengan diameter atrium kiri kurang dari 60 mm.
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan keberhasilan concomitant Cox-maze IV pada pasien dengan fibrilasi atrium dan penyakit katup mitral adalah diameter atrium. Pasien dengan diameter atrium kiri lebih dari 60 mm memiliki OR 2,91 tetap FA.

Introduction: One of the therapies for atrial fibrillation is surgical ablation that is known as Cox-maze IV, that is performed together with mitral valve operation (concomitant cox-maze IV). The success rate of Cox-maze IV in RSPJD Harapan Kita is quite high, which is 88.13%. This study is aimed at understanding the factors that attribute to the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients in RSJPD Harapan Kita, Indonesia.
Method: The study design is cross sectional. Patients with mitral valve disease and atrial fibrillation within the period of January 2012 to December 2017 were given mitral valve operation and Cox-maze IV, then the cardiac rhythm was evaluated for 6-months post-surgery. The examined rhythm is atrial fibrillation free and we evaluated the associating factors.
Results: Total subject was 115 patients with the prevalence of atrial fibrillation free for 6-months post-surgery was 81.5%. Post-surgery mortality rate was 7 patients (6.1%). A larger than 60 mm left atrium diameter had an odds ratio of 2.91, which meant that patients with a left atrium diameter larger than 60 mm had a 2.91 higher risk of having atrial fibrillation rhythm than those with a smaller than 60 mm left atrium diameter.
Conclusion: Factors associated with the success of concomitant Cox-maze IV on atrial fibrillation and mitral valve disease patients is atrium diameter. Patients with a left atrium diameter larger than 60 mm has an OR of 2.91 to have atrial fibrillation. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wega Sukanto
"Latar belakang: Fibrilasi atrium meningkatkan morbiditas pasien dengan penyakit katup mitral. Insidens fibrilasi atrium pada pasien dengan penyakit katup mitral cukup tinggi karena proses pembesaran atrium dan remodelling. Semakin besar atrium, semakin lanjut juga proses remodelling, keberhasilan bedah ablasi-pun semakin kecil. Populasi pasien di Indonesia memiliki dimensi atrium kiri yang sudah besar. Kami mencoba melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dimensi atrium kiri terhadap keberhasilan bedah ablasi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dengan mengambil seluruh data 59 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dari 85 pasien yang menjalani bedah ablasi pada Januari 2012 sampai dengan Oktober 2016 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia. Data diambil dari rekam medis pasien yang menjalani operasi koreksi katup mitral dengan atau tanpa koreksi katup trikuspid dengan bedah ablasi set lesi bilateral, alat tunggal radiofrekuensi bipolar. Pengamatan irama jantung dilakukan pada minggu pertama, bulan ketiga, dan bulan keenam pascaoperasi. Analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dan logistik regresi.
Hasil: Diameter atrium kiri preoperasi pada kedua kelompok keluaran hasil bedah ablasi bulan ketiga dan bulan keenam berbeda bermakna nilai p 0,05 , bulan ketiga nilai p >0,05 , dan bulan keenam nilai p >0,05 pascaoperasi. Analisis multivariat seluruh variabel perancu pada tiap waktu pengamatan tidak didapatkan hubungan yang secara statistik bermakna. Pada kelompok pasien dengan diameter atrium kiri ge;60mm, angka konversi irama menjadi sinus 69,22.
Kesimpulan: Semakin besar diameter atrium kiri preoperasi, semakin tinggi angka rekurensi AF pada pasien penyakit jantung katup mitral. Bedah ablasi tetap dapat menjadi suatu pertimbangan terapi pada pasien dengan diameter atrium kiri yang besar diameter ge;60mm .

Backgrounds: Atrial fibrillation causing many thromboemboli complications. Incidence of atrial fibrillation is high among patients with mitral valve disease. The proccess of enlargement and remodelling of atria were believed to increase failure in ablation surgery. Patients population in Indonesia had enormous size of atria in the time of surgery. We report the correlation between preoperative left atrial dimension with the outcome of the surgery.
Methods: This is a cohort retrospective study. We collected data from medical records of all 59 patients underwent modified Cox Maze IV with single device radiofrequency bipolar and biatrial lesion with mitral valve with or without tricuspid valve intervention throughout January 2012 to October 2016. We observed the outcome in first week, third month, and sixth month after the surgery. This study based on Mann Whitney U test and logisctic regression.
Results: There is significant difference in the preoperative left atrial diameter between two outcome groups AF and non AF at third month and sixth month p value 0.05. Multivariate analysis reveals no significant correlation among confounding factors at all observation time. The successful sinus rhythm conversion among patients with preoperative left atrium diameter greater than 60mm is 69,22.
Conclusions: Preoperative left atrial diameter affects the outcome of ablation surgery. The bigger the diameter, less success rhythm conversion. But in our population, ablation surgery still can be considered among patients with big left atrial size.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wibisono Firmanda
"Latar belakang: Penyakit katup mitral rematik akan menyebabkan remodeling struktural dan remodeling elektris pada atrium kiri, yang mengakibatkan perubahan irama sinus menjadi fibrilasi atrium (FA). Intervensi atrium kiri (IAK) berupa reduksi dinding posterior atrium kiri dan/atau isolasi apendiks atrium kiri pada bedah katup mitral rematik untuk mengurangi faktor substrat dan faktor pencetus FA dipikirkan mempunyai pengaruh terhadap konversi FA kembali ke irama sinus. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh jangka pendek prosedur bedah mitral rematik dan IAK terhadap konversi irama sinus pada pasien FA valvular.
Metode: Subjek penelitian adalah pasien FA dengan penyakit katup mitral rematik yang menjalani prosedur bedah mitral dan/atau IAK pada bulan Januari 2012-Maret 2018. Karakteristik dasar, parameter ekokardiografi prabedah dan pascabedah, jenis tindakan operasi, dan irama elektrokardiogram (EKG) pasca operasi dikumpulk melalui data rekam medis pasien. Analisa statistik dilakukan dengan perangkat lunak SPSS.
Hasil: Terdapat 307 subjek yang terjaring dalam penelitian. Sebanyak 127 subjek masuk kedalam grup kontrol (bedah mitral) dan 180 subjek masuk kedalam grup intervensi (bedah mitral dengan IAK). Pada kelompok kontrol, 25 subjek (19,7%) mengalami konversi irama sinus sesaat pascabedah namun tidak terdapat subjek yang mengalami konversi irama sinus pada periode pengamatan selanjutnya. Pada kelompok intervensi terdapat 74 (41,1%), 10 (5,6%), 6 (3,3%), dan 4 (0,02%) subjek yang mengalami konversi irama sinus dalam periode segera pascabedah (p<0,001 dibandingkan grup kontrol), 1 minggu (p<0,01), 2 minggu (p<0,05) dan 4 minggu (p=0,142) pascabedah secara berurutan. Analisa multivariat menunjukkan bahwa IAK merupakan variabel yang secara independen berpengaruh terhadap konversi irama sinus sesaat pascabedah (RR 2,84; IK95% 1,68-4,83; p<0,001), namun tidak mempunyai pengaruh pada periode pengamatan selanjutnya.
Kesimpulan: Pengaruh bedah mitral rematik dan IAK terhadap konversi irama sinus tampak pada periode sesaat pascabedah, namun tidak mempunyai pengaruh dalam periode pengamatan 1 minggu, 2 minggu dan 4 minggu pascabedah.

Background: Rheumatic mitral valve diseases caused structural and electrical remodeling in the left atrium, resulting rhythm change from sinus to atrial fibrillation (AF). Left atrial surgical interventions (LASI) which consist of reduction of LA posterior wall to modify AF substrate and/or left atrial appendage (LAA) exclusion to isolate AF triggers may have beneficial effects on rhythm conversion during rheumatic mitral valve surgery. This study aimed to evaluate the short term effects of combined rheumatic mitral valve surgery and LASI for sinus rhythm conversion in patients with valvular AF.
Methods: The subjects are AF patients with rheumatic mitral valve diseases undergoing mitral valve surgery from the period of January 2012-March 2018. Basic characteristics, preoperative and postoperative echocardiography parameters, surgical types, and ECG post-surgery were collected retrospectively from the patient's medical record. Statistical analysis were done using SPSS software.
Results: There were 307 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. They were divided into two groups: treatment group (combined mitral valve surgery plus LASI) consist of 180 patients, while control group (isolated mitral valve surgery) consist of 127 patients. In the control group, 25 (19.7%) subjects experienced sinus rhythm conversion immediately post-surgery, but no subjects maintained sinus rhythm conversion in the subsequent observation period (1-, 2-and 4-weeks post-surgery). While in the treatment group, there were 74 (41.1%), 10 (5.6%), 6 (3.3%), 4 (0.02%) subjects who experienced sinus rhythm conversion in the immediate (p<0.001 vs. control group), 1-week (p<0.01), 2-weeks (p<0.05) and 4-weeks (p=0.142) postoperative period, respectively. Multivariate analysis showed that LASI was an independent predictor of sinus rhythm conversion immediately post-surgery (RR: 2.84 95%CI 1.68-4.83; p<0.001), but not during the subsequent observations.
Conclusions: The effects of combined rheumatic mitral valve surgery with LASI on rhythm conversion of valvular AF was observed during immediate postoperative period, but it had no significant effects during 1-week, 2-weeks and 4-weeks postoperative observations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pungkie Oktharia Hermawan
"Pertumbuhan kelistrikan diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan program peningkatan rasio elektrifikasi dan pertumbuhan daerah perumahan yang akan terus menjamur di wilayah pinggiran kota mendorong peningkatan linear akan pemakaian kabel XLPE yang menjadi produk unggulan dalam sistem distribusi tegangan menengah. Meskipun menjadi unggulan, kabel XLPE masih memiliki permasalahan utama akan kegagalan isolasi yang berupa pemohonan listrik ataupun pemohonan air. Kedua masalah ini berawal dari adanya partial discharge, dimana dapat ditentukan oleh adanya kontaminan, seperti void (rongga udara) di dalam isolasi kabel. Dengan diadakannya type test oleh PT. PLN (Persero) PUSLITBANG Ketenagalistrikan pada kabel yang akan diproduksi, dimana pada mata uji pengujian partial discharge diperoleh hasil pengujian bahwa parameter ukuran kabel tidak mempengaruhi besarnya partial discharge, sedangkan parameter suhu memiliki pengaruh linear terhadap besarnya partial discharge terukur, selain itu terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi besarnya hasil pengujian.

Projected growth in electricity will continue to increase along with the electrification ratio improvement program and the growth of the residential area which will keep mushrooming in the suburb regions that will encourage linear increasing in use of the XLPE cable as a flagship product in the medium voltage distribution system. In spite of being seeded, XLPE cable still has the main problem against the insulation failure, namely electrical treeing or water treeing. Both these issues were derived from the existence of partial discharge, which can be determined by the presence of contaminants, such as voids (air cavity) in the cable insulation. As the type test that held by PT. PLN (Persero) PUSLITBANG Ketenagalistrikan on the cable that will be produced, in which the partial discharge test obtained the test results that the cable size parameter does not affect the partial discharge measured, whereas the temperature parameter has linear effect in partial discharge measured, in addition there are another factors that affect the partial discharge measured."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42967
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>